Anda di halaman 1dari 14

NAMA : MARINE SEKAR GADING ARUMNINGTYAS

KELAS : VII G

NO. ABSEN : 16

MAKNA SYAIR PERAHU KARANGAN HAMZAH


FANSURI

1. Inilah gerangan suatu madah

Mengarangkan syair terlalu indah

Membetulkan jalan tempat berpindah,

Disanalah I’tikaf di perbetul sesudah

Maknanya : penulis yaitu Hamzah Fansuri ingin menyajikan sebuah syair dengan kata-kata
indah yang berisikan tentang perjalanan hidup manusia mencapai pulai kemenangan yaitu
akhirat dan bagaimana membenahi iman agar ketika kita mengarungi jalan tersebut , kita
melaluinya dengan sebaik-baiknya. Nilai yang terkandung dalam bait ini adalah nilai tauhid.

2. Wahai muda, kenali dirimu,

Ialah perahu tamsil tubuhmu,

Tiadalah berapa lama hidupmu,

Ke ahirat jua kekal diammu.

Maknanya : penulis meminta kita untuk mengenali diri kita sendiri agar kita dapat mengenali
Tuhan, seperti dalam sebuah hadist. Penulis juga mengibaratkan tubuh manusia itu layaknya
perahu, yang menjelajahi laut kehidupan duniawi yang bergelora dalam perjalanannya
menuju pulau idaman, yaitu pantai Alam Rohani yang baka. Tujuan dari tamsilan tersebut
adalah agar kita mengerti bagaimana sulitnya mencari keridhaan Tuhan dan mencapai surga-
Nya. Kita juga harus tau dunia ini hanyalah persinggahan, karna tempat kekal yang terakhir
kita tuju adalah akhirat. Nilai yang terkandung dalam bait ini adalah nilai pendidikan.
3. Hai muda arif budiman,

Hasilkan kemudi dengan pedoman,

Alat perahumu jua kerjakan,

Itulah jalan membetuli insan.

Maknanya : penulis memanggil kaula muda dengan sebutan arif budiman, agar genarasi
depan menjadi pemuda/I yang bijaksana, cerdas serta berbudi baik. Dalam menjalani
kehidupan didunia, manusia diharuskan memiliki pedoman hidup berdasarkan agama Tuhan
yaitu Al-quran dan Hadist. Ibarat ketika mengarungi lautan luas, manusia memerlukan
kompas agar tidak terombang-ambing . Nilai yang terkandung dalam baik ini adalah nilai
sosial.

4. Perteguh jua alat perahumu,

Hasilkan bekal air dan kayu,

Dayung pengayuh taruh disitu,

Supaya laju perahumu itu.

Maknanya : bait ini menjelaskan betapa pentingnya menyiapkan perkebakalan selama


mengarungi lautan luas. Artinya manusia harus membekali dirinya dengan keperluan yang
nantinya sangat berguna bagi tempat yang dituju dan agar selamat mencapai akhirat. Karna
itulah cara ag ar manusia menjadi manusia yang baik di dunia dan akhirat. Nilai yang
terkandung dalam bait ini adalah nilai pendidikan.

5. Sudahlah hasil kayu dan ayar,

Angkatlah pula sauh dan layar,

Pada beras kekal jantanlah taksir,

Niscaya sempurna jalan yang kabir.

Makanya : selain memiliki pedoman, dalam menjalani kehidupan manusia juga harus
mempunyai keperluan lain yang membantunya menuju akhirat. Keperluan tersebut adalah
amal kebajikan yang akan menjadikan manusia tersebut sebagai manusia bertaqwa. Nilai
yang terkandung dalam bait ini adalah nilai pendidikan.
6. Perteguh jua alat perahumu,

Muaranya sempit tempatmu lalu,

Banyaklah disana ikan dan hiu,

Menanti perahumu lalu disitu.

Maknanya : dalam memperteguh iman dan menyiapkan perbekalan akhirat kita, pastinya kita
akan mendapatkan tantangan-tantangan yang menghadang. Ibarat sebuah pepatah “semakin
tinggi pohon, maka semakin kencang pula angin yang menerpanya”. Tantangan tersebut siap
membawa kita kearah kehancuran jika kita tak mampu menghadapinya.

7. Muaranya dalam, ikanpun banyak,

Disanalah perahumu keram dan rusak,

Karangya tajam seperti ombak,

Keatas pasir kamu tersesak.

Maknanya : kata “muaranya dalam, ikanpun banyak” diartikan apabila iman kita sudah kuat,
maka tantangan yang kita hadapi pun semakin besar. Tantangan itu akan menjadikan manusia
lemah dan melemahnya iman..

8. Ketahuilah olehmu hai anak dagang,

Riaknya rencam ombaknya karang,

Ikanpun banyak datang menyarang,

Hendak membawa ketengah sawang.

Maknanya : Hamzah Fansuri menyebut manusia sebagai anak dagang karena manusia adalah
perantau. Jika manusia tak mampu menghadapi tantangan yang diberikan maka tantangan
tersebut akan membawa manusia kepada kemungkaran. Oleh sebab itu manusia tidak boleh
lalai dalam menjalani kehidupan ini dan harus mengumpulkan bekal untuk hari akhirat kelak.

9. Muaranya itu terlalu sempit,

Dinamakan lalu sampan dan rakit,

Jikalau ada pedoman dikapit,

Sempurnalah jalan terlalu ba’id.


Maknanya : penulis menyeru kepada manusia agar menyadari bahwa masa hidup di dunia
tidaklah lama, karna dunia hanyalah sementara. Sedangkan dalam masa hidup didunia ini
manusia harus mengumpulkan bekal-bekal amal. Karna jika semua hal tersebut kita lakukan,
jalan kehidupan selanjutnya yaitu akhirat akan menperoleh kemenangan.

10. Baiklah perahu engkau perteguh,

hasilkan pendapat dengan tali sauh,

anginnya keras ombaknya cabuh,

pulaunya jauh tempat berlabuh.

Maknanya : Hamzah Fansuri meminta kepada manusia untuk terus memperkuat iman kita,
melakukan amal kebaikan sebanyak-banyaknya karena untuk mendapatkan kebajikan akhirat
tidaklah mudah. Sangat jauh jalan yang harus ditempuh serta tantangan yang dihadapi pun
semakin banyak.

11. Lengkapkanlah pendarat dan tali sauh,

derasmu banyak bertemu musuh,

selabuh rencam ombaknya cabuh,

LILA akan tali yang teguh.

Maknanya : kita diharuskan memperbanyak amalan dan kebutuhan lainnya karna dalam
menjalani kehidupan tidaklah mudah jika tak mempunyai kebutuhan pelengkap. Kebutuhan
ini bisa berupa sandang dan papan. Dan untuk memperteguh keimanan, manusia harus
berpegang pada Lailahaillallah.

12. Barang siapa bergantung di situ,

teduhlah selabu yang rencam itu

pedoman bertuli perahumu laju,

selamat engkau ke pulau itu.

Maknanya : karna siapapun yang berpegang pada Lailahailallah maka perjalanan seorang sufi
atau manusia mencapai akhirat akan menjadi mudah. Dan seolah-olah merasa hidup di dunia
memang lah sementara sebagai persinggahan. Dengan begitu seseorang tersebut sampai ke
pulau yang menjadi tujuan akhir begitu baik.
13. LILA jua yang engkau ikut,

di laut keras topan dan ribut,

hiu dan paus di belakang menurut,

pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Maknanya : Syahadat yang dipegang teguh pasti akan melindungi manusia dari berbagai
tantangan yang akan dihadapi seiring perjalanan manusia itu sendiri. Maka dari itu manusia
harus tetap berjalan dijalan yang lurus dan jangan menyimpang dari arah yang benar.

14. Laut Silan terlalu dalam,

di sanalah perahu rusak dan karam,

sungguhpun banyak di sana menyelam,

larang mendapat permata nilam.

Maknanya : dalam perjalanan perahu yang ditamsilkan dengan kehidupan seseorang, suatu
waktu pasti mendapat tantangan yang lebih besar dari sebelumnya. Disitulah manusia diuji
setebal mana keimanan terhadap Tuhan. Banyak manusia yang gugur atau menyalahi atau
tenggelam dilaut tersebut.

15. Laut Silan Wahid al kahhar,

riaknya rencam ombaknya besar,

anginnya songsongan membelok sengkar

perbaik kemudi jangan berkisar.

Maknanya : bait ini mengandung makna bahwa Tuhan akan menampilkan wujudnya untuk
memberi rintangan kepada manusia yang sedang berjuang di lautan luas. Rintangan tersebut
akan menghancurkan dan membelokkan aqidah manusia, namun manusia harusnya
mempertebal keimanannya dan jangan sampai tergoda oleh cobaan tersebut.

16. Itulah laut yang maha indah,

ke sanalah kita semuanya berpindah,

hasilkan bekal jauh dan juadah

selamatlah engkau sempurna musyahadah.


Maknanya : pada bait ini menjelaskan tujuan akhir atau pelabuhan perjalanan kehidupan
manusia yang sungguh indah yaitu Surga Tuhan. Sebagai seorang hamba yang sedang hidup
di permukaan bumi ini dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Dan setelah waktu itu
berakhir ia akan pindah beralih ke kehidupan di alam lain yang bersifat abadi, yaitu hari
akhirat. Barang siapa banyak menlakukan amal kebjikan selama hidup di dunia maka ia
mendapat balasan yang baik dan bertemu Tuhan dengan batin (menurut ilmu suluk). Karena
itulah bentuk kesempurnaan Tuhan.

17. Silan itu ombaknya kisah,

banyaklah akan ke sana berpindah,

topan dan ribut terlalu ‘azamah,

perbetuli pedoman jangan berubah.

Maknanya : tantangan hidup adalah suatu cobaan yang harus dihadapi guna melengkapi certia
perjalanan hidup. Meskipun berat, kita harus tetap menuju jalan yang benar dan berpegang
teguh pada syariat Tuhan.

18. Laut Kulzum terlalu dalam,

ombaknya muhit pada sekalian alam

banyaklah di sana rusak dan karam,

perbaiki na’am, siang dan malam.

Maknanya : maksud dari laut kulzum dalam bait ini adalah tantangan hidup lainnya yang
tidak kalah berat dengan tantangan sebelumnya. Tak jarang pula manusia terlena dan
akhirnya meninggalkan aqidah syariat Tuhan, karena mementingkan duniawi di dalam
tantangan ini.

19. Ingati sungguh siang dan malam,

lautnya deras bertambah dalam,

anginpun keras, ombaknya rancam,

ingati perahu jangan tenggelam.

Maknanya : dalam syair ini mengandung amanat bahwa manusia harus setiap saat mengingat
Tuhan serta aqidahnya. Agar kita tak terlena dengan kehidupan yang membuat aqidah
manusia itu hancur.
20. Jikalau engkau ingati sungguh,

angin yang keras menjadi teduh

tambahan selalu tetap yang cabuh

selamatlah engkau ke pulau itu dan berlabuh.

Maknanya : dengan selalu memegang teguh pada syahadah, tantangan yang dihadapi manusia
tak terasa berat karena Tuhan selalu meringankannya hingga akhir nanti ke tempat tujuan
terakhir yaitu akhirat.

21. Sampailah ahad dengan masanya,

datanglah angin dengan paksanya,

belajar perahu sidang budimannya,

berlayar itu dengan kelengkapannya.

Maknanya : pada bait ini Hamzah Fansuri mulai menjelaskan tentang paham Wahdatul
Wujud yang kembangkannya. Telah datang waktu manusia dan Allah menyatu. Manusia
disini adalah manusia yang bertaqwa dengan sebaik-baik taqwa. Dan mereka yang berhasil
sampai kepada pulau kemenangan dengan kelengkapan amal kebajikan.

22. Wujud Allah nama perahunya,

ilmu Allah akan [dayungnya]

iman Allah nama kemudinya,

“yakin akan Allah” nama pawangnya.

Maknanya : jika pada bait awal Hamzah Fansuri menyamakan perahu dengan tubuh manusia,
maka pada bait ini beliau menyamakan perahu dengan wujud Allah. Karena berdasarkan
paham wahdatul wujud yang dikembangkan oleh beliau, akan tiba pada suatu masa tuhan dan
manusia akan menyatu , begitu sebaliknya.

23. “Taharat dan istinja'” nama lantainya,

“kufur dan masiat” air ruangnya,

tawakkul akan Allah jurubatunya


tauhid itu akan sauhnya.

Maknanya : bait ini mengandung makna tentang perwujudan Tuhan dengan manusia. dan
juga bentuk kebesaran Tuhan. Terdapat dalam bait, menjelaskan bahwa berbagai rintangan
dan tantangan serta hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan manusia mencapai akhirat
diperwujudkan dengan Tuhan.

24. LILA akan talinya

Kamal Allah akan tiangnya

Assalamualaikum akan tali lenggangnya,

Taat dan ibadah anak dayungnya.

Maknanya : bait ini juga menjelaskan mengenai perwujudan Tuhan dengan alam semesta.

25. Salat akan nabi tali bubutannya,

istigfar Allah akan layarkan,

“Allahu Akbar” nama anginnya,

subhan Allah akan lajunya.

Maknanya : bait ini menjelaskan tentang ibadah yang diibaratkan sebagai pemulus jalan
manusia ketika sedang berlayar di lautan luas demi mencapai pulai idaman.

26. “Wallahu a’lam” nama rantaunya,

“iradat Allah” nama bandarnya,

“kudrat Allah” nama labuhannya,

“surga jannat an naim nama negerinya.

Maknanya : bait ini menjelaskan mengenai sifat-sifat Tuhan yang diibaratkan dengan tempat
persinggahan manusia ketika mengarungi lautan . Bait tersebut lagi lagi menjelaskan paham
Wahdatul Wujud.

27. Karangan ini suatu madah,

mengarangkan syair tempat berpindah,

di dalam dunia janganlah tam’ah,


di dalam kubur berkhalwat sudah.

Maknanya : setelah penjelasan mengenai perjalanan hidup manusia dan kelak akan bersatu
dengan Tuhan bagi siapa yang beriman, penulis memulai penjelasan baru mengenai alam
kubur. Kedua penjelasan tersebut sangat berhubungan. Karena setelah manusia melewati
hidup di dunia selanjutnya roh tersebut akan melalui hidup di alam kubur. Dalam bait ini
mengandung nasihat agar ketika hidup didunia janganlah terlalu mengejar dunia, karena jika
sudah di alam kubur kita hanya berdua dengan amal perbuatan saja.

28. Kenali dirimu di dalam kubur,

badan seorang hanya tersungkur

dengan siapa lawan bertutur

di balik papan badan terhancur.

Maknanya : penulis memulai penjelasan mengenai alam kubur atau alam barzah dengan
menyeru agar mengenali diri manusia sendiri. Dan selanjutnya mengenai keadaan manusia itu
ketika sudah sampai di kubur yaitu dalam keadaan tersungkur dan sendiri tiada berteman
kecuali amal kebajikan yang dilakukan selama di dunia.

29. Di dalam dunia banyaklah mamang,

ke akhirat jua tempatmu pulang,

janganlah disusahi emas dan uang,

itulah membawa badan terbuang.

Maknanya : ketika kita hidup didunia adakalanya Tuhan memberikan kekayaan lebih kepada
manusia. namun ketika di akhirat taka da bedanya si Kaya dan si Miskin. Karena rumah
terakhir kita tetap sama. Dan ketika didunia janganlah terlena dengan harta yang berlimpah,
jangan sampai harta tersebut menjadikan manusia silau hingga menghilangkan ketaqwaan
terhadap Tuhan. Karena seperti dalam suatu pepatah arab “ilmu itu menjaga engkau,
sedangkan harta engkau yang menjaganya”. Ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat dan
mampu membawa kita pada kebajikan.

30. Tuntuti ilmu jangan kepalang,

di dalam kubur terbaring seorang,

Munkar wa Nakir ke sana datang,


menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.

Maknanya : tak lama setelah pemakaman seseorang selesai, roh tersebut didatangi oleh
malaikat Munkar dan Nakir untuk melaksanakan tugas Tuhannya. Yaitu menanyakan amal
perbuatan manusia selama di dunia. Hal utama yang ditanyakan adalah salat. Karna salat
merupakan tiang agama.

31. Tongkatnya lekat tiada terhisab,

badanmu remuk siksa dan azab,

akalmu itu hilang dan lenyap,

(baris ini tidak terbaca)

Maknanya : bait ini menjelaskan hisab Tuhan yang tak bisa disangkal serta siksa dan azab
Tuhan yang teramat sangat perih. Hingga jika saja terkena azab itu, tubuh manusia akan
hancur dan remuk. Dalam bait ini terdapat satu baris akhir yang tidak terbaca. Karena dalam
naskah asli tulisan baris ini sudah hilang.

32. Munkar wa Nakir bukan kepalang,

suaranya merdu bertambah garang,

tongkatnya besar terlalu panjang,

cambuknya banyak tiada terbilang.

Maknanya : bait ini berisi tentang malaikat yang akan menyiksa roh sesampainya ia di alam
alam kubur. Roh akan disambut oleh malaikat kubur yaitu Munkar wa Nakir. Dengan suara
yang keras serta membawa tongkat panjang dan cambuk akan sangat menakutkan.

33. Kenali dirimu hai anak Adam !

Tatkala di dunia terangnya alam

Sekarang dikubur tempat mukelak,

Tiada berbeda siang dan malam.

Maknanya : dalam bait ini penulis ingin lebih merincikan bagaimana keadaan alam kubur
yang sunyi, sepi dan gelap gulita. Jika di dunia mengalami dua keadaan yaitu terang di siang
hari dan gelap di malam hari, maka ketika berada di alam kubur akan selalu gelap. Takkan
ada perbedaan antara siang dan malam.
34. Kenali dirimu, hai anak adam!

di balik papan tidur telentang,

kelam dan dingin bukan kepalang,

dengan siapa lawan berbincang?

Maknanya : keadaan manusia ketika dikubur sangat buruk. Yaitu hanya terbujur kaku dbalik
papan. Dingin dan gelap yang menyertai. Tak ada seorang pun yang bisa menemani manusia
di alam kubur. Akan benar-benar sendiri.

35. LILA itu firman,

Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,

iman tersurat pada hati insap,

siang dan malam jangan dilalaikan.

Makanya : Kalimat syahadat adalah kalam Tuhan, barang siapa yang menanamkan kalimat
itu didalam hati, maka hendaklah ia hanya kepada Allah meminta pertolongan. Karena masa
dulu hingga sekarang masih banyak manusia yang meminta pertolongan kepada selain Allah.
Dalam bait ini terdapat tema utama yang ingin dibahas oleh penyair yaitu tema mengenai
Iman. Terlihat jelas, dimana letak iman itu sebenarnya yaitu terletak di setiap hati yang insaf
dan beriman. Iman tak bisa dinampakkan keluarr. Dan jangan sampai dunia menjadikan kita
lalai dalam mengingat Allah.

36. LILA itu terlalu nyata,

tauhid ma’rifat semata-mata,

memandang yang gaib semuanya rata,

lenyapkan ke sana sekalian kita.

Maknanya : bait ini mengandung nasehat rohani, yaitu kegunaan dan fungsi kalimat
Syahadah itu sangatlah besar dan penting. Hingga mampu memandang hal-hal gaib. Namun
juka manusia salah dalam memandangnya maka ia akan binasa.

37. LILA itu jangan kau permudah-mudah,

sekalian makhluk ke sana berpindah,


da’im dan ka’im jangan berubah,

khalak di sana dengan LILA

Maknanya : bait ini mengandung makna bahwa manusia janganlah memudah-mudahkan atau
menganggap enteng dalam beriman kepada Allah. Tiada tempat lain untuk dituju oleh
manusia kecuali akhirat. Maka dari itu tetaplah berpegang teguh pada kalimat Syahadah,
karna makhluk yaitu manusia yang benar-benar beriman akan bersama dengan Tuhan di
akhirat kelak.

38. LILA itu jangan kaulalaikan,

siang dan malam jangan kau sunyikan,

selama hidup juga engkau pakaikan,

Allah dan rasul juga yang menyampaikan.

Maknanya : manusia hendaknya jangan melalaikan perintah Allah. Terus berzikir, mengingat
Allah dan menjalankan ibadah siang malam. Dalam bait ini juga terdapat anjuran, harusnya
menjadikan ibadah sebagai pakaian. Artinya ibadah adalah suatu kebutuhan yang sangat
penting. Ibadah yang dilakukan adalah seperti yang telah diperintahkan Allah dan
disampaikan oleh rasulnya. Karna seperti dalam sebuah pepatah ibadah tanpa ilmu adalah sia-
sia, dan ilmu tanpa ibadah taka da gunanya.

39. LILA itu kata yang teguh,

memadamkan cahaya sekalian rusuh,

jin dan syaitan sekalian musuh,

hendak membawa dia bersungguh-sungguh.

Maknanya : Syahadah adalah kalimat yang kuat, mampu menenangkan jiwa dan mampu
memadamkan kobaran emosi jiwa. Karena itu akan banyak godaan jin dan syaitan yang akan
menyerang jiwa-jiwa yang berpegang teguh pada imannya. Maka dari itu manusia haruslah
benar-benar beriman pada Allah.

40. LILA itu kesudahan kata,

tauhid ma’rifat semata-mata.

hapuskan hendak sekalian perkara,

hamba dan Tuhan tiada berbeda.


Maknanya : bait ini mengandung nasihat bahwa hendaknya kalimat LILA adalah kalimat
terakhir yang diucapkan sebelum manusia meninggal. Dan kata makrifah selalu
digandengkan dengan kata-kata tauhid. Ini karena setiap hamba yang ketauhidannya sudah
benar, maka pada puncaknya ia akan berada pada sebuah maqam yang tertinggi yaitu
makrifat. Makrifat adalah seseorang hamba telah benar-benar mengenal Tuhannya dan ia
mampu merasakan bahwa Tuhan selalu berada di sisinya. Bait ini juga memperjelas paham
Wahdatul Wujud, yang melihat antara wujud Tuhan dan wujud mahkluk sebagai satu
kesatuan. Penjelasan tersebut terletak pada kalimat akhir bait ini yaitu, hamba dan Tuhan
tiada berbeda.

41. LILA itu tempat mengintai,

medan yang kadim tempat berdamai,

wujud Allah terlalu bitai,

siang dan malam jangan bercerai.

Maknanya : bait ini mengandung arti bahwasanya Allah adalah satu-satunya tempat manusia
mencari jawaban dan pertolongan. Doa manusia akan selalu terijabah oleh Tuhan.

42. LILA itu tempat musyahadah,

menyatakan tauhid jangan berubah,

sempurnalah jalan iman yang mudah,

pertemuan Tuhan terlalu susah.

Maknanya : Kalimat LILA adalah tempat umat muslim bersaksi akan keteguhan hatinya
untuk mengikuti perintah Tuhan, beriman kepada Tuhan dan percaya kepada Rasul Tuhan.
Karna kalimat tersebut menjadikan jalan untuk kehidupan di alam akhirat akan selamat dan
bahagia karena dijamin masuk ke dalam syurga. Tidak akan ada kata sulit untuk bertemu
Tuhan, hal tersebut berdasarkan pemahaman Wahdatul Wujud. Manusia yang beriman akan
menyatu dan bertemu dengan Tuhan.

MAKNA DAN ISI SYAIR PERAHU KARANGAN HAMZAH FANSURI.

Syair adalah salah satu karya sastra yang berkembang di Aceh pada masa akhir abad ke-18
sampai awal abad ke-19. Salah satu sufi (ulama tassawuf ) yang turut andil dalam mengikuti
perkembangan ini adalah Hamzah Fansuri dengan karyanya berjudul Syair Perahu. Ide pokok
syair ini ialah penulis hendak memaparkan penyatuan sufi dengan sang Khalik, sesudah
menyelesaikan perjalanannya, terutama dengan berpegang teguh pada hukum syariat dan
kalimat syahadah. Syair ini juga membandingkan kehidupan manusia dengan sebuah perahu
yang berlayar dilautan luas yang didalamnya terdapat ikan dan hiu sebagai rintangan dalam
perjalanan perahu itu. Seringkali perahu ini terpaksa menghadang angina keras dan angina
topan yang menghantamnya untuk hancur. Banyak perahu yang karam karenanya. Oleh
karena itu, para anak dagang perlu berpegang pada LILA ( La ilaha illa’llah) dan hapuskan
segala nafsu dan jangan bersusah payah mengumpulkan emas dan uang (harta). Tapi
berlomba-lombalah mengumpulkan amal ibadah. Disamping itu para anak dagang
(perantau/pelayar) juga dinasehati agar mengenali dirinya untuk mengenal Khaliknya, karna
menurut pengarang Tuhan dan Hamba itu tiada berbeda. Akhir sekali para anak dagang
dianjurkan untuk menuntut ilmu agar mampu menjawab pertanyaan Munkar wa Nakir di
alam kubur.

Isi syair perahu dibagi atas beberapa bagian :

- Bagian pertama adalah prolog syair. Yaitu kata pengantar dari penulis sebelum ia memasuki
tema-tema pokok syair. Tentunya prolog ini bertujuan untuk memberikan arah kepada
pembaca agar mengetahui sejak awal kemana sesungguhnya penyair ingin mengajak
pembacanya. Oleh karena itu prolog selalu berada paling atas dari bait-bait syair setelah
redaksi judul.

- Bagian kedua adalah symbol perahu. bait selanjutnya penulis memasuki isi dari syair.

- Bagian ketiga adalah ekstalogi alam barzah. Yaitu isi tambahan yang diselipkan penulis
sebagai nasihat dan informasi tambahan kepada pembaca. Bagian ini juga sebagai
penyambung denga isi selanjutnya.

- Bagian keempat adalah ide pokok syair, Wahdatul Wujud. Salah satu konsep yang sangat
populer dibahas oleh hampir seluruh peneliti tentang tokoh Hamzah Fansuri adalah
konsepnya tentang wahdatul wujud. Secara konseptual wahdatul wujud adalah satu kesatuan
wujud antara wujud Tuhan dengan wujud mahkluk. Dengan bahasa lainnya, wujud Tuhan
adalah wujud makhluk dan begitu juga wujud makhluk adalah wujud Tuhan.

- Bagian terakhir adalah iman, Tauhid dan Makrifat. Dalam kajian ilmu tasawuf, banyak
tema-tema yang dibicarakan orang ahli sufi hulul, ittihad, insan kamil, makrifat, mahabbah,
wahdatul wujud, wahdatus syuhud, tauhid, iman dan lain sebagainya. Demikian juga halnya
Hamzah Fansuri yang ikut membicarakan tema-tema di atas dalam syair perahunya. Namun
penyair membatasi pembicaraan seputar tema besar tersebut hanya pada tiga kategori yaitu
iman, tauhid dan makrifat. Di sini beliau tidak berbicara masalah mahabbah ataupun isyq
sebagaimana yang terdapat di dalam karya-karya beliau lainnya. Pembatasan pada tiga tema
besar ini dilakukan sang penyair, supaya tidak akan mengganggu tema utama yang diusung
oleh syair perahu, yaitu tentang simbolisme perahu. Makanya tema pendukung ini hanya
mengambil space dalam syair ini pada 6 bait saja.

Anda mungkin juga menyukai