Oleh:
NIM. 15/386725/SV/10111
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Menara untuk mendukung saluran listrik dapat dibuat dari kayu, baja,
aluminum, beton, dan terkadang juga plastik yang diperkuat. Kabel pada
saluran listrik umumnya terbuat dari aluminum (baik aluminum murni atau
yang diperkuat baja, ataupun material komposit, seperti karbon dan fiber
kaca), walaupun kabel tembaga juga digunakan dalam saluran listrik tegangan
menengah dan rendah. Tujuan utama dalam perancangan saluran listrik
adalah untuk menjaga jarak yang cukup antara kabel dengan tanah, sehingga
dapat menghindarkan kabel dari kontak yang berbahaya, namun tetap tidak
menyulitkan dalam perawatan, serta tahan terhadap petir, salju, gempa bumi,
dan potensi perusak lainnya.
2
Bedasarkan jalur transmisi (SUTT 150 kV) Purwodadi-Kedungombo
yang sudah dibangun, ada kasus tower yang mengalami sliding pada salah
satu kaki Tower SUTT 46. Lokasi Tower SUTT 46 berada di Kecamatan
Gayer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sliding ini dapat disebabkan oleh
tidak sesuainya perencanaan podasi dan nilai weight to wind span ratio yang
tidak sesuai. Pondasi yang umum digunakan dengan jenis konstruksi Lattice
Tower konstruksi piramida dan tipe AA suspension, antara lain pondasi
normal untuk daerah yang dinilai cukup keras tanahnya, pondasi pancang
untuk tanah kerasnya lebih dalam, pondasi raft untuk daerah rawa, pondasi
rockdriller untuk daerah bebatuan. Menurut fakta dilapangan pondasi yang
digunakan adalah pondasi stall kerucut dimana pondasi ini tidak sesuai
dengan jenis konstruksi Lattice Tower konstruksi piramida. Weight to wind
span ratio umumnya bernilai 0,7 – 1,3. Bila tower memiliki nilai kurang dari
itu maka tower akan terkena gaya uplift/gaya angkat. Namum pada
perhitungan weight to wind span ratio didapatkan nilai 0,3 yang seharusnya
diganti pada tipe tower tension dengan perencanaan pondasi yang lebih kuat.
3
Untuk mengetahui dimensi dan beban yang nantinya akan bekerja pada
pondasi, peneliti akan mendesain dan mengevaluasi perbaikan Tower SUTT
46 Purwodadi-Kedungombo dengan bantuan software SAP 2000 untuk
mengevaluasi perhitungan analisis struktur dan software SAFE Version 12
untuk mendesain pondasi .
4
3. Analisis struktur Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo menggunakan
software SAP 2000.
4. Hasil desain pondasi Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo
menggunakan software SAFE Version 12.
5. Data yang tidak diketahui diasumsikan dengan kaidah ketekniksipilan
yang berlaku.
1.5 Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
rencana perkuatan Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo yang
mengalami sliding dan menjadi referensi perkuatan pondasi Tower SUTT
dengan jenis konstruksi Lattice Tower konstruksi piramida dan tipe AA
suspension.
5
BAB II
6
3. Batasan-batasan keadaan lingkungan di sekitarnya
Yang termasuk dalam batasan ini adalah kondisi lokasi proyek,
dimana perlu diingat bahwa pekerjaan pondasi tidak boleh
mengganggu ataupun membahayakan bangunan dan lingkungan
yang telah ada di sekitarnya.
4. Biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan
Sebuah proyek pembangunan akan sangat memperhatikan aspek
waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan, karena hal ini sangat erat
hubungannya dengan tujuan pencapaian kondisi yang ekonomis
dalam pembangunan. (Suyono, 1984)
7
1. Bracing Tower (Besi Siku Tower)
Rangkaian Bracing tower membentuk struktur tower yang berfungsi
menjaga dan mempertahankan kawat penghantar pada jarak ground
clearance tertentu sehingga proses transmisi daya berlangsung terus
menerus.
A. Tiang Menurut Fungsi
1) Tiang penegang (tension tower) berfungsi menahan gaya berat
juga menahan gaya tarik dari konduktor-konduktor saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi (SUTET).
Tiang penegang terdiri dari :
a) Tiang sudut (angle tower) adalah tiang penegang yang
berfungsi menerima gaya tarik akibat perubahan arah
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi
(SUTET).
b) Tiang akhir (dead end tower) adalah tiang penegang yang
direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat untuk
menahan gaya tarik konduktor-konduktor dari satu arah
saja. Tiang akhir ditempatkan di ujung Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi (SUTET)
yang akan masuk ke switch yard Gardu Induk.
2) Tiang penyangga (suspension tower) berfungsi untuk
mendukung gaya berat dari peralatan listrik yang ada pada
tiang tersebut.
3) Tiang penyekat (section tower) yaitu tiang penyekat antara
sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga
lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan
(penarikan konduktor), umumnya mempunyai sudut belokan
yang kecil.
4) Tiang transposisi yaitu tower penegang yang berfungsi sebagai
tempat perpindahan letak susunan phasa konduktor-konduktor
8
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
5) Tiang portal (gantry tower) yaitu tower berbentuk portal
digunakan pada persilangan antara dua saluran transmisi yang
membutuhkan ketinggian yang lebih rendah untuk alasan
tertentu (bandara, tiang crossing). Tiang ini dibangun di bawah
saluran transmisi eksisting
6) Tiang Kombinasi yaitu tower yang digunakan oleh dua saluran
transmisi yang berbeda.
B. Tiang Menurut Bentuk:
1) Tiang pole
Konstruksi SUTT dengan tiang beton atau tiang baja.
Pemanfaatannya digunakan pada perluasan SUTT dalam kota
yang padat penduduk dan memerlukan lahan relatif sempit.
2) Tiang Kisi-Kisi (Lattice Tower)
Konstruksi SUTT yang terbuat dari baja profil, disusun
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu menara yang
telah diperhitungkan kekuatannya. Berdasarkan susunan
penghantarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok besar,
yaitu:
a) Tiang Delta
9
b) Tiang Zig-Zag
10
C. Tiang Menurut Type:
Tower dibagi dalam beberapa type seperti pada tabel
Tabel 2.1 Tiper tower 150 kV
Tipe Tower Fungsi Sudut (°)
AA Suspension 0,0 - 3,0
BB Supension/Tension 3,0 - 20,0
CC Tension 20,0 - 60,0
DD Tension 60,0 - 90,0
EE Tension > 90
FF Tension > 90
Sumber: Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid 2 (Aslimeri dkk, 2008)
Gambar 2. (kiri) tower type suspense dan (kanan) tower type tension
Sumber: Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid 2 (Aslimeri dkk, 2008)
11
2. Mur dan Baut Tower
12
Gambar 2. Pondasi Normal
Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET
13
2.2. Tanah
14
4. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,0074 mm.
5. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil
dari 0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada
tanah yang kohesif. f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang
diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
15
rumus empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan
dan batas-batas Atterberg (Bowles, 1984).
Tanah berbutir (35 % atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos
Klasifikasi Umum
ayakan No. 200)
A-1 A-2
Tipe material yang paling Batu pecah,kerikil dan Pasir Kerikil dan pasir yang berlanau atau
dominan pasir halus berlempung
A-7
A-7-5*
Klasifikasi Kelompok A-4 A-5 A-6
A-7-6**
16
Tanah A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak
lebih dari 35 persen bahan lolos saringan No.200. Bahan khas dalam
kelompok A-1 adalah campuran bergradasi baik dari kerikil, pasir
kasar, pasir halus, dan suatu bahan pengikat yang mempunyai
plastisitas sangat kecil atau tidak sama sekali (Ip ≤ 6). Kelompok
A-3 terdiri dari campuran pasir halus, bergradasi buruk, dengan
sebagian kecil pasir kasar dan kerikil, fraksi lanau yang merupakan
bahan tidak plastis lolos saringan No.200. Kelompok A-2 juga
merupakan bahan berbutir tetapi dengan jumlah bahan yang lolos
saringan No.200 yang cukup banyak (tidak lebih dari 35 persen).
Bahan ini terletak di antara kelompok A-1 dan A-3 dan bahan
lanau – lempung dari kelompok A-4 sampai A-7. Kelompok A-4
sampai A-7 adalah tanah berbutir halus dengan lebih dari 35 persen
bahan lolos saringan No.200.
17
tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas
rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi.
Gradasi Baik W
Kerikil G
Gradasi Buruk P
Berlanau M
Pasir S
Berlempung C
Organik O
Gambut Pt
Sumber : Bowles,1989
Keterangan :
18
muara sungai. Deposit loess terjadi bila angin mengangkut
partikel- partikel lanau ke suatu lokasi. Angkutan oleh angin ini
membatasi ukuran partikel sedemikian rupa sehingga deposit
yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang hampir sama.
4) Koloid (colloids) yaitu partikel mineral yang diam, berukuran
lebih kecil dari 0,001 mm.
200 : GM,GP,SW,SP. Lebih dari 12% lolos saringan no 200 : Batasan klasifikasi
Kerikil bergradasi baik dan campuran kerikil-
Kerikil 50% ≥ fraksi kasar tertahan
Kerikil bersih
GP kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak Tidak memenuhi kriteria untuk GW
mengandung butiran halus
Batas-batas
Kerikil dengan
GM Atterberg di bawah
lanau berada didaerah
garis A atau PI < 4
arsirdari diagram
Batas-batas
Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir- plastisitas, maka
GC Atterberg di bawah
lempung dipakai dobel simbol
garis A atau PI > 7
Pasir bergradasi buruk, pasir berkerikil,
Pasir 50% ≥ fraksi kasar tertahan
Pasir bersih
SP atau sama sekali tidak mengandung butiran Tidak memenuhi kriteria untuk SW
halus
Batas-batas
Bila batas Atterberg
butiran halus
Pasir dengan
MH
batas cair ≥ 50%
19
2.2.2 Komposisi Tanah
Pada bidang ilmu teknik sipil, mendefinisikan tanah sebagai semua
bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated). Dan
menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang
dihubungkan oleh berbagai kekuatan besar, sedangkan tanah
merupakan partikel-partikel alam yang dapat dihancurkan dengan
kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas
di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral
dengan berbagai ukuran dan bentuk serta kandungan bahan organik, air
dan udara.
Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan
udara, seperti yang ditunjukkan Gambar
20
Vw = volume air di dalam pori
Va = volume udara di dalam pori
Apabila udara dianggap tidak memiliki berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
W = Ws +Ww
Dimana :
Ws = berat butiran padat
Ww = berat air
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan
(degree of saturation) sebagai berikut ini :
1) Angka Pori
Angka pori atau void ratio (e) adalah perbandingan antara volume
pori dan volume butiran padat, atau: e = Vv/Vs
2) Porositas
Porositas atau porosity (n) adalah perbandingan antara volume pori
dan volume tanah total, atau: n = Vv/v
3) Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) adalah perbandingan
antara volume air dengan volume pori, atau: S=Vw/Vv
4) Kadar Air
Kadar air atau water content (w) adalah perbandingan antara berat
air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, atau :
W = Ww/Ws x 100%
5) Berat Volume
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume, atau ℽ=W/V
21
2.2.3 Batas Konsistensi Tanah
Seorang ilmuwan dari Swedia yang bernama Atterberg berhasil
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi
tanahberbutir halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas
konsistensi tanah disebut dengan batas-batas Atterberg. Kegunaan
batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah memberikan
gambaran secara garis.besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan.
Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek.Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya
mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,
sedangkan kompresibilitas tinggi sehingga sulit dalam hal
pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah,
tanah dapat diklasifikasikan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu :
padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar.
1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan
keadaan plastis.
2. Batas plastis (PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.
22
3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas
plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :
PI = LL – PL
Indeks plastisitas (PI) menunjukkan tingkat keplastisan tanah.
Apabila nilai indeks plastisitas tinggi, maka tanah banyak
megandung butiran lempung. Klasifikasi jenis tanah menurut
Atterberg berdasarkan nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada
Tabel.
Sumber : Bowles,1989
23
c) Batas plastis (plastic limit, pL)
d) Batas susut (shrinkage limit, sL)
Secara empiris, nilai indeks plastisitas merupakan selisih antara
batas cair dan batas plastis (IP = LL – PL). Batas cair, batas plastis,
batas susut, dan indeks plastisitas biasanya lebih dikenal dengan
batas-batas Atterberg (Atterberg Limits)
2. Pengujian Analisa Pembagian Butiran (Analisi Gradasi)
Distribusi ukuran butiran tanah (analisa ayakan) dilakukan dengan
menggunakan standar uji ASTM D 422-63 dan analisa hidrometer
menggunakan standar uji ASTM D 1140-54. Kedua pengujian ini
dilakukan untuk mendapatkan gradasi butiran terutama fraksi pasir,
lanau, dan lempung (fraksi ≤ 0,002 mm).
3. Pengujian Berat Jenis
Pemeriksaan berat jenis dilakukan dengan menggunakan standar uji
ASTM D 854. Nilai berat spesifik (Gs) yang diperoleh akan
membantu dalam mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji.
Penentuan berat jenis butir tanah menggunakan botol Picnometer
kapasitas 50 cc.
4. Pengujian Kuat Geser Tanah
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-
butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian
ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh
(Hardiyatmo, 2002):
1) Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan
kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang
bekerja pada bidang geser
2) Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus
dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Parameter kuat
geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah
(bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan
(earth preassure) dan kestabilan lereng (slope stability).
24
Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan
rumus:
τ = c + (σ - u) tan Ø
τ : Kekuatan geser tanah
σ : Tegangan normal total
u : Tegangan air pori
c : Kohesi tanah efektif
Ø : Sudut perlawanan geser efektif
Pengujian direct shear ini untuk menentukan kuat geser tanah setelah
mengalami konsolidasi akibat suatu beban dengan drainase 2 arah.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan single shear atau double shear.
Pengujian dapat dilakukan pada semua jenis tanah yaitu tanah asli
(undistrub) atau tanah terganggu (disturb). Dalam perhitungan
mekanika tanah, kuat geser ini biasa dinyatakan dengan kohesi (C)
dan sudut gesek dalam (φ). Bidang keruntuhan geser yang terjadi
dalam pengujian geser langsung adalah bidang yang dipaksakan.
Dengan demikian selama proses pembebanan horisontal, tegangan
yang timbul dalam bidang geser sangat kompleks, hal ini sekaligus
merupakan salah satu kelemahan utama dalam percobaan geser
langsung. Nilai kekuatan geser dirumuskan oleh Coulomb dan Mohr
dalam persamaan berikut ini:
τ = c + σ tan ϕ
τ = kekuatan geser maksimum (kg/cm2)
c = kohesi (kg/cm2)
σ = tegangan normal (kg/cm2)
ϕ = sudut geser dalam (°)
25
2.4. Pondasi
1. Beban bangunan
2. Berat sendiri
3. Beban berguna
4. Gaya-gaya luar : angin, gempa bumi, beban termis, dan penurunan
pondasi
2.4.1 Pondasi Stall
Pondasi ini digunakan untuk bangunan-bangunan sederhana pada tanah
asli yang cukup baik. Biasanya kedalamannya antara 60-80 lebar tapak
sama dengan tinginya. Kebuthan bahan baku untukpondasi ini adalah
batu belah (batu kali/gunung), Pasir pasang, dan semen PC.
2.4.2 Pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile adalah pondasi tiang yang pemasangannya
dilakukan dengan mengebor tanah lebih dahulu (Hary Christady
Hardiyatmo, 2010). Pemasangan pondasi bored pile ke dalam tanah
dilakukan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, yang kemudian
diisi tulangan yang telah dirangkai dan dicor beton. Apabila tanah
mengandung air, maka dibutuhkan pipa besi atau yang biasa disebut
dengan temporary casing untuk menahan dinding lubang agar tidak
terjadi kelongsoran, dan pipa ini akan dikeluarkan pada waktu
pengecoran beton.
Ada beberapa keuntungan dalam pemakaian pondasi bored pile jika
dibandingkan dengan tiang pancang, yaitu:
26
1) Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang
membahayakan bangunan sekitarnya.
2) Mengurangi kebutuhan beton dan tulangan dowel pada pelat penutup
tiang (pile cap). Kolom dapat secara langsung diletakkan di puncak
bored pile.
3) Kedalaman tiang dapat divariasikan.
4) Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium.
5) Bored pile dapat dipasang menembus batuan, sedang tiang pancang
akan kesulitan bila pemancangan menembus lapisan batuan.
6) Diameter tiang memungkinkan dibuat besar, bila perlu ujung bawah
tiang dapat dibuat lebih besar guna mempertinggi kapasitas
dukungnya.
7) Tidak ada risiko kenaikan muka tanah
Kerugian menggunakan pondasi bored pile yaitu:
1) Pengecoran bored pile dipengaruhi kondisi cuaca.
2) Pengecoran beton agak sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu
beton tidak dapat dikontrol dengan baik.
3) Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di
sepanjang badan bored pile mengurangi kapasitas dukung bored pile,
terutama bila bored pile cukup dalam.
4) Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah
berupapasir atau tanah yang berkerikil.
5) Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan
gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tiang.
6) Akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan,
maka dipasang temporary casing untuk mencegah terjadinya
kelongsoran.
27
2.5. Pembebanan
Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung
dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban
serta faktor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi
perhitungan struktur. (LRFD, 2008).
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang
bekerja tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke
bumi tempat struktur didirikan. Yang termasuk beban mati adalah
berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap posisinya
selama struktur berdiri.
2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu konstruksi dan barang-barang yang dapat
berpindah, mesin dan peralatan lain yang dapat digantikan selama
masa pakai.
3. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban angina ditunjukan dengan menganggap adanya tekanan
pofitip dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada
bidang – bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan
negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan
tekanan tiup yang telah ditentukan dengan koefisien – koefisien
angin yang telah ditentukan dalam peraturan ini.
4. Beban Gempa (Earthquake Load)
Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa
menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Rumah dan Gedung (SNI – 03 – 1726 – 2002), dinyatakan sebagai
berikut:
28
V= (C x I/R) x Wi
Keterangan:
V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)
Wi = kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang
direduksi
C = faktor respons gempa
I = faktor keutamaan struktur
R = faktor reduksi gempa
Tabel 2.7 Keutamaan struktur I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Faktor keutamaan
Kategori Gedung
I1 I2 I
29
hidup dari penggunaan bangunan. Kemungkinan terjadinya gempa
bersamaan dengan bekerjanya beban hidup pada konstruksi gedung sangat
kecil, karena itu beban hidup yang bekerja dapat direduksi. Sesuai standar
pembebanan yang berlaku di Indonesia, untung menghitung pengaruh beban
gempa pada konstruksi gedung yaitu mengalikan beban hidup yang bekerja
dengan faktor reduksi sebesar 0,3.
Secara umum, beban yang terjadi pada tower transmisi adalah sebagai
berikut:
1. Beban Sendiri Tower
Berat sendiri suatu tower dipengaruhi oleh jenis bahan dan profil
yang digunakan dalam rangka batangnya. Semakin lebar atau tinggi
struktur towernya tentu berat sendiri tower tersebut akan bertambah.
2. Berat penghantar
Berat penghantar merupakan berat dari kabel penghantar yang
berhubungan dari satu tower ke tower lain.
30
3. Beban Tarikan Penghantar
Beban tarikan penghantar merupakan beban yang diakibatkan oleh
panjang kabel penghantar dan berat jenisnya. Untuk menentukan
beban ini perlu diketahui weight span (bentangan berat) dan wind
span (bentangan angin) dari tower yang ditinjau. Weight span (WTS)
didapatkan dari jumlah jarak antara tower ke titik lendutan terendah.
Wind span (WDS) didapatkan dari jumlah jarak antara tower.
31
α = koefisien muai panjang
Δt = beda temperatur
Besarnya gaya regangan adalah sebagai berikut
F = Y.A/Lo. ΔL
dimana :
Y = Modulus Young (elastisitas) [hbar]
A = Luas Penampang [m2]
ΔL = Deformasi panjang penghantar
ΔL = (Lt – L0) [m]
L0 = Panjang Awal [m]
4. Beban Angin
Beban angin yang terjadi pada tower dibagi menjadi 2, yaitu beban
angin yang mengenai struktur tower dan angin yang mengenai kabel
penghantar. Pengaruh kekuatan hembus angin di Indonesia diukur
sebesar 80 daN/m2. Karena tiang penghatar berbentuk bulat maka di
hitung 50% nya yaitu 40 daN/m2. Gaya akibat hembusan angin ini
dapat dihitung sebagai berikut :
Fangin = 40 daN/m2 x ( Diameter x L ) + Luas Penampang
Sedangkan untuk beban angin yang mengenai badan tower dihitung
sebagai berikut :
Beban angin = CxPxS
C = koefisien pembebanan = 0.9
P = Tekanan angin = 25 kg/m2
S = Luas Permukaan
5. Beban Hidup
32
2.7. Perencanaan Pondasi
33
pile ini diubah-ubah, seperti memvariasikan diameter atau
kedalaman.
Kelebihan dari pondasi jenis bored pile ini adalah ketika proses
pemancangan dilakukan, getaran tanah yang mengakibatkan
kerusakan pada bangunan di sekitarnya dapat dicegah. Selain itu,
apabila pemancangan dilakukan di tanah lempung pile akan bergerak
tidak lurus ke bawah. Dengan bored pile keadaan tersebut dapat
terhindar. Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan bored
pile sulit dilaksanakan di lapangan salah satunya pada saat
pengeboran, tanah di sekitar lubang bor bisa mengalami keruntuhan.
Hal tersebut dapat diantisipasi dengan menggunakan casing.
34
Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut ;
qult = c Nc + Df ℽ Nq + 0,5 ℽ B Nℽ
dimana :
qult = daya dukung ultimit/ batas
c = kohesi .
Df = kedalaman pondasi
B = lebar pondasi
γ = berat volume tanah
Nc,Nq,Nγ = faktor daya dukung tanah
Gambar 2. Hubungan ɸ dengan Nc,Nq,Nγ
35
2.7.3 Daya Dukung Pondasi Dalam Menggunakan Data SPT
Pada perhitungan daya dukung tiang pondasi menggunakan metode
Meyerhof, adapun rumus persamaan sebagai berikut :
Dimana : QL=40.N.Ap + (As.Nav/5)
QL = Daya dukung tanah maximum pada pondasi
N = Harga SPT di dasar pondasi
Nav= Harga N rata-rata sepanjang tiang yang terbenam di dalam tanah
Ap = area dasar tiang
As = luas selimut tiang yang terbenam
36
2.8 SAP 2000
37
tersebut. Dalam tahap ini tampang-tampang yang telah terdefinisi
harus ditetapkan untuk tiap batang yang sudah digambar.
4. Pemberian nama beban dan kombinasi beban Beban-beban yang
diterima struktur dapat dibagi menjadi berbagai macam yang
bekerja, misalnya beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban
gempa. Beban yang bekerja dalam struktur dapat bekerja bersamaan
dengan proporsi tertentu menurut faktor beban yang ada. Sehingga
kombinasi beban yang terjadi juga harus diperhitungkan. Kombinasi
yang terjadi nantinya dipilih sesuai dengan kriteria.
5. Kombinasi geometri struktur dan tumpuan Menggambar frame yang
menghunungkan antar modal yang membentuk portal struktur yang
direncanakan.
6. Pemberian beban kepada struktur Pemberian beban dilakukan
setelah pemberian nama pada beban.
7. Analisa struktur Proses run dilakukan setelah model struktur telah
siap untuk diketahui gaya-gaya dalamnya.
2.9 SAFE Version 12
Safe merupakan adalah alat untuk merancang pondasi dan plat lantai.
Software ini memperkenalkan pemodelan obyek 3D berbasis serbaguna dan
alat-alat visualisasi. Dari framing layout untuk produksi detail gambar. Safe
mengintegrasikan setiap aspek dari proses desain rekayasa dalam satu
lingkungan yang mudah dan intuitif.
Langkah-langkah pemodelan dan analisis pondasi dengan memakai
SAFE adalah sebagai berikut.
1. Memulai model dengan Grid System dan memulai permodelan
dengan menggunakan Templates
2. Memasukan parameter yang dibutuhkan pada kotak dialog Define
Propertis. Parameter yang di masukkan adalah
a. Material Properties berfungsi memasukkan data material yang
akan digunakan.
38
b. Slab and Drop Properties, berfungsi untuk mengisi data Slab yang
akan digunakan.
c. Beam Properties, berfungsi untuk menginput data balok yang akan
kita gunakan.
d. Column Properties, berfungsi untuk menginput data kolom yang
digunakan
e. Wall Properties, berfungsi untuk menginput data dinding yang
digunakan.
f. Modify Existing Materials (merubah data material yang sudah
ada).
g. Input New Materials (memasukkan material yang baru).
3. Menggambar objek dengan cara menggambar Slabs/Areas,
menggambar Rectangular Slabs/Areas, menggambar Design Strips,
menggambar Beams/Lines, menggambar Tendons, menggambar
Columns, menggambar Walls, menggambar Dimension Lines,
menggambar Slab Rebar.
4. Modeling dan menginput beban dari struktur atas dan memilih Define
Load Combination.
5. Run Analisis.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
40
3.2 Studi Literatur
1. Referensi mengenai tower saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV.
2. Referensi mengenai pengujian karakteristik tanah.
3. Referensi mengenai perencanaan pondasi pada tower.
3.3 Lokasi Penelitian
3.4 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam mengumpulkan data
diperlukan juga instrumen pengumpulan data yaitu alat bantu yang dipilih
dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis.
a. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh dari lapangan.
Dalam penelitian ini data yang diambil dimensi Tower SUTT 46
Purwodadi-Kedungombo.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah data yang tidak diperoleh dari
lapangan secara langsung. Data yang didapat berupa parameter tanah dan
perhitungan beban pondasi tower.
41
Dalam perencanaan pondasi, Paramter tanah merupakan input yang sangat
penting, parameter tanah didapatkan dari pengambilan dan pengujian
sampel tanah yang ada di lokasi Tower Sutet 46 Purwodadi-Kedungombo.
Adapun input parameter tanah bisa dilihat pada tabel
42