Anda di halaman 1dari 23

GETARAN KAPAL

TUGAS MENGENAI GETARAN TRANSIENT

Nama :
Arif Nur Iskandar 09161019
Merlistyo D. A. 09161044
Agus Budianto 09171007
Helda Christine Marbun 09171034
Putri Candra Dewi Febriantika 09171060
Yasinta Ramadhani Arlian 09171069

Program Studi Teknik Perkapalan


Institut Teknologi Kalimantan
2020
1. Konsep Getaran Mekanis
Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu.
Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan
gerak tersebut. Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar,
jadi kebanyakan mesin dan struktur rekayasa (engineering) mengalami getaran sampai
derajat tertentu dan rancangannya biasanya memerlukan pertimbangan sifat
osilasinya.
Getaran juga didefinisikan sebagai gerakan berisolasi dari sistem mekanis
serta kondisi-kondisi dinamisnya. Gerakan dapat berupa benturan yang berulang
secara kontinyu atau dengan kata lain dapat juga berupa gerakan tidak beraturan atau
acak. Getaran sebagai fenomena alam merupakan kecenderungan respons alam atau
respons yang terjadi, baik langsung maupun tidak langsung, akibat terjadinya
peristiwa alam.
Penampakan ini dapat merupakan sesuatu yang dirasakan maupun yang tidak
dirasakan oleh panca indera. Ranah pengetahuan tertarik terhadap lingkup fenomena
yang tidak dapat dirasakan panca indera, seperti panas dan getaran. Getaran
merupakan salah satu fenomena alam. Itu berarti dibuatlah kelompok kejadian dari
respons penampakan dalam domain yang disebut getaran. Gempa merupakan anggota
kelompok getaran dan gerakan pegas daun sebagai penghubung roda dengan sasis
mobil merupakan getaran.
Contoh penjelasan teknis untuk fenomena getaran mesin terhadap fondasi
adalah sebagai berikut: Getaran mesin disebabkan oleh adanya variasi oleh sistem
penggerak menjadi gaya yang memiliki resultan tidak sama dengan nol atau resultan
gaya dengan harga berubah-ubah.
Getaran mesin juga dapat terjadi antara lain oleh gaya putar atau torsi yang
tidak seimbang, dalam artian gaya tersebut tidak memiliki harga tetap; perubahan
tekanan gas dalam torak, dan perubahan gaya kelembaman atau momen lentur dalam
setia gerakan benda. Kalau gaya yang berubah-ubah dalam mesin ini terjadi pada
kecepatan yang sama dengan getaran frekuensi pribadi dari struktur atau konstruksi
keseluruhan mesin makan resonansi akan terjadi. Resonansi akan menyebabkan
amplitudo getaran menjadi naik secara teoritis dengan ideal frekuensi hingga
mencapai tak terhingga. Secara riil, apabila mesin tidak didukung sistem peredamana
yang cukup maka struktur pendukung mesin yang bergetar tersebut akan rusak.
Gambar 1.1 Contoh getaran sederhana dari ayunan pendulum

Secara umum, gerak getaran merupakan suatu fungsi periodik di mana fungsi
periodik tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan 1.1. Waktu t dan periode T
dengan percepatan sudut dalam rpm (rotasi per menit) memberikan hubungan Fungsi
Harmonik, persamaan 1.2. Jika fungsi harmonic dinyatakan dengan simpangan atau
x(t) maka Fungsi Kecepatan merupakan turunan pertama dari fungsi simpangan
sebagai fungsi waktu, sesuai persamaan 1.3.

Fungsi Periodik, x(t) = x (t+T) (1.1)


Fungsi Harmonik Sederhana, x(t) = A sin ωt (1.2)
Fungsi Kecepatan, v(t) = dx / dt = A cos ωt (1.3)

2. Klasifikasi Getaran
Getaran dibagi menjadi beberapa klasifikasi, antara lain:
a. Getaran Bebas
Getaran bebas didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada suatu sistem
(mekanisme) tanpa adanya pengaruh gaya luar (eksitasi) yang memengaruhinya.
Dengan kata lain, eksitasi diberikan pada awal saja, setelah itu benda berisolasi.
Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam
sistem itu sendiri (inherent), dan jika ada gaya luas yang bekerja. Sistem yang
bergetar bebas akan bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang
merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan
kekuatannya. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami
getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar.
Gambar. 2.1 Sistem pegas – massa dan diagram benda bebas

b. Getaran Paksa
Getaran paksa dapat didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada suatu sistem
karena adanya rangsangan gaya luar (eksitasi). Sebagai contoh adalah getaran pada
motor diesel. Jika rangsangan tersebut berisolasi maka sistem dipaksa untuk bergetar
pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu
frekuensi natural sistem maka akan didapat keadaan resonansi, dan osilasi besar dapat
menimbulkan bahaya. Kerusakan struktur yang terjadi pada gedung, jembatan, turbin,
dan sayap pesawat berhubungan dengan fenomena resonansi ini. Jadi perhitungan
frekuensi natural merupakan hal yang utama.

Gambar 2.2 Getaran paksa dengan peredam

c. Getaran Tak Teredam


Getaran tak teredam adalah getaran di mana tidak ada kehilangan energi yang
disebabkan tahanan selama osilasi.

d. Getaran Teredam
Getaran teredam adalah getaran di mana terjadi kehilangan energi yang
disebabkan tahanan selama osilasi.
e. Getaran Linear
Getaran linear adalah semua komponen sistem yang bergetar, baik itu pegas,
massa dan peredam berperilaku linier. Pada kondisi ini prinsip super posisi
dipegang dan analisis teoritis menggunakan model matematika sangat baik untuk
dikembangkan.

f. Getaran Non-Linear
Getaran non-linear adalah semua komponen sistem yang bergetar baik itu pegas,
massa, dan peredam berperilaku non liniear. Contoh getaran ini adalah getaran
impak.

g. Getaran Deterministik
Getaran deterministik adalah getaran di mana harga eksitasi yang bekerja pada
sistem diketahui setiap saat. Eksitasi diplot kemudian perhitungan numerik
ekuivalen eksitasi pada model dilakukan.

h. Getaran Random atau Getaran Acak


Getaran random adalah getaran di mana harga eksitasi yang bekerja pada sistem
tidak dapat diperkirakan. Contoh getaran ini adalah gempa bumi, kekasaran
permukaan jalan, kecepatan angin.

3. Getaran Transient
Saat getaran mekanik atau system struktur diawali dengan eksitasi periodic,
periode transient awal on periodic eksitasi. Contoh seperti gempa bumi, gaya dari
operasi mesin pabrik. Respon waktu sistem kendali terdiri dari respon "transien" dan
"steady state". Respon transient adalah respon sistem yang berlangsung dari keadaan
awal sampai keadaan akhir, sedang respon steady state adalah kondisi keluaran
sesudah habis respon transien hingga waktu relative tak terhingga.
Getaran transient adalah getaran yang ditimbulkan oleh mesin yang beroperasi
dalam keadaan stedi secara umum berbentuk gelombang periodik. Getaran akibat
beban kejut atau transien umumnya bersumber dari luar mesin atau perubahan operasi
mesin secara tiba-tiba. Suatu beban kejut merupakan eksitasi transien dengan durasi
yang pendek dibadingkan periode natural sistem yang berosilasi. Pencatatan hasil
getar, dengan bentuk domain waktu, tidak dapat digunakan langsung. Spektum kejut
merupakan metode yang paling utama untuk mengurangi data pengujian dan berguna
untuk pertimbangan desain.
Jika sebuah beban kejut Feq (t) adalah perubahan tiba-tiba pada mesin seperti
diperhatikan pada gambar dibawah ini
Gambar 3.1 Free body diagram

Persamaan gerak adalah identik dengan persamaan:

mẍ+cẋ+kx= -mẍ1(t)

Dengan mengamsusikan kondisi awal nol maka respons x(t) dari persamaan di
bawah adalah
𝑡
X(t)=∫0 ( 𝜏)ℎ(𝑡 − 𝜏)𝑑𝜏

Dimana,
1
h(t)=𝜔 𝑒 ϛ𝜔𝑡 𝑠𝑖𝑛𝑤𝑑 𝑡
𝑑𝑚

Jika eksitasi dikenakan pada pondasi seperti ditunjukan pada gambar 3.1 Maka
persamaan perpindahan relatif x(t) antara massa m dan pondasi adalah:

mẍ+cẋ+kx= -mẍ1(t)

Dimana x(t)=x2(t) – x1 (t) dimana x2(t) dan x1(t) adalah gerakan absolut seperti
ditunjukkan pada gambar. Dengan menerapkan persamaan berikut:

𝑡
X(t)=∫0 ( 𝜏)ℎ(𝑡 − 𝜏)𝑑𝜏

Sebagai ilustrasi. Dimisalkan bahwa pulsa 1⁄2 sinus F(t) dikenakan pada
massa m seperti ditunjukkan pada gambar:
Gaya F(t) disajikan dalam persamaan:

𝐹0 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑡0
F(t)= {
0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡 > 𝑡0

1 𝑡
Untuk 0≤ 𝑡 ≤ 𝑡0 , respons sistem adalah h(t) = ∫ 𝐹 𝑠𝑖𝑛𝜔𝜏 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 ( 𝑡 −
𝜔𝑑 𝑚 0 0

𝜏)𝑑𝜏 kemudian integrasi persamaan tersebut menghasilkan:


𝐹0 𝜔
𝑥= (𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡 − 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 𝑡)
𝑚(𝜔𝑛2 2
−𝜔 ) 𝜔𝑛

Dengan menyamakan ẋ = 0 untuk memperoleh 𝑥𝑚𝑎𝑥 , diperoleh:


Cos𝜔𝑡𝑚 − 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛 𝑡𝑚 = 0

Dimana 𝑡𝑚 adalah waktu pada saat x(t) bernilai maksimum, dengan


menggunakan identitas trigonometri diperoleh:
1
Cos𝜔𝑡𝑚 − 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛 𝑡𝑚 = −𝑠𝑖𝑛 2 (𝜔 + 𝜔𝑛 )𝑡𝑚
Sehingga diperoleh:

2𝑛𝜋
𝑡𝑚 =𝜔 n=bilangan bulat
𝑛 ∓𝜔
𝑡𝑚 = 2𝑛𝜋/𝜔𝑛 + 𝜔 dan r = 𝜔𝑛 + 𝜔, maka
2𝑛𝜋 2𝑛𝜋
sin𝜔𝑛 𝑡𝑚 = sin(𝜔𝑛 𝜔 ) = sin1−𝑟
𝑛 −𝜔
𝑟+1−1 1
sin𝜔𝑛 𝑡𝑚 = sin(𝜔𝑛 ) = sin𝑠𝑖𝑛2𝜋𝑟(1 − 𝑟 )
1−𝑟
2𝑛𝜋
= -sin-1+𝑟

Karena sin ωntm = -sin ωtn , dan ωn2 = k / m , maka dari persamaan
𝐹 𝜔
𝑥 = 𝑚(𝜔20−𝜔2 ) (𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡 − 𝜔 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 𝑡) , diperoleh:
𝑛 𝑛
𝐹0 𝜔 2𝑛𝜋𝜔
𝑥𝑚 = = (1 + ) sin
𝑚(𝜔𝑛2
−𝜔 ) 2 𝜔𝑛 𝜔𝑛 + 𝜔
𝑥𝑚 𝑙 2𝑛𝜋𝑟
= 𝑠𝑖𝑛
𝐹𝑜 /𝑘 𝑙−𝑟 1+𝑟

Dengan cara yang sama, jika 𝑡𝑚 = 2𝑛𝜋 /(𝜔𝑛 + 𝜔) diperoleh:


𝑥𝑚 𝑙 2𝑛𝜋 𝑟
= 𝑠𝑖𝑛
𝐹𝑜 /𝑘 𝑙+𝑟 𝑖−𝑟

Dengan membandingkan kedua persamaan tersebut, kita dapat memilih nilai n


untuk memperoleh 𝑥𝑚𝑎𝑥 terjadi pada 𝑡𝑚 = 2n 𝜋 /(𝜔𝑛 + 𝜔). Untuk t > t0, respons
sistem diperoleh dari persamaan:

𝑡
x(t)=∫0 𝐹( 𝜏)ℎ(𝑡 − 𝜏)𝑑𝜏

Batas atas integrasi adalah 𝑡0 , karena F(t)=0 untuk t > t0, maka dengan
melakukan integrasi, dan juga substitusi 𝜔t0=𝜋, kemudian disederhanakan, akan
diperoleh:

𝐹
0 sin 𝜔𝑛 𝑡−𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 (𝑡0 −𝑡) 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 𝑡−𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 (𝑡𝑛 −𝑡)
x = 2𝑚𝜔 ( − )
𝑛 𝜔𝑛 +𝜔 𝜔𝑛 −𝜔

Kemudian kita misalkan t’=t-t0, sehingga kita munculkan pusat sumbu baru
pada sumbu waktu. Dengan 𝜔𝑛2 =k/m, r=𝜔/𝜔𝑛 dan 𝜔𝑛 𝑡0 = 𝜋/𝑟, persamaan tersebut
dapat disederhanakan menjadi:
𝐹𝑟 𝜋 𝜋
x = 𝑘(𝑟 02 −1) (𝑠𝑖𝑛 𝑟 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛 𝑡 ′ + (1 + 𝑐𝑜𝑠 𝑟 ) 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛 𝑡′)

Nilai maksimum x(t) dapat dinyatakan dalam bentuk:


𝑥𝑚 2𝑟 𝜋
= 2 𝑐𝑜𝑠
𝐹0 /𝑘 𝑟 − 1 2𝑟

Jika getaran berada dibawah pengaruh teredam

Bentuk h(t) terhadap sistem teredam kritis dan overdamped


Solusi untuk sistem dibawah kondisi teredam

Adapun metode yang digunakan pada perhitungan getaran transient adalah


sebagai berikut:
1. Transformasi Laplace
Persamaan diferensial dapat diselesaikan dengan menggunakan transformasi
Laplace. Keunggulan metode ini adalah dapat diketahui solusi eksak dan solusi
homogen secara simultan, yang artinya respons suatu sistem dapat diketahui langsung,
baik respons trasnsien maupun respons dalam keadaan stedi.

Langkah-langkah pemecahan persamaan diferensial dengan menggunakan


transformasi Laplace adalah dengan mentransformasikan tiap-tiap suku persamaan
diferensial pada domain sehingga diperoleh persamaan aljabar yang kemudian
disederhanakan dalam bentuk pecahan parsial sederhana. Langkah terakhirnya adalah
mentransformasikan kembali persamaan tersebut ke dalam domain waktu.

2. Konsep Pole dan Zero


Pole atau kutub adalah suatu kedudukan atau bilangan yang menyebabkan
harga suatu fungsi adalah tak hingga, sedangkan zero adalah suatu kedudukan atau
bilangan yang menyebabkan harga suatu fungsi berharga nol.
Misalkan suatu fungsi F(s) sebagai berikut:

𝑁(𝑠)
F(s) = 𝐷(𝑠)

dimana
N(s) = (s-z1)(s-z2) (s-zm)
D(s) = (s-p1)(s-p2) (s-pn)

Dari persamaan di atas terlihat bahwa z1…m adalah zero pada fungsi F(s) dan
p1…m adalah pole pada fungsi F(s).

3. Menguraikan Bentuk Pecahan Parsial

Jika persamaan di atas diuraikan kembali, hasilnya sebagi berikut:

𝑁(𝑠) (s−z1)(s−z2)…………..(s−zm)
F(s) = 𝐷(𝑠)= (s−p1)(s−p2)………….(s−pn)

maka bentuk pecahan parsialnya adalah:


K1 K2 Kn
F(s) = (s−p1) + (s−p2) +. . . + (s−p1)

dimana

K 1 = lim (𝑠 − 𝑝1)𝐹(𝑠)
𝑠→𝑝1
K 1 = lim (𝑠 − 𝑝2)𝐹(𝑠)
𝑠→𝑝2
K 1 = lim (𝑠 − 𝑝𝑛)𝐹(𝑠)
𝑠→𝑝𝑛

4. Penguraian Pecahan Parsial untuk Kutub Berulang

Yang dimaksudkan kutub (pole) berulang adalah pada suatu kedudukan


ditemukan dua atau lebih pole seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut:

𝑁(𝑠) (s−z1)(s−z2)…………..(s−zm)
F(s) = 𝐷(𝑠)= (s−r)𝑞 (s−p1)………….(s−pm)

maka bentuk pecahan parsialnya adalah:

Cq Cq−1 C1 K1 Kn
F(s) = (s−r)𝑞 + (s−r)𝑞−2 +. . . + (s−r) + (s−p1) +. . . (s−p1)

dimana
C q = lim(𝑠 − 𝑟)𝑞 𝐹(𝑠)
𝑠→𝑟
𝑑
C q-1 = lim [𝑑𝑠(𝑠 − 𝑟)𝑞 𝐹(𝑠)]
𝑥→𝑟
𝑑1 𝑑𝑘
C q-k = lim[ 𝑘! 𝑑𝑠𝑘 (𝑠 − 𝑟)𝑞 𝐹(𝑠)
𝑠→𝑟

5. Transformasi Laplace Beberapa Fungsi


Secara umum formulasi transformasi Laplace adalah mentransformasikan
dungsi f(t) dan domain waktu menjadi fungsi F(s) dalam dimain s yang ditunjukkan
dalam formula berikut:

Berikut ini contoh transformasi Laplace dari beberapa fungsi:


a. Transformasi Laplace dari fungsi step
Gambar 3.3 Fungsi step dalam domain waktu

Fungsi f(t) tersebut dapat dituliskan dalam bentuk h(t) = h u(t) di mana u(t)
merupakan suatu unit step. Dengan demikian transformasi fungsi step tersebut adalah
sebagai berikut:

Fungsi f(t) tersebut dapat dituliskan dalam bentuk g(t) = u(t) di mana u (t)
merupakan suatu unit step. Dengan demikian transformasi fungsi step tersebut adalah
sebagai berikut:

dengan menisalkan s(t) = -q


maka s dt = -dq
𝑑𝑞
dan dt =−
𝑠

maka persamaan menjadi:

6. Fungsi Pulsa
Fungsi pulsa dimodelkan sebagai fungsi yang mempunyai harga h yang
konstan dalam rentang waktu t0 seperti digambarkan berikut:

Gambar 3.4 Fungsi Pulsa


Transformasi Laplace dari fungsi pulsa adalah sebagai berikut:

7. Fungsi Impuls
Permodelan fungsi impuls adalah dengan mengasumsikan bahwa rentang
waktu t0 dalam fungsi pulsa mendekati harga nol sehingga transformasi Laplace dari
fungsi impuls adalah:

Jawaban persamaan tersebut tidak terdefinisi sehingga dengan menggunakan


metode L ‘hopital akan didapatkan:

8. Sifat-sifat Transformasi Laplace


Sifat-sifat transformasi Laplace adalah sebagai berikut:
a. Translasi Real
Dalam hal ini adalah sifat pergeseran (shifting) dalam domain real seperti
terlihat pada gambar. Fungsi f(𝜏) dimulai pada saat t = t0 sedangkan fungsi f(t)
dimulai pada saat t = 0, dimana 𝜏 = 0 pada saat t = t0 sehingga diperoleh
hubungan:
𝜏 = t-t0
dan f(𝜏) = f(t-t0)

Dengan demikian Transformasi Laplace dari (𝜏) adalah:


Gambar 3.5 Pergeseran waktu suatu fungsi

karena:

∞ ∞
F(s) = ∫0 𝑓(𝜏)𝑒 −𝑠𝜏 𝑑𝜏 = ∫0 𝑓(𝑡)𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡

maka

b. Transformasi Laplace Suatu Turunan


Persamaan diferensial umumnya mempunyai turunan pada suku-suku
persamaannya, sedangkan penyelesaian persamaan diferensial yang
menggunakan transformasi Laplace setiap turunan terhadap waktu
menggunakan operator D. Seperti telah diketahui, integrasi tiap-tiap suku
adalah:
∫ 𝑢 𝑑𝑣 = 𝑢 𝑣 − ∫ 𝑣 𝑑𝑢

kita misalkan:
u = f(t) dan v = -e-st/s

𝑑
maka du = 𝑑𝑡 [𝑓(𝑡)]𝑑𝑡
dan dv = e-st dt
Dari integrasi dari 0 hingga tak hingga diperoleh:

maka diperoleh:

di mana f(0) adalah harga awal fungsi f(t), dengan cara yang sama kita dapat
memperoleh transformasi laplace untuk turunan orde 2 atau lebih sehingga
diperoleh:

c. Perkalian dengan t
Transformasi Laplace suatu fungsi yang dikalikan dengan variabel waktu t
adalah:

Hal tersebut diperoleh dengan membuktikan bahwa:

𝑑 𝑑 ∞ ∞
-𝑑𝑠 𝐹(𝑠) = − 𝑑𝑠 ∫0 𝑓(𝑡) 𝑒 −stdt= ∫0 [𝑑𝑓(𝑡)] 𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡

Dengan cara yang sama maka secara umum dapat ditunjukkan bahwa:

b
d. at
Perkalian dengan e
Transformasi Laplace suatu fungsi yang dikalikan dengan eat adalah:

Hal tersebut diperoleh dengan mengganti s dengan s-a sehingga dalam bentuk
umum:
∞ ∞
F(s-a) = ∫0 𝑓(𝑡) 𝑒 −(𝑠−𝑎)𝑡 𝑑𝑡 = ∫0 [𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)]𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡

Dengan cara yang sama maka secara umum dapat ditinjukkan bahwa:

Contoh lainnya adalah:

e. Faktor Skala

Transformasi Laplace suatu fungsi f(at) adalah:

Hal tersebut diperoleh dengan membuktikan bahwa:



1 𝑠 1 𝑠
𝐹 ( ) = ∫ 𝑓(𝑡)𝑒 −(𝑎)𝑡 𝑑𝑡
𝑎 𝑎 𝑎
0

Kemudian dengan mengganti t dengan at sehingga dt digantikan a dt, maka


diperoleh:

1 𝑠
𝐹 ( ) = ∫ 𝑓(𝑎𝑡)𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡
𝑎 𝑎
0

f. Transformasi Laplace Suatu Fungsi


Dalam pemecahan persamaan diferensial sangat perlu juga kita mengetahui
transformasi Laplace setiap integral terhadap waktu. Jika misalkan :
U = ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 dan v = -e-st/s
maka u = f(t) dan v = e-st dt
sehingga diperoleh hubungan sebagai berikut:

g. Teorema Nilai Akhir


Untuk mendapatkan teorema nilai akhir, tuliskan dahulu transformasi Laplace
dari turunan yang berbentuk:

∫ 𝑓 ′ (𝑡)𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡 = 𝑠 𝐹(𝑠) − 𝑓 (0)


0

Jika s mendekati nol, maka e-st = 1, sehingga:


∫ 𝑓 ′ (𝑡)𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡 = lim 𝑠 𝐹(𝑠) − 𝑓 (0)


𝑠→0
0

maka

h. Teorema Nilai Awal


Untuk mendapatkan teorema nilai awal, kita tuliskan dahulu transformasi
Laplace dari turunan, kemudian kita asumsikan harga t mendekati nol.
Dengan cara yang sama diperoleh:
lim 𝑓(𝑡) = lim 𝑠 𝐹(𝑠)
𝑡→0+ 𝑠→∞

diperoleh:
lim 𝑓(𝑡) = lim 𝑠 𝐹(𝑠)
𝑡→∞ 𝑠→0

Dari sifat-sifat Transformasi Laplace di atas dapat disimpulkan dalam tabel


berikut:

Tabel 3.1 Sifat-sifat Transformasi Laplace


Dan Transformasi Laplace sendiri dapat disimpulkan ke dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Transformasi Laplace
4. Respon Peralihan (Transient Response)
Ketika input sebuah sistem berubah secara tiba-tiba, keluaran atau output
membutuhkan waktu untuk merespon perubahan itu. Bentuk respon transient
atau peralihan bisa digambarkan seperti berikut:
Gambar 4.1 Respon transient

Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati


mulai saat terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai respon masuk
dalam keadaan steady state. Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas
respon transient ini antara lain; rise time, delay time, peak time, settling time, dan
%overshoot.

a. Spesifikasi Respon Step Sistem Orde I


Spesifikasi respon step sistem orde I dapat dinyatakan dalam dua macam
spesifikasi yaitu: spesifikasi respon transient dan spesifikasi respon steady state
yang di ukur melalui posisi pada keadaan tunak (steady state). Secara umum
respon step sistem orde I dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2 Respon step sistem orde I

 Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde I


Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim
digunakan,a.l.:
 Time Constan (t)
Ukuran waktu yang menyatakan kecepatan respon, yang di ukur mulai
t = 0 s/d respon mencapai 63,2% (e-1×100%) dari respon steady
state.
 Rise Time (TR)
Ukuran waktu yang menyatakan keberadaan suatu respon, yang di
ukur mulai respon 5% s/d 95% dari respon steady state (dapat pula 10%
s/d 90%).
 Settling Time (TS)
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2% atau
0,5% dari respon steady state.
 Delay Time (D)
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon
output terhadap input, di ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari
respon steady state.

 Spesifikasi Respon Step Sistem Orde II


Seperti juga pada sistem orde I, spesifikasi respon step sistem orde II dapat
dinyatakan dalam dua macam spesifikasi yaitu: spesifikasi respon transient
dan spesifikasi respon steady state. Secara umum respon step sistem orde II
dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.3 Respon step sistem orde II

 Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde II


Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim
digunakan,a.l.:
 Time Constan (t)
Ukuran waktu yang di ukur melalui respon fungsi selubung yaitu
mulai t = 0 s/d respon mencapai 63,2% (e1x100%) dari respon
steady state. t =1/XW N
 Rise Time (TR)
Ukuran waktu yang di ukur mulai respon mulai t= 0 s/d respon
memotong sumbu steady state yang pertama.
 Settling Time (TS)
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2%
atau 0,5% dari respon steady state
 Delay Time (TD)
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon
output terhadap input, di ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50%
dari respon steady state.
 Overshoot (MP)
Nilai relatif yang menyatakan perbandingan harga maksimum
respon yang melampaui harga steady state dibanding dengan nilai
steady state.
 Time Peak (TP)
Ukuran waktu diukur mulai t = 0 s/d respon mencapai puncak yang
pertama kali (paling besar).

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde II Seperti juga pada sistem
orde I, pada sistem orde II spesifikasi respon steady state di ukur melalui
% eror posisi pada keadaan tunak.

5. Contoh Kasus Getaran Transient


1. Sebuah massa M dikaitkan dengan bahan elastis dengan konstanta kekakuan k.
Pada saat sistem bekerja, sebuah gaya awal (Fo) dikenakan pada sistem saat to.
Tentukan respon saat t < to dan t > to!

Penyelesaian:
Diketahui gaya yang bekerja adalah

dengan penyelesaian

Sehingga
a. Untuk t < t0
b. Untuk t > t0

Carilah respon SDK dari sistem pegas bermassa F(t) = F0 e−𝛼𝑡 pada saat awal dikenakan pada sistem!

Penyelesaian:
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Muchammad Chusnan. 2013. Getaran Transient Satu Derajat Kebebasan.


Indonesia: Indonesia.
Hamid, Abdul. 2011. Praktikal Vibrasi Mekanik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Karyasa, Tungga Bhimadi. 2010. Dasar-dasar Getaran Mekanis. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta.
Ramberg, W. (1949). Transient Vibration in an Airplane Wing Obtained by Several Methods.
42, 437-447.

Anda mungkin juga menyukai