Anda di halaman 1dari 19

PERAWATAN LUKA ACCIDENT / LUKA ABRASI

IMAM SETIYO AJI 1440118060


DWI OKA IBNU ROFIK 1440120018

POLITEKNIK YAKPERMAS BANYUMAS


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau hilangnya
sebagian jaringan tubuh. Terdapat berbagai macam penyebab luka, seperti trauma
benda tajam, trauma benda tumpul, akibat perubahan suhu, paparan zat kimia
tertentu, ledakan, gigitan hewan, sengatan listrik, terpapar api, dan sebagainya.
Efek yang ditimbulkan akibat luka bervariasi. Utamanya, luka menyebabkan
gangguan, penurunan, ataupun kerusakan dari fungsi dan struktur anatomi
tubuh.Penggolongan luka yang utama dapat didasari oleh proses terjadinya luka
(mechanism of injury) dan derajat terkontaminasinya luka tersebut oleh
mikroorganisme (degree of contamination). Berdasarkan proses terjadinya luka,
dapat dibagi menjadi luka tertutup yaitu luka memar, luka trauma, dan luka
terbuka yakni luka lecet, luka sayat, luka robek, luka tusuk, luka potong, luka
tembak, luka gigit, luka bakar, serta luka lainnya seperti luka radiasi, luka akibat
kontaminasi zat kimia, luka sengatan listrik, dan lain-lain. Sedangkan bila didasari
oleh kontaminasinya dapat dibagi menjadi luka bersih, luka bersih terkontaminasi,
luka terkontaminasi, dan luka kotor atau terinfeksi.
Berdasarkan dari waktu penyembuhannya, luka dapat digolongkan menjadi
dua yaitu luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera jaringan yang masih
dapat pulih kembali seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal
dalam rentang waktu 8-12 minggu. Sementara luka kronik merupakan luka
dengan proses pemulihan yang lambat, dengan waktu penyembuhan lebih dari 12
minggu dan terkadang dapat menyebabkan kecacatan.Luka juga dapat dibedakan
menjadi beberapa stadium berdasarkan kedalaman dan luasnya luka. Stadium I
merupakan luka superfisial yaitu luka yang terjadi hanya pada lapisan epidermis
kulit. Stadium II merupakan luka dengan hilangnya lapisan kulit pada epidermis
dan bagian atas dari dermis, dengan tanda klinis seperti abrasi, blister, atau lubang
yang dangkal. Stadium III merupakan luka yang keseluruhan kulitnya yang
meliputi kerusakan hilang dengan nekrosis jaringan subkutan. Luka ini mengenai
lapisan epidermis, dermis, dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Pada stadium IV,
luka telah mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang dengan adanya destruksi atau
kerusakan yang luas. Prevalensi dari luka mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Monuteaux, Fleegler, dan Lee pada
tahun 2017, di Amerika Serikat dilaporkan 1.4 juta orang dewasa dirawat karena
luka kekerasan di tahun 2000 sampai 2010, dengan prevalensi 1.6% dari semua
pasien dewasa di Unit Gawat Darurat (UGD) di Amerika Serikat. Di Indonesia
sendiri, jumlah penduduk yang mengalami luka atau cedera secara nasional pada
tahun 2013 hingga 2018, mengalami peningkatan dari 8,2% menjadi 9,2%. Luka
paling sering terjadi di rumah, jalan raya, tempat bek saerja, dan sekolah dengan
persentase berturut-turut sebesar 44,7%; 31,4%; 9,1%; dan 6,5%. Cedera sering
dialami oleh usia 15-24 tahun, laki-laki, usia sekolah, dan penduduk yang
berdomisili di daerah perkotaan. Sedangkan, luka akibat transportasi kendaraan
bermotor sering dialami antara lain oleh laki-laki usia produktif yaitu SMA
hingga umur 44 tahun dengan kejadian paling tinggi di usia 15-24 tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana system integumen normal pada manusia?
2. Apa saja jenis-jenis luka?
3. Bagaimana fisiologi penyembuhan luka?
4. Factor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka?

BAB II
PEBAHASAN
A. Integumen Normal
Kulit merupakan organ yang cukup luas yang terdapat di permukaan
tubuh, dan berfungsi sebagai pelindung untuk menjaga jaringan internal dari
trauma, bahaya radiasi ultraviolet, temperature yang ekstrime, toksin, dan
bakteri.
Kulit terdiri dari beberapa lapisan ; epidermis, dermis dan lapisan jaringan
subkutaneus
1. Epidermis
Epidermis adalah merupakan lapisan bagian luar kulit. Ketebalan
dari pada epidermis ini bervariasi tergantung tipe kulit. Pada bagian
epidermis terdapat 5 (lima) lapisan mulai dari bawah sampai ke atas yaitu
statum basale atau germinatum, stratum spinosum, stratum lucidum, dan
startume corneum.
Keratinisasi, maturasi dan migrasi pada sel kulit, dimulai pada
lapisan yang paling dalam yaitu stratum basal atau germinatum. Sel ini
dikatakan sebagai keratinocytes ( sel kulit yang imatur), berperan dalam
merubah bentuk lapisan sel yang sudah mati. Stratum basal ini dalah asal
mula untuk diperlukan sebgai regenerasi pada lapisan epidermis. Dalam
proses keratinocytes ini diproduksi sejumlah filamens (tono filaments atau
tonofibrilis) yang dibuat dari suatu protein yang disebut keratin dan
keratohyalin granules. Keratinocytes ditandai dengan akumulasi pada
keratin yang disebut dengan keratinisasi. Pada epidermis terdapat
melanocytes yang membuat melanin dan memberikan warna pada kulit.
Fungsi pada lapisan epidermis adlah melindungi dari masuknya
bakteri, toksin, untuk keseimbangan cairan yaitu menghindari pengeluaran
cairan secara berlebihan.

2. Dermis
Lapisan dermis lebih tebal daripada lapisan epidermis . fungdi utama
adalah sebagia penyokong untuk epidermis. Pada lapisan dermis
strukturmya lebih kompleks dan terdapat dua lapisan bagian superficial
paillary dan bagian dalam reticular dermis. Pada bagian papillary berisi
serabut kolagen yang tipis, serabut elastis dan serabut retikuler. Kemudian
pada lapisan reticular dermis terdapat serabut kolagen yang tebal, juga
fibrobalst, sel mast, ujung saraf dan limpatik. Fibroblast adalh tipe sel
utama pada dermis. Sel terebut memproduksi dan mensekresi prokolagen
dan serabut elastis.
Sedangkan fungsi dari dermis adalah untuk keseimbangan cairan
melalui pengaturan airan darah kulit, termoregulasi melalui pengontrolan
aliran darah kulit dan juga sebagai faktor pertumbuhan dan perbaikan
dermal.
1. Kelenjar keringt ekskrin
Pengeluaran keringat sari kelenjar ekskrin adalah
prosespendinginan tubuh. Keringat diproduksi dalam suatu tubulus
coiled dalam dermis dan transportasi oleh saluran kelenjar keringat
melalui epidermis untuk dikeluarkan.
2. Folikel rambut
Folikel rambut dibuat dari keratin, tertanam dalam epidermis dan
dermis dan transportasi oleh saluran kelenjar keringat melalui
epidermis untuk dikeluarkan.
3. Kelenjar keringat apokrin
Kelenjar apokrin ini ditemukan pada lokasi aksila, aerola puting
susu, dan regional anal. Apokrin juga diproduksi dalam tubulus
coiled dalam dermis. Aktivitas bakteri pada kulit yang normal ada
hubungannya dengan pengeluaran keringat yang menyebabkan bau
badan.
4. Kelenjar sebasea
Kelenjar ini memproduksi substansi minyak yang disebut dengan
sebum. Paling menyolok pada kulit bagian kepala, muka dan bahu
atas. Pada masa remaja kelenjar sebasea meningkat ukurannya san
sebum banyak diprosuksi dalam merespon tingkat hormon
khususnya androgen. Peran pentingnya adalah perkembangan
jerawat.

3. Lapisan Subkutaneus
Jaringan subkutaneus adalah lapisan lemak dan jaringan ikat yang
banyak terdapat pembuluh darah dan saraf. Pada lapisan ini penting untuk
pengaturan temperature pada kulit.Lapisan ini dibuat dari kelompok
jaringan asiposa (sel lemak) yang dipisahkan oleh fibrous septa. Sebagai
bantalan jaringan yang lebih dalam dan pada lapisan ini berfungsi sebagi
pelindung tubuh terhadap dingin, serta tempat penyimpanan bahan bakar.

4. Kuku
Kuku juga merupakan kulit yang berlokasi pada akhir jari tangan dan kaki.
Kuku ini berupa plat yang padat yang dibuat dari keratin. Kuku
berkembang dari sel-sel matrik kuku yang berfoliferasi dan menjadi
keratin. Kuku tumbuh rata-rata 0,1 mm perharinya, tetapi kuku akan lebih
lambat tumbuhnya. Adapun fungsinya sebagai penghias. Selain itu kuku
pada jari tangan juga dapat mengidentifikasi kesehatan sesorang dimana
pada kuku yang berwarna pink memnandakan suplai oksigenisasi baik.

B. Jenis-jenis luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu
dan menunjukan derajat luka (Taylor,1997).
1. Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk
terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius
maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam
keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi.Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% -
11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka
penetrasi.Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa
sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti
perforasi visera, abses dan trauma lama.

2. Berdasarkan Penyebab
a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan
epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau
runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti
kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun
tumpul.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka
berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam
( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan
benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu
lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa
menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing
yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan
pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam
lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan
permukaan luka tidak begitu lebar.
e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan
memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang
menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan
tersebut.
f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas
maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka
yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit
dan mukosa.

C. Fisiologi Penyembuhan luka


Penyembuhan lukan adalah suatu proses komplek dengan melibatkan banyak
sel. Proses yang dimaksudkan disini karena penyembuhan luka melalui
beberapa fase. Fase tersebut meliputi ; koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan
fase remodeling
1. Fase koagulasi
Pada fase koagulasi awal proses penyembuhan luka dengan
melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokontriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai hemostasis
dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi,
agregasi dan degranulasi pada sirkulasi platelet di dalam pembentukan
gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora mediator dan cytokin
dilepaskan seperti transforming growth factor beta (TGFB), platelet
derived growth factor (PDGF), vaskuler endhothelial growth factor
(VEGF), platelet –activating factor (PAF), dan insulinike growth factor -1
(IGF-1), yang akan mempengaruhi edema jaringn dan awal inflamasi.
VEGF, suatu faktor permeabiltas vaskuler, akan memperngaruhi
extravasasi protein plasma untuk menciptakan suatu struktur sebagai
penyokong yang tidak hanya mengaktifkan sel endhotelial tetapi juga
leukosit dan sel epithelial.
Untuk proses koagulasi ini ada manfatnya, akan tetapi pada
pelkukaan yang berat seperti luka bakar yang luas akan berdampak negatif
pada suplai darah yaitu bila terjadi koagulan dapat mengakibatkan iskemik
pada jaringan

2. Fase Inflamasi
Fase inflamasi mulainya dalam beberapa menit setelah luka dan kemudian
dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini, sel-sel
inflammatory terikat dalam luka dan aktif melakukan pergerakan dengan
lekosites (polymorphonuclear leukocytes atau neuthrophil). Yang pertama
kali muncul dalam luka adalah neuthrophil, karena densitasnya lebih tinggi
dalam bloodstrem. Kemudian neuthrophil akan memfagosit bakteri dan
masuk ke matriks fibrin dalam persiapan untuk jaringan baru. Kemudian
dalam waktu yang singkat mensekresi mediator vasodilatasi dan cytokin
yang mengaktifkan fibroblast dan keratinocytes dan mengikat macrofag ke
dalam luka . kemudian macrofag memfagosit phatogen, dan sekresi
cytokin, dan growth factor seperti fibroblast growth factor (FGF),
epidermal growth factor (EGF), vaskuler endhotelial growth factor
(VEGF), tumor necrosis factor (TNF-alpa), interferon gamma (IFN-
gamma), dan interleukin-1 (IL-1), kimia ini juga akan merangsang
infiltrasi, dan proliferasi dan migrasi fibroblast dan sel endhothelial (dalam
hal ini, angiogenesis). Angiogenisis adalah suatu proses dimana pembuluh-
pembuluh kapiler darah yang baru mulai tumbuh dalam luka setelah injury
dan sangat penting perannya dalam fase proliferasi. Fibroblast dan sel
endhothelial mengubah oksigen moleculer dan larut dengan superoxide
yang merupakan senyawa penting dalam resistensi terhadap infeksi
maupun pemebrian isyarat oxidative dalam menstimulasi produksi growth
factor lebih lanjut. Dalam proses inflamatory adalah suatu perlawanan
terhadap infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami
injury dan untuk pertumbuhan sel-sel baru.

3. Fase Proliferasi
Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi,
maka akan cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi
proses granulasi dan kontraksi, fase proliferasi ditandai dengan
pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini macrofag dan
lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel predominan mengalami
proliferasi dan migrasi termasuk sel ephitelial, fibroblast dan sel
endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen dan
faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi
epitelialisasi dimna epidermal yang mencakup sebagian besar
keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami stratifikasi dan deferensiasi
untuk menyusun kembali fungsi barier epidermis. Pada proses ini
diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi ekstraseluler
matrik (promotes – extracelluler matrik atau disingkat ECM), growth
factor. Sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan
seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada fase proliferasi fibroblast
adalah merupakan elemen sintetik utama dalam proses perrbaikan dan
berperan dalam produk struktur protein yang digunakan selama
rekontruksi jaringan. Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah
kolagen yang banyak. Fibroblast biasanya akan tampak pada sekeliling
luka.
Pada fase ini juga terjadi angiogenesis yaitu suatu proses dimana
kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh atau pembentukan
jaringan baru (granulation tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan
pada luka. Kemudianpada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah
berfungsi dalam mefasiltasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy
(1969) kontraksi merupakan peristiwa fisiologis yang menyebabkan
terjadinya penutupn luka pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan
dengan sintesis kolagen. Hasis dari kontraksi akan tampak ukuran luka
akan tampak semakin mengecil atau menyatu.

4. Fase Remodeling atau maturasi


Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik.
Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit
selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan
menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap
dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan
sepanjang garis luka . kolagen menjadi unsur yang utama pada matriks.
Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu dan
berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling kolagen
selama pembentukan skar tergantung pada sintesis dan metabolisme
kolagen secara terus-menerus.

Injury

Hemostasis ; koagulasi, agregasi platelet

Inflamasi ; granulosites, macrophag, pagositosis

Fibroblast

Epitelialisasi

Sintesis kolagen dan kontraksi


Remodeling ; adanya lisis dan sintesis kolagen

Peningkatan serabut kolagen

Penyembuhan luka

Bagan Fisiologi Penyembuhan Luka

D. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


Faktor yang mempengaruhi pada penyembuhan luka dapat dibagi menjadi
dua faktor yaitu sistemik dan faktor lokal
1. Faktor sistemik
a) Usia
Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama
dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan
adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan,
menurunnya kekebalan, dan menurunya sirkulasi
b) Nutrisi
Faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan
luka. Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat diantaranya
serum albumin, total limposit dan transferin merupakan risiko
terhambatnya proses penyembuhan luka. Selain protein, vitamin
A menyebabkan berkurangnya produksi macrofag yang
konsekuensinya rentan terhadap infeksi, retardasi epitelialisasi
dan sintesis kolagen (Freiman.et.al 1970). Defiseinsi vitamin E
mempengaruhi pada produksi kolagen (pollack, SV, 1979 dan
Brown RG, 1969). Sedangkan defisiensi vitamin menyebabkan
kegagalan fibroblast untuk memproduksi kolagen, mudahnya
terjadi ruptur pada kapiler dan rentan terjadi infeksi (Pollack, SV,
1984).
1) Protein
Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan proliferasi
fibroblast, neoangiogenesis, sintesis kolagen dan
remodeling pada luka dikarenakan adanya kekurangan
protein. Selain itu juga mempengaruhi mekanisme
kekebalan, fungsi lekosit seperti fagositosis
2) Karbohidrat
Karbohidrat dibutuhkan untuk suplai energi seluler
3) Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk sisntesis kolagen epitelialisasi
pada proses penyembuhan luka
4) Vitamin C
Vitamin C berguna untuk sintsis kolagen meningkatkan
reseitemsi terhadap infeksi
5) Vitamin K
Vitamin K untuk sintesis protombin dan beberapa
pembekuan darah yang diperlukan untuk mencegah
perdarahan yang berlebihan pada luka
6) Zat Besi
Zat besi berguna dalam sitesis kolagen, sintesis
hemoglobin dan mencegah iskemik pada jaringan
7) B-Complek
Berfungsi dalam produksi energi dan iunitas seluler serta
sintesis sel-sel darah merah
8) Zink
Pada jaringan membantu sintesis protein dan pada luka
berperan dalam sintesis kolagen

c) Insufisiensi vaskuler
Insufisiensi vaskuler juga merupakan faktor penghambat
pada proses penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka
ektremitas bawah seperti luka diabetik dan lukapembuluh arteri
dan atau vena kemudian akan berdampak pada penurunan atau
gangguan sirkulasi darah.
d) Obat-obatan
Terutama sekali pada pasien yang menggunakan terapi
steroid, kemoterapi dan imunosupresi.

2. Faktor lokal
a) Suplai darah
b) Infeksi
Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan luka
c) Nekrosis
Luka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskar akan
dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan luka.
d) Adanya benda asing pada luka

E. Dampak Psikologis Luka


F. Pengkajian pada Luka
Pengkajian dapat dilakukan dalam 4 tahap, yaitu pengkajian terhadap faktor-
faktor umum pasien yang dapat memperlambat penyembuhan, Sebab –sebab
langsung dari luka dan segala patofisiologi yang mendasarinya, kondisi lokal
pada tempat luka, kemungkinan konsekuensi luka bagi sesorang.
1. Pengkajian umum pasien
a. Pengkajian Umum
Setiap pengkajian pasien harus meliputi pengkajian dan
dokumentasi tentang, kondisi fisik umum, kemampuan perawatan
diri, penampilan kulit, mobilitas, status nutrisi, kontinensia, fungsi
sensoris, status kardiovaskuler, fungsi respirasi, ada tidaknya
nyeri, status kesadaran dan kewaspadaan mental, status emosional,
pemahaman kondisi saat ini, medikasi terbaru, alergi dan keadaaan
sosial.
b. Status nutrisi
Malnutrisi merupakan penyebab sangat penting dari kelambanan
penyembuhan luka. Sejumlah indikator malnutrisi
kalori/proteindisajikan pada tabel berikut.
Tabel Pengkajian nutrisi : indeks umum malnutrisi kalori/protein (Moghiss dan
Boore, 1983)

Metode dari parameter yang di ukur Indeks malnutrisi kalori protein


1. Antropometri
a. Berat badan terhadap tinggi < 60 % dari perkiraan nilai ideal
dan jenis kelamin
b. Penurunan berat badan >10 %
terakhir (presentasi
perubahan berat badan)
c. Ketebalan lipatan kulit trisep < 10 mm pada pria
(ukurn persediaan lemak < 13 mm pada wanita
tubuh) <19 cm pada pria
d. Lingkar otot lengan tengah <17 cm pada wanita
atas (ukuran tidak langsung
terhadap massa otot skelet
dan cadangan protein)
2. Metode Biokimia < 35 gr/100ml
Mis. Albumin serum
3. Hitung sel darah < 1500 x 106/i
Jumlah limfatik
4. Tes urin 24 jam < 70 % nilai normal asupan nitrogen
a. Kreatinin : indeks tinggi < kehilangan nitrogen yaitu balance
b. Eksresi nitrogen nitrogen negatif
(digabungkan dengan ukuran
yang akurat dari masukan diet
nitrogen)
5. Pemeriksaan klinis
6. Riwayat diet saat masuk
c. Nyeri
Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi
lingkaran setan yang terdiri dari ketegangan otot, keletihan,
ansietas, dan depresi, yang dapat memperlambat penyembuhan
dengan cara menekan efektifitas sistem imun (Masier dan
Laudenslager, 1985)
Meski tidak diinginkan dan pada umumnya dapat dicegah,
nyeri akut setelah bedah mayor setidak-tidaknya mempunyai
fungsi fisiologis positif, berperan sebagai suatu oeringatan bahwa
perawatan khusus dilakuakn untuk mencegah trauma lebih lanjut
pada daerah tersebut. Nyeri setelah pembedahan normalnya dapat
diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih singkat
dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiahterhadap
jaringan-jaringan yang rusak. Sebagai perbandingan, untuk
seorang pasien yang menderitanyeri kronik, seperti yang
berhubungan dengan karsinoma seperti jamur atau untuk pasien
dengan penyakitvaskuler perifer berat adanya ulkus iskemik
inferior, maka fungsi nyeri tidak begitu banyak membantu dan
penyembuhan jaringan mungkin merupakan tujuan yang tidak
realistis.

Tabel kemungkinan penyebab nyeri pada tempat luka dan pada saat penggantian
balutan
Jika pasien mengeluh nyeri pada tempat luka atau mengalami nyeri pada saat
penggantian balutan, maka perawat harus mempertimbangkan pertanyaan-
pertanyaan berikut ini :
A. Nyeri di tempat luka
1. Apakah luka terinfeksi ? carilah tanda dan gejala infeksi klinis lainnya
baik lokal maupun sitemik
2. Apakah perban yang digunakan berlapis-lapis atau terlalu kencang?
Apakh perban tersebut bergeser? Adakah tarikan perban yang amat
ketat di atas luka atau di atas prominensia tulang di dekat luka?
3. Apakah terdapat iskemia? Sebagai contoh, pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer berat meskipun hanya luka tebuka kecil dapat
dirasakan sakit dan mungkin terjadi rest pain (nyeri pada waktu
istirahat) pada anggota badan

B. Nyeri pada saat penggantian balutan


1. Apakh balutan melekat pada luka dan yang menyebabkan trauma
jaringan pada saat plepasan ? balutan dengan daya lekat rendah
sekalipun, dapat melekat pada luka, jika balutan tersebut dibiarkan di
tempat luka terlalu lama, khususnya bila eksudat mengenai seluruh
balutan dan kemudian menjadi kering. Perdarahan segar saat pelepasan
balutan adalah tanda nyata akan adanya trauma.
2. Apakah anlgesia yang diresepkan telah diberikan pada waktu yang
cukup untuk menimbulkan efeknya dimana diperkirakan akan timbul
nyeri saat penggantian balutan
3. Apakah metode pelepasan balutan paling tidak menimbulkan nyeri
telah diterapkan ? pelepasan balutan adhesif ataiu plester yang
digunakan untuk menahan balutan, dapat terasa sangat nyeri jika
elepasannya dilakuakn melawan letak dan arah rambut. Cara
melepaskan balutan dan juga plester searah dengan ramput pada
hakekatnya tidak menimbulkan nyeri. Jika sebuah balutan telah
melakat pada lapisan dasar luka maka harus dilepaskan dengan cara
merendam secara hati-hati, jangan ditarik dengan cepat
4. Apakah ada larutan pembersih yang digunakan, yang dapat
menyebabkan timbulnya respon iritasi jaringan, seperti larutan
hipoklorit ?
5. Apakah perawat kurang empati ? apakah perwatnya merendahkan
makna luka bagi individu ?

d. Faktor-faktor psikososial
Tabel dibawah ini adalah daftar periksa yang sangat berguna untuk
melakukan identifikasi beberapa faktor psikososial baik yang
positif maupun negatif, yang dapat memfasilitasi atau
memeperlambat pemulihan dari penyakit apapun dan mungkin
juga penting untuk penyembuhan luka, serta adnya kemampuan
pasien dan keinginan untuk memenuhi pwngobatan serta
mempermudah pengobatan.

Tabel Faktor-faktor psikososial positif negatif, yang dapat memepengaruhi


pemulihan
Faktor-faktor psikososial positif negatif yang dapat memperngaruhi

Faktor positif Faktor Negatif


Pengetahuan yang baik tentang Tidak bersedia atau tidak mampu
penyakit/kondisi sakit mengetahui tentang penyakit / kondisi
Partisipasi aktif dalam pengobatan Rasa kurang percaya dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam pengobatan
Hubungan yang baik dengan petugas Hubungan yang buruk dengan petugas
Metode koping yang fleksibel Ketergantungan pasif, penolakan
persistenatau disposisi emosi tinggi
Hubungan sosial suportif yang baik Hubungan keluarga yang buruk, hidup
sendiri
Orientasi positif terhadap pengobatan Prilaku negatif dari petugas terhadp
dan rehabilitasi dari anggota tim pengobatan dan penyembuhan
perawatan keehatan (rumah sakit Tambahan tekanan hidup saat ini, mis.
dan/atau masyarakat) Kematian, perpisahan, dan kehilangan
pekerjaan

2. Mengkaji penyebab Luka


Mengidentifikasi penyebab langsung dari luka, bila memungkinkan
segal patofisiologi yang mendasari, merupakan suatu persyaratan
dalam merencanakan perawatan yang tepat dan juga dapat mencegah
kekambuhan luka dalam jangka panjang. Contohnya, penyebab utama
dari kebanyakan dekubitus biasanya adlah tekanan yang terus-
menerus, yang seringkali disertai dengan gesekan dan kekuatan
menggosok. Hilangnya sensoris yang berhubungan dengan stroke,
paraplegia, multiple sklerosis atau diabetes, dapat turut membantu
terjadinya dekubitus dan harus diperhitungkan ketika merencanakan
perwatan yang segera dan merencanakan pencegahan dekubitus di
masa yang akan datang.
Dalam kasus ulkus tungkai penyebab langsungnya dapat tanpa
cidera traumatis ringan, tetapi masalh utama yang mendasarinya
biasanya adalah masalah vaskuler. Jika masalh yang mendasarinya
tidak diperhatikan, maka penyembuhan luka tidak mungkin berhasil.
Ulkus tungkai pad apasien diabetes dapat secara langsung
disebavkan oleh penggunaan als kaki yang terlalu sempit, tetapi
lambanya penyembuhan sebahagian dapat disebabkan oleh mikro
angiopati. Penatalaksanaan diabetes dan efek sampingnya, paling
tidak sama pentingnya dengan pemilihan balutan luka yang terbaik
untuk meningkatkan penyembuhan.

3. Pengkajian luka lokal dan identifikasi masalah


a. Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana
tidak semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang
sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang
memiliki pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran
darah yang banyak. Hal ini akan mendukung penyembuhan luka
lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih sedikit
mendapat aliran darah.
b. Ukuran luka
Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat
dengan sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar
transparan yang telah dicatat berpola kotakkotak berukuran
sentimeter.
c. Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah
dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati
kedalam luka dengan posisi tegak lurus (900) hingga kedasar luka.
Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka.
Ukur dengan sentimeter.
d. Gowa atau terowongan
Gowa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas
jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba
tenderness/perlukan. Masukan saline melalui mulut lubang
kedasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada lidi sejajar
dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi
dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut. Jangan
pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila
menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman
lubang/penetrasi. Untuk penentuan lokasi ditetepkan dengan pola
arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka dan jam 12 sesuai
garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut
lubang terdapat pada posisi am 8 dengan kedalaman 5 cm atau
dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8.

e. Warna dasar luka


Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan
dengan penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka. Ada
beberapa macam warna dasar luka yang membutuhkan perlakuan
spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar tersebut.
1) Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras
disebut keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya
tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat
dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan
melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau
tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar
luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya
yang perlu diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari
keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut dibawah
jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini
membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik
yang kering tersebut dapat lepas dengan sendirinya. Jenis
balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya diletakan
kasa dan balutan transparan.
2) Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif
atau tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari
permukaan luka karena jaringan ini juga sedang mengalami
nekrotik, dengan demikian pada dasar luka akan tumbuh
jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk
luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas
jaringan nekroit. Gunakan hydrofiberuntuk menyerap
eksudat yang berlebihan sehingga tercipta lingkungan yang
konduksif. (moist/lembab) untuk proses panyembuhan
luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan
calcium alginate. Hydrofiber yang mengandung calcium
alginato dapat menghentikan pendarahan dengan segera.
3) Granulasi
Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa
ini merupakan pertumbuhan jaringan yang baik, namun
tidak dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap harus diberi
pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah
kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi
lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel
granulasi tersebut. Biasanya luka ini sangat mudah
berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila
eksudat banyakdapat digunakan hydrofiber yang
mengandung calcium alginate labih efektif.
4) Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka
ini masih dalam proses glanulasi. Untuk itu perlu
pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu
douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk
wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak
dan nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak
menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap
eksudut yang minimal melindungi luka dari kontaminasi.
5) Infeksi
Luka ini banyak warna dasarnya, umumnya ada pada ke
empat warna diatas. Untuk luka ini balutan balutan dapat
dikombinasi. Bila cendrung berdarah dapat ditutup dengan
calciun alginate diatas bagian yang berdarah tersebut.
Untuk eksudat yang banyak dapat dipilih hydrofiber dan
untuk bau yang tidak enak dapat diberikan
Carboflex.Kemudian tutup denga balutan transparan untuk
memantau kondisi dari luar tanpa membuka balutan
6) Funging malodours
Warna luka berfariasi, luka ini sangat kompleks biasanya
dialami oleh penderita kangker, terutama kangker mammae
dimana sebagian permukaan luka sangat mudah berdarah,
eksudat banyak, bau tidak enak, ukurannya besar dan
lokasinya dekat dengan hidung. Untuk menentukan balutan
yang efektif dapat dilakukan sesuatu dengan petunjuk pada
luka yang terinfeksi yang telah ditulis sebelumnya.

4. Mengkaji konsekuensi luka


Penyebab luka berpengaruh langsung terhadp perasaan pasien
tentang luka itu sendiri dan munkin juga tentang konsekuensi fisik,
sosial dan akibat emosienal.
Konxsekuensi dari luka dapat digolngkan ke dalam:
 konsekuensi fisik : kehilangan fungsi, jaringan parut, dan
nyeri kronik
 konsekuensi emosional : perubahan citra tubuh, masalh
dalam hubungan sosial, masalah seksual
 konsekuensi sosial : gagl dalam melaksanakna peran sosial
tertentu, seperti karier atau pekerjaan, atau adanya
pembatasan aktivitas dalam peran tersebut
sifat dari masalh tersebut tidak hanya berhubungan dengan tipe luka
dan tempat luka tetapi juga berhubungan dengan tingkat dukungan
sosial seseorang, kemandirian seseorang, kemadirian ekonomi,
kepribadian, dan filosofi pribadi.
Rehabilitasi pasien dalam jangak pendek dan jangka panjang., baik
rehabilitasi fisik maupun psikologis memerlukan perencanaan dan
sensitivitas. Konseling simpatik dengan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya merupakan satu bagian integral perawatan pasien sejak
awal dan mulai dengan mengkaji pengetahuan pasien, kemampuan
kognitif dan kebutuhannya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Luka accident / luka kecelakaan / luka lecet atau abrasi adalah luka yang
terjadi akibat gesekan pada benda tumpul seperti aspal. Dalam perawatan luka
lecet perlu kesabaran atau memaknai dalam perawatan, karena luka lecet
menyebabkan bekas luka yang sulit hilang dan proses yang lama.

B. SARAN
Mahasiswa atau perawat perlu memaknai dalam merawat luka, karena luka
yang perih dan sulit hilang. Perawat perlu mengetahui keadaan luka, dan ekspresi
serta kondisi psikologis pasien agar perawat dapat merawat dengan hati-hati
humanis dengan pasien,

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2005). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek


Klinik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
 
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.


 
Potter And Perry. (2002). Fundamental Keperawatan. Edisi 4 EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai