Daging
Gigi Runcing, tajam dan kuat Rata dan rapih
(Dirumuskan oleh penulis sendiri dari buku Ahimsa dan Vegetarian, Darmayasa, 1997)
Dari perbedaan organ diatas dapat disimpulkan bahwa manusia lebih mendekati pada ciri-ciri
makhluk yang tidak memakan daging.
d. Makanan Vegetarian mempunyai energi yang sama bahkan lebih dibanding makanan
bukan Vegetarian.
Dalam Ilmu kesehatan diyakini bahwa Lesitin adalah salah satu zat yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk pencegahan penuaan dini dan sangat membantu proses peremajaan
sel-sel tubuh. Zat ini banyak bersumber pada zat makanan baik hewani maupun nabati,
namun menurut hasil penelitian Dr.Edward, Lesitin ini lebih banyak ditemui pada sumber
makanan nabati seperti kacang-kacangan contohnya kedelai.
e. Makanan Vegetarian mengurangi sifat kebinatangan dalam diri manusia
Makanan Daging dan ikan meningkatkan nafsu kebinatangan pada diri manusia, lebih-
lebih ada kecenderungan untuk minum-minuman alkohol. Kita dapat mengatakan bahwa
mudah tersinggung, marah, dan kesalahpahaman merupakan ciri-ciri kelebihan
mengkonsumsi daging. Bramwell Booth menyatakan bahwa “ Cara makan sayur-sayuran
diperlukan untuk kemurnian serta untuk kesucian hati dan untuk mengendalikan sepenuhnya
nafsu buruk dalam diri” .
f. Makanan Vegetarian lebih ekonomis dan hemat.
Makanan jenis sayur-sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang sama tentu harganya
jauh lebih murah dibandingkan dengan daging atau ikan selain itu pengolahannya juga lebih
mudah tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu dari segi sumber daya manusia
dengan makin banyaknya kebutuhan akan sayur dan buah akan lebih banyak menyerap
tenaga kerja untuk bercocok tanam daripada hanya berternak yang cukup membutuhkan
padang rumput yang luas saja.
Vegetarian Ditinjau Dari Pandangan Kerohanian.
Dari Mantra di atas dapat diketahui bahwa selain menyelidiki Tuhan, Atma dan tujuan
kehidupan manusia, para rsi juga menyelidiki tentang makanan, termasuk apa yang perlu
dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Para rsi percaya bahwa melalui makanan yang
sattvika kita menyucikan satva dan penyucian satva ini akan menyebabkan daya ingat kita
menjadi berkembang. Dengan makan makanan yang mengandung dosa seseorang akan cepat
meninggal. Dalam Veda kita disarankan makan makanan yang sattvika. Makanan sattvika
meliputi nasi, sayur-sayuran, mentega, susu dan yang tumbuh dari alam. Makanan sattvika
akan membantu mengendalikan pikiran dan mendekatkan diri dengan Tuhan. Jika seseorang
sudah menjadi sattvika, dia tidak ingin binatang-binatang dibunuh untuk dimakan karena pada
waktu itu akan muncul pikiran bahwa seluruh makhluk yang ada hidup bersama dengan
bahagia. Jika kita membunuh binatang maka live dan let live akan hilang. Oleh karena itu
terdapat banyak mantra dalam Veda yang mengatakan; Jangan membunuh binatang-binatang,
tetapi lindungilah mereka.
Dengan demikian jelas jiak seseorang ingin mencari kebahagiaan dan ingin mendekatkan
diri kepada Tuhan, lebih baik memakan makanan yang sattvika yaitu melalui vegetarian,
karena makanan vegetarian menghindarkan diri dari pembunuhan terhadap makhluk lain.
Memakan makanan yang tamasa seperti daging akan sangat sulit bagi seseorang untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan. Dibandingkan dengan seorang yang makan makanan tamas,
seorang vegetarian akan lebih cepat mendapatkan moksa, bebas dari segala penyakit dan
hidupnya juga akan panjang.
Dalam berbagai lontar warisan leluhur kita diajarkan berbagi jenis brata yang tanpa
daging. Hal ini dimaksudkan sebagai ajakan secara halus untuk mengendalikan lidah dengan
cara mempraktekan ahimsa dan gaya hidup vegetarian. Pengaturan makanan yang baik
memungkinkan orang untuk sukses dalam kehidupan jasmani dan kerohanian. Dalam Lontar
Aji brata banyak dijelaskan tentang pengendalian lidah secara panjang lebar dan dengan
berbagai tapasya. Salah satunya ada yang disebut Brata Nyaraswati, yaitu:
“ Hana brata Nyaraswati, nga. Tan pamangan sekul iniliran kewala tumpeng juga
tan pahiwak, kewala uyah setahun tigang lek samayanya, bhatari Raja Laksmi
hyangnya. Ma: Ong sri raja laksmye namah. Pamit. Phalanya: teka guna, mwang
siddha saprayojananta, teher subaga kita mwang sih ning malakya rabi” (Lontar Aji
Brata, transkrip ke huruf latin: 3).
“ Ada brata Nyaraswati namanya: tidak makan nasi (iniliran = hanyut atau
diganti ?), makan tumpeng, tanpa ikan, lauknya hanya garam setahun tiga bulan
lamanya. Bhatari Laksmi dewatanya, mantram: Ong sri Raja laksmye namah,
adapaun hasil yang diperoleh adalah kepinteran atau kebijaksanaan, tercapai segala
yang diangan-angankan, terkenal, rukun dalam rumah tangga”.
Dari sini dapat dipahami bahwa antara vegetarian dan ahimsa memang tidak dapat
dipisahkan, namun dalam kenyataan kita sering melihat dan melakukan himsa karma terhadap
segala jenis makhluk hidup untuk dikonsumsi setiap hari. Untuk lebih jelasnya pemahaman kita
tentang keterkaitannya maka penulis akan mengutipkan beberapa pengertian ahimsa.
Dalam buku Kamus Jawa kuna-indonesia kata ahimsa berarti tanpa kekerasan,
sedangkan kata ahingsa berarti tidak melukai atau tidak membunuh makhluk lain. Doa Puja
Trisandhya mantram kelima menyatakan Sarva prani hitankarah, artinya semogalah semua
makhluk sejahtera, menunjukkan doa kita yang universal.
Jadi ahimsa adalah tidak menyakiti hati siapapun, jangan mengganggu, tidak merugikan
makhluk lain, apalagi mereka pernah berjasa. Setiap umat manusia dianjurkan untuk tidak
membunuh binatang, jenis burung, dan segala jenis ikan, lebih-lebih yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
Ahimsa merupakan norma kesusilaan yang dapat memberikan jalan untuk mencapai
kesempurnaan penyucian batin atau rohani. Berkaitan dengan itu dalanm Yoga Sara Sanggraha
dikatakan: “ Ahimsayah paro dharmah” yang artinya kebaikan adalah dharma tertinggi,
terdapat pada ahimsa. Kalimat ini mengandung syarat agar manusia dapat menanam dan
menumbuhsuburkan sifat humanisme dalam diri. Sifat humanisme itu dapat berwujud dengan
sifat-sifat lemah lembut, cinta kasih, persaudaraan, simpatik, rendah hati dan lain sebagainya
yang semuanya itu berpangkal pada cetakan budhi luhur atau indrya yang terkendali. Untuk
menciptakan sifat-sifat tersebut dalam kehidupan manusia hanya dapat dengan melaksanakan
kehidupan vegetaris. Manusia adalah makhluk berguna, perilaku manusia dipengaruhi oleh
faktor luar (lingkungan) dan faktor dalam yaitu tiga sifat yang dibawa sejak lahir (sattvam rajas
dan tamas). Dalam kitab Vrhaspati Tattva. 15 dinyatakan:
“ Pikiran yang terang dan jernih disebut sattva, pikiran yang selalu berubah-ubah dan
bergerak dan bergerak cepat disebut rajas, dan pikiran yang berat dan gelap itu tamas
namanya” (Putra & Sadia, 1988: 16). Ketiga guna tersebut bekerjasama dalam diri manusia
dalam intensitas yang berbeda-beda, manusia diciptakan oleh Hyang Widhi sebagai makhluk
yang termulia dan sempurna di dunia karena kelebihannya berupa akal pikiran. Dengan akal
pikirannya itu ia dapat mengubah Triguna itu menjadi Triguna Budhi yaitu: budhi satvvam,
budhi rajas akan berlomba-lomba mengejar ilmu pengetahuan. Karena dengan memiliki
keunggulan itu menyebabkan manusia mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan
selanjutnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mampu mengubah dan mengatur
alam sekitarnya untuk kesejahtreaan di dunia dan akhirat. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya
hidup ini merupakan suatu perjuangan yang panjang dan terus – menerus. Motivasi yang
mendorong manusia berbuat, bergerak dan bekerja secara etis adalah dorongan kodratnya
sebagai insane hamba Hyang Widhi. Perbuatan manusia yang didorong oleh kodratnya oleh
penciptanya akan melahirkan kebaktian, pengabdian, dan pujstava kepada Hyang widhi.
Kehidupan ini merupakan panggilan Hyang Widhi agar manusia senantiasa berśraddhā
(keimanan) dalam ilmunya dan berilmu dalam śraddhānya. Demikian pula berśraddhā dalam
amalnya dan beramal dalam śraddhānya.
Apabila kesucian yang dikehendaki oleh Hyang Widhi, maka timbul jiwa yang penuh
kepercayaan yaitu śraddhā kepada Hyang Widhi sebagai sumber segala yang ada di dunia dan
memiliki sifat welas asih, kasih saying terhadap sesama makhluk hidup. Amal perbuatan itulah
yang dapat mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan manusia.
manusia wajib berlaku etis terhadap alam sekitarnya termasuk dengan makhluk hidup lainnya,
ia harus membudayakannya sehingga dengan demikian ia merealisasikan dirinya sebagai
makhluk yang berbudhi luhur.
Kenyataan hidup bermasyarakat menunjukkan bahwa kehidupan di dunia ini setiap saat
perilaku manusia seperti binatang, hal ini dipengaruhi oleh kelemahan dan sekaligus musuh
yang ada dalam diri manusia yang tidak dapat ditundukkan. Dalam kitab Bhagavadgītā, XIII. 9
disebutkan:
“Indriyārtheshu Vairāgyam, anahankāra eva ca, janma mrtyu jarā vyaādhi, duhkha
dosaānudarsanam”.
“Tak peduli pada obyek-obyek indriawi, menjauhkan diri dari bayangan jahatnya
kematian, usia tua, kesakitan, dan penderitaan” (Maswinara, 2003: 416)
Bilamana penulis uraikan terdapat enam kelemahan yang ada pada manusia, yaitu:
Jadma artinya lahir menjelma sebagai manusia menandakan masih adanya kelemahan,
karena kalau sudah tidak memiliki kelemahan atau sudah sempurna maka Atman bersatu
kembali dengan Brahman.
Mrtyu, artinya mati, ada kelahiran pasti ada kematian dan ini pula merupakan salah
satu bukti masih ada kelemahan pada diri manusia itu sendiri. Kalau dalam hidup ini sudah
mencapai kesempurnaan manusiapun akan mencapai Brahman tanpa meninggalkan jasadnya di
dunia ini atau mencapai Adi Moksa.
Jara, artinya usia tua, manusia yang lahir ke dunia ini sudah dipastikan akan mencapai
usia tua. Itu pertanda manusia tidak dapat mengatasi ruang dan waktu. Ruang dan waktu itulah
sebagai ciptaan Hyang Widhi yang membatasi hidup manusia lahir, tumbuh terus semakin tua
dan melemah.. dalam keadaan tua ini manusia akan merasakan kelemahannya karena tidak
mampu lagi berbuat banyak untuk memelihara hidupnya.
Vyadi, artinya sakit, manusia dalam hidupnya tidak dapat hidup steril bersih dari
gangguan yang menimbulkan sarira wikarana, yaiyu gangguan penyakit. Sakit adalah
kelemahan manusia.
Duhkha, artinya duka cita, manusia yang tidak mampu menghadapi berbagai tekanan
hidup seperti tekanan fisik maupun fsikis akan menyebabkan terjadinya duka cita.
Dosa, artinya berbuat salah, selama manusia hidup tidak melepaskan dirinya dari
perbuatan salah. Setiap kesalahan yang berakibat dosa memperlihatkan pahala yang tidak baik
dan ini juga merupakan kelemahan manusia.
Disamping enam kelemahan manusia di atas juga ada musuh-musuh lain yang senantiasa
membuat manusia melakukan tindakan – tindakan yang merugikan bagi kelangsungan
hidupnya sendiri maupun kelangsungan hdup makhluk lainnya. Musuh-musuh yang ada pada
manusia seperti: Sadripu, Sadatatayi, Saptatimira. Jadi dapat dikatakan bahwa manusia yang
terbelenggu dan hanya menuruti nafsu (raga) atau indryanya dinyatakan seagai orang yang
aturu (tidur).
Sedangkan pada bagian lain buku Vrhaspati Tattva menguraikan dengan mendalam apa
yang disebut dan fungsi dari Dasa Indrya. Timbul pertanyaan tentang bagaimana seseorang
yang berdosa dan papa dapat terlepas dari papa neraka ?, yaitu dengan menjalankan Brata
Vegetarian yang dapat menyadarkan diri manusia akan hakekat jatidiri sebagai makhluk sosial
ditinjau dari segi kerohanian. Dengan melaksanakan Vegetarian seseorang dapat meningkatkan
kesadaran akan sang diri, apabila telah bangkit kesadaran seseorang tentang sang diri maka
akan senantiasa matutur ikang Atma ri jatinya. Untuk melenyapkan kepapaan manusia adalah
dengan melaksanakan ajaran Brata, salah satunya adalah dengan hidup sebagai Vegetaris.
Karena dengan sadhana (latihan –latihan rohani) sajalah yang dapat menemukan kebahagian
sejati. Brata hendaknya disertai dengan pelaksanaan susila yaitu aturan tingkah laku yang baik
dan benar berdasarkan ajaran Veda. Sehingga Vegetarian akan membawa manfaat rohani yaitu
kesucian batin.
Seperti diuraikan di depan bahwa manusia mempunyai enam kelemahan, kegelapan dan
musuh yang menghambat proses mencapai kebahagiaan, karena itulah Bhagavadgītā
mengajarkan hendaknya kita selalu merenungkan kelemahan-kelemahan itu. Dengan
perenungan itu manusia akan dapat meningkatkan kekuatan Atman untuk menghapuskan
gelapnya kelamahan, musuh, dan kegelapan itu. Disamping itu Bhagavadgītā juga
mengajarkan adanya enam tahapan untuk menghapuskan belenggu itu. Apabila enam usaha ini
dapat mencapai hasil yang maksimal maka belenggu yang menghalangi sinar suci atman itupun
akan sirna. Enam usaha yang diajarkan oleh Bhagvadgītā XII. 16, yaitu:
“Dia yang tidak memiliki pengharapan, mahir dalam kegiatan kerja, tak peduli dan
tak terusik, yang telah melepaskan segala inisiatif dalam kegiatan kerja, ia juga
merupakan bhakta-Ku yang Aku kasihi”( Maswinara, 2003: 408).
Apabia kutipan di atas diuraikan lagi maka akan mendapatkan suatu pemahaman
sebagai berikut:
f. Sarvaramba parityagi, artinya orang yang dapat melepaskan diri dari keinginan
untuk pamer.
Enam usaha yang diajarkan oleh Bhagvadgītā untuk menetralisir belenggu pada diri
manusia sudah tercermin pada fungsi Vegetarian, sehingga dalam diri manusia, Atman
mencapai tusta; orang yang hidupnya selalu puas dengan Atmanya (Atmanastusti) merupakan
wujud penerapan Veda dan inilah yang patut dipakai oleh setiap orang untuk melakukan
pendakian hidup kerohaniannya.
Makanan mesti disiapkan dengan teliti dan bersih. Makanan yang kotor, basi, berbau,
jamuran semua tergolong Tāmas. Dengan selalu memakan makanan jenis Rājas dan Tāmas
maka sifat Rājas dan Tāmas itulah yang muncul dan menenggelamkan sifat Sāttvam. Dengan
sifat Rājas dan Tāmas agak sulit kita mendekatkan diri pada Hyang Widhi, terlebih bagi siswa
kerohanian pengaturan dan disiplin dalam makanan amat penting. Keberhasilan dalam
menempuh jlan kerohanian boleh dikatakan kunci suksesnya adalah melaksanakan ahimsa dan
tidak makan daging, ikan,-ikanan, telor, bawang putih, dan bawang merah, tidak minum-
minuman keras dan lain-lainnya. Selalu hidup dengan makan sederhana tapi bersih serta makan
yang sedang dan teratur.Sang Hyang Siva dan Rudra dalam Vratisasana mengajarkan agar
orang-orang melakukan pantangan-pantangan seperti tidak membunuh-bunuh, memakan
makanan yang bersih dan suci, dan juga tidak boleh mengadakan hubungan kelamin yang tidak
syah. Hubungan kelamin hanya dibenarkan hanya dalam hubungan suami istri, dan itupun
dilakukan secara teratur atau hanya untuk menurunkan keturunan.
Bagi anak-anak makanan vegetarian memberi bantuan besar, karena dengan makan
daging dan minum-minuman keras menyebabkan pikiran terganggu. Dengan pikiran terganggu
sama sekali tak mungkin untuk melaksanakan meditasi. Bhogesvarya prasaktanam – mereka
yang terlalu terikat dengan makanan/ kenikmatan duniawi dan kemasyuran, samadhau na
vidhiyate – orang seperti itu tidak mungkin sukses dalam meditasi. Meditasi bukanlah
pekerjaan bagi orang yang masih sibuk memuaskan nafsu-nafsu duniawi. Untuk meditasi
diperlukan seorang Tyagi, yaitu orang yang dengan tegas mau meninggalkan hidup yang terikat
duniawi.
Tentang makanan yang paling baik standarnya dapat dikemukakan sebagi berikut:
a. Jati dosa, yaitu makanan harus bebas dari daging, ikan, telor, bawang merah,
bawang putih, dan terasi serta bumbu-bumbu lain seperti vetsin dan cuka.
b. Nimitta dosa, artinya makanan harus bersih sehingga terjamin tidak ada
binatang-binatang yang mati di dalam nasi, sayur, antara lain seperti kutu beras,
semut, ulat dan lain-lain.
c. Asraya dosa, yaitu makanan hendaknya dimasak oleh orang yang pikirannya
sedang damai. Hindarkan makanan yang dimasak oleh orang pendengki, iri hati,
pemabuk, suka bertengkar, dan tidak memakan-makanan yang dimasak oleh
WTS. Tapi kalau ia meninggalkan kemesuman itu akan kembali hidup baik-baik
masakannya boleh dimakan
Demikianlah standar terbaik mengenai makanan vegetarian, namun bagi kita makanan
vegetarian bisa diatur sesuai dengan tempat dan keadaan.