Anda di halaman 1dari 4

Pemilihan Metode Perforasi Berdasarkan Jenis dan Kondisi Batuan Reservoir

Edrick Pratama Sasmita (07109080). Teknik Perminyakan. Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi.
Universitas Trisakti. Jakarta

Pendahuluan

Dalam pekerjaan sumur minyak, dibagi menjadi


beberapa tahapan, yaitu tahap eksplorasi,
pemboran, komplesi, dan produksi. Tahapan
eksplorasi biasanya dilakukan oleh ahli Geologi,
berupa proses penelitian lapisan batuan,
lingkungan pengendapan, serta proses seismic.
Kemudian setelah dipastikan bahwa lapangan
potensial untuk diproduksi, dilakukan pemboran
sumur wild cat untuk mendapat rekaman log dan
sampel batuan reservoir.
Gambar 1.1
Kemudian barulah dilakukan tahapan pemboran Ilustrasi Keadaan Lubang Sumur

sumur produksi. Ketika proses pemboran selesai,


lubang bor harus dipersiapkan sedemikian rupa
Pemilihan Metode Perforasi Berdasarkan
sebelum dimulainya proses produksi. Tahap ini
Kondisi Reservoir
disebut proses komplesi.
Batuan reservoir dapat dikategorikan menjadi
Proses komplesi dibagi mulai dari pemasangan
consolidated dan unconsolidated. Consolidated
casing, cementing, dan perforasi. Casing
adalah jika bonding atau ikatan antar matriks
digunakan untuk mengimbangi tekanan formasi
batuannya tersemen dengan baik, sehingga secara
dan membatasi zona – zona lapisan yang berbeda.
keseluruhan batuannya lebih padat dan kuat.
Casing harus disemen agar melekat pada formasi
Sebaliknya untuk formasi Unconsolidated, matriks
dengan sempurna. Kemudian barulsah setelah
batuan tidak tersemen dengan baik dan mudah
proses pemasangan casing dan penyemenan
hancur, atau menimbulkan kepasiran. Kondisi
selesai, dipasang tubing string yang kemudian
batuan ini disebabkan oleh factor geologis seperti
akan kita lakukan perforasi agar fluida reservoir
waktu pengendapan, serta overburden pressure,
dapat mengalir. Perforasi adalah proses
dan hukum superposisi.
penembakan atau pelubangan casing yang sudah
disemen pada zona produksi.
Berdasarkan kedua kondisi batuan reservoir lapisan yang terbentuk cenderung lebih muda jika
tersebut, kita harus memilih tipe perforasi yang dibandingkan dengan consolidated formation.
tepat untuk memberi jalur produksi dari fluida
reservoir agar dapat melewati casing dan
diproduksi melalui tubing string.

Jenis perforasi bermacam – macam, ada yang


dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasinya,
dan ada yang dibedakan berdasarkan jumlah
peluru yang ditembakan per 1 kaki (SPF).

Gambar 2.1
Proses Perforasi Dengan Perforating Gun

Dalam aplikasi lapangan sebenarnya, pemilihan


jenis perforasi sebenarnya tidak hanya diputuskan
berdasarkan oleh kondisi batuan reservoirnya,
Gambar 3.1
tetapi diperhitungkan juga trayektori pemboran, PI Contoh Sample Core
(productivity index) dari sumur tersebut, kondisi
penembakannya apakah underbalanced atau Dapat dilihat dari gambar 3.1, bahwa sementasi

overbalanced, apakah perforasi yg dilakukan dari sampel D lebih baik dibandingkan sampel –

ditujukan untuk melewati zona damage atau tidak, sampel lainnya. Sampel D adalah contoh formasi

tipe pengembangan sumur selanjutnya apakah consolidated.

akan dilakukan stimulasi, serta kekuatan dari


casing yang digunakan juga harus diperhatikan. Perforasi yang paling baik pada formasi
unconsolidated adalah dengan shot density sedikit

Perforasi Pada Unconsolidated Sand Formation namun penetrasinya dalam. Shot density yang

Unconsolidated formation biasanya ditemukan terlalu rapat dan banyak dapat menyebabkan

pada kedalaman yang tidak begitu dalam, dan gugurnya formasi, serta menyebabkan kepasiran
yang cukup besar, dan dengan mengurangi jumlah
tembakan, tetapi didistribusikan dengan phasing paling umum digunakan adalah dengan high shot
(gambar 3.2) yang baik perforasi ini dapat density pada phasing 60o. Sedangkan kedalaman
meningkatkan inflow dari reservoir untuk penetrasi dari peluru yang ditembakan tergantung
membersihkan debris dari hasil pelubangan. dari seberapa kompak formasi tersebut, sebagai
Penetrasi yang dalam ditujukan agar zona yang contoh:
damaged pada saat berlangsungnya pemboran
dapat dilewati (gambar 3.3), unconsolidated
reservoir cenderung memiliki porositas yang lebih
tinggi, sehingga filtrat fluida pemboran dapat lebih
mudah masuk jika lumpur yang digunakan tidak
disesuaikan dengan kondisi reservoir.

Gambar 4.1
Efek Kekuatan Kompresif Batuan

Kesimpulan
1. Pemilihan metode perforasi tidak dapat
diputuskan hanya dari melihat kondisi
batuan reservoir, namun harus dilihat aspek
Gambar 3.2 lain seperti rencana pengembangan
Sudut Jarak Antara Perforasi (Phasing) selanjutnya, trayektori pemboran, efek skin,
kondisi underbalanced atau overbalanced,
apakah ingin dibuat fracture atau tidak, dan
lain – lain.
2. Pada formasi unconsolidated, yg paling baik
adalah dengan shot density yang sedikit,
tetapi penetrasinya dalam agar dapat
meminimalisir kepasiran dan runtuhnya
lubang antara perforasi dengan perforasi
lainnya. Kepasiran juga dapat diatasi
Gambar 3.3
Ilustrasi Zona Damaged Terhadap Kedalaman Perforasi dengan pemasangan gravel pack.
3. Pada formasi consolidated, umumnya
Perforasi Pada Consolidated Sand Formation dilakukan perforasi dengan phasing 60o dan
Dengan kepadatan dan ikatan antar butir batuan shot density yang tinggi. Hal ini dilakukan
yang lebih baik, maka pemilihan metode perforasi karena kondisi batuan reservoir yang
pada jenis reservoir ini akan lebih mudah. Yang
dianggap cukup kuat sehingga
kemunngkinan terjadinya keruntuhan kecil.
4. Radius dari damaged zone harus
diperhitungkan, karena jika penetrasi dari
peluru tidak mampu melewati zona tersebut,
maka permeabilitas dari sumur akan
menurun, dan efeknya akan berpengaruh
pada produksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://gekengineering.com/Downloads/Free_D
ownloads/Perforating_Basics.pdf
2. Saksono, Puguh D. “Completion Fluids – Trisakti
Workshop”. Baroid Completion Fluids Services.
Halliburton. 2012
3. http://www.slb.com/~/media/Files/perforating
/product_sheets/gun_systems/hsd/7hsd.ashx

Anda mungkin juga menyukai