Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL PROYEK AKHIR

DESAIN DAN EVALUASI PERKUATAN TOWER SUTT 46

PURWODADI – KEDUNGOMBO DENGAN PENAMBAHAN PONDASI

BORED PILE UNTUK MENGANTISIPASI PENURUNAN

Oleh:

ADHIKA NANDIWARDHANA DIANASTYA

NIM. 15/386725/SV/10111

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN


PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SIPIL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saluran listrik udara adalah sebuah struktur menara yang digunakan
dalam transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk menghantarkan listrik ke
tempat jauh. Saluran dapat terdiri dari satu atau lebih konduktor (umumnya
kelipatan tiga) yang dipasang di menara atau tiang. Karena sebagian
besar insulasi disediakan oleh udara, maka saluran listrik udara umumnya
merupakan metode termurah untuk mentransmisikan listrik dalam jumlah
besar.

Menara untuk mendukung saluran listrik dapat dibuat dari kayu, baja,
aluminum, beton, dan terkadang juga plastik yang diperkuat. Kabel pada
saluran listrik umumnya terbuat dari aluminum (baik aluminum murni atau
yang diperkuat baja, ataupun material komposit, seperti karbon dan fiber
kaca), walaupun kabel tembaga juga digunakan dalam saluran listrik tegangan
menengah dan rendah. Tujuan utama dalam perancangan saluran listrik
adalah untuk menjaga jarak yang cukup antara kabel dengan tanah, sehingga
dapat menghindarkan kabel dari kontak yang berbahaya, namun tetap tidak
menyulitkan dalam perawatan, serta tahan terhadap petir, salju, gempa bumi,
dan potensi perusak lainnya.

Sebagai pemasok listrik utama, PT PLN terus mengembangkan


jaringan transmisi sebagai sistim kelistrikan di Indonesia. Kebutuhan listrik
yang meningkat menyebabkan perlunya penambahan listrik oleh PT PLN.
Dengan adanya kebutuhan listrik tersebut, PT PLN telah membangun jalur –
jalur transmisi overhead line di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu jalur
transmisi tersebut adalah jalur transmisi (SUTT 150 kV) Purwodadi-
Kedungombo dengan jenis konstruksi Lattice Tower konstruksi piramida dan
tipe AA suspension.

2
Bedasarkan jalur transmisi (SUTT 150 kV) Purwodadi-Kedungombo
yang sudah dibangun, ada kasus tower yang mengalami sliding pada salah
satu kaki Tower SUTT 46. Lokasi Tower SUTT 46 berada di Kecamatan
Gayer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sliding ini dapat disebabkan oleh
tidak sesuainya perencanaan podasi dan nilai weight to wind span ratio yang
tidak sesuai. Pondasi yang umum digunakan dengan jenis konstruksi Lattice
Tower konstruksi piramida dan tipe AA suspension, antara lain pondasi
normal untuk daerah yang dinilai cukup keras tanahnya, pondasi pancang
untuk tanah kerasnya lebih dalam, pondasi raft untuk daerah rawa, pondasi
rockdriller untuk daerah bebatuan. Menurut fakta dilapangan pondasi yang
digunakan adalah pondasi stall kerucut dimana pondasi ini tidak sesuai
dengan jenis konstruksi Lattice Tower konstruksi piramida. Weight to wind
span ratio umumnya bernilai 0,7 – 1,3. Bila tower memiliki nilai kurang dari
itu maka tower akan terkena gaya uplift/gaya angkat. Namum pada
perhitungan weight to wind span ratio didapatkan nilai 0,3 yang seharusnya
diganti pada tipe tower tension dengan perencanaan pondasi yang lebih kuat.

Dengan kondisi tersebut perlu diadakan perencanaan dan perbaikan


pada Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo agar tidak mengalami sliding
secara terus menerus. Langkah awal yang diambil adalah melakukan
pengambilan sampel tanah dan melakukan pengujian sampel tanah. Pengujian
sampel tanah yang dilakukan di laboratorium menggunakan metode standart
AASHTO/ASTM yang berlaku. Pengujian ini dilakukan untuk mencari batas-
batas Atterberg, pembagian butiran, berat jenis, kadar air dan berat volume.
Serta pengujian yang berhubungan dengan kekuatan teknis geser tanah yaitu
pengujian geser langsung (Direct Shear Test). Setelah dilakukan analisis
tanah, muncul rekomendasi perencanaan pondasi Tower SUTT 46
Purwodadi-Kedungombo berupa jenis pondasi dalam. Karena akses ke lokasi
tidak bisa dilalui kendaraan roda empat, maka pondasi Bored Pile sangat
cocok untuk perbaikan Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo.

3
Untuk mengetahui dimensi dan beban yang nantinya akan bekerja pada
pondasi, peneliti akan mendesain dan mengevaluasi perbaikan Tower SUTT
46 Purwodadi-Kedungombo dengan bantuan software SAP 2000 untuk
mengevaluasi perhitungan analisis struktur dan software SAFE Version 12
untuk mendesain pondasi .

1.2 Rumusan Masalah


Beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana prosedur evaluasi perhitungan analisis struktur Tower SUTT
46 Purwodadi-Kedungombo menggunakan software SAP 2000?
2. Bagaimana desain perencanaan jenis pondasi Tower SUTT 46 Purwodadi-
Kedungombo menggunakan software SAFE Version 12?
3. Bagaimana metode pekerjaan perkuatan Tower SUTT 46 Purwodadi-
Kedungombo?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan Utama Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui prosedur evaluasi perhitungan analisis struktur Tower SUTT
46 Purwodadi-Kedungombo menggunakan software SAP 2000.
2. Mengetahui desain perencanaan jenis pondasi Tower SUTT 46
Purwodadi-Kedungombo menggunakan software SAFE Version 12.
3. Mengetahui metode pekerjaan perkuatan Tower SUTT 46 Purwodadi-
Kedungombo.

1.4 Batasan Masalah


Beberapa batasan masalah penelitian ini adalah :
1. Data yang digunakan adalah laporan penyelidikan tanah pembangunan
Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo.
2. Hasil perhitungan manual beban yang terjadi pada pondasi Tower SUTT
46 Purwodadi-Kedungombo.

4
3. Analisis struktur Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo menggunakan
software SAP 2000.
4. Hasil desain pondasi Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo
menggunakan software SAFE Version 12.
5. Data yang tidak diketahui diasumsikan dengan kaidah ketekniksipilan
yang berlaku.

1.5 Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
rencana perkuatan Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo yang
mengalami sliding dan menjadi referensi perkuatan pondasi Tower SUTT
dengan jenis konstruksi Lattice Tower konstruksi piramida dan tipe AA
suspension.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Sistem tenaga listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang


terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan
lainnya oleh jaringan transmisi dengan pusat beban atau jaringan distribusi.
Sistem tenaga listrik di indonesia di bagi menjadi tiga bagian utama yaitu
Sistem Pembangkit Listrik, Sistem Penyaluran (Transmisi dan Gardu Induk),
dan Sistem Distribusi. Semua system tenaga listrik ini harus memiliki
konstruksi yang kuat agar tidak mengalami kerusakan.

Semua konstruksi yang direncanakan, keberadaan pondasi sangat


penting mengingat pondasi merupakan bagian terbawah dari bangunan yang
berfungsi mendukung bangunan serta seluruh beban bangunan tersebut dan
meneruskan beban bangunan itu, baik beban mati, beban hidup dan beban
gempa ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Bentuk pondasi
tergantung dari macam bangunan yang akan dibangun dan keadaan tanah
tempat pondasi tersebut akan diletakkan, biasanya pondasi diletakkan pada
tanah yang keras. Pemilihan jenis struktur bawah harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:

1. Keadaan tanah pondasi


Keadaan tanah pondasi kaitannya adalah dalam pemilihan tipe
pondasi yang sesuai. Hal tersebut meliputi jenis tanah, daya dukung
tanah, kedalaman lapisan tanah keras dan sebagainya.
2. Batasan-batasan akibat struktur di atasnya
Keadaan struktur atas akan sangat mempengaruhi pemilihan tipe
pondasi. Hal ini meliputi kondisi beban (besar beban, arah beban dan
penyebaran beban) dan sifat dinamis bangunan di atasnya (statis
tertentu atau tak tentu, kekakuannya, dll.)

6
3. Batasan-batasan keadaan lingkungan di sekitarnya
Yang termasuk dalam batasan ini adalah kondisi lokasi proyek,
dimana perlu diingat bahwa pekerjaan pondasi tidak boleh
mengganggu ataupun membahayakan bangunan dan lingkungan
yang telah ada di sekitarnya.
4. Biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan
Sebuah proyek pembangunan akan sangat memperhatikan aspek
waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan, karena hal ini sangat erat
hubungannya dengan tujuan pencapaian kondisi yang ekonomis
dalam pembangunan. (Suyono, 1984)

2.1. Saluran Udara Tekanan Tinggi


Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana diatas tanah
untuk menyalurkan tenaga listrik dari Pusat Pembangkit ke Gardu Induk (GI)
atau dari GI ke GI lainnya yang terdiri dari kawat / konduktor yang
direntangkan antara tiang-tiang melalui isolator – isolator dengan sistim
tegangan tinggi (30 kV, 70 kV dan 150kV). Bisa dikatakan juga bahwa
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET) adalah sarana yang terbentang di udara untuk menyalurkan
tenaga listrik dari Pusat Pembangkit ke Gardu Induk (GI) / Gardu Induk
Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) atau dari GI / GITET ke GI / GITET lainnya
yang disalurkan melalui konduktor yang direntangkan antara tiang – tiang
(tower) melalui insulator – insulator dengan sistem suatu tegangan tinggi (30
kV, 70 kV, 150 kV) atau tegangan ekstra tinggi (275 kV, 500 kV).

2.1.1 Struktur Saluran Udara Tekanan Tinggi


Komponen utama dari Fungsi struktur pada sistem transmisi SUTT /
SUTET adalah Tiang (Tower). Tiang adalah konstruksi bangunan yang
kokoh untuk menyangga konduktor penghantar dengan ketinggian dan
jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya dengan sekat
insulator. Struktur terbagi dalam 3 bagian, yaitu:

7
1. Bracing Tower (Besi Siku Tower)
Rangkaian Bracing tower membentuk struktur tower yang berfungsi
menjaga dan mempertahankan kawat penghantar pada jarak ground
clearance tertentu sehingga proses transmisi daya berlangsung terus
menerus.
A. Tiang Menurut Fungsi
1) Tiang penegang (tension tower) berfungsi menahan gaya berat
juga menahan gaya tarik dari konduktor-konduktor saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi (SUTET).
Tiang penegang terdiri dari :
a) Tiang sudut (angle tower) adalah tiang penegang yang
berfungsi menerima gaya tarik akibat perubahan arah
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi
(SUTET).
b) Tiang akhir (dead end tower) adalah tiang penegang yang
direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat untuk
menahan gaya tarik konduktor-konduktor dari satu arah
saja. Tiang akhir ditempatkan di ujung Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) atau Ekstra Tinggi (SUTET)
yang akan masuk ke switch yard Gardu Induk.
2) Tiang penyangga (suspension tower) berfungsi untuk
mendukung gaya berat dari peralatan listrik yang ada pada
tiang tersebut.
3) Tiang penyekat (section tower) yaitu tiang penyekat antara
sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga
lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan
(penarikan konduktor), umumnya mempunyai sudut belokan
yang kecil.
4) Tiang transposisi yaitu tower penegang yang berfungsi sebagai
tempat perpindahan letak susunan phasa konduktor-konduktor

8
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
5) Tiang portal (gantry tower) yaitu tower berbentuk portal
digunakan pada persilangan antara dua saluran transmisi yang
membutuhkan ketinggian yang lebih rendah untuk alasan
tertentu (bandara, tiang crossing). Tiang ini dibangun di bawah
saluran transmisi eksisting
6) Tiang Kombinasi yaitu tower yang digunakan oleh dua saluran
transmisi yang berbeda.
B. Tiang Menurut Bentuk:
1) Tiang pole
Konstruksi SUTT dengan tiang beton atau tiang baja.
Pemanfaatannya digunakan pada perluasan SUTT dalam kota
yang padat penduduk dan memerlukan lahan relatif sempit.
2) Tiang Kisi-Kisi (Lattice Tower)
Konstruksi SUTT yang terbuat dari baja profil, disusun
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu menara yang
telah diperhitungkan kekuatannya. Berdasarkan susunan
penghantarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok besar,
yaitu:
a) Tiang Delta

Gambar 2. Konstruksi Tiang Delta


Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET

9
b) Tiang Zig-Zag

Gambar 2. Konstruksi Tiang Delta


Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET
c) Tiang Piramid

Gambar 2. Konstruksi Tiang Delta


Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET

10
C. Tiang Menurut Type:
Tower dibagi dalam beberapa type seperti pada tabel
Tabel 2.1 Tiper tower 150 kV
Tipe Tower Fungsi Sudut (°)
AA Suspension 0,0 - 3,0
BB Supension/Tension 3,0 - 20,0
CC Tension 20,0 - 60,0
DD Tension 60,0 - 90,0
EE Tension > 90
FF Tension > 90
Sumber: Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid 2 (Aslimeri dkk, 2008)

Gambar 2. (kiri) tower type suspense dan (kanan) tower type tension
Sumber: Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid 2 (Aslimeri dkk, 2008)

11
2. Mur dan Baut Tower

Mur dan baut tower berfungsi menyatukan bracing sehingga


membentuk konstruksi tower.

Gambar 2. Mur dan Baut


Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET
3. Pondasi Tower
A. Jenis pondasi yang digunakan pada tiang pole adalah:
1) Pondasi bor yang terdiri atas pondasi bor poros lurus dan
pondasi bor tanam langsung
2) Pondasi beton bertulang dengan baut angkur yang terdiri atas
pondasi beton bertulang dengan tiang pancang dan pondasi
beton bertulang tanpa tiang pancang
B. Jenis pondasi yang digunakan pada tiang kisi-kisi (lattice tower)
adalah:
1) Pondasi Raft untuk daerah berawa/ berair.
2) Pondasi Auger dipilih karena mudah pengerjaannya dengan
mengebor dan mengisinya dengan semen.
3) Pondasi Rockdrilled untuk daerah berbatuan.
4) Pondasi Normal untuk daerah yang dinilai cukup keras
tanahnya.

12
Gambar 2. Pondasi Normal
Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET

5) Pondasi Spesial (fabrication dan cassing) untuk daerah yang


lembek/tidak keras sehingga harus diupayakan mencapai
tanah keras yang lebih dalam.

Gambar 2. Pondasi Spesial


Sumber: Buku Pedoman Pemeliharaan SUTT/SUTET

13
2.2. Tanah

Tanah dari pandangan ilmu Teknik Sipil merupakan himpunan mineral,


bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose) yang terletak
di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 1992). Tanah didefinisikan secara
umum adalah kumpulan dari bagian yang padat dan tidak terikat antara satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga
diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994). Ikatan antara
butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau
oksida yang mengendap diantara partikel. Ruang diantara partikel-partikel
dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya (Hardiyatmo, 1992). Proses
penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau
kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan
oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es
dalam batuan sedangkan proses kimiawi 6 menghasilkan perubahan pada
susunan mineral batuan asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air yang
mengandung asam alkali, oksigen dan karbondioksida (Wesley, 1977).

Sedangkan pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah adalah


campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis
berikut:

1. Berangkal (boulders) adalah potongan batuan yang besar, biasanya


lebih besar dari 250 sampai 300 mm dan untuk ukuran 150 mm
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal
(cobbles/pebbles).
2. Kerikil (gravel) adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
150 mm.
3. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai
5 mm, yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm
sampai bahan halus yang berukuran < 1 mm.

14
4. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,0074 mm.
5. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil
dari 0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada
tanah yang kohesif. f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang
diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

2.2.1. Klasifikasi Tanah


Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam
kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sebagian
besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan
rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana
seperti distribusi ukuran dan plastisitas. Ada beberapa macam sistem
klasifikasi tanah yang umumnya digunakan sebagai hasil
pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa sistem
tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas
Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah sistem klasifikasi AASHTO
(American Association of State Highway and Transportation Official)
dan sistem klasifikasi tanah unified (USCS).
1. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO awalnya membagi tanah kedalam 8
kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk subkelompok. Sistem yang
direvisi (Proc. 25 th Annual Meeting of Highway Research Board,
1945) mempertahankan delapan kelompok dasar tanah tadi tapi
menambahkan dua subkelompok dalam A-1, empat kelompok dalam
A-2, dan dua subkelompok dalam A-7. Kelompok A-8 tidak
diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawang yang ditentukan
berdasarkan klasifikasi visual. Tanah dalam tiap kelompoknya
dievaluasi terhadap indeks kelompok yang dihitung dengan rumus-

15
rumus empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan
dan batas-batas Atterberg (Bowles, 1984).

Tabel 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO.

Tanah berbutir (35 % atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos
Klasifikasi Umum
ayakan No. 200)

A-1 A-2

Klasifikasi Kelompok A-3


A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan(% lolos)

No. 10 ≤ 50 --- --- --- --- --- ---


No. 40 ≤ 30 ≤ 50 ≥ 51 --- --- --- ---
No. 200 ≤ 15 ≤ 25 ≤ 10 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No. 40
Batas Cair (LL) --- --- ≤ 40 ≥ 41 ≤ 40 ≥ 41
Indek Plastisitas (PI) ≤6 NP ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11

Tipe material yang paling Batu pecah,kerikil dan Pasir Kerikil dan pasir yang berlanau atau
dominan pasir halus berlempung

Penilaian sebagai bahan


Baik sekali sampai baik
tanah dasar

Tanah lanau - lempung (35 % atau kurang dari seluruh contoh


Klasifikasi Umum
tanah lolos ayakan No. 200)

A-7
A-7-5*
Klasifikasi Kelompok A-4 A-5 A-6
A-7-6**

Analisis ayakan(% lolos)

No. 10 --- --- --- ---


No. 40 --- --- --- ---
No. 200 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No. 40
Batas Cair (LL) ≤ 40 ≤ 41 ≤ 40 ≥ 41
Indek Plastisitas (PI) ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11

Tipe material yang paling


Tanah berlanau Tanah berlempung
dominan

Penilaian sebagai bahan


Biasa sampai jelek
tanah dasar

Sumber : Das, 1995

16
Tanah A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak
lebih dari 35 persen bahan lolos saringan No.200. Bahan khas dalam
kelompok A-1 adalah campuran bergradasi baik dari kerikil, pasir
kasar, pasir halus, dan suatu bahan pengikat yang mempunyai
plastisitas sangat kecil atau tidak sama sekali (Ip ≤ 6). Kelompok
A-3 terdiri dari campuran pasir halus, bergradasi buruk, dengan
sebagian kecil pasir kasar dan kerikil, fraksi lanau yang merupakan
bahan tidak plastis lolos saringan No.200. Kelompok A-2 juga
merupakan bahan berbutir tetapi dengan jumlah bahan yang lolos
saringan No.200 yang cukup banyak (tidak lebih dari 35 persen).
Bahan ini terletak di antara kelompok A-1 dan A-3 dan bahan
lanau – lempung dari kelompok A-4 sampai A-7. Kelompok A-4
sampai A-7 adalah tanah berbutir halus dengan lebih dari 35 persen
bahan lolos saringan No.200.

2. Klasifikasi Tanah Sistem Unified (USCS)


Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk
pekerjaan teknik fondasi seperti bendungan, bangunan dan
konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain
lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1995), tanah
dikelompokkan menjadi:
1) Tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai presentase lolos
saringan No. 200 < 50%. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil
dengan simbol G (gravel), dan pasir dengan simbol S (sand).
2) Tanah berbutir halus adalah yang mempunyai presentase lolos
saringan No. 200 > 50%. Tanah butir halus terbagi atas lanau
dengan simbol M (silt), lempung dengan simbol C (clay), serta
lanau dan lempung organik dengan symbol O, bergantung pada

17
tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas
rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi.

Tabel 2.2 Simbol pada klasifikasi tanah

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol

Gradasi Baik W
Kerikil G
Gradasi Buruk P

Berlanau M
Pasir S
Berlempung C

Lanau M WL < 50% L

Lempung C WL > 50% H

Organik O
Gambut Pt

Sumber : Bowles,1989

Keterangan :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik).


P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk).
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50).
H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

Sesuai dengan klasifikasi USCS, ukuran tekstur tanah seperti di


bawah ini:
1) Kerikil (gravel) yaitu partikel tanah berbutir kasar yang
berukuran 4,76 (No. 4) sampai 75 mm (No. 3).
2) Pasir (sand) yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran
0,074 (No. 200) sampai 4,76 mm (No. 4). Berkisar dari kasar (3
sampai 5 mm) sampai halus (< 1 mm).
3) Lanau (silt) dan Lempung (clay) yaitu tanah berbutir halus yang
berukuran lebih kecil dari 0,074 mm (No. 200). Lanau (dan
lempung) dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau dekat garis pantai pada

18
muara sungai. Deposit loess terjadi bila angin mengangkut
partikel- partikel lanau ke suatu lokasi. Angkutan oleh angin ini
membatasi ukuran partikel sedemikian rupa sehingga deposit
yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang hampir sama.
4) Koloid (colloids) yaitu partikel mineral yang diam, berukuran
lebih kecil dari 0,001 mm.

Tabel 2.3 Sistem kualifikasi USCS

Klasifikasi bedasarkan persentase butiran halus. Kurang dari 5% lolos saringan no


Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

200 : GM,GP,SW,SP. Lebih dari 12% lolos saringan no 200 : Batasan klasifikasi
Kerikil bergradasi baik dan campuran kerikil-
Kerikil 50% ≥ fraksi kasar tertahan

Kerikil bersih

GW pasir, sedikit atau sama sekali tidak


Tanah berbutir kasar ≥ 50% butiran. Tertahan saringan No. 200

mengandung butiran halus


Kerikil bergradasi buruk dan campuran
saringan No 4

GP kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak Tidak memenuhi kriteria untuk GW
mengandung butiran halus
Batas-batas
Kerikil dengan

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir- Bila batas Atterberg


butiran halus

GM Atterberg di bawah
lanau berada didaerah
garis A atau PI < 4
arsirdari diagram
Batas-batas
Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir- plastisitas, maka
GC Atterberg di bawah
lempung dipakai dobel simbol
garis A atau PI > 7
Pasir bergradasi buruk, pasir berkerikil,
Pasir 50% ≥ fraksi kasar tertahan

Pasir bersih

SW sedikit atau sama sekali tidak mengandung


butiran halus
yang mempunyai simbol dobel

Pasir bergradasi baik, pasir berkerikil, sedikit


saringan No 4

SP atau sama sekali tidak mengandung butiran Tidak memenuhi kriteria untuk SW
halus
Batas-batas
Bila batas Atterberg
butiran halus
Pasir dengan

SM pasir berlanau, campuran pasir-lanau Atterberg di bawah


berada didaerah
garis A atau PI < 4
arsirdari diagram
Batas-batas
plastisitas, maka
SC pasir berlemping, campuran pasir-lempung Atterberg di bawah
dipakai dobel simbol
Tanah berbutir halus ≥ 50% butiran lolos saringan No.

garis A atau PI > 7


Lanau dan lempung batas

Lanau anorganik,pasir halus sekali,serbuk Diagram Plastisitas:


ML
batuan,pasir halus berlanau atau berlempung
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang
cair ≤ 50%

Lempung anorganik dengan plastisitas


rendah sampai dengan sedang lempung terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas
CL Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir
berkerikil,lempung berpasir,lempung
berlanau,lempung kurus (lean clays) berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
Lanau organik dan lempung berlanau organik
OL
200

dengan plastisitas rendah


Lanau anorganik atau pasir halus diatomae,
Lanau dan lempung

MH
batas cair ≥ 50%

atau lanau diatomae,lanau yang elastis


Lempung anorganik dengan plastisitas
CH
tinggi, lempung gemuk (fat clays)

Lempung organik dengan plastisitas sedang


OH
sampai dengan tinggi
Garis A : PI = 0,73 (LL-20)
Tanah-tanah dengan kandungan Peat (gambut), muck , dan tanah lain dengan manual untuk indentifikasi secara visual dapat dilihat di
PT
organik sangat tinggi kandungan organik tinggi ASTM Designation D-2488

Sumber : Hardiyatmo, 2002, Mekanika Tanah I

19
2.2.2 Komposisi Tanah
Pada bidang ilmu teknik sipil, mendefinisikan tanah sebagai semua
bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated). Dan
menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang
dihubungkan oleh berbagai kekuatan besar, sedangkan tanah
merupakan partikel-partikel alam yang dapat dihancurkan dengan
kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas
di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral
dengan berbagai ukuran dan bentuk serta kandungan bahan organik, air
dan udara.
Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan
udara, seperti yang ditunjukkan Gambar

Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah


Sumber : Das 1995
Hubungan volume - berat :
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va
Dimana :
Vs = volume butiran padat
Vv = volume pori

20
Vw = volume air di dalam pori
Va = volume udara di dalam pori
Apabila udara dianggap tidak memiliki berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
W = Ws +Ww
Dimana :
Ws = berat butiran padat
Ww = berat air
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan
(degree of saturation) sebagai berikut ini :
1) Angka Pori
Angka pori atau void ratio (e) adalah perbandingan antara volume
pori dan volume butiran padat, atau: e = Vv/Vs
2) Porositas
Porositas atau porosity (n) adalah perbandingan antara volume pori
dan volume tanah total, atau: n = Vv/v
3) Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) adalah perbandingan
antara volume air dengan volume pori, atau: S=Vw/Vv
4) Kadar Air
Kadar air atau water content (w) adalah perbandingan antara berat
air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, atau :
W = Ww/Ws x 100%
5) Berat Volume
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume, atau ℽ=W/V

21
2.2.3 Batas Konsistensi Tanah
Seorang ilmuwan dari Swedia yang bernama Atterberg berhasil
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi
tanahberbutir halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas
konsistensi tanah disebut dengan batas-batas Atterberg. Kegunaan
batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah memberikan
gambaran secara garis.besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan.
Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek.Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya
mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,
sedangkan kompresibilitas tinggi sehingga sulit dalam hal
pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah,
tanah dapat diklasifikasikan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu :
padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg


Sumber : Hardiyatmo 2012

1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan
keadaan plastis.
2. Batas plastis (PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.

22
3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas
plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :
PI = LL – PL
Indeks plastisitas (PI) menunjukkan tingkat keplastisan tanah.
Apabila nilai indeks plastisitas tinggi, maka tanah banyak
megandung butiran lempung. Klasifikasi jenis tanah menurut
Atterberg berdasarkan nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada
Tabel.

Tabel 2.4 Hubungan nilai indeks plastisitas dengan jenis tanah

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Non Kohesif

<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7-17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif

>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

Sumber : Bowles,1989

2.3. Parameter Tanah

Dari pengujian tanah dapat diketahui parameter-parameter tanah


dengan cara sebagai berikut:
1. Pengujian Karakteristik tanah
Parameter utama yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
tanah adalah Indeks Plastisitas (Plasticity Index). Pengujian yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah:
a) Kadar air (water content, wc)
b) Batas cair (liquid limit, wL)

23
c) Batas plastis (plastic limit, pL)
d) Batas susut (shrinkage limit, sL)
Secara empiris, nilai indeks plastisitas merupakan selisih antara
batas cair dan batas plastis (IP = LL – PL). Batas cair, batas plastis,
batas susut, dan indeks plastisitas biasanya lebih dikenal dengan
batas-batas Atterberg (Atterberg Limits)
2. Pengujian Analisa Pembagian Butiran (Analisi Gradasi)
Distribusi ukuran butiran tanah (analisa ayakan) dilakukan dengan
menggunakan standar uji ASTM D 422-63 dan analisa hidrometer
menggunakan standar uji ASTM D 1140-54. Kedua pengujian ini
dilakukan untuk mendapatkan gradasi butiran terutama fraksi pasir,
lanau, dan lempung (fraksi ≤ 0,002 mm).
3. Pengujian Berat Jenis
Pemeriksaan berat jenis dilakukan dengan menggunakan standar uji
ASTM D 854. Nilai berat spesifik (Gs) yang diperoleh akan
membantu dalam mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji.
Penentuan berat jenis butir tanah menggunakan botol Picnometer
kapasitas 50 cc.
4. Pengujian Kuat Geser Tanah
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-
butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian
ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh
(Hardiyatmo, 2002):
1) Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan
kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang
bekerja pada bidang geser
2) Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus
dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Parameter kuat
geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah
(bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan
(earth preassure) dan kestabilan lereng (slope stability).

24
Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan
rumus:
τ = c + (σ - u) tan Ø
τ : Kekuatan geser tanah
σ : Tegangan normal total
u : Tegangan air pori
c : Kohesi tanah efektif
Ø : Sudut perlawanan geser efektif

Pengujian direct shear ini untuk menentukan kuat geser tanah setelah
mengalami konsolidasi akibat suatu beban dengan drainase 2 arah.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan single shear atau double shear.
Pengujian dapat dilakukan pada semua jenis tanah yaitu tanah asli
(undistrub) atau tanah terganggu (disturb). Dalam perhitungan
mekanika tanah, kuat geser ini biasa dinyatakan dengan kohesi (C)
dan sudut gesek dalam (φ). Bidang keruntuhan geser yang terjadi
dalam pengujian geser langsung adalah bidang yang dipaksakan.
Dengan demikian selama proses pembebanan horisontal, tegangan
yang timbul dalam bidang geser sangat kompleks, hal ini sekaligus
merupakan salah satu kelemahan utama dalam percobaan geser
langsung. Nilai kekuatan geser dirumuskan oleh Coulomb dan Mohr
dalam persamaan berikut ini:
τ = c + σ tan ϕ
τ = kekuatan geser maksimum (kg/cm2)
c = kohesi (kg/cm2)
σ = tegangan normal (kg/cm2)
ϕ = sudut geser dalam (°)

25
2.4. Pondasi

Pondasi adalah bagian bangunan yang menghubungkan bangunan


dengan tanah. Pondasi berfungsi untuk meneruskan beban-beban dari semua
unsur bangunan yang dipikulkan kepadanya ke tanah. Pondasi harus
diperhitungkan sedemikian rupa agar dapat menjamin kestabilan bangunan
terhadap :

1. Beban bangunan
2. Berat sendiri
3. Beban berguna
4. Gaya-gaya luar : angin, gempa bumi, beban termis, dan penurunan
pondasi
2.4.1 Pondasi Stall
Pondasi ini digunakan untuk bangunan-bangunan sederhana pada tanah
asli yang cukup baik. Biasanya kedalamannya antara 60-80 lebar tapak
sama dengan tinginya. Kebuthan bahan baku untukpondasi ini adalah
batu belah (batu kali/gunung), Pasir pasang, dan semen PC.
2.4.2 Pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile adalah pondasi tiang yang pemasangannya
dilakukan dengan mengebor tanah lebih dahulu (Hary Christady
Hardiyatmo, 2010). Pemasangan pondasi bored pile ke dalam tanah
dilakukan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, yang kemudian
diisi tulangan yang telah dirangkai dan dicor beton. Apabila tanah
mengandung air, maka dibutuhkan pipa besi atau yang biasa disebut
dengan temporary casing untuk menahan dinding lubang agar tidak
terjadi kelongsoran, dan pipa ini akan dikeluarkan pada waktu
pengecoran beton.
Ada beberapa keuntungan dalam pemakaian pondasi bored pile jika
dibandingkan dengan tiang pancang, yaitu:

26
1) Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang
membahayakan bangunan sekitarnya.
2) Mengurangi kebutuhan beton dan tulangan dowel pada pelat penutup
tiang (pile cap). Kolom dapat secara langsung diletakkan di puncak
bored pile.
3) Kedalaman tiang dapat divariasikan.
4) Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium.
5) Bored pile dapat dipasang menembus batuan, sedang tiang pancang
akan kesulitan bila pemancangan menembus lapisan batuan.
6) Diameter tiang memungkinkan dibuat besar, bila perlu ujung bawah
tiang dapat dibuat lebih besar guna mempertinggi kapasitas
dukungnya.
7) Tidak ada risiko kenaikan muka tanah
Kerugian menggunakan pondasi bored pile yaitu:
1) Pengecoran bored pile dipengaruhi kondisi cuaca.
2) Pengecoran beton agak sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu
beton tidak dapat dikontrol dengan baik.
3) Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di
sepanjang badan bored pile mengurangi kapasitas dukung bored pile,
terutama bila bored pile cukup dalam.
4) Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah
berupapasir atau tanah yang berkerikil.
5) Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan
gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tiang.
6) Akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan,
maka dipasang temporary casing untuk mencegah terjadinya
kelongsoran.

27
2.5. Pembebanan

Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung
dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban
serta faktor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi
perhitungan struktur. (LRFD, 2008).
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang
bekerja tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke
bumi tempat struktur didirikan. Yang termasuk beban mati adalah
berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap posisinya
selama struktur berdiri.
2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu konstruksi dan barang-barang yang dapat
berpindah, mesin dan peralatan lain yang dapat digantikan selama
masa pakai.
3. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban angina ditunjukan dengan menganggap adanya tekanan
pofitip dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada
bidang – bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan
negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan
tekanan tiup yang telah ditentukan dengan koefisien – koefisien
angin yang telah ditentukan dalam peraturan ini.
4. Beban Gempa (Earthquake Load)
Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa
menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Rumah dan Gedung (SNI – 03 – 1726 – 2002), dinyatakan sebagai
berikut:

28
V= (C x I/R) x Wi
Keterangan:
V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)
Wi = kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang
direduksi
C = faktor respons gempa
I = faktor keutamaan struktur
R = faktor reduksi gempa

Tabel 2.7 Keutamaan struktur I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

Faktor keutamaan
Kategori Gedung
I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian,


1 1 1
perniagaan,dan perkantoran

Monumen dan bangunan monumental 1 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,


Instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik,
1,4 1 1,4
pusat penyelamatan kendaraan darurat, fasilitas
radil dan televisi

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya


seperti gas, produk minyak bumi, asam, 1,6 1 1,6
bahanberacun

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1 1,5

Sumber : SNI 03-1726-2002

Besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur


bangunan, untuk itu diperlukan menghitung berat dari masing-masing lantai
bangunan. Berat dari bangunan berupa beban mati yang terdiri dari berat
sendiri material-material konstruksi, elemen-elemen struktur, dan beban

29
hidup dari penggunaan bangunan. Kemungkinan terjadinya gempa
bersamaan dengan bekerjanya beban hidup pada konstruksi gedung sangat
kecil, karena itu beban hidup yang bekerja dapat direduksi. Sesuai standar
pembebanan yang berlaku di Indonesia, untung menghitung pengaruh beban
gempa pada konstruksi gedung yaitu mengalikan beban hidup yang bekerja
dengan faktor reduksi sebesar 0,3.

2.6. Analisa Pembebanan Pada Tower

Secara umum, beban yang terjadi pada tower transmisi adalah sebagai
berikut:
1. Beban Sendiri Tower
Berat sendiri suatu tower dipengaruhi oleh jenis bahan dan profil
yang digunakan dalam rangka batangnya. Semakin lebar atau tinggi
struktur towernya tentu berat sendiri tower tersebut akan bertambah.

Tabel 2.9 Asumsi Beban

(Sumber: Reference PT.PLN)

2. Berat penghantar
Berat penghantar merupakan berat dari kabel penghantar yang
berhubungan dari satu tower ke tower lain.

30
3. Beban Tarikan Penghantar
Beban tarikan penghantar merupakan beban yang diakibatkan oleh
panjang kabel penghantar dan berat jenisnya. Untuk menentukan
beban ini perlu diketahui weight span (bentangan berat) dan wind
span (bentangan angin) dari tower yang ditinjau. Weight span (WTS)
didapatkan dari jumlah jarak antara tower ke titik lendutan terendah.
Wind span (WDS) didapatkan dari jumlah jarak antara tower.

Gambar 2.2 Jarak gawang pemberatan


Sumber:Kriteria Desain Enjiniring Konstruksi
Jaringan Distribusi Tenaga Listrik 2010
WTS = a1 + a2
WDS = (L1 + L2) / 2
R = WTS / WDS
Panjang penghantar pada 2 tiang berubah-ubah akibat perubahan
temperatur dan pengaruh panas akibat listrik. Penyusutan dan
pemuaian oleh faktor tersebut dirumuskan sebagai berikut
Lt = Lo (1 + α.Δt)
dimana :
Lo = panjang awal
Lt = panjang pada t0 C

31
α = koefisien muai panjang
Δt = beda temperatur
Besarnya gaya regangan adalah sebagai berikut
F = Y.A/Lo. ΔL
dimana :
Y = Modulus Young (elastisitas) [hbar]
A = Luas Penampang [m2]
ΔL = Deformasi panjang penghantar
ΔL = (Lt – L0) [m]
L0 = Panjang Awal [m]

4. Beban Angin
Beban angin yang terjadi pada tower dibagi menjadi 2, yaitu beban
angin yang mengenai struktur tower dan angin yang mengenai kabel
penghantar. Pengaruh kekuatan hembus angin di Indonesia diukur
sebesar 80 daN/m2. Karena tiang penghatar berbentuk bulat maka di
hitung 50% nya yaitu 40 daN/m2. Gaya akibat hembusan angin ini
dapat dihitung sebagai berikut :
Fangin = 40 daN/m2 x ( Diameter x L ) + Luas Penampang
Sedangkan untuk beban angin yang mengenai badan tower dihitung
sebagai berikut :
Beban angin = CxPxS
C = koefisien pembebanan = 0.9
P = Tekanan angin = 25 kg/m2
S = Luas Permukaan

5. Beban Hidup

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban orang yang bekerja


baik pada proses pembuatan maupun pada proses perawatan menara
tower yang terletak pada tangga dan bordes. Beban pekerja yang
terjadi saat penggunaan tower pada umumnya direncanakan sebesar
100 kg terdistribusi pada joint-joint bordes.

32
2.7. Perencanaan Pondasi

Pondasi adalah bagian paling bawah suatu konstruksi yang letaknya di


bawah maupun permukaan yang berfungsi sebagai landasan dan untuk
menyalurkan beban-beban yang berasal dari struktur di atasnya ke dalam
tanah. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang
diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang
bersangkutan. Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka penurunan yang
berlebihan atau keruntuhan tanah akan terjadi. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan kerusakan konstruksi yang berada di atas pondasi tersebut.
Oleh karena, setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas
keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum
yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung
yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah
fondasi tiang. (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 1990).

2.7.1 Jenis Pondasi


1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi perbandingan tinggi dan lebarnya
kurang dari 4 (D/B<4). Pondasi dangkal salahsatunya berupa
pondasi telapak. Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri
dalam mendukung kolom. Jenis pondasi dangkal lainnya adalah
pondasi memanjang dan pondasi rakit.
2. Pondasi Dalam
Salah satu jenis pondasi dalam adalah pondasi tipe bored pile.
Pondasi tipe bored pile yang berukuran kecil sering disebut dengan
straus pile. Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara
mengebor tanah terlebih dahulu baru kemudian diisi tulangan dan
dicor beton. Besarnya kapasitas lateral pada pondasi jenis bored pile
ini berasal dari tahanan ujung tiang serta tahanan geser (friction) dari
selimut pile. Untuk mendapatkan daya dukung yang sesuai, dimensi

33
pile ini diubah-ubah, seperti memvariasikan diameter atau
kedalaman.
Kelebihan dari pondasi jenis bored pile ini adalah ketika proses
pemancangan dilakukan, getaran tanah yang mengakibatkan
kerusakan pada bangunan di sekitarnya dapat dicegah. Selain itu,
apabila pemancangan dilakukan di tanah lempung pile akan bergerak
tidak lurus ke bawah. Dengan bored pile keadaan tersebut dapat
terhindar. Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan bored
pile sulit dilaksanakan di lapangan salah satunya pada saat
pengeboran, tanah di sekitar lubang bor bisa mengalami keruntuhan.
Hal tersebut dapat diantisipasi dengan menggunakan casing.

2.7.2 Daya Dukung Tanah Pondasi Dangkal


Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari setiap
konstruksi yang direncanakan diatas tanah tersebut tanpa suatu
kegagalan geser dan dengan lendutan pampat yang dihasilkan dapat
ditolelir untuk konstruksi tersebut. Ada beberapa persamaan-persamaan
yang diusulkan oleh para peneliti pendahulu untuk menganalisis
kapasitas daya dukung tanah. Beberapa diantaranya yaitu persamaan
kapasitas dukung yang diusulkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof
(1951, 1963).
Ada beberapa metode untuk menghitung daya dukung tanah, metode
yang paling sering digunakan adalah metode dari Terzaghi. Analisis
Terzaghi menganggap bahwa dasar pondasi kasar dapat menahan
gerakan tanah lateral dan mengikat tanah tersebut seolah-olah menjadi
satu kesatuan dengan pondasi.
Tekanan tanah pasif akibat kohesi dan beban terbagi merata dapat
ditentukan jika berat volume dianggap tak berpengaruh terhadap bentuk
zona longsoran. Faktor kapasitas dukung tanah merupakan kapasitas
dukung akibat pengaruh kohesi dan beban terbagi merata yang
keduanya merupakan fungsi dari sudut gesek dalam (ɸ)

34
Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut ;
qult = c Nc + Df ℽ Nq + 0,5 ℽ B Nℽ
dimana :
qult = daya dukung ultimit/ batas
c = kohesi .
Df = kedalaman pondasi
B = lebar pondasi
γ = berat volume tanah
Nc,Nq,Nγ = faktor daya dukung tanah
Gambar 2. Hubungan ɸ dengan Nc,Nq,Nγ

(Sumber : Hardiyatmo 2002)

Tabel 2.10 Asumsi Beban


Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
ɸ
Nc Nq Nℽ N'c N'q N'ℽ
0 5,7 1 0 5,7 1 0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35 23,7 11,7 9
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,6 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,5 87,1

(Sumber : Hardiyatmo 2002)

35
2.7.3 Daya Dukung Pondasi Dalam Menggunakan Data SPT
Pada perhitungan daya dukung tiang pondasi menggunakan metode
Meyerhof, adapun rumus persamaan sebagai berikut :
Dimana : QL=40.N.Ap + (As.Nav/5)
QL = Daya dukung tanah maximum pada pondasi
N = Harga SPT di dasar pondasi
Nav= Harga N rata-rata sepanjang tiang yang terbenam di dalam tanah
Ap = area dasar tiang
As = luas selimut tiang yang terbenam

2.7.4 Daya Dukung Pondasi Dalam Menggunakan Data Sondir


Alat sondir atau Cone Penetrometer Statis (CPT) yang berupa tabung
silinder dengan ujung bawahnya berbentuk konus (Contique),
dimasukkan ke dalam tanah dengan bantuan pision berkecapatan
lambat dan konstan (V=3 mm/detik). Secara terpisah atau bersamaan,
hamatan lekatan lateral (Frottement, Friction Laterale) dapat diukur
dengan bantuan sebuah mantel (Manchon) dari tabung sondirnya, yang
terletak diatas elemen konus di ujung tiang.
Hasil yang diperoleh adalah dalam bentuk kombinasi dari tegangan
perlawanan tanah di ujung konus tiang.
Dimana ;
qc = Qc/Ac
Dan tegangan lekatan lateral disepanjang sisi luar mantel yang ada
qs = Qs/As
Qc = Gaya reaksi perlawanan tanah terhadap ujung konus
Ac = Luas penampang maksimum dari ujung konus
Qs = Gaya lekatan lateral total
As = Luas permukaan lateral sisi luar mantel

36
2.8 SAP 2000

SAP2000 adalah program analisis struktur yang berdasarkan elemen


hingga yang dapat menyelesaikan problem yang dapat dimodelkan dengan
elemen hingga. Problem yang dapat diselesaikan dalam bidang
ketekniksipilan berupa analisis strukrur truss 2D & 3D, grid, frame 2D & 3D.
untuk bidang geoteknik dengan kemampuan pemodelan material (linear
elastic constitutive equation) sederhana, dapat menyelesaikan distribusi
tegangan dalam timbunan, distribusi tegangan didekat galian tanah,
pemodelan tiang pancang, turap dan lain-lain. Output yang dihasilkan dapat
ditampilkan sesuai dengan kebutuhan baik berupa model struktur, grafik,
maupun spreadsheet. Semuanya dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk
penyusunan laporan analisis dan desain.

Langkah-langkah pemodelan dan analisis struktur dengan memakai


SAP2000 sebagai berikut.

1. Pendefinisian geometri struktur dan jenis tumpuan Gambar struktur


yang dikendaki dengan sistem template atau grid system dalam
proses ini turut ditentukan kondisi batas (boundary condition) dari
struktur yakni kondisi tumpuan, melalui menu restrain.
2. Penentuang material Jika struktur telah tergambar, lakukan definisi
material dengan membuat nama-nama material yang dikehendaki.
Penamaan material hendaknya ikut mencantumkan keterangan
tentang karakteristik material, misalnya kuat tekan beton, mutu baja,
dan karakteristik lain yang dapat membedakan dengan material lain
yang didefinisikan.
3. Penentuan tampang Setelah tahap kedua selesai, maka dilanjutkan
dengan penentuan tampang. Apakah tampang dari frame kita IWF,
persegi, pipa, dan lain-lain. Dalam penentuan tampang akan
dilakukan pemberian material apa yang digunakan dalam tampang

37
tersebut. Dalam tahap ini tampang-tampang yang telah terdefinisi
harus ditetapkan untuk tiap batang yang sudah digambar.
4. Pemberian nama beban dan kombinasi beban Beban-beban yang
diterima struktur dapat dibagi menjadi berbagai macam yang
bekerja, misalnya beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban
gempa. Beban yang bekerja dalam struktur dapat bekerja bersamaan
dengan proporsi tertentu menurut faktor beban yang ada. Sehingga
kombinasi beban yang terjadi juga harus diperhitungkan. Kombinasi
yang terjadi nantinya dipilih sesuai dengan kriteria.
5. Kombinasi geometri struktur dan tumpuan Menggambar frame yang
menghunungkan antar modal yang membentuk portal struktur yang
direncanakan.
6. Pemberian beban kepada struktur Pemberian beban dilakukan
setelah pemberian nama pada beban.
7. Analisa struktur Proses run dilakukan setelah model struktur telah
siap untuk diketahui gaya-gaya dalamnya.
2.9 SAFE Version 12
Safe merupakan adalah alat untuk merancang pondasi dan plat lantai.
Software ini memperkenalkan pemodelan obyek 3D berbasis serbaguna dan
alat-alat visualisasi. Dari framing layout untuk produksi detail gambar. Safe
mengintegrasikan setiap aspek dari proses desain rekayasa dalam satu
lingkungan yang mudah dan intuitif.
Langkah-langkah pemodelan dan analisis pondasi dengan memakai
SAFE adalah sebagai berikut.
1. Memulai model dengan Grid System dan memulai permodelan
dengan menggunakan Templates
2. Memasukan parameter yang dibutuhkan pada kotak dialog Define
Propertis. Parameter yang di masukkan adalah
a. Material Properties berfungsi memasukkan data material yang
akan digunakan.

38
b. Slab and Drop Properties, berfungsi untuk mengisi data Slab yang
akan digunakan.
c. Beam Properties, berfungsi untuk menginput data balok yang akan
kita gunakan.
d. Column Properties, berfungsi untuk menginput data kolom yang
digunakan
e. Wall Properties, berfungsi untuk menginput data dinding yang
digunakan.
f. Modify Existing Materials (merubah data material yang sudah
ada).
g. Input New Materials (memasukkan material yang baru).
3. Menggambar objek dengan cara menggambar Slabs/Areas,
menggambar Rectangular Slabs/Areas, menggambar Design Strips,
menggambar Beams/Lines, menggambar Tendons, menggambar
Columns, menggambar Walls, menggambar Dimension Lines,
menggambar Slab Rebar.
4. Modeling dan menginput beban dari struktur atas dan memilih Define
Load Combination.
5. Run Analisis.

39
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bagan Alir

Penelitian dilakukan di Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 46


Purwodadi-Kedungombo. Dalam penelitian ini, peneliti akan menghitung dimensi
Tower SUTT 46 Purwodadi-Kedungombo meliputi :
1. Jarak antar tiang (span)
2. Ukuran penampang
3. Ukuran baut dan plat
4. Jarak antar baut dan sambungan batang
Berikut adalah diagram alir rencana pada gambar dibawah ini.

40
3.2 Studi Literatur

Studi literatur berupa pengumpulan materi yang akan digunakan untuk


sebagai acuan perencanaan pondasi dan analisa karakteristik tanah. Adapun bahan
studi yang akan digunakan dalam perencanaan adalah :

1. Referensi mengenai tower saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV.
2. Referensi mengenai pengujian karakteristik tanah.
3. Referensi mengenai perencanaan pondasi pada tower.
3.3 Lokasi Penelitian
3.4 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam mengumpulkan data
diperlukan juga instrumen pengumpulan data yaitu alat bantu yang dipilih
dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis.

a. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh dari lapangan.
Dalam penelitian ini data yang diambil dimensi Tower SUTT 46
Purwodadi-Kedungombo.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah data yang tidak diperoleh dari
lapangan secara langsung. Data yang didapat berupa parameter tanah dan
perhitungan beban pondasi tower.

3.5 Parameter Penelitian


1. Parameter Tanah

41
Dalam perencanaan pondasi, Paramter tanah merupakan input yang sangat
penting, parameter tanah didapatkan dari pengambilan dan pengujian
sampel tanah yang ada di lokasi Tower Sutet 46 Purwodadi-Kedungombo.
Adapun input parameter tanah bisa dilihat pada tabel

No Jenis Pengujian Hasil Pengujian


1 Berat jenis (Gs) 2.55
2 Berat volume basah ℽb (t/m3) 1.55
3 Berat volume kering ℽd (t/m3) 1.10
4 Kadar air w (%) 38.12
5 Krikil (%) -
6 Pasir (%) 12.65
7 Lempung/Lanau (%) 87.35
8 Batas susut (%) 12.89
9 Batas cair LL (%) 68.42
10 Battas plastis PL (%) 29.12
11 Index plastisitas IP(%) 39.30
12 Sudut geser Ø (°) 0.12
13 Choshi C (kg/cm2) 17

2. Beban Pondasi Tower

3.6 Analisis Pembebanan Struktur Tower

3.7 Desain Pondasi Tower


.

42

Anda mungkin juga menyukai