Anda di halaman 1dari 3

KEPITING SANG PAHLAWAN

Oleh : Setia Sauma Ayu

Suatu hari di dalam hutan yang lebat dan di dekat aliran danau. Ada seekor Angsa
tua yang susah, susah karena ia tidak dapat menangkap Ikan secepat dulu lagi. Usianya
telah menggerogoti kekuatan dan kegesitannya, padahal Telaga tempat ia tinggal banyak
sekali Ikannya yang berwarna-warni. Ada pula penghuni lainnya yaitu Katak dan Kepiting.

Si Angsa yang sudah tua itu telah menjadi loyo dan lemah, ia tidak dapat lagi
menangkap Ikan-Ikan di danau itu. Sejenak Angsa itu berpikir, "sepertinya aku harus
menggunakan siasat" dalam pikiran Angsa tua itu. Kemudian Angsa tua itu pasang aksi di
tepi Telaga. Ia berdiri dengan wajah murung dan sedih. Walaupun Ikan-Ikan yang
berenang di dekatnya sengaja tidak ia hiraukan, padahal seperti biasanya ia selalu
mematuk atau memAngsa Ikan-Ikan di dalam danau itu dengan sigap.

Tiba-tiba seekor Katak menghampirinya dan bertanya "Pak Angsa, mengapa


engkau kelihatan sedih sekali? Mengapa engkau tidak mencoba menangkapku?" "tidak",
kata Angsa dengan sedih. "Aku sudah tua, aku sudah cukup puas karena sudah banyak
sekali Ikan, Katak dan Kepiting yang ku makan dari Telaga ini." "Lho? Terus kenapa
kelihatannya engkau bersedih seperti itu?" sahut si Katak "Semuanya akan berakhir..."
kata Angsa tua. "Ada apa kiranya Angsa?" si Katak penasaran.

Kembali si Angsa berkata dengan sedih, "kemarin aku telah mendengar rencana
penduduk setempat, rupanya mereka akan mengosongkan Telaga ini dan akan menimbun
dengan tanah untuk menanam buah dan sayuran". "Wah, itu gawat sekali..!" sahut si
Katak "Iya, semua Ikan-Ikan, Katak, Kepiting dan hewan lainnya akan mati tertimbun
oleh tanah, lalu aku juga mungkin akan mati karena tidak dapat mencari makan lagi". ujar
si Angsa sedih dengan diiringi tetes air mata.
Si Katak yang lincah berenang itu segera memberitahukan hal itu kepada penghuni
Telaga lainnya. Semua Ikan, Katak, Kepiting dan hewan kecil lainnya ketakutan
mendengar berita buruk itu. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya mereka kepada
sesamanya "mari kita menemui pak Angsa, ia lebih tua dan berpengalaman. Mungkin ia
bisa membantu untuk menyelamatkan kita".

Sambil menangis tersedu-sedu semua penghuni Telaga menghadap Angsa tua,


mereka memohon, "selamatkanlah kami, kami tidak mau mati. Hanya engkau Angsa tua
yang dapat memikirkan rencana untuk menyelamatkan kami". Si burung Angsa tua
berpura-pura berfikir dengan keras dan berkata “aku akan mencoba kemampuan terbaik
untuk menyelamatkan nyawa kalian semua, aku tahu Telaga lain cuma agak sedikit jauh
dari sini. Bila kalian percaya kepadaku, aku akan membawamu dan semuanya ke sana".
begitu ucap Angsa tua kepada para penghuni danau.

Akhirnya semua Ikan, Katak dan Kepiting mulai bertengkar di antara mereka
sendiri. Masing-masing ingin paling dulu dibawa oleh si Angsa . "sebentar, sebentar
semuanya”, kata si Angsa dengan tegas. "kita semua harus sabar. Aku sudah tua dan
lemah serta mudah lelah. Aku akan membawamu seekor demi seekor dan bergiliran. Aku
akan membawa Ikan terlebih dahulu". "Sekarang saatnya menjalankan rencana itu", pikir
sang Angsa. Lalu kemudian ia cepat-cepat mematuk seekor Ikan di paruhnya yang tajam
itu lalu Angsa tua pun terbang.

"Sudah sampai kah kita ke Telaga, tuan Angsa?" tanya si Ikan dengan sangat
ketakutan setelah beberapa lama dibawa terbang oleh si Angsa tua itu. "Ehem, ehem" ,
jawab si Angsa dengan paruhnya mengatup lebih erat pada Ikan. Kemudian si Angsa tua
hinggap pada tebing karang dan dengan cepat ia melahap mangsanya. Hari-hari berlalu
penuh kegembiraan bagi sang Angsa. Manakala ia merasa lapar, ia akan mengambil seekor
Ikan dan berpura-pura mengangkutnya ke Telaga yang baru, menjadIkannya santapan
lezat.

Suatu hari, seekor Kepiting datang menuju sang Angsa dan bersungut-sungut "pak
Angsa, itu tidak adil. Kau tampaknya hanya membantu para Ikan saja. Setiap hari engkau
membawanya meninggalkan Telaga ini, lalu kapan giliranku?" si Angsa tua pun
tersenyum licik pada dirinya " hehehe... Kesempatan baik mendapat seekor Kepiting untuk
makan siang hari ini", ucap si Angsa tua di dalam hatinya. "Baiklah Kepiting", kata si
Angsa, "hari ini giliranmu".
Akhirnya, si Angsa tua itu membawa si Kepiting dalam paruhnya dan segera
terbang. Mereka terbang agak jauh tetapi Kepiting tidak dapat melihat tanda-tanda adanya
Telaga yang dijanjIkan. Ketika sang Angsa mulai menukik menuju tebing karang di
bawah, sedikit timbul kecurigaan si Kepiting. Ketika mereka semakin dekat pada tebing,
sang Kepiting terkejut menyaksIkan tulang tulang Ikan berserakan dimana-mana.
Akhirnya sang Kepiting menyadari, apa yang sebenarnya yang telah dilakukan oleh si
Angsa tua. "Ternyata ia menipu kami", pikir si Kepiting. “Awas ya, akan kubalas kau
Angsa tua". Ketika Angsa mulai terbang merendah, tiba-tiba si Kepiting mencengkeram
leher Angsa yang panjang dan ramping itu dengan cangkangnya yang kuat dan
menjepitnya kuat-kuat.

"Aduh", sang Angsa memekik "lepaskan aku!". Akan tetapi si Kepiting malah
justru menguatkan dan mengeraskan jepitannya. Si Angsa tua berusaha sekuat tenaga
melepaskan diri dari cengkraman Kepiting itu, akan tetapi ia tidak berhasil. "Mampuslah
kau Angsa keparat", teriak si Kepiting dengan mengerahkan seluruh tenaganya hingga
leher si Angsa putus dan mengeluarkan darah bercucuran.

Kepalanya menggelinding ke tanah. Si Kepiting yang pemberani itu menyeret


kepala Angsa yang putus ke dalam Telaga. Semua penghuni Telaga bertanya heran, "lhoh,
kamu kenapa kok kembali lagi?". "Iya", jawab si Kepiting dengan sangat marah. "Pak
Angsa rupanya adalah penipu besar. Ia secara licik telah membuat jebakan untuk
membunuh semua Ikan, Katak dan Kepiting dari Telaga ini. Ia telah berbohong tentang
membawa kita dengan selamat. Ia hanya membawa kita satu persatu pada tebing karang
yang tandus dan melahap kita satu persatu. Namun bagaimanapun juga, aku telah
mengakhiri rencana jahatnya itu dengan cara memusnahkannya dengan memutus
lehernya". Seluruh penghuni Telaga itu bersorak gembira, mereka mengelu-elukan si
Kepiting sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan jiwa mereka.

Pesan yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah bahwa dalam sebuah
persahabatan tidak boleh ada penipuan karena menjaga kepercayaan lebih sulit dari pada
mendapatkannya. Apabila kita dipercaya oleh seseorang lalu kita menghianatinya, suatu
saat walaupun kita berkata jujur sekalipun maka kita tidak akan lagi dipercaya. Itu
sebabnya belajarlah untuk menjaga kepercayaan dari seseorang yang telah diberIkan pada
kita.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai