Anda di halaman 1dari 4

GAMBARAN MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK JARINGAN PARUT HIPERTROFIK

(HYPERTROPHIC SCAR) PADA MODEL


TELINGA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)
LUTFIYATI HIKMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kulit merupakan komponen utama dari sistem kekebalan tubuh dan

merupakan pertahankan aktif dari agen yang dapat kontak dengan permukaan

kulit. Kegagalan imunitas kulit dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari

infeksi kulit ringan atau infestasi penyakit mikroba parah dan neoplasia. Oleh

karena itu, pemeliharaan kulit yang sehat merupakan tujuan utama dalam

pemeliharaan kesehatan tubuh dan perlu perhatian khusus baik dari pemilik dan

ahli bedah hewan (Lloyd and Marsh, 1999). Kulit merupakan bagian tubuh yang

luas dan memiliki banyak fungsi (Reinke and Sorg, 2012). Fungsi kulit adalah

sebagai pelindung, pengatur suhu, penyerap, indera perasa, dan sekretoris

(Harahap, 2000).

Hewan mempunyai kulit normal yang lembut, fleksibel, halus dan suhu

netral (suhu kulit di bawah mantel adalah 35-39°C). Kulit mempunyai pigmen,

dengan tidak adanya hiperemia, warnanya kuning pucat atau keabu-abuan dan

tipis seperti pada perut, pembuluh darah kulit yang terlihat (Lloyd and Marsh,

1999). Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan

subkutan atau subkutis (Harahap, 2000). Dermis sebagian besar terdiri dari

serabut kolagen. Namun, komponen yang paling aktif secara metabolik adalah

jaringan epidermis, termasuk epidermis interfollicular, folikel rambut, dan

kelenjar keringat dan sebaseous. Semua elemen ini bersifat proliferatif dan

1
GAMBARAN MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK JARINGAN PARUT HIPERTROFIK
(HYPERTROPHIC SCAR) PADA MODEL
TELINGA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) 2
LUTFIYATI HIKMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengalami proses sekresi holokrine, yang menghasilkan produksi terus-menerus

squamous, rambut, dan sekresi kelenjar (Lloyd and Marsh, 1999).

Luka adalah kerusakan pada kulit robek, terpotong atau tertusuk, atau

trauma benda tumpul. Faktor tersebut seperti trauma, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari luka berbeda tergantung

penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup. Salah satu contoh luka terbuka

adalah incisi yaitu robekan linier pada kulit dan jaringan di bawahnya. Salah satu

contoh luka tertutup adalah hematoma yaitu pembuluh darah yang pecah

menyebabkan berkumpulnya darah di bawah kulit (Suryadi et al., 2013). Luka

pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki

melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen

tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi elastisitas kulit),

serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan (Sukasah,

2007).

Proses kesembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu fase

inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Sukasah, 2007). Tahap pertama dari

penyembuhan luka akut yaitu hemostasis dan pembentukan matriks luka

sementara, yang terjadi segera setelah cedera dan selesai setelah beberapa jam.

Selanjutnya, fase ini memulai proses inflamasi. Fase inflamasi dari kaskade

penyembuhan luka akan diaktifkan selama fase koagulasi (Reinke and Sorg,

2012). Setelah itu terbentuk klot fibrin, banyak trombosit terperangkap di

dalamnya. Trombosit kemudian mengeluarkan platelet derived growth factor

(PDGF) yang menarik neutrofil. Neutrofil kemudian mencerna bakteri dan


GAMBARAN MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK JARINGAN PARUT HIPERTROFIK
(HYPERTROPHIC SCAR) PADA MODEL
TELINGA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) 3
LUTFIYATI HIKMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengaktivasi fibroblas (menghasilkan kolagen) dan keratinosit (sel pada kulit

yang akan berproliferasi membentuk epitel baru). Limfosit dan monosit juga akan

datang ke tempat luka dan berperan dalam fase proliferasi. Selama fase proliferasi,

terdapat proses reparasi aktif dari jaringan yang rusak. Sitokin yang mengontrol

pembentukan kolagen dan pembuluh darah baru. Fase itu disebut fase granulasi

sebab gambaran luka yang sedang menyembuh menunjukkan gambaran granular.

Pada fase tersebut, luka mulai berkontraksi, kemudian berlanjut dan luka tertutupi

oleh jaringan regeneratif sehingga mulai tampak lapisan permukaan kulit

(epitelisasi). Aktivitas fibroblas dan proliferasi vaskular berkurang hingga fase

proliferatif selesai. Pada jaringan parut yang normal, fase maturasi meliputi

perubahan jaringan parut yang semakin memudar dan mendatar. Fase tersebut

biasanya berlangsung antara 12-18 bulan (Sukasah, 2007).

Salah satu proses penyembuhan luka adalah terbentuknya jaringan parut.

Ada 2 jenis jaringan parut yaitu jaringan parut hipertrofik dan keloid (Moshref

and Mufti, 2010). Keloid dan jaringan parut hipertrofik (hypertrophic scar) adalah

jaringan parut abnormal yang umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit

yang disebabkan oleh sintesis dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan

kolagen pada dermis (Sukasah, 2007). Jaringan parut hipertrofik yaitu bekas luka

terbatas pada batas-batas lesi asli. Keloid yaitu jaringan parut yang berlebihan

yang berkembang baik dari cedera dalam atau dangkal (Moshref and Mufti,

2010).

Jaringan parut hipertrofik merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

sayatan bedah. Hal ini dapat terjadi setelah cedera termal, sayatan bedah, atau
GAMBARAN MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK JARINGAN PARUT HIPERTROFIK
(HYPERTROPHIC SCAR) PADA MODEL
TELINGA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) 4
LUTFIYATI HIKMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

trauma yang membuat luka lainnya. Lesi berupa eritematosa yang melebar namun

tetap dalam batas-batas luka asli (Tollefson et al., 2012). Karakteristik jaringan

parut hipertrofik yaitu terdapat nodul yang mengandung tingkat kepadatan sel dan

kolagen yang tinggi. Serabut kolagen berbentuk seperti batang rokok dan paralel

pada permukaan kulit. Serabut kolagen terdapat di tengah atau bagian dalam

jaringan parut (Moshref and Mufti, 2010). Secara histologis, jaringan parut

hipertrofik terlihat hiperplastik dan penebalan pada epidermis, berkurangnya

papillae dermal, serta adanya peningkatan abnormal kolagen (Liu et al., 2012).

Pada penelitian ini akan diamati proses pembentukan jaringan parut hipertrofik

secara makroskopik dan mikroskopik pada model telinga kelinci.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembentukan jaringan

parut hipertrofik (hypertrophic scar) secara makroskopik dan mikroskopik pada

model telinga kelinci.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca

mengenai gambaran makroskopik dan mikroskopik jaringan parut hipertrofik pada

kulit. Pengembangan model sebagai terapi scar pada kulit.

Anda mungkin juga menyukai