Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers

”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18


November 2017
Purwokerto

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

EVALUASI PELAKSANAAN PIK R (PUSAT INFORMASI DAN


KONSELING KESEHATANREMAJA) DI KABUPATEN
BANYUWANGI

Oleh
Afrihal Afiif Ibaadillah, Dian Samtyaningsih
STIKes Maharani Malang
miss.konselor@gmail.com

ABSTRAK
Berdasarkan laporan needs assessment Rahima tentang Seksualitas dan Reproduksi Remaja tahun
2012 di Banyuwangi menunjukkan bahwa 80,7% siswa pernah berpacaran. 31,1% diantaranya
melakukan pegangan tangan dan pelukan; sekedar ngobrol, SMS-an sebesar 29,4%; pelukan hingga
ciuman bibir sebesar 17,6%; pegangan tangan hingga ciuman pipi sebesar 14,3%; pernah ciuman
bibir hingga meraba-raba bagian tubuh pasangan sebanyak 5%, danpernah melakukan oral seks
hingga hubungan seksual sebanyak 5%. Permasalahan lainya yaitu tingginya angka HIV/AIDS
sebanyak 2099 kasus pada tahun 2014 dengan 81% berusia 16-45 tahun. Tingginya masalah
Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan antara lain karena kurangnya informasi tentang
KRR. Penelitian ini bertujuan menganalisis input dan proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten
Banyuwangi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam terhadap 11 informan utama dari
pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti melakukan triangulasi data pada 3 orang
PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di BPPKB. Pengolahan dan analisis data analisis
deskripsi isi. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya Sumber Daya Manusia yang terlatih, dana
untuk operasional kegiatan masih kurang, belum adanya ruangan PIK R secara khusus, upaya
promosi dan sosialisasi program PIK R masih kurang mendapat respon, kurang tertibnya sistem
pencatatan dan pelaporan kegiatan yang disebabkan belum adanya petunjuk teknis.BPPKB
diharapkan meningkatkan upaya pembinaan terhadap PIK R dan PKB di tiap kecamatan,
peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui kegiatan Diklat secara konsisten.
Dukungan dan partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan sosialisasi program PIK R. Peningkatan
motivasi dan komitmen dari pelaksana PIK R.
Kata Kunci : PIK R, Evaluasi

ABSTRACT
Based on the needs assessment report Rahima on Adolescent Sexuality and Reproductive
Banyuwangi in 2012 showed that 80.7% of students never dating. 31.1% of them did handrails and
hugs; just chatting, texting of 29.4%; hugs to kiss the lips of 17.6%; Handrails to kiss the cheek of
14.3%; never kiss lips to grope their body parts as much as 5%, and had oral sex to intercourse as
much as 5%. Other issues, namely the high rate of HIV / AIDS as many as 2099 cases in 2014 with
81% aged 16-45 years. The high Adolescent Reproductive Health problems can be caused partly
because of lack of information about the KRR. This study aimed to analyze the input and the
process of implementation of PIK R in Banyuwangi. This study is a qualitative research with
phenomenological approach. Data collection techniques using depth interviews with 11 key
informants from executing PIK R. As for the validity of the data researchers triangulate the data on
the PKB 3, 1 R PIK program leaders in BPPKB. Processing and analysis of the data analysis
content description. The results showed a lack of human resources trained, funds for operational
activities is still lacking, there is no room PIK R in particular, promotion and dissemination
programs PIK R still not getting a response, less orderly system of recording and reporting of

480
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

activities due to the lack of technical guidance , BPPKB expected to boost efforts to provide
guidance to PIK R and PKB in each sub-district, increase the competence of human resources
through training activities consistently. Support and active participation in the program
socialization PIK R. Increased motivation and commitment of implementing PIK R.

Keywords: PIK R, Evaluation

PENDAHULUAN
Tingginya angka HIV/AIDS yakni 1789 per Mei 2014, banyaknya angka pernikahan anak
serta berbagai permasalahan remaja, dimana Kabupaten Banyuwangi dalam posisi urutan 3 besar di
Provinsi Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang.Berdasarkan data yang telah dihimpun, untuk
kasus HIV/AIDS di Banyuwangi sendiri paling banyak terjadi pada usia produktif , yaitu usia 16-
45 tahun yang mencapai 81 persen, dari total 2099 kasus, dan usia 26-30 tahun merupakan kasus
terbanyak ( KPA Kabupaten Banyuwangi, 2012). Penyebaran HIV/AIDS di Banyuwangi, Jawa
Timur semakin memprihatinkan, menyusul temuan pelajar SMA terinfeksi virus mematikan
ini.Data dari Dinas Kesehatan Banyuwangi menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS hingga
September 2014 berjumlah 2000 orang dan lima diantara berstatus pelajar SMA. Para pelajar itu
tertular HIV karena perilaku seks bebas dan penggunaan jarum suntik serta menggunakan obat-
obatan terlarang (Dinkes Kabupaten Banyuwangi, 2014).
Tingginya masalah Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yang antara lain karena kurangnya informasi tentang KRR yang bisa dijembatani dengan
keberadaan PIK R sebagai suatu wadah yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja dalam
memberikan informasi dalam pelayanan konseling kesehatan reproduksi, dengan pola ini
diharapkan remaja dapat menjadi lebih aktif dan pengetahuan yang ada berasal dari upaya
pencarian sendiri. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada Kepala Sub Bidang
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (Ka. Sub. Bid. KB KS) BPPKB, Kabupaten
Banyuwangi sejak tahun 2009 telah memiliki PIK Remaja dibawah naungan Dinas Kesehatan,
namun dalam perkembangannya PIK Remaja tersebut mengalami kemunduran dengan banyaknya
PIK R yang tidak aktif hal ini disebabkan tidak adanya regenerasi dari pendidik sebaya dan
kurangnya minat dari generasi berikutnya terhadap kegiatan maupun program PIK remaja. Dalam
perkembangan selanjutnya, terjadi peralihan tanggungjawab dari Dinas Kesehatan ke BPPKB
untuk menangani permasalahan Remaja, Pusat Informasi dan Konseling tersebut diberi nama PIK-
R Young Reconstruction. Dari hasil wawancara dengan Kabid BPPKB, fokus dari kegiatan PIK R
di Kabupaten Banyuwangi adalah upaya sosialisasi PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan), program
lain yang dilaksanakan dalam kegiatan PIK yaitu program GENRE untuk mengatasi permasalahan
kesehatan reproduksi remaja (Triad KRR). Berdasarkan laporan tahunan dari BPPKB dari 24
kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi dalam kurun waktu satu tahun terakhir terus

481
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

mengalami penurunan baik dari jumlah kecamatan yang memiliki PIK R maupun dari jumlah
tahapan dalam PIK R, pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 14 kecamatan yang memiliki PIK R
dan terdapat 20 kelompok PIK R dengan rincian 16 PIK R pada tahap tumbuh, 4 PIK R pada tahap
tegak. Sedangkan pada bulan April 2015 jumlah kecamatan yang memiliki PIK R menurun menjadi
10 kecamatan, dengan 14 kelompok PIK R yang terdiri dari 12 PIK R tahap tumbuh dan 2 PIK R
tahap tegak. Masing-masing kecamatan tersebut telah memiliki PKB (Penyuluh Keluarga
Berencana) sebagai koordinator dari PIK Remaja, dari 10 kecamatan yang memiliki PIK R hanya
sebagian kecil kecamatan yang masih aktif dalam kegiatan konseling dan penyuluhan, sedangkan
sebagian besar kecamatan lain sudah kurang aktif dalam perkembangan kegiatannya. Penelitian ini
memiliki tujuan untuk melakukan Evaluasi pelaksanaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja
(PIK R) di Kabupaten Banyuwangi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis untuk
mendapatkan gambaran pelaksanaan program PIK R. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat
menggali informasi secara mendalam tentang pelaksanaan kegiatan PIK R. Penelitian ini dilakukan
terhadap 11 informan utama dari pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti
melakukan triangulasi data pada 3 orang PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di
BPPKB. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview),
pedoman wawancara berupa lembar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan PIK R. Setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan maka data
dianalisis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu pengumpulan data, reduksi
data, dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Gambaran Informan Penelitian
Wawancara dilakukan pada 11 orang informan utama dan 4 orang informan
triangulasi.Informan utamanya adalah pelaksana PIK R (pendidik sebaya / konselor sebaya) dalam
pelaksanaan PIK R baik dari PIK R yang masih aktif dan yang kurang / tidak aktif. Sedangkan
informan Triangulasi terdiri dari 3 orang Pembina PIK R dan 1 orang Kepala Sub Bidang Keluarga
Berencana Keluarga Sejahtera yang ada di BPPKB. Untuk jenjang pendidikan formal informan
utama paling tinggi adalah Strata Satu (S1) dan yang paling rendah berpendidikan SMA, rentang
umur informan utama yaitu 14 - 23 tahun. Sedangkan untuk informan triangulasi sebanyak 6 orang
yaitu dari PKB kecamatan dengan rentang usia antara 45-51 tahun, dua orang berjenis kelamin
perempuan dan satu orang berjenis kelamin laki - laki, dengan jenjang pendidikan Strata Satu (S1)

482
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

dan masa kerja antara 21 – 27 tahun. Sedangkan 1 informan triangulasi yang lain dari BPPKB yaitu
Ka. Sub. Bid. KB KS, jenis kelamin laki – laki dengan umur 50 tahun dan masa kerja selama 26
tahun. Secara keseluruhan Informan berstatus PNS.
2. Input dalam Pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi
a. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada informan utama,
satu informan utama yang berasal dari PIK R wilayah kecamatan menyebutkan tenaga PIK
dalam 1 kecamatan sebanyak 9 orang, dan memiliki relawan dari teman PIK yang lainnya
yang tidak dikirim pelatihan di kabupaten. Informan utama yang lain menyatakan tenaga
PIK yang ada sebanyak 6 orang, tetapi sekarang banyak yang telah menikah dan kurang
aktif. Sedangkan informan utama yang berada di SMA menyatakan bahwa di sekolah
mereka terdapat 50 orang anggota PIK yang rata – rata mewakili setiap kelas yang ada
dengan jumlah siswa 700 orang
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan triangulasi yang
menyatakanbahwa jumlah sumber daya manusia masih kurang, satu informan triangulasi
menyebutkan jumlah petugas PKB ada 3 orang tetapi hanya 1 orang yang menangani
masalah PIK R disamping tugas utamanya sebagai penyuluh KB. Informan triangulasi
lainnya menyebutkan di kecamatan tersebut terdapat 2 orang petugas PKB yang juga
memiliki tugas utama sebagai penyuluh lapangan KB dan memberikan penyuluhan kepada
remaja, namun tidak khusus untuk membina kegiatan PIK R. Pernyataan tentang
kurangnya sumber daya manusia juga disebutkan oleh informan triangulasi dari BPPKB
bahwa angka kecukupan untuk tenaga PKB di lapangan masih kurang.
Berbagai masalah diatas tidak membuat anggota PIK KRR yang lain menjadi
berkurang semangat untuk melakukan pelayanan PIK KRR, mereka menyatakan bahwa hal
tersebut tidak menjadi masalah selama kompak dalam melaksanakan komitmen kerja yang
sudah disepakati bersama meskipun tidak ada struktur yang baku di dalam PIK KRR. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sumberdaya manusia yang tidak
memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik(BKKBN, 2010).
Ketersediaan SDM akan turut mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan
diberikan oleh PIK-KRR. Keberhasilan model ini akan memiliki nilai tambah jika mampu
dikembangkan jejaring kerja (Net Working) yang melayani rujukan dengan para
professional. Dalam melaksanakan PIK-KRR ketersediaan SDM sebagai motor penggerak
kegiatan akan mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan diberikan. Model
pendidik sebaya dan konselor sebaya sebagai pelaksana kegiatan merupakan model yang
sesuai untuk program Kesehatan Reproduksi Remaja (BKKBN, 2008)
483
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

b. Dana
Dana yang digunakan sebagian besar berasal dari iuran mandiri masing – masing
anggota PIK R atau dana sisa dari kegiatan sebelumnya. Masalah pendanaan yang terjadi
adalah proses pencairan dana yang sulit serta minimnya dana yang dicairkan oleh BPPKB,
dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini tidak ada dana bantuan untuk operasional kegiatan
PIK R. Hal senada juga diungkapkan oleh informan triangulasi dari BPPKB bahwa untuk
tahun ini dari tingkat I tidak ada bantuan dana untuk kegiatan PIK R terutama dana untuk
kegiatan operasional, dana yang ada hanya untuk kegiatan pembinaan. Sedangkan
informasi yang diberikan oleh PKB koordinator PIK R menyebutkan bahwa tidak ada
bantuan dana dari kecamatan atau dana dari BPPKB yang ditujukan kepada kecamatan
untuk kegiatan PIK R.
Untuk dapat melaksanakan suatu program maka harus tersedia sumber yang
dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar dan menunjukkan keberhasilannya.
Menurut Van Meter dan Van Horn disampaikan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
dalam implementasi adalah sumber daya. Dimana sumber daya yang tidak memadai akan
menjadikan penghalang dalam implementasi kebijakan (Winarno B, 2008)
c. Sarana
Dukungan sarana telah diberikan oleh BPPKB meskipun belum sepenuhnya
mencukupi, sarana itu BPPKB berupa KIE kit, lembar balik, alat peraga tentang reproduksi
manusia, LCD (bersifat pinjaman). Dukungan sarana yang lainnya diberikan oleh
kecamatan dalam hal penggunaan gedung atau ruangan untuk kegiatan PIK R dan
ketersediaan sarana transportasi berupa mobil Satpol PP. Pencapaian tujuan kebijakan
harus didukung oleh ketersediaan alat atau sarana. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan
spesifik tidak bisa dilakukan dan tujuan tidak akan diselesaikan sebagaimana seharusnya,
pekerjaan tidak mungkin dapat dilakukan. Ketersediaan sarana prasarana merupakan faktor
penentu kinerja sebuah kebijakan. Implementor harus mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar. Sekalipun kebijakan memiliki tujuan dan
sasaran yang jelas, jika tanpa sumber yang memadai, maka kebijakan hanya tinggal di
kertas dokumen saja (Wiyono D, 2000)
3. Proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi
a. Promosi dan sosialisasi PIK R
Kegiatan promosi dan sosialisasi telah dilakukan oleh anggota PIK R serta PKB di
kecamatan baik secara lisan, media sosial maupun menggunakan radio jaringan. Kendala
yang dihadapi kurangnya repson dari masyarakat dan perangkat desa yang datang,
sehingga ketika dilakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan setelah kegiatan
tersebut masih banyak yang tidak mengetahui tentang PIK R.
484
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

Sarana dan fasilitas PIK-KRR perlu diperhatikan dalam kegiatan promosi dan
sosialisasi baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Materi bahan bacaan dan alat
bantu KIE serta konseling harus tersedia secara lengkap. Kualitas materi KIE KRR
dituntut lebih dinamis dengan memperhitungkan umur remaja dan susbtansi yang akan
disampaikan. Salah satu syarat sebuah fasilitas layanan kesehatan yang
memperhatikan kebutuhan remaja adalah tersedianya materi KIE. Selain diperlukan
untuk memberikan penyuluhan, materi KIE perlu disediakan diruang tunggu maupun
diruang konseling. Informasi tertulis tentang berbagai kegiatan remaja dan materi
tentang kesehatan yang dapat dibawa pulang bermanfaat untuk memberikan
pengetahuan dan media promosi bagi remaja lain yang membacanya (Depkes RI,
2005)
b. Pelaksanaan konseling
Secara keseluruhan kegiatan konseling banyak dilakukan diluar ruangan, tidak
terikat tempat dan waktu. Konseling biasanya dilakukan dengan cara tatap muka namun
ada juga yang melalui SMS. Permasalahan yang sering dibicarakan adalah masalah remaja
sehari –hari, kesehatan reproduksi remaja, HIV, NAPZA. Kendala yang dihadapi adalah
kurangnya kepercayaan diri serta kemampuan dari anggota PIK sebagai pendidik maupun
konselor sebaya dalam pemberian konseling.
Hal ini sesuai dengan penelitian Andrianus yang menyebutkan bahwa remaja
membutuhkan pusat layanan remaja, jenis layanan yang dibutuhkan oleh remaja adalah
konsultasi psikologis, informasi tentang masalah remaja dan medis.Jenis pelayanan yang
disukai remaja adalah tatap muka secara langsung tentang kesehatan reproduksi remaja.
Masalah yang sering dihadapi adalah IMS / HIV, kehamilan remaja, kontrasepsi dan
konsultasi gizi (Depkes RI, 2005)
c. Kerjasama
Dalam hal kerjasama, sebagian besar anggota PIK R dan PKB kecamatan telah
melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik dari instansi kesehatan maupun institusi
lainnya (sekolah, KUA, LSM KKBS, Kepolisian). Jalinan kerjasama yang dilakukan oleh
informan utama dan triangulasi masih sebatas sebagai narasumber atau pemateri saja,
belum ada kegiatan lainnya.
Dalam pedoman pelaksanaan PIK-KRR disebutkan bahwa dalam pelaksanaan
program harus ada jalinan kerja sama dengan para professional yang terkait dengan
masalah remaja. disamping itu perlu ada dukungan berupa komitmen yang tinggi dari para
stakeholder program KRR termasuk pemerintah daerah dan jajarannya untuk mencegah
meluasnya resiko TRIAD KRR ( seksualitas, HIV/AIDS, Napza) (BKKBN, 2010). Jalinan
kemitraan dengan organ penting lintas program maupun lintas sektor perlu dilakukan
485
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

dalam pengelolaan PIK-KRR agar program KRR bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam pengelolaan program KRR harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemitraan, karena
dengan adanya 2 atau lebih orang yang bermitra (share) dalam mengerjakan suatu
pekerjaan maka akan memiliki hubungan jaringan (connected) yang kondusif, sehingga
membuat mereka menjadi suatu tim yang sinergis dalam melaksanakan kegiatan
bersama sehingga kegiatan PIK-KRR berjalan lancar dan mencapai tujuannya (BKKBN,
2010). Salah satu strategi pelaksanaan dan pengembangan PIK-KRR di wilayah melalui
penggalangan kemitraan dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja. Hal ini
didahului dengan advokasi kebijakan publik dengan maksud agar adanya PIK-KRR
dapat pula dipromosikan oleh pihak lain dan selanjutnya dikenal dan didukung
masyarakat, lintas sektor/program, LSM, guru dan yang lainnya.
d. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan oleh BPPKB
dengan mengadakan pelatihan untuk pendidik atau konselor sebaya, akan tetapi pelatihan
tersebut masih belum optimal karen tidak dilaksanakan secara rutin (konsisten). Hal ini
menyebabkan kurangnya pemerataan jumlah anggota PIK R terlatih di tiap kecamatan
yang memiliki PIK R. Banyaknya anggota PIK R terlatih yang mengundurkan diri dari
keanggotaan dengan alasan menikah dan bekerja diluar kota semakin memperburuk
kualitas pelayanan yang ada, karena pada akhirnya yang melakukan pelayanan PIK R
kebanyakan adalah anggota baru yang belum terlatih.
Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor
sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan
kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)
e. Administrasi dalam pencatatan dan pelaporan
Pelaksanaan administrasi dalam hal pencatatan dan pelaporan kegiatan/ masih
sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun BPPKB Kabupaten.
Untuk anggota PIK R sendiri sebagian besar kurang tertib melakukan pendokumentasian
kegiatan dalam bentu laporan tertulis, karena kegiatan pemberian informasi dan konseling
lebih banyak dilakukan secara spontan ketika mereka berada di lingkungan tempat tinggal
masing –masing. Tidak adanya aturan baku dari BPPKB dalam hal pencatatan dan
pelaporan juga menjadi salah satu penyebabnya. Dari pihak PKB kecamatan, laporan
tentang kegiatan PIK R biasanya tergabung dalam laporan KB, sedangkan dari pihak
BPPKB Kabupaten bentuk laporan tertulis yang ada hanya berupa rekapan jumlah PIK R
yang aktif di tiap kecamatan.

486
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan


pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor
sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan
kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)

KESIMPULAN
Pelaksanaan PIK R ( Pusat Informasi dan Konseling Remaja) di Kabupaten Banyuwangi
belum dilaksanakan optimal. Terdapat permasalahan pada aspek input yaitu sumber daya manusia
yang belum memenuhi standart kuantitas dan kualitas, dukungan anggaran kurang maksimal,
penyediaan sarana tidak merata. Permasalahan pada aspek proses yaitu dalam hal pencatatan dan
pelaporan kegiatan/ masih sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun
BPPKB Kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) .2008. Kurikulum dan
Modul Pelatihan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan ReproduksiRemaja (PIK
KRR). Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Jakarta

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).2010. Panduan Pelaksanaan


Lokakarya Pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja
(PIK-KRR) Percontohan.Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2005. Pedoman


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat. Jakarta

Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banyuwangi. 2014. Kasus HIV/AIDS di


Banyuwangi. Dinkes Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi

WinarnoB. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo. Yogyakarta.
WiyonoD. 2000. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University
Press. Surabaya.

487
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18
November 2017
Purwokerto

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

MODEL PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI


KABUPATEN BANYUMAS

Oleh

Agnes Fitria Widiyanto1, Oktafiani Catur Pratiwi2, Saudin Yuniarno3


1&3
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
2
Jurusan Politik Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53123.
afitriawidiyanto@yahoo.com

ABSTRAK
Kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas memiliki kendala yang kompleks. Kegiatan
pengelolaan sampah pada masyarakat akan lebih mudah dilakukan di tingkat terkecil yakni di
tingkat rumah tangga. Masyarakat sebagai penghasil sampah memiliki permasalahan yang berbeda
dalam suatu wilayah.Kegiatan pengelolaan sampah di kabupaten Banyumas mengalami
permasalahan yang kompleks.Hasil wawancara terhadap 8 narasumber menunjukkan di masing-
masing wilayah memiliki permasalahan yang berbeda. Di satu wilayah ada yang sama sekali belum
mengolah sampahnya. Di tempat lain, terutama di pedesaan masih banyak masyarakat yang
melakukan pembuangan sampah di tempat terbuka. Disisi lain masih banyak tempat yang belum
memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan
pembuangan tahap akhir. Permasalahan sampah akan terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Kegiatan pengelolaan sampah mengalami kendala dari sisi pembuangan yang tidak pada
tempatnya, serta terkendala terkait dengan sarana dan prasarana.

Kata kunci : pengelolaan, sampah, masyarakat.

PENDAHULUAN
Kabupaten Banyumas dengan jumlah penduduk sekitar 1.620.918 jiwa pada tahun 2014,
produksi sampah di Kabupaten Banyumas terbilang besar dan meningkat dari tahun ke tahun.Pada
tahun 2005 produksi sampah di kabupaten tersebut mencapai 700 m3 per hari, lima tahun kemudian
yaitu tahun 2010 meningkat menjadi 1.100 m3 per hari (Volume Sampah Rata-Rata Per Hari
Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Badan Pusat Statistik Propinsi jawa Tengah).Tahun 2011
Jumlah perkiraan total timbulan sampah jenis rumah tangga di Kabupaten Banyumas mencapai
3.374. M3/hari, dengan asumsi produksi sampah kurang lebih 2,064 liter/hari/orang dikalikan
jumlah penduduk 1.553.902. Sehingga dalam setahun mencapai 1.214.640 M3. Padahal tempat
pembuangan sampah akhir (TPA) yang disedikan oleh pemerintah daerah di daerah di TPA
Gunung Tugel sudah melebihi kapasitas yang telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut hanya
10,85 % yang terangkut ke TPA. Sekitar 89,15 % masih belum ada penanganan yang semestinya
dan berpotensi mengakibatkan pencemaran.Penanggulangan yang serius sangat dibutuhkan untuk
mengatasi produksi sampah yang cukup besar tersebut.Hal ini dikarenakan, sampah merupakan

488

Anda mungkin juga menyukai