Anda di halaman 1dari 127

BAB I

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas mengenai konsep dasar


Hukum Administrasi Negara ( HAN ) yang melingkupi istilah
dan pengertian administrasi, istilah dan pengertian
negara serta istilah dan pengertian hukum administrasi
negara.

Relevansi

Materi ini berupaya untuk memberikan


pemahaman konsep dasar hukum administrasi negara. Hal
ini dimulai dengan pemahaman tentang makna adminisrasi,
makna negara dan makna hukum administrasi negara.
Sehingga setelah mengikuti materi ini mahasiswa dapat
memiliki pengetahuan dan pemahaman secara menyeluruh
konsep hukum administrasi negara.

Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa


mampu :

1. Istilah danpengertian administrasi


2. Istilah dan pengertian negara
3. Istilah dan pengertian hukum administrasi negara.
4. Mengetahui subjek dan objek HAN

Istilah dan defenisi Administrasi.


Isilah administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu
administrare, yang artinya setiap penyusunan keterangan
yang dilakukan secara tertulis dan sistimatis dengan
maksud mendapatkan sesuatu ikhtiar keterangan itu dalam

1
keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan yang
lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas
dapat dijadikan administrasi.
Menurut Leonard D. White, bahwa Public administration
consist all those operations having for the purpose the
fulffillment and enforcemant of public police (“Administrasi
negara terdiri atas semua kegiatan negara dengan maksud
untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan
negara”).
Dimock & Koenig membagi pengertian administrasi
dalam arti luas dan sempit. Pengertian luas administrasi
negara didefenisikan sebagai “kegiatan daripada negara
dalam melaksanakan kekuatan politiknya,” sedangkan
pengertian sempit, “administrasi negara didefenisikan
sebagai suatu kegiatan daripada badan eksekutif dalam
penyelenggaraan pemerintahan.”
Selanjutnya menurut Prayudi Atmosudirdjo (1981: 18 –
20), membagi pengertian administrasi dalam kategori:
Pertama, administrasi dalam arti sebagai apatatur/alat
(instrumen) negara, aparatur pemerintahan atau institusi
politik (kenegaraan) arti luas dan arti sempit dikurangi
angkatan perang. Dalam arti sempit ini dipergunakan
terutama jikalau Angkatan Perang sama sekali tidak
menjalankan tugas-tugas atau mencampuri aktivitas-
aktivitas “pemerintahan sipil”, yaitu dalam keadaan
bahaya.
Kedua, administrasi sebagai fungsi negara atau sebagai
aktivitas melayani pemerintah yakni sebagai kegiatan
“pemerintah operasional” (fungsional). Administrasi fungsi
hukum (juridishe functie) adalah penyelenggaraan
daripada undang-undang atau pelaksdanaan daripada
ketentuan-ketentuan Undang-undang secara konkrit,
kausal dan (kebanyakan) individu.
Ketiga, administrsi sebagai proses teknis penyelenggaraan
undang-undang. Dalam rangka pengertian administrasi
sebagai proses teknis ini terdapat “tata usaha”. Tatausaha
2
adalah esensi daripada pekerjaan kantor dan sebagai
fungsi atau aktivitas, tatausaha berarti pengelolahan,
perhitungan, dan penarikan sari dan serta penyusunan
ikhtisar tentang pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan oleh administrasi.
Liang Gie dalam Triwulan dan Widodo (2011: 2)
menyebutkan bahawa administrasi adalah suatu
ranngkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok
orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu. Sehingga dengan demikian, ilmu administrasi
dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
proses kegiatan dan dinamika kerja sama manusia. Dari
defenisi administgrasi menurut Liang Gie kita mendapatkan
tiga unsur administrasi, yang teridiri dari :
Kegiatan melibatkan dua orang atau lebih.
Kegiatan dilakukan secara bersama-sama.
Ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Istilah dan defenisi Negara


Istilah negara dapat dilihat dari dua sudut pandang : yaitu,
pertama, secara etimologi dan kedua, secara formil dan
materiil. Secara etimologi, negara berasal dari kata
“status” (Latin), Lo Stato (Yunani), E’tat (Prancis), The
State ( Inggris ), Der Staat ( Jerman ), De Staat (
Belanda), dan Daulah ( Arab ) dan secara formil dan
materill. Negara secara formil merupakan “Staat Onerheid”
sebagai pemerintah dan secara materiil merupakan “Staat-
Gemennschap”, yakni bahwa negara merupakan
persekutuan hidup.
Lalu apakah negara itu? Terdapat beberapa pendapat
dalam mendefenisikan arti negara. Berikut disajikan
beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian
negara.
3
Plato (472 – 384 SM) : Negara adalah suatu tubuh yang
senantiasa maju, berevolusi terdiri dari orang-orang
(individu-individu).
Ibnu Chaldun (1332 – 1404) : Negara adalah tubuh yang
persis keadaannya sebagai tuguh manusia, mempunyai
sifat tabiat sendiri, badan dan rohani, dan batas umur.
Lahir (groel), masa muda dan dewasa (bloei), dan tua
serta meninggal (vergaan).
Plato dan Ibnu Chaldun, mengibaratkan negara sebagai
tubuh,,yang memiliki bagian sendiri yang masingt-masing
bekerja sesuai dengan fungsinya. Tubuh selalu berubah
(berevolusi) menuju kesempurnaan.
Thomas Hobbes (1588 – 1679) : Negara
adalah suatu tubuh yang dibuat oeh orang banyak
beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan
memakainya menjadi alat untuk keamanan dan
perlindungan bagi mereka.
J.J. Rousseau (1712 – 1778) Negara adalah
perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi
dan mempertahankan hak masing-masing diri dan harta
benda anggota-anggota yang tetap hidup dengan bebas
dan merdeka.
Negara dalam perspektif Hoobes dan Rousseau, sebagai
bentuk perserikatan dari orang-orang yang bertujuan
untuk melindungi hak-hak mereka, seperti hak hidup, hak
atas harta benda miliknya dan hak atas kemerdekaan.
Karl Marx (1818 – 1883) : Negara adalah suatu alat
kekuasaan bagi manusia (penguasa) untuk menindas
kelas manusia lainnya.
G. Pringgodigdo : Negara adalah suatu organisasi yang
meliputi unsur-unsur/persyaratan antara lain : penguasa
yang berdaulat, wilayah tertentu, rakyat yang hidup
teratur sehingga merupakan suatu bangsa.
Samidjo (1986) : Negara adalah organisasi yang hidup
yang harus mengalami segala peristiwa yang menjadi
pengalamannya tiap-tiap benda yang hidup.
4
Karl Marx, Pringgodigdo, dan Samidjo, memandang negara
sebagai organisasi yang memiliki unsur-unsur seperti
penguasa, wilayah dan rakyat. Perbedaannya ialah bahwa
Marx memandang ke semua unsur ini bertujuan sebagai
alat kekuasaan manusia untuk saling menindas.

KONSEP HUKUM TATA USAHA (ADMINISTRASI)


NEGARA
Istilah dan Pengertian Hukum Administrasi
Istilah Hukum Administrasi
Menurut Triwulan dan Widodo ( 2011), dalam konteks
Indonesia terdapat beraneka istilah untuk menyebut Hukum
Tata Usaha Negara (HTUN), di antaranya Hukum
Administrasi Negara (HAN), Hukum Tata Pemerintahan
(administratief recht) dan Hukum Tata Usaha Negara
sendiri.
Istilah Hukum Administrasi Negara merupakan
terjemahan dari istilah bahasa Belanda, Admnistratiefrecht.
Meski demikian menurut Philipus Hadjon (dalam Triwulan
dan Widodo, 2011), bahwa :
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara perlu dikaji
kembali lebih-lebih bila dikaitkan dengan penggunaan istilah
tersebut oleh displin ilmu lain seperti ilmu administrasi
negara. Arti administrasi dalam konsep Hukum Administrasi
Negara berbeda baik dari segi pengertian, ruang lingkup,
dan sifatnya dengan arti administrasi dalam konsep ilmu
administrasi negara. Dari sudut pustaka istilah administrasi
dalam konsep Hukum Administrasi memiliki arti pemerintah,
sedangkan istilah administrasi dalam konteks ilmu
administrasi memiliki arti manajemen. Dengan demikian,
dalam konteks Hukum Administrasi tidak perlu
menambahkan atribut negara karena pemerintah dengan
sendirinya menunju negara. Tegasnya istilah yang dipakai
ialah “Hukum Administrasi” dan bukan “Hukum Administrasi
Negara”.

5
Apa yang dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon tersebut
cukuplah beralasan. Sebagai perbandingan dalam istilah
asing tidak ada yang menambah atribut “negara” dalam
hukum administrasinya. Misalnya, di Belanda digunakan
istilah administratiefreht atau bestuusrecht, di Prancis
dipakai istilah droit administratif, di Jerman di kenal dengan
verwaltungsreht, dan di Inggris digunakan istilah
administrative law. Dari ke lima negara ini jelas tidak ada
yang menambahkan kata “negara” dalam Hukum
Administrasi.
Dengan penegasan arti “administrasi” adalah
“Pemerintahan”, maka dalam kajian Hukum Administrasi
masalah pemerintahan menjadi titik sentral. Dengan
demikian, kajian Hukum Administrasi menitik berat pada
aspek hukum pemerintahan, antara lain : hukum mengenai
kewenangan, organisasi publik, dan prosedur pemerintahan.
Pengertian Hukum Administrasi.
Hukum Administrasi memiliki beberapa pengertian
berdasarkan sudut pandang. Berikut akan dipaparkan
beberapa pengertian dari Hukum Administrasi menurut
beberapa pakar antara lain :
R. Abdoel Djamali, bahwa Hukum Administrasi Negara
adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu
hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang
menjadi sebab negara itu berfungsi.
Kusumadi Poedjosewojo, Hukum Administrasi Negara
adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-
usaha untuk memenuhi tugasnya.
E. Utrecht, mendefenisikan Hukum Administrasisebagai
hukum yang menguji hubungan hukum istimewa yang
diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas
mereka yangkhusus.
Van Apeldoorn, memberikan pengertian Hukum Administrasi
Negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan

6
oleh para pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan
dalam menjalankan tugas.
Djokosutono, Hukum Administrasi Negara adalah hukum
yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara
jabatan dalam negara dan warga masyarakat.
Selanjutnya, untuk melihat defenisi atau pun pengertian
Hukum Administrasi secara mendalam, maka kita dapat
melihat bagamana konsep Hukum Administrasi di negara-
negara lain di dunia. Untuk itu tidak ada salahnya bila kita
melakukan perbandingan (komparasi) konsep dasar Hukum
Administrasi tiga negara, yaitu Amerika,Inggris dan Prancis.
Hukum Administrasi Amerika, bertumpuh pada Hukum
Administrasi Davis, bahwa :
“Administrative is the law concerning the powers and
procedures of administrative agencies, including especially
the law governing judicial review of administrative action.”
Berdasarkan defenisi tersebut titik berat pada proses
administrasi (APA 1946). Jadi produk regulation tidak
termasuk Hukum Administrasi. Begitupun dengan public
administration tidak termasuk lingkup Hukum Administrasi.
Hukum Administrasi Inggris.
Hukum Administrasi Inggris modern pada dasarnya sudah
meninggalkan konsep Dicey dan menggunakan kosep
Jennings. Menurut Jennings, “Administrative law is the law
relating to the administration” Berbeda dengan konsep
Amerika (Devis) dalam konsep Inggris, prosedur
administrasi tidak termasuk lingkup Hukum Administrasi.

Hukum Administrasi Perancis.


Hukum Administrasi Prancis bertumpuh pada pandangan
Laubadere : “Administrative law as the branch public
internal law which embaces the organization, and the
activity which is currently called the administration”
Menurut Philipus M Hadjon, dalam konsep negara hukum
masyarakat (sociale rechtsstaat) Hukum Administrasi
didefenisikan sebagai instrumen yuridis yang
7
memungkinkan pemerintahan mengendalikan kehidupan
masyarakat dan pada sisi lain memungkin masyarakat
berpartisipasi dalam pengendalian (pemerintah) ini.
Rumusan Philipus M Hadjon dijelaskan dalam unsur- unsur
di bawah ini.
Dengan konsep tersebut, unsur-unsur pokok Hukum
Administrasi, yaitu :
Sturen ( sturing)
Partisipasi ( peran serta )
Perlindungan hukum bagi masyarakat.
Unsur-unsur tersebut sekaligus merupakan dimensi normatif
Hukum Administrasi, yang meliputi :
Hukum mengenai kekuasaan pemerintah.
Hukum mengenai organisasi publik, organisasi dan
instrumen.
Hukum mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat
terhadap kekuasaan pemerintahan.

Subyek Dan Obyek Hukum Administrasi Negara


Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara
mempunyai subyek hukum seperti yang di kemukan oleh
Triwulan dan Gunadi Widodo ( 2011 : 9), sebagai berikut :

Subyek Hukum Administrasi


Menurut Ilmu Hukum istilah subyek hukum berasal dari
terjemahan Bahasa Belanda rechtsubject atau law of
subject (Inggris). Secara umum rechtsubject diartikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan
badan hukum.
Menurut Chaidir Ali, menyatakan bahwa subjek hukum
adalah manusia yang berkeperibadian hukum, dan segala
sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat
demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan
kewajiban.

8
Selanjutnya Algra, menyatakan bahwa subjek hukum
adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban,
jadi mempunyai kewenangan hukum.

Subjek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang


sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum
keperdataan karena subjek hukum ini yang mempunyai
wewenang hukum. Menurut ketentuan hukum, dikebal dua
macam subjek hukum yaitu manusia dan Badan Hukum.

Objek Hukum Administrasi Negara


Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi
subjek hukum ( manusia dan badan hukum) dan yang
dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum,
karena sesuatu adapat dikuasai oleh subjek hukum.
Objek hukum biasanya disebut juga dengan benda (zaak)
atau segala sesuatu yang dibendakan. Pengertian benda
(zaak) secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat
dihaki atau yang menjadi objek milik (499 BW). Maka
segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki / dihaki orang
bukanlah termasuk pengertian benda (menurut BW),
seperti bulan, bintang , matahari, laut, udara.
Benda dalam arti ilmu hukum adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi objek hukum, sedangkan menurut pasal
499 KUHS benda adalah segala barang dan hak yang
dapat menjadi milik orang (objek hak milik).
Pengertian objek dalam Hukum Administrasi (Tata Usaha
Negara) adalah pokok permasalahan yang akan
dibicarakan. Dengan pengertian ini, yang dimaksud objek
Hukum Administrasi Negara adalah pokok permasalahan
yang akan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Menurut pendapat Djokosutono (dalam Triwulan dan
Widodo, 2011 : 1) Hukum Administrasi Negara adalah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan
dalam negara dan para warga masyarakat. Maka dapat
disimpulkan, bahwa objek HAN adalah pemegang jabatan

9
dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan
warga masyarakat.
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya
objek Hukum Administrasi adalah sama dengan objek
HTN, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). Pendapat
demikian dilandasi alasan bahwa HAN dan HTN sama-
sama mengatur negara. Namun kedua hukum itu berbeda,
yaitu HAN mengatur negara dalam keadaan bergerak,
sedangkan HTN dalam keadaan diam. Maksud dari istilah “
negara dalam keadaan bergerak” adalah negara tersebut
dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan atau
alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya
masing-masing. Istilah “negara dalam keadaan diam”
berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana
mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan
negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari
penjelasan di atas dapat diketahui tentang perbedaan
antara HAN dan HTN.
Sedangkan menurut Phlipus M Hadjon (dalam Triwulan
dan Widodo) mengatakan, bahwa objek Hukum
Administrasi adalah kekuasaan pemerintahan (bestuur,
verwaltung). Adapun konsep pemerintahan (bestuur,
verwaltung) dibedakan dalam dua makna, yaitu materiil
dan formil. Dalam makna materiil konsep pemerintahan
sering dirumuskan secara negatif, yaitu kekuasaan negara
yang tidak termasuk kekuasaan legislatif dan kekuasaan
yudisial. Dalam makna formal diartikan sebagai bentuk
tertentu tindakan pemerintahan.

Penutup

Soal Latihan

1. Jelaskan istilah administrasi!


2. Jelaskan pengertian administrasi dalam arti luas dan
sempit!

10
3. Prajudi Atmosudirjo membagi pengertian administrasi
dalam tiga kategori, sebutkan dan jelaskan.
4. Jelaskan pengertian negara dilihat dari dua sudut
pandang yaitu, pertama secara etimologi dan kedua
secara formil dan materiil!
5. Dalam konteks Indonesia anda coba menyebutkan
istilah lain dari HTUN!
6. Jelaskan arti administrasi dalam kosep HAN dan
dalam konsep Ilmu administrasi negara!
7. Mengapa Hukum Administrasi tidak perlu menambah
atribut negara?
8. Bagaimana menurut saudara apa perlu HAN
mengatur tentang hubungan hukum antara pejabat
dan masyarakat? Jelaskan jawaban anda!
9. Jelaskan subjek dan objek Hukum Administrasi!
10. Jelaskan persamaan dan perbedaan HAN dengan
HTN.

Daftar Pustaka

Atmosudirdjo, S.P., 1985. Hukum Administrasi Negara,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadjon, Philipus M.,dkk., 20010. Pengantar Hukum


Administrasi Indonesia.

Jogjakarta : Gaja Mada University Press.

------------, 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.


Jogjakarta: Gaja Mada University.

Utrecht E. dan Djindang, S.Moh., 1985. Pengantar Hukum


Administrasi Negara Indonesia. PT Ichitiar Baru, Jakarta.

Triwulan T. T. dan Widodo, H.I.G. 2011. Hukum Tata


Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia. Kencana Perdana Media Group, Jakarta.

11
Sadjino, H., 2011. Bab – Bab Pokok Hukum Administrasi.
LaksBang PRESSindo, Yogjakarta.

12
BAB II

HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI

DENGAN HUKUM LAINNYA

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas mengenai interelasi HAN dengan


hukum lain yaitu : Hubungan HAN dengan Hukum Tata
Negara, Hukum Perdata dan Hukum Pidana.

Relevansi

Materi ini berupaya untuk memberikan pemahaman


kepada para mahasiswa tentang interelasi HAN dengan
hukum lainnya dalam hal yudikasi.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu:

1. Memahami interelasi Hukum Administrasi Negara


dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Perdata serta
Hukum Pidana.

Hubungan HAN dengan Hukum Tata Negara.


Rasanya kurang lengkap bila mengkaji HAN tidak
menyinggung dengan hukum lainya seperti seperti
Hukum Tata Negara ( HTN ), mengingat dalam sejarah
perkembang HAN merupakan satu kesatuan dalam
sejarah perkembangan HAN bahkan tidak dapat
dipisahkan secara tegas kedua bidang hukum tersebut,
sehingga dikatakan mempelajari HAN tidak sempurna
jika tidak mempelajari HTN terlebih dahulu, sebagimana
dikatakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa kajian
terhadap HAN tanpa memasuki Hukum Tata Negara dan
sebaliknya kajian terhadap HTN tanpa memasuki
lapangan HAN adalah kajian yang tidak lengkap,

13
walaupun dalam perkembangannya menjadi studi yang
terpisah ( Sadjijono 2011 : 43 – 47 ).
Lebih lanjut dikatakan Hadjon, bahwa HTN dan
HAN memuat aruran-aturan yang menguasai jalannya
lingkaran politik dan pemerintahan, jadi aturan aturan
mengenai organisasi pemerintahan, mengenai alat-
alatnya, pengendalian, tentang dipengaruhinya pihak
penguasa oleh masyarakat umum dan perlindungan
hakim. Jadi HTN memuat prinsip-prinsip dasar, aturan-
aturan pokok dari tata tertib hukum publik. Aturan-
aturan pokok tersebut dapat ditemuka dalam dalam
berbagai konstitusi (undang-undang dasar). HAN juga
mengenal aturan-aturan yang berkaitan dengan proses
politik dan pemerintahan. Dengang demikian HTN terdiri
dari aturan-aturan mendasar dari tata tertib negara,
yakni lebih banyak berkaitan dengan proses politik
dalam masyarakat hukum dalam masyarakat hukum
tertentu dan organisasinya, HAN lebih banyak berusan
dengan pelaksanaan pembentukan aspirasi politik, jadi
lebih banyak dengan proses pemerintahan dan
organisasinya. Berarti HAN tidak terpisah dari HTN,
tetapi sebenarnya merupakan suatu bentuk lain
daripadanya.
Pemikiran tersebut lebih mendasar pada
pembagian kewenangan antara badan dalam struktur
ketatanegaraan dan hubungan hukum secara umum.
HTN memberikan tugas dan wewenang, fungsi, jabatan,
badan-badan lembaga pemerintahan, sedangkan HAN
bekerja ketika badan atau lembaga pemerintahan
tersebut akan menjalankan tugas dan wewenangnya.
HTN memeliki hubungan yang sangat erat dengan
HAN. HTN memberi tugas dan wewenang, jabatan pada
badan pemerintahan (administrasi), sedangkan
HANmengatur tugas dan wewenang, fungsi, jabatan
badan pemerintahan ketika dijalankan. Tugas dan
wewenang secara orgisatoris yang diperoleh dari HTN
14
akan jilankan, maka HAN mengaturnya. Oleh katera itu
HAN merupakan tindak lanjut dari HTN, artinya tugas
dan wewenang, fungsi, jabatan badan administrasi,
sebagaimana dikatakan oleh ten Berge, bahwa HAN
adalah sebagai perpanjang dari HTN atau hukum
sekunder dari HTN. Walaupun HTN dan HAN merupakan
jenis hukum yang berbeda, namun tidak dapat
dipisahakan secara tegas, karena ke-dua jenis hukum ini
mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Bahkan
pendapat lain mengatakan, bahwa HAN merupakan
bagian dari HTN. Hal ini diperkuat oleh Prayudi
Admosudirjo (1982), yang memandang “HAN sebagai
suatu pengkhususan atau spesialisasi dari salah satu
bagian HTN, yaitu bagian hukum mengenai administrasi
negara”.
Kranenburg (dalam Sadjijono, 2011) juga
menegaskan keterkaitan erat antara HTN dan HAN ini
sebagai pendapatnya yang mengatakan “geen studie va
het administrtiefrecht mogelijk (za) zijn zonder dat men
in het staatsrecht wondt ingeleid” ( kita tidak mungkin
mempelajari hukum administrasi tanpa didahului (
dengan pelajaran HTN). “geen wetenschappelijke
studievan het handelsrecht mogelijk, zal zijn zonder
voomfgaande inleiding in het bergelijk recht” (
hubungan semacam ini agaknya sama seperti yang
terjadi pada hukum dagang dean perdata).
Hubungan mendasar antara HAN dan HTN melalui
pendekatan isi dan objeknya, maka dapat digambarkan
bahwa “hukum tata negara” sebagai suatu gabungan
peraturan-peraturan yang mengadakan badan-badan
(kenegaraan), yang memberi kekuasaan kepada badan-
badan tersebut, yang membagi pekerjaan pemerintah
serta membagi pekerjaan itu pada badan yang tinggi
dan rendah.
Berkaitan dengan sebagaimana disebut
sebelumnya, HTN memperhatikan negara dalam
15
keadaan tidak bergerak (saat in rust) masih terbatas
pada struktur dan kewenangannya. Sedangkan HAN
sebagai gabungan peraturan-peraturan yang mengikat
badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-
badan tersebut menggunakan kekuasaannya yang telah
diberikan oleh HTN, oleh karena itu HAN dikatakan
memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat
in beweging).
Bila dilihat dari objek yang dipelajari, kedua bidang
hukum dimaksud dapat dipetakan, sebagai berikut :
Hukum Tata Negara fokus kajiannya, meliputi :
a. Jabatan – jabatan apa yang ada dalam susunan suatu
negara;
b. Siapakah yang mengadakan jabatan-jabatan itu;
c. Cara bagaimanakah jabatan-jabatan itu ditempati
oleh pejabat;
d. Fungsi jabatan-jabatan;
e. Kekuasaan hukuman jabatan-jabatan itu;
f. Hubungan antara masing-masing jabatan; dan
g. dalam batasan-batasan manakah organisasi
kenegaraan dapat melakukan tugasnya.
Hukum Administrasi Negara , objek kajiannya meliputi :
a. jabatan pemerintahan;
b. sifat jabatan pemerintahan;
c. akibat tindakan jabatan;
d. kedudukan hukum jabatan;
e. kekuasaan hukum (tugas dan wewenang) jabatan;
f. pengisian jabatan;
g. pembatasan jabatan;
h. Instrumen pengatur jabatan;
i. landasan yuridis kewenangan jabatan.
Di dalam memetakan objek kajian HTN dan HAN
Bagir Manan lebih sederhana dalam memetakannya,
yakni seara keilmuan hukum yang mengatur tingkah
laku negara atau alat perlengkapan negara dimasukkan
kedalam kelompok HTN, sedangkan hukum yang
16
mengatur tingkah laku pemerintah masuk ke dalam
kelompok HAN (Sadjijono 2011 : 45 – 46).

Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan


Hukum Perdata.
Sebenarnya HAN dengan Hukum Perdata masing-
masing adalah bidang hukum yang mandiri, Dalam
kerangka ilmu, HAN terdapat dalam hukum publik,
sedangkan Hukum Perdata terletak pada bidang hukum
privat, artinya yang di atur HAN adalah 2 subjek yang
beda tingkatnya, yaitu antara penguasa dan warga
masarakat. Sedangkan yang diatur oleh Hukum Perdata
adalah 2 subjek yang terletak pada level yang sama,
yaitu antara individu dengan individu.
Menurut Scholten, Hukum Perdata berlaku sebagai
hukum umum sepanjang hukum publik tidak
menentukan lain, artinya bila negara mengadakan jual
beli atau sewa-menyewa, maka berlakulah pasal-pasal di
dalam KUH Perdata yang mengatur hak kewajiban
pembeli dan penjual antara penyewa dan pemilik.
Namun untuk keperluan praktik peradilan di
beberapa negara dalam menghadapi persoalan-
perso9alan HAN yang beluum lengkap sarana
peradilannya, maka badan-badan peradilan administrasi
sering meminjam dan menggunakan pokok-pokok
Hukum Perdata dalam menetapkan putusannya.
Misalnya, ajaran tentang kebatalan (neitigheid). Di
dalam perkembangannya, HAN mendesak Hukum
Perdata. Misalnya, prinsip dalam Hukum Perdata berlaku
asas kebebasan berkontrak.
Namun dengan alasan untuk kepentingan umum,
HAN dapat mengatur hal-hal yang tidak mengikuti asas
kebebasan berkontrak. Contoh: ketentuan tentang
asuransi kenderaan bermotor mewajibkan pemilik
kenderaan mengikat diri dengan asuransi yang ditunjuk
pejabat administrasi negara. Contoh lain bahwa pada
17
hakikatnya, hak milik (hak eigendom) adalah hak
terpenuh yang dapat dimiliki seorang individu. Namun
untuk kepentingan umum, negara menetapkan bahwa
hak milik berfungsi sosial.

Hubungan HAN dengan Hukum Pidana.


Anatara Hukum Pidana dengan HAN sebenarnya dua-
dua terletak dalam bidang hukum publik. Namun dalam
hal HAN maka Hukum Pidana berfungsi sebagai
“hulprecht” (hukum pembantu) bagi HAN, artinya stiap
ketentuan dalam HAN salalu ditertai sanksi pidana agar
ketentuan HAN itu ditaati oleh masyarakat.
Sebaliknya, peraturan-peraturan hukumdi dalam
perundang-undangan administrasi dapat dimasukkan
dalam lingkungan Hukum Pidana, misalnya, UU Korupsi,
UU Subversi.
Tampak dalam perkembangannya, HAN berkembang
sangat pesat sehingga di dalam kerangka ilmu hukum,
HAN mempunyai porsi yang besar dibandingkan dengan
ilmu hukum yang lain, bahkan mendesak hukum pidana.
Contoh Perda Kebersihan :
Pada prinsipnya hukum pidana mempunyai asas
yang disebut geen straf zonder schuld (tak ada pidana
tanpa kesalahan). Dalam hal ini yang menentukan
seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim. Namun
dalam melakukan Perda Kebersihan, petugas ketertiban
umum bisa dilakukan sanctie tanpa bantuan hukum
dengan alasan untuk memelihara kepentingan umum.

Penutup

Soal Latihan

1. Jelaskan,mengapa jika kita mengkaji HAN kurang


lengkap bila kita tidak amenyingung Hukum Tata
Negara?
18
2. Jelaskan bahwa HTN memiliki hubungan yang erat
dengan HAN!
3. Benarkah menurut saudara bahwa HAN merupakan
bagian dari HTN? Jelaskan jawaban anda!
4. Jelaskan HTN negara dalam keadaan diam!
5. Jelaskan HAN negara dalam keadaan bergerak!
6. Sebutkan fokus kajian HTN!
7. Sebutkan Objek kajian HAN!
8. Jelaskan hubungan HAN dengan Hukum Perdata!
9. Jelaskan hubungan HAN dengan hukum pidana!

Daftar Pustaka

Koentjoro, D. Halim, 2004. Hukum Administrsi Negara,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Atmosudirdjo, S.P., 1985. Hukum Administrasi Negara,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadjon, Philipus M.,dkk., 20010. Pengantar Hukum


Administrasi Indonesia.

Jogjakarta : Gaja Mada University Press.

------------, 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.


Jogjakarta: Gaja Mada University.

Utrecht E. dan Djindang, S.Moh., 1985. Pengantar Hukum


Administrasi Negara Indonesia. PT Ichitiar Baru, Jakarta.

Triwulan T. T. dan Widodo, H.I.G. 2011. Hukum Tata


Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia. Kencana Perdana Media Group, Jakarta.

Sadjijono, H., 2011. Bab – Bab Pokok Hukum Administrasi.


LaksBang PRESSindo, Yogjakarta.

19
BAB III

SUMBER HUKUMN ADMINISTRASI NEGARA

Deskripsi singkat
Bab ini membahas tentang sumber-sumber
Hukum Administrsi negara mengenai sumber hukum
materiil dan sumber hukum formil.

Relevansi
Materi ini merupakan upaya untuk
memberikan pengetahuan dan pemahan yang bersifat
mendasar kepada para mahasiswa tentang sumber-
sumber Hukum Administrasi Negara.

Tujuan Instruksional
Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mamapu :
Menguasai serta menemukan sumber – sumber Hukum
Administrasi Negara formil maupun secara materiil.

Pengertian Sumber Hukum


Pengertian sumber hukum secara ringkas merupakan
segala sesuatu yang dapat menimbulkan atruran dan
tempat kits dspst meenemukan aturan tersebut. Pendek
kata, apabila hendak mencari ketentuan ketentuan yang
mengatur hukum administrasi negara, tempat tersebut
merupakan hukum administrasi (Johan Utama 2014 :
1.39).
Menurut Titik Triwulan dan Gunawan Widodo ( 2011 :
29 ) mengatakan, sumber hukum adalah segala sesuatu
yang menimbulkan aturan-aturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata. Sumber
hukum juga dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang

20
digunakan sebagai bahan-bahan yang digunakan
sebagai olehpengadilan dalam nenuntaskan perkara.
Sumber hukum dapat dikelompokkan dalam dua jenis,
yakni sumber hukum formil dan sumber hukum materiil.
Sumber hukum formil lebih menekan bentuk aturan
hukum, sedangkan sumber hukum materiil lebih
menekan faktor-faktor yang mempengaruhi isi
ketentuan hukum tersebut.

Sumber Hukum Admistrasi Negara

Sumber hukum formil HAN


Sumber hukum formil adalah sumber hukum materiil
yang sudah dibentuk melalui proses-proses tertentu,
sehingga sumber hukum tadi menjadi berlaku umum dan
ditaati berlakunya oleh umum. Ada beberapa sumber
hukum formil Hukum Administrasi Negara :

a) Undang-undang (dalam arti luas);

b) Kebiasaan/praktek Alat Tata Usaha Negara;

c) Yurisprudensi;

d) Traktat.

e) Doktrin/pendapat para ahli;

Undang-Undang (dalam arti luas)

Undang-undang yang dimaksudkan sebagai sumber hukum


formil HAN

adalah Undang-undang dalam arti materiil atau UU dalam


arti yang luas. Buys menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan UU dalam arti materiil adalah setiap keputusan
pemerintah yang berdasarkan materinya mengikat

21
langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan
demikian yang dimaksud dengan UU dalam arti materiil
adalah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat
yang tinggi sampai tingkat yang rendah yang isinya
mengikat setiap penduduk.

Di Indonesia yang dimaksudkan dengan UU dalam arti


materiil atau UU dalam arti yang luas meliputi semua
peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam TAP
MPRS No.XX/MPRS/1966 sebagaimana telah mengalami
perubahan dengan TAP MPR No.II Tahun 2000 dan
disempurnakan dalam UU No. 12 Tahun 2011 mengenai
Sumber Hukum dan Tata Urutan

Peraturan Perundang-Undangan, yaitu :

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Ketetapan MPR;

3. UU/ Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu)

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presidan;

6. Peraturan Daerah Provinsi;

7. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Mengenai perundang-undangan ini, pemerintah


mengeluarkan UU No.12 Tahun 2011 yang mengatur
tentang tata urutan perundang-undangan di Indonesia.

Adapun yang dimaksudkan dengan UU dalam arti sempit


atau UU dalam

arti fomil adalah setiap keputusan pemerintah yang


merupakan UU disebabkan oleh cara terjadinya, jadi dilihat
dari segi bentuk. Di Indonesia yang dimaksudkan dengan

22
UU dalam arti formil adalah semua keputusan pemerintah
yang ditetapkan oleh presiden dengan persetujuan wakil-
wakil rakyat.

Kebiasaan/Praktek Administrasi Negara

Alat Administrasi Negara mempunyai tugas melaksanakan


apa yang

menjadi tujuan Undang-undang dan menyelenggarakan


kepentingan umum. Di dalam rangka melaksanakan
tugasnya alat Administrasi Negara menghasilkan atau
mengeluarkan keputusan-keputusan/ketetapan-ketetapan
guna menyelesaikan suatu masalah konkrit yang terjadi
berdasarkan peraturan hukum (Undang-undang dalam arti
yang luas atau Undang-undang dalam arti materiil) yang
abstrak sifatnya. Keputusan-keputusan alat Administrasi
Negara ini sering dikenal dengan istilah beschikking atau
UU Peradilan Tata Usaha Negara menyebutnya dengan
istilah Keputusan Tata Usaha Negara. Di dalam
mengeluarkan keputusan-keputusan/ketetapan-ketetapan
inilah timbul praktek administrasi negara yang melahirkan
Hukum Administrasi Negara kebiasaan atau HAN yang tidak
tertulis. Sebagai sumber hukum formil, sering terjadi
praktek administrasi negara berdiri sendiri di samping
Undang-undang sebagai sumber hukum formil HAN.

Bahkan tidak jarang terjadi praktek administrasi negara ini


dapatmengesampingkan peraturan perundang-undangan
yang telah ada. Hal initerutama terjadi pada suatu negara
yang sedang berkembang dan membangun seperti
Indonesia, karena sangat dibutuhkan suatu gerak cepat
dan lincah dari alat Administrasi Negara untuk
mensukseskan tujuan pembangunan. Kita sadari bahwa
sering kali terjadi pembangunan lebih cepat dari pada
lajunya peraturan perundang-undangan yang dibuat olah

23
pemerintah, sehingga kadang-kadang untuk menyelesaikan
masalah konkrit peraturan perundang-undangannya belum
ada. Ataupun kalau ada peraturan tersebut sudah tidak
sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk mengatasi
keadaan yang demikian ini maka kepada alat Administrasi
Negara diberikan suatu kebebasan bertindak yangsering
kita kenal dengan asas freies ermessen atau pouvoir
discretionnaire, yaitu kebebasan untuk bertindak dengan
tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Alat Administrasi Negara melaksanakan tugas dan


fungsinya berlandaskan

pada praktek administrasi negara atau sering dikenal


dengan hukum kebiasaan yang telah dilakukan dalam
praktek administrasi negara tanpa berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang telah ada, karena mungkin juga
peraturanperaturanitu sudah ketinggalan zaman sehingga
tidak cocok lagi dengan keadaan, situasi dan kondisi pada
saat pengambilan keputusan. Oleh karena itu dasar dari
pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah
konkrit yang harus dilakukan oleh alat Administrasi Negara
yang terdahulu, yang tugas dan fungsinya sama. Dengan
demikian akhirnya tindakan atau praktek alat Administrasi
Negara terdahulu itu dijadikan sumber hukum bagi
tindakan alat Administrasi Negara yang lain. Namun perlu
diketahui bahwa keputusan alat Administrasi terdahulu
(praktek administrasi negara) yang dapat dijadikan sumber
hukum formil HAN adalah keputusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Yurisprudensi

Dimaksudkan dengan yurisprudensi ini adalah suatu


keputusan hakim atau keputusan suatu badan peradilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

24
Yurisprudensi sebagai sumber hukum ini berkaitan dengan
prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili
perkara yang diajukan kepadanya dengan alas an belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
perkara tersebut, sehingga seorang hakim harus melihat
juga nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan keputusan
hakim yang terdahulu, apabila ia bertugas menyelesaikan
permasalahan yang belum da peraturan
perundangundangannya.

Doktrin/Pendapat para ahli HAN

Alasan mengapa doktrin dapat dipakai sebagai sumber


hukum formil

HAN, adalah karena doktrin/pendapat para ahli tersebut


dapat melahirkan teoriteori baru dalam lapangan HAN,
yang kemudian dapat mendorong atau

menimbulkan kaidah-kaidah HAN. Sebagai contoh ajaran


functionare de fait,yaitu suatu ajaran yang menyatakan
dianggap sah keputusan-keputusan yang dihasilkan atau
dikeluarkan oleh seorang alat Administrasi Negara yang

sebetulnya secara yuridis formil kewenangannya untuk


mengeluarkan atau

menrbitkan keputusan-keputusan dianggap tidak sah.


Doktrin sebagai sumber hukum formil HAN, berlainan
dengan sumber-sumber hukum yang lain karena doktrin ini
diakui sebagai sumber hukum formil HAN memerlukan
waktu yang lama dan proses yang panjang. Undang-
undang begitu diundangkan (sudah mengikat umum),
langsung dapat dipakai sebagaisumber hukum.
Yurisprudensi begitu mempunyai kekuatan hukum yang
tetap langsung bisa menjadi sumber hukum. Begitu juga
kebiasaan/praktek administrasi negara, setelah mempunyai

25
kekuatan hukum yang tetap langsung bisa dipakai sebagai
sumber hukum. Akan tetapi doktrin atau pendapat para ahli
HAN, baru dapat dipakai sebagai sumber hukum HAN
apabila doktrin tersebut sudah diakui oleh umum.

Traktat

Traktat sebagai sumber hukum formal dari sumber hukum


administrasi

negara ini berasal dari perjanjian internasional yang


kemudian diratifikasi oleh pemerintah untuk dilaksanakan di
negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional
tersebut. Namun demikian perjanjian internasional yang
dapat dijadikan sumber hukum formal hanyalah perjanjian
internasional yang penting, lazimnya berbentuk traktat atau
traty.

Kalau tidak dibatasi demukian menurut Sudikno


Mertokusumo pemerintah tidak mempunyai cukup
keleluasaan bergerak untuk menjalankan hubungan
internasional dengan sewajarnya. Apalagi untuk berlakunya
traktat di suatu negara ini diharuskan mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari wakil-wakil rakyat.

Sumber Hukum Materiil HAN

Dimaksudkan dengan sumber hukum adalah segala sesuatu


yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat
diketemukannya hukum. Sumber hukum materiil Hukum
Administrasi Negara adalah meliputi faktor-faktor yang ikut
mempengaruhi isi/materi dari aturan-aturan hukum.
Faktor-faktor tersebutantara lain :

1) Sejarah/historis :

26
a) UU dan system hukum tertulis yang berlaku pada masa
lampau di suatu tempat;

b) Dokumen-dokumen; surat-surat serta keterangan lain


dari masa lampau. UU dan system hukum tertulis yang
berlaku pada masa lampau lebihpenting bila dibandingkan
dengan dokumen serta surat-surat dan

keterangan lain pada masa lampau sebab UU dan system


hukum tertulis

itulah yang merupakan hukum yang betul-betul. Sedangkan


dokumen, surat surat dan keterangan lain hanya bersifat
mengenalkan hukum yang berlakupada masa lampau.

2) Sosiologis/Antropologis

Menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat


diketahui apa yang

dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu.


Berdasarkan

pengetahuan dari lembaga-lembaga sosial itu dapat dibuat


materi hukum

yang sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam


masyarakat.

Dengan kata lain secara sosiologis, sumber hukum adalah


faktor-faktor dalammasyarakat yang ikut menentukan
materi hukum positif. Antara lain, pandangan ekonomis,
agamis dan psikologis.

3) Filosofis

Ada 2 faktor penting yang dapat menjadi sumber hukum


secara filosofis :

a) Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untuk


menciptakan keadilan

27
maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan
pula sebagai

sumber hukum materiil;

b) Faktor-faktor yang mendorong orang tunduk pada


hukum. Oleh karena

hukum diciptakan untuk ditaati maka seluruh faktor yang


dapat mendukung seseorang taat pada hukum harus
diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif, di
antaranya adalah faktor kekuasaan penguasa dan
kesadaran hukum masyarakat.

Penutup

Soal Latihan.

1. Jelaskan pengertian sumber hukum!


2. Apa itu sumber hukum!
3. Sebutkan dan jelaskan sumber hukum administrasi
negara.
4. Apa yang dimaksudkan UU dalam arti sempit dan UU
dalam arti luas.
5. Sebutkan dan jelaskan sumber hukum formil.
6. Sebutkan dan jelaskan sumber hukum materiil.
7. Mengapa sumber hukum materiil mempengaruhi
isi/materi dari aturan-aturan hukum?
8. UU nomor barapakah yang mengatur tentang tata
urutan peraturan perundang-undangan.

28
Daftar pustaka

Johan Utama Y., 2014. Hukum Administrasi Negara,


Universitas Terbuka, Tangerang Selatan.

Koentjoro, D. Halim, 2004. Hukum Administrsi Negara,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Atmosudirdjo, S.P., 1985. Hukum Administrasi Negara,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadjon, Philipus M.,dkk., 20010. Pengantar Hukum


Administrasi Indonesia.

Jogjakarta : Gaja Mada University Press.

------------, 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.


Jogjakarta: Gaja Mada University.

Utrecht E. dan Djindang, S.Moh., 1985. Pengantar Hukum


Administrasi Negara Indonesia. PT Ichitiar Baru, Jakarta.

Triwulan T. T. dan Widodo, H.I.G. 2011. Hukum Tata


Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia. Kencana Perdana Media Group, Jakarta.

Sadjijono, H., 2011. Bab – Bab Pokok Hukum Administrasi.


LaksBang PRESSindo, Yogjakarta.

29
BAB IV

PERBUATAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas tentang bentuk-bentuk


tindakan/perbuatan/keputusan Hukum Administrasi Negara
yang berdasarkan hukum dan atau bukan berdasarkan
hukum.

Relevansi

Materi ini merupakan upaya memberikan pemahaman


kepada mahasiswa agar mereka mengetahui perbuatan
atau tindakan serta keputusan Hukum Administrasi Negara
yang karena fungsi maka administrasi negara melakukan
perbuatan atau tindakan dan keputusan.

Tujuan Instruksional

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :

1. Mengetahui dapat mengetahui


perbuatan/tindakan/keputusan hukum administrasi
negara.
2. Membedakan perbuatan dan yang bukan perbuatan
hukum administrasi negara.
3. Untuk mengetahui macam-macam perbuatan
Pemerintahan.
4. Untuk mengetahui macam-macam keputusan
administrasi negara.

Pendahuluan

Utrecht (Halim Koentjoro 2004: 55) mengatakan, HAN


ialah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi
sebab negara berfungsi. Dengan kata lain, HAN merupakan
sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada
administrasi negara untuk mengatur masyarakat.

30
Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dan
bagian awal dari hukum administrasi, karena pemerintahan
(administrasi) baru dapat melaksanakan fungsinya atas
dasar wewenang yang diperolehnya, artinya keabsahan
tindakan pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Wewenang
mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu
tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah
kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang
yang berlaku untuk melakukan hubungan hubungan
hukum.

Istilah Perbuatan (Beschikking).


Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1997 :
16), menulis perbuatan pemerintahan (Perbuatan
Administrasi Negara) = Tindakan Administrasi =
Ketetapan = Beschikking.
Beschkking menurut bebera para ahli seperti, Utrecht
dan R.D.H. Koesoemahatmadja memakai istilah
“ketetapan”, Kuntjoro Probopranoto menganjurkan
pemakaian istilah “keputusan” dan Amrah Muslimin
menganjurkan pemakaian istilah “Penetapan”(Amrah
Muslimin 1979 : 115).
Beberapa para sarjana yang memberikan defenisi
bechikking antara lain, adalah :
Mr. Drs. E. Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum
Tata Usaha Negara Indonesia, menyatakan Beschikking
(ketetapan) adalah suatu perbuatan hukum publik yang
bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan
berdasarkan suatu kekeuasaan istimewa.
Mr. WF. PRINS dalam bukunya Inleiding in het
Administratierecht van Indonesia pennyebutkan
beschikking sebagai suatu tindakan hukum sepihak
dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat
pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada pada
alat organ itu.

31
Van der Pot; dalam bukunya Nederlandsch
Bestuursrecht mengatakan beschikking adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat – alat
pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendakalat-alat
pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hak
istimewa, dengan maksud mengadakan perubahan
dalam lapangan perhubungan-perhubungan hukum.

Macam – macam Perbuatan Pemerintah


(Administrasi Negara)

Utrecht (dalam Marbun dan Mahfud 1987 : 68 – 70)


mengatakan, dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan kepentingan umum, pemerintah atau
adminstrasi negara banyak melakukan tindakan atau
perbuatan – perbuatan. Aktivita atau perbuatan itu pada
pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan,
yaitu :
Rechtshandelingen (golongan perbuatan hukum).
Feitelijke handelingen (golongan yang bukan perbuatan
hukum).
Dan juga menurut Triwulan dan Widodo(2011 : 308)
dalam aktivitas, pemerintah melakukan dua macam
tindakan, yaitu : bukan perbuatan hukum atau tindakan
biasa (Feitelijkehandelingen) dan perbuatan hukum atau
tindakan hukum (Rechtshandelingen).

Dari ke dua golongan hukum tersebut yang penting bagi


Hukum Administrasi Negara adalah golongan perbuatan
hukum (Rechtshandelingen), sebab perbuatan tersebut
langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi HAN,
sedangkan golongan perbuatan yang bukan perbuatan
hukum tidak relevan (penting).
Tindakan pemerintah (bestuurshandeling) yang
dimaksud, adalah setiap tindakan atau perbuatan yang
dilakukan oleh alat perlengkapan pemerintahan
32
(bestuursorgaan) dalam menjalankan fungsi
pemerintahan (bestuursfunctie).
Perbuatan pemerintah atau tindakan pemerintah
berdasarkan hukum (rechtshandelingen), dapat
dimaknai sebagai tindakan-tindakan yang berdarkan
sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu
untuk menciptakan hak dan kewajiban. Tindakan ini
lahir sebagai konsekuensi logis dalam kedudukan
pemerintah / administrasi negara sebagai subjek hukum
sehingga tindakan hukum yang dilakukan menimbulkan
akibat hukum, sedangkan tindakan berdasarkan
fakta/nyata (bukan hukum), adalah tindakan pemerintah
yang tidak ada hubungan langsung dengan
kewenangannya dan tidak menimbulkan akibat hukum.
Menurut Kuntjoro Probopranoto tindakan berdasarkan
fakta (Feitelijkehandeling) ini tidak relevant, tidak
mempunyai hubungan langsung dengan
kewenangannya. Contoh : tindakan pemerintah
berdasarkan fakta, yaitu upacara membuka jembatan,
membuka jalan raya dan lain-lain yang biasanya harus
dilakukan oleh seorang penguasa pemerintahan.
Tindakan-tindakan berdasarkan fakata/nyata lain,
seperti tindakan meresmikan gedung, monumen,
peletakan batu pertama, menyelenggarakan upacara-
upacara dan lain-lain, yang tidak menimbulkan akibat
hukum tertentu (Sadjijono, 2011:84-85).
Selanjutnya mengatakan, pendapat lain
sebagaimana dikemukan oleh H.J. Romeijn, bahwa “Een
administratieve rechtshandeling is dan een wilsverklaring
in een bijzonder geval uitgaande van een
administratieforgaan gerich op het in het leven roepen
van een rechtsgevolg op het gebeid van aministratief
rechts” ( tindakan-tindakan hukum adminisrasi adalah
suatu pernyataan kehendak yang munucul dari organ
administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat hukum di dalam hukum
33
administrasi). Jadi dapat dikatakan tindakan hukum
pemerintahan apabila tindakan dimaksud dilakukan oleh
organ pemerintah (bestuursorgaan) dan menimbulkan
akibat hukum khususnya bidang hukum administrasi,
bukan bidang hukum yang lain seperti : hukum pidana
atau hukum perdata. Akibat hukum yang timbul tersebut
dapat berupa penciptaan hubungan hukum baru
maupun perubahan atau pengakhiran hubungan hukum
yang ada.
Menurut H.D. van Wijk/Williem Konijnenbelt akibat
hukum tindakan pemerintah tersebut, berimplikasi :
1. Menimbulkan perubahan hak, kewajiban atau
kewenangan yang ada;
2. Menimbulkan perubahan dudukan hukum bagi
seseorang atau objek yang ada.
3. Terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan ataupun
status tertentu yang ditetapkan.
Dengan demikian tindakan hukum pemerintah di
maksud memiliki unsur-unsur, sebagai berikut :
1. Tindakan tersebut dulakukan oleh aparatur
pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa
maupun sebagai alat perlengkapan pemerintah
(bestuursorgaan) ;
2. Tindakan dilaksanakan dalam menjalankan fungsi
pemerintahan( beatuursfuntie);
3. Tindakan dimaksudkan sebagai sarana untuk
menimbulkan akibat hukum rechtsgevolgen) di
bidang hukum administrasi;
4. Tindakan yang dilakukandalam rangka pemeliharaan
kepentingan umum;
5. Tindakan dimaksudkan berdasarkan norma
wewenang pemerintah.tindakan tersebut beorientasi
pada tujuantertentu berdasarkan hukum.
Ada dua bentuk tindakan hukum pemerintah, yakni
tindakan yang berdasarkan hukum publik dan
berdasarkan hukum privat. Tindakan hukum publik
34
(publeiekrechttelijke handeling) adalah setiap tindakan
pemerintahan yang berdasarkan pada hukum paublik
(bersifat hukum administratif) dan memiliki akibat
hukum adminisratif pula. Menurut Komisi van Poelje,
tindakan hukum publik adalah tindakan-tindakan hukum
yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan
fungsi pemerintahan. Jadi tindakan publik ini dilakukan
berdasarkan kewenangan pemerintah hukum publik
yang dapat lahir dari kewenangan yang bersifat
hukumpublik pula, sebagaimana dikatakan oleh ten
Berge, bahwa “puliecrechtelijke handelingen kunnen
slecht voorvloeien uit pebliekrechtelijke bevoegdheden”
(tindakan-tindakan yang bersifat hukum publik hanya
dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum
publik) (ibid : 86)
Menurut menurut Triwulan dan Widodo (2011:
308),dalam hukum administrasi yang penting adalah
tindakan pemerintah yang tergolong tindakan hukum
(rechtshandelingen). Adapun tindakan pemerintah yang
tergolong tindakan hukum (rechtshandelingen), yakni :
tindakan hukum menurut privat dan tindakan menurut
hukum publik.
Pemerintah menurut hukum publik dibedakan
menjadi dua, yaitu:
Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu
(eenzijdige publiek-rehtelijk handeling)
Menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat
administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa
dalam hal membuat suatu ketetapan yang mengatur
hubungan antara sesama administrasi negara maupun
antara administrasi negara dan warga masyarakat.
Misalnya ketetapan tentang pengangkatan seorang
menjadi pegawai negeri. Menurut Djenal Hoesen
Koesoemahatmadja, tindakan hukum bersegi satu ini
lebih penting dari pada bersegi dua.
35
Perbuatan hukum publik bersegi dua (tweezijdige
publiekrechtelijke handeling), yaitu suatu perbuatan
aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih secara sukarela (perjanjian,
overeenkomst). Artinya bahwa dalam tindakan hukum
ini ada penyesuaian kehendak) (wilsovereenkomst)
antara dua pihak dan tindakan hukum itu di atur oleh
suatu hukum “isimewa”, yaitu oleh peraturan hukum
publik dan tidak di atur oleh hukum “biasa”, yaitu hukum
perdata. Misalanya mengadakan perjanjian (kortverband
contract) pembuatan gedung, jembatan dengan pihak
swasta (pemborong).
Tindakan hukum publik, baik yang bersifat sepihak
(bersegi satu) maupun berbagai pihak (bersegi dua)
dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni:
tindakan membuat keputusan (beschikking);
tindakan membuat peraturan (regeling), dan
tindakan materiil (materiele daad).
Ad. a. Tindakan membuat keputusan (beschikking)
merupakan tindakan hukum publik yang bersifat sepihak
(bersegi satu) yang dapat dibedakan menjadi tiga
bagian, yakni :
sepihak – konkrit – individual;
sepihak – konkret – umum; dan
lebih dari satu jabatan tata usaha negara – konkrit
umum.
Ad. b. Tindakan membuat peraturan: Di dalam membuat
peraturan ini merupakan tindakan hukum pemerintah
dibidang hukum publik yang juga besifat sepihak
(bersegi satu) dan peraturan yang dikeluarkan bersifat
umum – abstrak. Peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai tindakan hukum publik dimaksud
dapat berbentuk peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peraturan menteri, peraturan gubernur dan
lain-lain.

36
Ad. c. Tindakan materill: Tindakan ini dilakukan untuk
kepentingan umum yang bersifat berbagai pihak
(bersegi dua), artinya melibat oihak dua atau lebih,
yakni pemerintah dan sipil (swasta) maupun pihak-pihak
lain. Tindakan hukum publik ini seperti membuat
perjanjian kerja, membuat memory of understanding
(MOU), vortband contruct, dan lain-lain.
Tindakan hukum publik ini membawa konsekuensi
dan akibat hukum dibidang hukum administrasi, oleh
karena itu disyaratkan adanya keabsahan tindakan
hukum yang dilakukan.
Selain tindakan hukum Publik, tindakan
pemerintah juga ada yang berbentuk hukum privat.
Tindakan hukum privat yang dimaksud, adalah tindakan
pemerintah dalam kedudukannya bukan sebagai
pemerintah, namun sebagai wakil dari badan hukum
(lichaam) dan bukan tugas untuk kepentingan umum,
sehingga tindakannya didasarkan pada ketentuan
hukum privat (keperdataan). Seperti tindakan jual beli
tanah, tukar guling, tukar menukar barang dan lain-lain
yang merupakan hubungan hukum perdata.

Keputusan / Ketetapan Tata Usaha Negara


Keputusan tata usaha negara (KTUN) sering juga
disebut dengan istilah keputusan administrasi negara.
KTUN sebagai keputusan administratif merupakan suatu
pengertian yang sangat umum yang dalam pratik bentuk
dapat beraneka ragam. KTUN ini biasa disebut
beschikking, yang berarti norma hukum yang bersifat
individual dan konkret sebagai keputusan pejabat tata
usaha negara atau administrasi negara
(beschikkingsdaad van de administratie).
Dalam praktek keputusan yang bersifat beschikking ini
biasa disebut juga dengan istilah penetapan. Di antara
sarjana hukum yang biasanya menggunakan istilah
penetapan ini, termasuk Prajudi Atmosudirdjo yang
37
dikenal sebagai salah seorang pelopor kajian Hukum
Administrasi Negara di Indonesia setelah kemerdekaan.
Namun berbeda dari Prajudi Atmosudirdjo yang
merupakan orang Indonesia asli, E. Utrecht yang
keterunan Belanda biasa menggunakan istilah ketetapan
daripada penetapan Begitupun dengan Djenal Hoesen
Koesoemahatmadja, yang menterjemahkan beschikking
dengan “ketetapan” hal ini dengan pertimbangan bahwa
ketetapan lebih menunjukkan kepada suatu bentuk
keputusan yang khusus. Berbeda dengan yang lain.
Koentjoro Probopranoto menggunakan istilah
“keputusan” untuk beschikking dengan alasan bahwa
istilah “ketetapan” dalam waktu itu memiliki arti yang
yuridis teknis, yaitu sebagai keputusan MPR yang
berlaku umum (ke luar maupun ke dalam). Konsep
penetapan itu dipakai sehari – hari sampai sekarang.
Pada hal dari segi tata bahasa Indonesia yang baik dan
benar sebenarnya istilah penetapan itu justeru tidak
tepat. Kata penetapan adalah bentuk kata benda dari
kegiatan menetapkan yang menghasilkan produk yang
disebut ketetapan. Demikian pula pengaturan sebagai
bentuk kegiatan yang mengatur dapat menghasilkan
aturan yang dalam bentuk formalnya dapat disebut
peraturan (Triwulan dan Widodo 2011 : 3314 – 3015)
Selanjutnya dijelaskan lagi, Keputusan Administrsi
Negara (AN) merupakan perbuatan hukum publik
bersegi satu, yang dilakukan oleh Alat AN untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Keputusan AN
ini dinegara Belanda dikenal dengan istilah Beschikking,
Perancis dikenal dengan Acte Administratif, di Jerman
dikenal dengan Verwaltungsakt. Di Indonesia belum ada
kesatuan pendapat mengenai istilah yang merupakan
terjemahan dari Beschikking ini. Utrecht,
menerjemahkan dengan istilah Ketetapan, sedangkan
Koentjoro Purbopranoto menyebutnya dengan istilah
Keputusan. Keputusan yang dibuat oleh alat administrasi
38
negara ini merupakan bagian terbesar dari macam-
macam perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat
administrasi negara. Perbuatan alat administrasi negara
dalam mengadakan keputusan/ketetapan ini disebut
penetapan.

Keputusan atau ketetapan, ada yang dibuat untuk


menyelengarakan hubungan-hubungan dalam lingkungan
alat administrasi yang membuatnya yang dikenaldengan
keputusan intern. Ada juga yang dibuat untuk
menyelenggarakan hubungan antara alat administrasi
negara yang membuatnya dengan pihak swasta atau warga
masyarakat atau antara dua atau lebih alat administrasi
negara, yang dikenal dengan keputusan ekstern. Di dalam
HAN yang terpenting adalah keputusan/ketetapan ekstern.

Prins, memberikan definisi keputusan/ketetapan sebagai


perbuatan hukum bersegi satu dalam lapangan
pemerintahan dalam arti sempit (bestuur) dilakukanoleh
alat pemerintahan dalam arti yang luas berdasarkan
kekuasaan istimewa. Sedangkan Utrecht menyatakan
bahwa ketetapan adalah suatu perbuatan pemerintah
dalam arti kata luas yang khusus bagi lapangan
pemerintahan dalam arti kata sempit (dalam
menyelenggarakan kepentinganumum).

Dengan demikian tidak berarti bahwa ketetapan itu hanya


dibuat oleh alat pemerintah dalam bidang eksekutif, akan
tetapi bisa juga dibuat oleh alat pemerintah dalam bidang
legislatif dan yudikatif.

Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata


Usaha Negara menyebut ketetapan ini dengan sebutan
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Adapun yang dimaksudkan dengan Keputusan/Ketetapan


AN (UU Peratun menyebut dengan istilah keputusan TUN),
berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun

39
1986 (UU Peratun) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan
final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata. Unsur-unsur utama Keputusan TUN
seperti dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 UU Peratun,
yaitu :

Penetapan tertulis;

Oleh Badan atau Pejabat TUN;

Konkrit;

Individual;

Final;serta

Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan


hukum

perdata.

Penetapan tertulis maksudnya adalah cukup ada hitam


diatas putih, karena menurut penjelasan Pasal 1 angka 3
UU Peratun dikatakan bahwa bentuk formal tidak penting
dan bahkan nota dinas atau memo pun sudah memenuhi
syarat sebagai penetapan tertulis. Adapun Badan atau
Pejabat TUN yang dirumuskan dalam UU Peratun itu pada
dasarnya adalah badan-badan atau pejabat yang
melakukan urusan pemerintahan dalam arti sempit. Kalau
kita bandingkan rumusan Keputusan/Ketetapan yang
dikemukakan oleh Prins dan Utrecht dengan rumusan KTUN
yang dimuat dalam UU Peratun, lebih luas rumusan yang
dikemukakan oleh Prins dan Utrecht. Menurut rumusan
Prins dan Utrecht badan/pejabatpejabat yang membuat
atau mengeluarkan Keputusan/Ketetapan tidak terbatas
pada badan/pejabat dalam lingkup pemerintahan dalam

40
arti yang sempit, akan tetapi badan/pejabat-pejabat dalam
lingkup pemerintahan dalam arti yang luas (legislatif
maupun yudikatif) bisa membuat keputusan/ketetapan
hanya saja keputusan/ketetapan itu dimaksudkan untuk
menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas dan
urusan pemerintahan dalam arti yang sempit (eksekutif).
Sedangkan KTUN yang ditentukan dalam UU Peratun hanya
KTUN yang dibuat oleh

badan/pejabat-pejabat dalam lingkup eksekutif. Hal ini bisa


kita fahami mengingat bahwa UU Peratun membatasi KTUN
yang bisa dibawa ke Peratun yang bisa dibawa ke Peratun
hanyalah KTUN yang dibuat oleh alat administrasi negara
dalam lingkungan eksekutif. Untuk dapat menjalankan
tugasnya, di samping membuat keputusan, Alat
Administrasi Negara juga mengeluarkan peraturan. Di
mana pada waktu kita membahas pengertian HAN, Prajudi
Atmasudirdjo menyatakan bahwa peraturan ini termasuk
dalam UU dalam arti luas yang merupakan bagian dari
sumber Hukum Tata Usaha Negara yang bersifat otonom,
yang dapat diubah, ditambah oleh Alat Tata Usaha Negara
apabila perlu dengan memperhatian asas-asas umum
pemerintahan yang baik.

Adapun perbedaan antara keputusan/ketetapan


dengan peraturan yaitu :

Keputusan/Ketetapan : dibuat untuk menyelesaikan hal-hal


yangkonkret yang telah diketahui lebih dulu oleh alat AN
dan bersifat kasuistik. Sebagai contoh : SK penerimaan
pegawai, di sana disebut secara tegas nama-nama pelamar
yang diterima sebagai calon pegawai, sehingga SK tersebut
hanya diperuntukkan bagi parapelamar yang diterima
sebagai calon pegawai yang disebut dalam SK itu.

Peraturan : dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang


bersifat abstrak yang belum diketahui sebelumnya dan

41
bersifat umum, dan yang mungkin akan terjadi. Sebagai
contoh : peraturan (Keputusan) yang mengatur tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar PNS. Di
sana tidak bisa disebut satu persatu calon pelamar,

melainkan diperuntukkan bagi semua calon pelamar


sebagai PNS, sehingga dikatakan berlaku umum dan
bersifat abstrak karena belum diketahui siapa sajakah
nama-nama orang yang berniat melamarsebagai PNS. Akan
tetapi perlu diingat bahwa walaupun satu peraturan itu
dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang masih abstrak,
tetapi seringkali perkara konkrit yang terjadi sebelumnya
menjadi sebab maka itu dikeluarkan.

Kadang-kadang perbedaan antara keputusan dengan


peraturan itu tidak jelas, karena produk hukum Alat Tata
Usaha Negara yang kita kenal dengan peraturan ini juga
bentuk formalnya merupakan keputusan tapi isinya bersifat
mengatur. Apalagi dalam suatu peraturan yang sifatnya
einmalig, yaitu suatu peraturan yang dibuat untuk
menyelesaikan suatu perkara konkrit dan setelah
penyelesaian itu terlaksana kemudian peraturan itu
berhenti berlaku tanpa dicabut. Juga perlu diketahui bahwa
untuk membedakan apakah suatu keputusan itu
merupakan peraturan atau keputusan dalam arti
beschikking. Philipus M.Hadjon dkk menyatakan bahwa
pada umumnya Badan-Badan TUN seperti halnya
departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemda
tingkat I dan II (sekarang dengan berlakunya UU No.22
Tahun 1999 sebagaimana teleh diubah dengan UU No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintah di daerah disebut dengan
pemda Propinsi dan pemda Kabupaten/Kota) menetapkan
bentuk tertentu yang membedakan keputusan TUN dalam
arti beschikking dengan keputusan yang merupakan
peraturan. Keputusan yang merupakan beschikking disebut
dengan judul SK (Surat Keputusan) misalnya : SK Menteri,
SK Gubernur dan lain sebagainya. Sedangkan keputusan
42
yang merupakan peraturan yang bersifat umum disebut
dengan Keputusan, misal Keputusan Menteri.

Di dalam UU Peratun (Pasal 2 huruf a) bentuk hukum


peraturan ini dikenal dengan istilah Keputusan Tata Usaha
Negara yang merupakan pengaturan yangbersifat umum.
Di samping membuat keputusan dan peraturan Alat
Administrasi Negara (AAN) juga mengeluarkan produk
hukum yang dikenal dengan sebutan pseudo wetgeving
atau peraturan-peraturan kebijakan yang sering juga
dikenal dengan nama peraturan perundang-undangan
semu. Hal ini dilakukan oleh Alat Tata Usaha Negara untuk
menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu.
Produk ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan asas freies
ermessen. Bentuknya bisa berujud Pedoman, Surat Edaran
yang mengumumkan kebijakan tertentu. Suatu peraturan
kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari
perbuatan Alat Tata Usaha Negara yang bertujuan
menampakkan kebijaksanaan/kebebasan bertindak (freies
ermessen) secara tertulis, namun tanpa disertai
kewenangan untuk membuat peraturan dari si pembuat
kebijakan tersebut. Sebetulnya Alat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan pseudo wetgeving tersebut tidak
berhak membuat peraturan, akan tetapi karena ada hal-hal
konkrit yang mendesak untuk segera diselesaikan maka
lalu dibuat suatu kebijaksanaan. Perbedaan antara pseudo
wetgeving, yaitu :

- pseudo wetgeiving tidak mengikat secara langsung


namun mempunyai relevansi hukum, sedangkan peraturan
mengikat secara hukum;

- pseudo wetgeiving tidak mempunyai sansi yang tegas


hanya mempunyai sanksi moral, sedangkan peraturan
umumnya mempunyai sanksi tegas;

43
- pseudo wetgeiving apabila ada keadaan-keadaan khusus
yang mendesak umumnya bisa disimpangi; sedangkan
peraturan umumnya tidak bisa disimpangi.

Selain itu Alat Administrasi Negara juga sering


mengeluarkan produk yang namanya het plan (rencana)
yang dijumpai pada pelbagai bidang kegiatan
pemerintahan. Misalnya pengaturan rencana tata ruang
kota, rencana peruntukan tanah, RAPBN, RAPBD dan lain
sebagainya. Rencana merupakan keseluruhan tindakan
yang saling berkaitan dari Alat Administrasi Negara untuk
mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang
tertib/teratur. Suatu rencana menunjukkan kebijaksanaan
apa yang akan dijalankan oleh Alat Administrasi Negara
pada suatu lapangan tertentu.

Di dalam HAN, yang penting hanya rencana-rencana


yang mempunyai kekuatan hukum. Rencana ini dapat
dikaitkan dengan stelsel perajinan. Ada beberapa rencana
pembangunan yang secara langsung berakibat hukum bagi
warga negara atau badan hukum perdata. Sebagai contoh :
rencana tata rung kota, rencana-rencana detail perkotaan
yang dibuat berdasarkan SVO dan SVV mengikat warga
kota untuk membangun secara tidak menyimpang dari pola
gambar petunjuk peta-peta pengukuran dan petunjuk
rencana-rencana detail perkotaan mengingat tiap
penyimpangan daripadanya dapat mengakibatkan
bangunan yang bersangkutan dibongkar.

Perencanaan sebagai tindakan administrasi negara harus

memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh Bintoro


Tjokroamidjojo,

sebagai berikut :

44
a. berorentasikan untuk mencapai tujuan. Tujuan itu dapat
bersifat ekonomi, politik, sosial budaya, idiologis dan
bahkan kombinasi dariberbagai hal tersebut;

b. berorientasi pada pelaksanaannya;

c. perspektif waktu. Untuk mencapai tujuan tertentu bisa


saja

dilakukan secara bertahap;

d. perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinyu


dan terus

menerus.

SYARAT-SYARAT AGAR KEPUTUSAN/KETETAPAN


MENJADI SAH

Suatu Keputusan/Ketetapan administrasi negara dikatakan


sah apabila keputusan tadi memenuhi syarat untuk
diterima menjadi bagian dari ketertiban hukum. Supaya
keputusan AN itu dapat menjadi bagian dari ketertiban
hukum maka pembuatannya harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan HTN dan HAN. Ketentuan dalam HTN
menyangkut tentang kompetensi dan tujuan, sedangkan
ketentuan dalam HAN menyangkut procedure dalam
pembuatan keputusan. Syarat yang harus dipenuhi di
dalam pembuatan keputusan AAN (Vander Pot), yaitu :

a) Dibuat oleh alat yang berwenang/berkuasa;

b) Dalam kehendak alat yang berkuasa tidak boleh ada


kekurangan yuridis;

c) Bentuk keputusan dan tata cara pembuatannya harus


sesuai dengan

45
peraturan dasarnya;

d) Isi dan tujuan keputusan harus sesuai debngan isi dan


tujuan dari peraturan yang menjadi dasarpembuatan
keputusan tersebut.

Apabila suatu keputusan Administrasi Negara dibuat


dengan tidak mengindahkan syarat-syarat sahnya suatu
keputusan dapat mengakibatkan keputusan tadi menjadi
tidak sah, artinya keputusan tersebut tidak dapat diterima
menjadi bagian dari ketertiban hukum. Akan tetapi
keputusan yang dibuat dengan tidak mengindahkan syarat
sahnya suatu keputusan (keputusan yang mengandung
kekurangan) belum tentu menjadi tidak sah. Karena sah
tidaknya suatu keputusan tergantung pada berat ringannya
kekurangan syarat tersebut. Bila kekurangan syarat itu
syarat yang esensial (penting) maka keputusan tadi
menjadi tidak sah. Akan tetapi kalau kekurangan itu bukan
merupakan syarat yang esensial maka keputusan tadi tetap
sah.

Keputusan/Ketetapan AN harus dibuat oleh alat yang

berwenang/berkuasa.

Berwenang/berkuasa atau tidaknya Alat Administrasi


Negara yang membuat keputusan ditentukan oleh kategori
sebagai berikut :

a. Kompetensi/ratione materi: pokok yang menjadi obyek

keputusan/ketetapan harus masuk kompetensi Alat


Administrasi

Negara yang membuatnya;

b. Batas lingkungan wilayah/ratione loci: tempat/wilayah


berlakunya

suatu keputusan;

46
c. Batas wilayah/ratione temporis: jangka waktu berlakunya
suatu

keputusan;

d. Quorum : jumlah anggota yang harus hadir agar


keputusan yang

dibuat sah.

Akan tetapi belum tentu keputusan/ketetapan AN yang


dibuat dengan tidak mengindahkan kategori-kategori
tersebut menjadi tidak sah. Sah tidaknya suatu keputusan
tadi masih tergantung pada besarnya obyek yang diatur
dalam keputusan. Sehingga akhirnya yang dapat menilai
sah tidaknya suatu keputusan adalah Alat AN yang lebih
tinggi atau Peradilan Tata Usaha Negara, itupun harus

dilihat secara kasuistik. Dalam hal berkuasa/berwenang


atau tidaknya Alat AN yang mengeluarkan Keputusan AN
terlihat dengan jelas, maka keputusan bisa menjadi batal
mutlak/batal dan pembatalannya bisa berlaku surut. Artinya
seluruh akibat dari keputusan tadi batal sama sekali dan
tuntutan pembatalan bisa dilakukan oleh semua orang.
Ajaran kebatalan ini dianalogikan dari hukum perdata.
Disamping batal mutlak ada lagi perbuatan yang bisa batal
nisbi artinya permintaan pembatalan

dari perbuatan itu hanya bisa dituntut oleh orang-orang


tertentu. Juga ada keputusan yang bisa menjadi batal
karena hukum, maksudnya bahwa akibat dari keputusan itu
untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak
pernah ada tanpa diperlukan suatu pembatalan oleh hakim
atau atasan dari Alat AN yang mengeluarkan keputusan.
Apabila Alat AN yang mengeluarkan keputusan di dalam
menduduki jabatannya ternyata tidak legal (sah), maka
dapat diselesaikan dengan ajaran functionare defait, yaitu
doktrin/ajaran yang menyatakan bahwa dalam keadaan

47
memaksa/istimewa/darurat Alat AN tidak legal atau
pengangkatannya mengandung kekurangan (sebagai
contoh pengangkatan presiden Habibie oleh presiden
Suharto sewaktu presiden Suharto dituntut oleh mahasiswa
untuk meletakkan jabatannya), apabila masyarakat umum
menerimanya sebagai suatu Alat AN yang legal, maka
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya atau keputusan
yang dikeluarkannya adalah sah. Akan tetapi apabila
masyarakat tidak menerimanya maka keputusan yang
dikeluarkannya tidak sah. Dengan ada
keputusan/ketetapan sah dan ada keputusan/ketetapan
yang tidak sah. Suatu keputusan/ketetapan dikatakan tidak
sah apabila keputusan/ketetapan tadi tidak mengandung
kekurangan yang esensial atau dapat dikatakan bahwa
keputusan adalah sah apabila sudah diterima sebagai
bagian dari ketertiban hukum. Sedangkan
keputusan/ketetapan dianggap tidak sah apabila keputusan
tadi mengandung kekurangan yang esensial sehinggatidak
dapat diterima menjadi bagian dari ketertiban
hukum.Dalam Kehendak Alat AN yang Berkuasa Tidak
Boleh Ada Kekurangan Yuridis.

Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan /


ketetapan bisa terjadi kerena :

a) Dwaling = salah kira

b) Dwang = paksaan

c) Bedrog = tipuan

Kekurangan yuridis ini dianalogikan dari lapangan hukum


privat (perdata).

Di dalam hukum perdata perbuatan yang dibuat


berdasarkan dwaling, dwang dan bedrog dapat dibatalkan
dan tidak menjadi batal secara mutlak, artinya perbuatan
itu dianggap ada sampai ada pembatalan oleh hakim atau

48
oleh pejabat yang berwenang. Akan tetapi di dalam HAN
kekurangan yuridis berdasarkan salah kira (dwaling) hanya
akan mempengaruhi berlakunya suatu keputusan AN dalam
hal salah kira tersebut bertentengan dengan UU atau
bertentangan keadaan nyata, misalnya mengenai pokok
maksud, kualitas orang. Sebagai contoh : keputusan yang
dikeluarkan adalah ijin untuk mengimport 200 mobil
Hyundai akan tetapi ternyata yang datang 2000 mobil.
Penerimaan pegawai yang dipanggil adalah Amin seorang
insinyur Kimia, ternyata yang datang adalah Amin sarjana
pendidikan Kimia. Kepututsan yang dibuat berdasarkan
salah kira ini pada umumnya dapat dimintakan agar
ditinjau kembali atau dapat dibatalkan.

Keputusan yang dibuat berdasarkan paksaan dapat


dibatalkan bahkan paksaan keras dapat menjadi sebab
keputusan tadi batal demi hukum. Keputusan/ketetapan
yang dibuat dengan menggunakan tipuan, sebagai contoh:
seorang pengusaha HPH meminta ijin untuk menebang
hutan yang di dalamnya terdapat lebih kurang 20000
pohon jati dan oleh instansi pemberi ijin HPH dikabulkan.
Ternyata sebenarnya di dalam hutan tersebut terdapat
lebih kurang 200000 pohon jati. Di sini bayangkan palsu
bagi instansi yang mengeluarkan HPH tentang suatu hal
yang akan dimuat dalam keputusan. Tipuan ini dapat
mempengaruhi berlakunya keputusan apabila bertentangan
dengan keadaan / kejadian nyata.

Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Keputusan Harus


Sesuai dengan Peraturan Dasarnya.

Bentuk Keputusan :

a) Lisan;

b) Tertulis

49
Keputusan dapat dibuat secara lisan apabila :

1) Tidak membawa akibat yang kekal dan tidak begitu


penting di

dalam HAN;

2) Bilamana oleh Alat AN yang mengeluarkan keputusan


dikehendaki

akibat yang timbul dengan segera.

Mengenai bentuk keputusan/ketetapan yang dibuat secara


tertulis ada bermacam-macam karena dibuat oleh
bermacam-macam alat administrasi negara, bisa alat
administrasi di lingkungan pemerintahan dalam arti sempit
(eksekutif) bisa juga alat administrasi negara dilingkungan
pemerintahan dalam arti yang luas. Sebagai contoh UU
yang isinya memuat penetapan (UU yang bersifat formil
saja tapi materinya tidak mengikat seluruh penduduk),
Keputusan Presidan, Keputusan Menteri. Ada peraturan
dasar yang memuat secara tegas ketentuan tentang bentuk
suatu keputusan. Akan tetapi ada kalanya peraturan dasar
dari pembuatan keputusan tidak menyebutkan bentuk yang
harus diberikan pada suatu keputusan yang akan
dikeluarkan. Dalam hal ini penyelesaiannya: dengan cara
melihat praktek administrasi negara yang terdahulu dan
juga melihat pentingnya soal yang akan
diselesaikan/diselenggarakan oleh keputusan TUN tersebut
untuk menentukan bentuk mana yang harus dipakai.

Mengenai akibat hukum dari suatu keputusan yang tidak


mengindahkan aturan mengeai bentuk keputusan, Utrecht
menyatakan bahwa hal itu harus dilihat apakah kekurangan
tersebut essential atau tidak! Karena suatu keputusan
dengan bentuk yang salah belum tentu mengurangi
sah/tidaknya suatu keputusan. Kranenburg-Vegting
mengemukakan bahwa akibat keputusan yang dibuat

50
dengan tidak mengindahkan bentuk hanya batal, bilamana
kekurangan yang dinyatakan itu mungkin menjadi sebab
maka isi keputusan tersebut lain/berbeda dari yang
dimaksud atau keputusan tadi menimbulkan kerugian. Cara
pembuatan dan cara menjalankan/melaksanakan suatu
keputusan bisa juga mempengaruhi berlakunya suatu
keputusan.

Isi dan Tujuan keputusan harus Sesuai dengan Isi dan Tujuan
dari Peraturan yang Menjadi Dasarnya

Ada kalanya isi dan tujuan dari suatu keputusan tidak


sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar dari
dikeluarkannya keputusan. Kranenburg- Vegting
menyatakan keputusan yang demikian ini dapat dibentuk :

a) tidak ada alasan, yakni suatu peristiwa yang mendasari


pembuatan keputusan seperti yang tertera dalam peraturan
dasarnya tidak ada, atau dapat dikatakan tidak ada
peristiwa yang mendasari dikeluarkannya
keputusan/ketetapan;

b) salah alasan, yakni alasan yang disebutkan sebetulnya


untuk keputusan / ketetapan yang lain;

c) alasan-alasan yang dikemukakan tidakdapat dipakai atau


alasan yang dibuat kurang tepat;

d) detournement de pouvoir, sering dikenal dengan istilah


penyalahgunaan

wewenang, yakni penggunaan wewenang untuk tujuan lain


dari maksud diberikannya wewenang tersebut.

Detournement de pouvoir sering terjadi sebagai akibat dari


suatu freies ermessen yang disalahgunakan. Suatu
perbuatan Alat TUN yang merugikan individu dapat
dibatalkan berdasarkan dua (2) macam alasan, yakni
bertentangan dengan hukum dan bertentangan dengan

51
kepentingan umum. Pembatalan perbuatan Alat TUN/AN
yang bertentangan dengan hukum dapat dimintakan
pembatalan melalui

pengadilan/hakim. Pembatalan alat TUN/AN yang


bertentangan dengan kepentingan umum tidak bisa
dimintakan pembatalan lewat pengadilan, karena
berdasarkan ajaran Trias Politica penilaian mengenai
bertentangan tidaknya dengan kepentingan umum itu
merupakan wewenang dari pihak eksekutif, sehingga yang
berhak menilai juga eksekutif, fihak yudikatif tidak boleh
mencampuri wewenang eksekutif. Oleh karena
pertimbangan bertentanangan tidaknya perbuatan AAN
dengan kepentingan umum itu merupakan kebijaksanaan,
maka yang bisa menilai adalah AAN yang lebih tinggi.
Sekarang ini berdasarkan ketentuan UU Peratun perbuatan
AAN yang masuk dalam klasifikasi detournement de
pouvoir bisa dibawa ke Peratun karena perbuatan

detournement de pouvoir masuk klasifikasi bertentangan


dengan hukum.

Kekuatan Hukum Suatu Keputusan/Ketetapan

Apabila suatu keputusan sudah sah atau dianggap sah,


maka keputusan tadi mempunyai kekuatan hukum, artinya
keputusan itu dapat mempengaruhi pergaulan hukum.
Kekuatan hukum suatu keputusan dapat berwujud
kekuatan hukum formil dan kekuatan hukum materiil.

Suatu keputusan dikatakan mempunyai kekuatan hukum


formil, apabila keputusan tadi sudah tidak bisa dibantah
lagi oleh suatu alat hukum biasa. Alat hukum biasa yaitu
suatu alat hukum yang hanya dapat digunakan dalam
suatu jangka waktu tertentu untuk mengadakan banding
terhadap suatu keputusan. Sebagai contoh :

52
suatu keputusan harus disetujui atau dimintakan
banding pada

atasan sebelum mulai diberlakukan. Maka sejak keputusan


itu

dikuatkan atau disetujui oleh atasan,keputusan itu


mempunyai

kekuatan hukum formil;

apabila ditentukan banding dalam jangka waktu


tertentu, tetapi

jangka waktu untuk banding tidak digunakan dan waktu


banding

sudah terlampaui, maka sejak lampau waktu banding itu


keputusan

mempunyai kekuatan hukum formil;

apabila tidak memerlukan persetujuan dari atasan, maka


sejak

dikeluarkan keputusan itu telah mempunyai kekuatan


hukum formil;

apabila harus banding dan permohonan banding ditolak,


maka sejak penolakan banding keputusan tadi
mempunyai kekuatan hukum formil.

Kekuatan hukum formil dapat dibantah dengan alat hukum


luar biasa, karena alat hukum luar biasa tidak terikat oleh
jangka waktu tertentu untuk memohon banding, yaitu
apabila dalam hal nyata-nyata keputusan tadi mengandung
kekurangan yuridis yang dapat membahayakan ketertiban
umum atau keputusan tadi tidak lagi sesuai dengan
keadaan nyata. Di dalam hal ini instansi tertinggi yang
berhak membatalkannya. AAN atau instansi pembuat
keputusan juga dapat membantah dengan kekuatan hukum

53
formil, dalam hal dikemudian hari ternyata diketahui bahwa
keputusan itu mengandung kekurangan yang esensial.
Akan tetapi apabila keputusan/ketetapan tidak
mengandung kekurangan yang esensial alat administrasi
yang membuatnya tidak dapat membantah/menarik
kembali.

Hal ini untuk menjaga kepastian hukum dari


keputusan/ketetapan tadi. Dengan demikian perbedaan
antara alat hukum biasa dan alat hukum luar biasa, yakni
alat hukum biasa terikat oleh jangka waktu tertentu untuk
membantah berlakunya suatu keputusan/ketetapan.
Sedangkan alat hukum luar biasa tidak terikat oleh jangka
waktu tertentu dalam membantah berlakunya suatu
keputusan/ketetapan. Ketentuan hukum materiil yakni
pengaruh yang dapat ditimbulkan karena isi atau materi
keputusan tersebut. Suatu keputusan dikatakan
mempunyai kekuatan hukum materiil, apabila keputusan
tadi sudah tidak dapat dibantah lagi oleh AAN yang
membuatnya, sehingga suatu keputusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum materiil dapat mempengaruhi
pergaulan hukum, oleh

karenanya dapat diterima pula sebagai bagian dari


ketertiban hukum. Pada dasarnya, karena
keputusan/ketetapan itu adalah merupakan perbuatan
hukum sepihak (bersegi satu) maka keputusan itu dapat
ditarik kembali oleh alat administrasi yang membuatnya
tanpa memerlukan persetujuan dari pihak yang dikenai
keputusan. Akan tetapi untuk menjaga kepastian hukum,
apabila tidak sangat perlu dan tidak mengandung
kekurangan maka keputusan/ketetapan tidak dapat ditarik
kembali. Prins mengemukakan ada enam (6) asas yang
harus diperhatikan oleh alat administrasi negara dalam
menarik kembali suatu keputusan/ketetapan yang telah
dikeluarkan, yakni :

54
1. suatu keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang
berkepentingan

menggunakan tipuan, dapat ditiadakan sejak semula;

2. keputusan yang isinya belumdiberitahukan padayang


bersangkutan

maksudnya pihak administrable atau pihak yang dikenai


keputusan;

3. suatu keputusan yang diberikan kepada pihak


administrable dengan

syarat-syarat tertentu tapi administrable tidak memenuhi


syarat-syarat yang

ditentukan;

4. suatu keputusan yang bermanfaat bagi administrable


tidak boleh ditarik

kembali setelah jangka waktu tertentu terlewati;

5. tidak diperbolehkan kembali menarik keputusan yang


akan membawa kerugian yang lebih besar bagi
administrable dibandingkan dengan kerugian yang diderita
negara;

6. menarik kembali/mengubah suatu keputusan harus


diadakan menurut acara/formalitei seperti yang ditentukan
dalam peraturan dasar dari pembuatan keputusan tersebut.

55
MACAM-MACAM KEPUTUSAN/KETETAPAN
ADMINISTRASI NEGARA

Keputusan/Ketetapan Positif

Keputusan/ketetapan yang demikian ini adalah suatu


keputusan yang

menimbulkan keadaan hukum baru bagi pihak yang dikenai


keputusan. Akibat yang timbul dengan dikeluarkannya
keputusan/ketetapan positif dapat diklasifikasikan menjadi
lima (5) golongan, yaitu :

1. Keputusan/ketetapan yang melahirkan keadaan hukum


baru bagi pihak

yang dikenai keputusan. Contoh : Keputusan pemberian


Izin Usaha

Perdagangan;

2. Keputusan/ketetapan yang mengakui keadaan hukum


baru bagi obyek

tertentu. Contoh : keputusan mengenai perubahan status


Perguruan

Tinggi di dalam akreditasi dari B ke A;

3. Keputusan/ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau


bubarnya suatu

badan hukum. Contoh keputusan Menteri Kehakiman dan


HAM yang

menyetujui AD dari sebuah PT sehingga menjadi badan


hukum;

4. Keputusan/ketetapan yang memberikan hak-hak baru


kepada pihak yang

56
dikenai keputusan/ketetapan. Contoh : pemberian SK
pengangkatan PNS;

5. Keputusan/ketetapan yang membebankan kewajiban


baru kepada pihak

yang dikenai keputusan/ketetapan. Contoh : Keputusan


mengenai

penetapan wajib pajak.

Keputusan/Ketetapan Negatif

Yaitu suatu keputusan/ketetapan yang tidak merubah


keadaan hukum

tertentu yang telah ada bagi pihak administrable.


Keputusan negative dapat

berupa pernyataan :

Tidak berkuasa/tidak berhak;


Tidak diterima;
Penolakan.

Keputusan Deklaratour

Yaitu suatu keputusan yang menyatakan hukum, mengakui


suatu hak yang sudah ada, menyatakan bahwa yang
bersangkutan dapat diberikan haknya karena sudah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Keputusan
ini adalah hasil perbuatan AAN untuk melaksanakan
ketentuan UU ke dalam peristiwa konkrit. Keputusan
deklaratour ini sering juga disebut “hukum in concreeto”,
yaitu hukum yang mengatur hal yang nyata, hanya berlaku
pada orang-orang tertentu/menyebut seseorang saja yakni
yang namanya tercantum dalam keputusan. Sebagai
contoh : di dalam HO, ditentukan barangsiapa yang akan

57
mendirikan bangunan untuk industri dan diperkirakan akan
mengganggu lingkungan sekitarnya dalam radius 200m,
diharuskan untuk memperoleh ijin HO. Pak Salim yang
akan mendirikan pabrik tobong gamping meminta ijin HO,
kemudian oleh aparat yang berwenang dikeluarkan
keputusan mengenai ijin HO untuk mendirikan pabrik
tobong gamping untuk Pak Salim. Keputusan ini merupakan
keputusan deklaratour.

Keputusan Konstitutif

Yaitu suatu keputusan yang melahirkan keadaan hukum


baru bagi pihak yang diberi keputusan, sering disebut
dengan keputusan yang membuat hukum. Keputusan ini
pada umumnya dikeluarkan dengan menggunakan
kebijaksanaan yang dipunyai oleh AAN (Freis Ermessen)
dan tidak terlalu terikat pada peraturan Perundangan-
undangan.

Keputusan Kilat

W.F Pins menyebutkan ada 4 jenis keputusan ini, yaitu:

1. Keputusan yang bermaksud merubah teks/redaksi


keputusan yan lama;

2. Keputusan negatif. Keputusan semacam ini tidak


merupakan halangan bagi AAN untuk mengeluarkan
keputusan lagi bila keadaan telah berubah;

Keputusan yang menarik kembali atau membatalkan


keputusan lama. Keputusan ini tidak merupakan
rintangan bagi AAN untuk membuat keputusan serupa
dengan keputusan yang ditarik kembali/dibatalkan;
Keputusan yang mengandung pernyataan bahwa
sesuatu boleh dilaksanakan.

58
Keputusan Tetap

Yaitu suatu keputusan yang masa berlakunya untuk waktu


sampai

diadakan perubahan/penarikan kembali.

Keputusan Intern

Yaitu suatu keputusan yang hanya berlaku untuk


menyelenggarakan

hubungan-hubungan ke dalam lingkungan AAN sendiri.

Keputusan Ekstern

Yaitu suatu keputusan yang dibuat untuk


menyelenggarakan hubunganhubungan

antara alat administrasi yang membuatnya dangan

swasta/administrable atau anatara dua/lebih AAN.

Dispensasi

Yaitu suatu keputusan yang meniadakan berlakunya


peraturan

perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa.


Tujuan dari penerbitan

dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu


perbuatan hukum

59
dengan menyimpang dari syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam UU.

Ijin

Yaitu keputusan yang isinya memperbolehkan suatu


perbuatan yang pada

umumnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan,


akan tetapi masih

diperkenankan asal saja diadakan seperti yang ditentukan


untuk masing-masing

hal yang konkrit. Sebagai contoh : ada suatu peraturan


yang menyatakan

dilarang mendirikan bangunan tanpa ijin. Kemudian ada


seseorang yang akan

mendirikan lalu minta keputusan/ijin untuk mendirikan


bangunan. Keputusan

yang dikeluarkan aparat ini dinamakan ijin.

Lisensi

Adalah suatu keputusan yang isinya merupakan ijin untuk


menjalankan

suatu perusahaan.

Konsesi

Yaitu suatu keputusan yang isinya merupakan ijin bagi


pihak swasta untuk

menyelenggarakan hal-hal yang penting bagi umum.


60
Penutup

Soal Latihan

1. Apa yang dimaksudkan dengan perbuatan HAN!


2. Aktivita atau perbuatan administrasi dibedakan
kedalam dua golongan sebutkan dan jelaskan!
3. Jelaskan implikasi dari akibat hukum
perbuatan/tindakan pemerintah!
4. Jelaskan yang dimaksudkan tindakan hukum publik
dan tindakan hukum privat!
5. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat keputusan.
6. Bagaimana bentuk dan tata cara pembuatan
keputusan, jelaskan!
7. Sebutkan dan jelaskan macam-macam keputusan.

Daftar Pustaka

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Ibrahim R, SH, M.H, 1997, Prospek BUMN dan Kepentingan


Umum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.

61
--------1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,
Yogyakarta.

--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,


Liberty, Jogyakarta.

Muchsan, SH, 1981, Peradilan Administrasi Negara,


Liberty,Yogyakarta.

Philipus M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum


Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Prajudi Atmosudirdjo, Prof., Dr, Mr, 1983, Hukum


Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Utrecht, E, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara,
Pustaka Tinta Mas, Surabaya.

Victor Situmorang, SH, 1989, Dasar-dasar Hukum


Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta.
Triwulan T. T. dan Widodo, H.I.G. 2011. Hukum Tata
Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia. Kencana Perdana Media Group, Jakarta.

62
BAB V

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas tentang asas-asas umum pemerintah


yang layak dalam Hukum Administrasi Negara.

Relevansi

Materi ini merupakan upaya memberikan pemahaman


kepada mahasiswa agar mereka mengetahui asas-asas
pemerintah yang baik dalam tindakan subjek hukum
administrasi negara di dalam Hukum Administrasi Negara.

Tujuan Instruksional

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :

1. Mengetahui dapat mengetahui asas – asas


pemerintah yang baik.
2. Mengetahui tindakan alat administrasi negara sebagai
subyek hukum di dalam HAN
3. Mengetahui akibat kebebasan bertindak dari
perbuatan alat administrasi negara.
4. Mengetahui dasar banding dari suatu keputusan-
keputusan oleh badan-badan pemerintahan.
5. Untuk mengetahui alasan penarikan suatu keputusan
alat administrasi negara.

Pendahuluan

Alat administrasi negara adalah merupakan subyek


hukum di dalam HAN.

Sebagai subyek hukum di dalam HAN yang mempunyai


tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Di dalam melakukan tindakan untuk

63
menyelenggarakan kepentingan umum ini AAN harus
mengindahkan asas-asa yang berlaku di dalam HAN. Asas-
asas ini sering dikenal dengan sebutan asas-asas umum
pemerintah yang baik. Tindakan AAN yang didasarkan pada
asas-asas umum pemerintahan yang baik ini dalam
lapangan HAN sangat diperlukan, mengingat kekuasaan
negara mempunyai wewenang yang istimewa di dalam
rangka penyelenggaraan kesejahteraan dan kepentingan
umum sangat luas. Apalagi Indonesia sebagai negara
hukum yang berorientasi pada negara kesejahteraan
(Welfare State), intensitas campur tangan negara dalam
kehidupan masyarakat semakin berkembang, sehingga
peranan HAN semakin dominant dan penting. Di dalam
menjalankan tugas dan fungsinya ini dengan asas
kebebasan bertindak (freies ermessen) yang dipunyainya
seringkali terjadi perbuatan AAN yang menyimpang dari
hukum yang berlaku yang tendensinya bisa mengakibatkan
kerugian pada warga masyarakat. Dengan demikian
kebutuhan terhadap perlindungan hukum pun semakin
diperlukan. Perlindungan hukum itu tidak saja diperlukan
untuk warga negara dari tindakan-tindakan AAN, akan
tetapi juga diperlukan oleh AAN dalam menjalankan
tugasnya.

Untuk mengingatkan perlindungan hukum yang lebih


baik bagi warga masyarakat maka tindakan-tindakan AAN,
diperlukan perangkat hukum sebagai tolok ukurnya. Hukum
yang dimaksud di sini adalah hukum yang tertulis yang
berbentuk ketentuan-ketentuan peraturan perundang-
undangan maupun hukum yang tidak tertulis. Di dalam
hukum yang tidak tertulis, asas-asas umum yang baik
memegang peranan yang sangat penting. Dengan
mengindahkan asas ini dimungkinkan tidak terjadinya
penyalahgunaan wewenang, jabatan atau kekuasaan atau
seringkali dikenal dengan istilah detournement de pouvoir.

64
Di Nederland pada tahun 1950 oleh Panitia De Monchy
telah dibuat suatu laporan mengenai asas-asas umum
pemerintah yang baik yang dinegara Belanda yang dikenal
dengan istilah Algemene Beginselen van Behoorlifk Bestuur
(ABBB). Ketentuan-ketentuan dalam asas-asas umum
pemerintahan yang baik ini dapat dijadikan dasar untuk
minta banding terhadap keputusan-keputusan yang
telahdiambil oleh badan-badan pemerintahan. Dengan
demikian asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat
digunakan sebagai landasan banding dan atau dasar
pengujian terhadap suatu keputusan/ketetapan
administrasi negara. SetiapAAN dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, terutama dalam pelaksanaan asas frieies
ermessen harus senantiasa memperhatikan asas-asas
umum pemerintahan yang baik, walaupun ABBB ini
merupakan norma-norma maupun aturan-aturan hukum
yang tidak tertulis. Asas-asas umum pemerintahan yang
baik (ABBB) yang telah memperoleh tempat yang layak
dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi di
Nederland dan dikembangkanoleh teori ilmu hukum yang
diakui oleh Prof. Kuntjoro Purbopranoto antara lain tiga
belas (13) asas, yakni :

1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);

2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);

3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle


of equality);

4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness);

5. Asas motifasi untuk setiap keputusan (principle of


motivation);

6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle


of non misure of

competence);

65
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play);

8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of


reasonableness or prohibition

of arbritariness);

9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of


meeting raised

expectation);

10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang


batal (principle of

undoing the consequences of annulled decicion);

11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of


protecting the

personal way of life);

12. Asas kebijaksanaan (sapientia);

13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of


public servis).

Asas-asas tersebut berpangkal tolak dari teori-teori hukum


dan yurisprudensi serta norma-norma yang hidup dalam
masyarakat. Untuk itu berlakunya asas-asas umum
pemerintahan yang baik ini di Indonesia harus diselesaikan
dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945, dan juga
tampaknya UU Peratun sudah mengakuinya dengan
mencantumkan dalam rumusan ketentuan pasal 53 ayat 2
UU Peratun beserta penjelasannya yakni mengenai alasan-
alasan pengajuan gugatan ke Peratun yang sekaligus
dipakai sebagai dasar pengujian oleh hakim untuk
memutuskan sengketa administrasi negrara dengan warga
masyarakat atau badan hukum perdata.

66
Asas Kepastian Hukum

Asas ini menghendaki agar di dalam mengeluarkan


keputusan atau membuat suatu penetapan apabila telah
memenuhi syarat baik formil maupun materiil tidak berlaku
surut dan tidak dicabut kembali, karena hal itu dapat
mengakibatkan ketidakpercayaan warga masyarakat
terhadap AAN. Sehingga suatu keputusan/ketetapan yang
dikeluarkan oleh AAN, yang di dalam UU Peratun dikenal
dengan istilah KTUN ( Keputusan Tata Usaha Negara)
harus mengandung kepastian dan dikeluarkan tidak untuk
dicabut kembali, bahkan sekalipun keputusan itu
mengandung kekurangan. Oleh karena itu pada asasnya
setiap KTUN harus dianggap benar menurut hukum dan
karenanya dapat dilaksanakan demi kepastian hukum
selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga akhirnya
dinyatakan bersifat melawan hukum oleh PTUN.

Dalam suatu surat keputusan sering disertai clausula yang


berbunyi “apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka surat
keputusan ini akan ditinjau kembali sebagaimana
mestinya.” Seharusnya demi kepastian hukum suatu surat
keputusan yang telah dikeluarkan bukan untuk ditarik
kembali. Menurut SF Marbun clausula yang dimuat dalam
suatu keputusan tersebut adalah mubadzir dan berlebihan,
peninjauan kembali baru dapat dilaksanakan apabila ada
pihak yang menggugat dan pengadilan memutuskan untuk
mencabut setelah dilakukan pengujian oleh hakim. Namun
menurut Prins, seperti telah dikemukakan di dalam
bahasan mengenai kekuatan hukum suatu keputusan,
apabila UU tidak dengan tegas melarang penarikan kembali
keputusan tersebut, maka penarikan baru dapat dilakukan
setelah mempertimbangkan enam (6) asas dalam
pembahasan mengenai Kekuatan Hukum Suatu Keputusan.

67
Prins ( 1978:102-103 ), mengemukakan enam (6) asas
yang harus diperhatikan oleh alat administrasi negara
dalam menarik kembali suatu keputusan / ketetapan yang
telah dikeluarkan, yakni :

1. suatu keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang


berkepentingan menggunakan tipuan, dapat ditiadakan
sejak semula;

2. keputusan yang isinya belumdiberitahukan padayang


bersangkutan maksudnya pihak administrable atau pihak
yang dikenai keputusan;

3. suatu keputusan yang diberikan kepada pihak


administrable dengan syarat -syarat tertentu tapi
administrable tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan;

4. suatu keputusan yang bermanfaat bagi administrable


tidak boleh ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu
terlewati;

5. tidak diperbolehkan kembali menarik keputusan yang


akan membawa kerugian yang lebih besar bagi
administrable dibandingkan dengan kerugian yang diderita
negara;

6. menarik kembali/mengubah suatu keputusan harus


diadakan menurut acara/formalitei seperti yang ditentukan
dalam peraturan dasar dari pembuatan keputusan tersebut.

Asas Keseimbangan

Asas ini bertitik tolak dari ajaran keseimbangan antara hak


dan kewajiban yang pada hakekatnya menghendaki
terciptanya keadilan menuju kepada kehidupan yang
damai. Wiarda mengemukakan bahwa di dalam penerapan

68
asas keseimbangan ini harus diperhatikan dua (2) syarat,
yaitu :

1. Adanya keseimbangan antara kepentingan yang dibina


oleh aparatur pemerintah/negara dengan kepentingan yang
dilanggar;

2. Adanya keseimbangan antara sesuatu persoalan dengan


penyelesaian persoalan-persoalan yang sama.

Syarat-syarat di atas memberikan pengertian bahwa


dilapangan hukum administrasi negara perlu diciptakan
keseimbangan kepentingan aparatur pemerintah / negara
dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya dengan
kepentingan pihak administrable yang menanggung akibat
hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan aparatur
pemerintah/negara baik dalam bentuk kerja sama
(perbuatan dua pihak) maupun akibat tindakan hukum
sepihak. Contoh konkrit di dalam hukum kepegawaian,
seharusnya tindakan-tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh
atasan terhadap kesalahan dan kelalaian pegawai
bawahannya haruslah seimbang, oleh karenanya antara
kesalahan yang dilakukan dengan hukuman disiplin yang
dijatuhkan harus ada keseimbangan.

Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan

Asas ini menghendaki bahwa terhadap kasus yang sama


atau fakta-fakta yang sama sebaiknya diambil tindakan-
tindakan yang sama pula, atau dengan kata lain tidak boleh
ada diskriminasi (pandang bulu) dalam mengambil
keputusan. Pelaksanaan asas ini di Indonesia juga harus
dikaitkan dengan ketentuan Pasal 27 UUD 1945.

Perlu kita ketahui ingat juga bahwa keputusan/ketetapan


itu oleh alat administrasi negara dibuat untuk
menyelesaikan hal-hal konkrit yang sifatnya kasuistik.

69
Namun demikian apabila alat administrasi negara akan
membuat atau mengeluarkan keputusan/ketetapan yang
kasusnya sama atau hampir sama, semestinya
keputusan/ketetapan yang dikeluarkan hendaknya jangan
bertentangan sifatnya.

Asas Bertindak Cermat

Asas ini ketelitian dari aparatur pemerintah/negara di


dalam melakukan suatu perbuatan, terutama di dalam
melakukan perbuatan hukum karena perbuatan hukum ini
selalu menimbulkan akibat hukum bak itu berupa hak
maupun kewajiban bagi dirinya sendiri sebagai subyek
hukum maupun pihak lain yakni pihak administrable. Oleh
karenanya pemerintah senantiasa diharapkan bertindak
dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian pada
warga masyarakat.

Asas Motivasi

Asas ini menghendaki bahwa dalam setiap


keputusan/ketetapan yang dibuat dan dikeluarkan oleh alat
administrasi negara haruslah mempunyai motivasi/alasan
yang cukup sebagai dasar pertimbangan yang dimuat pada
bagian konsideran dari sebuah keputusan yang
dikeluarkan. Motivasi atau alasan yang dipakai sebagai
dasar pertimbangan dikeluarkannya sebuah
keputusan/ketetapan hendaknya benar dan jelas. Oleh
karena itu adanya asas motivasi ini diharapkan dapat
membuat pihak yang dikenai keputusan (administrable)
memperoleh pengertian yang cukup dan jelas atas
keputusan yang dijatuhkan kepadanya. Dengan demikian
apabila pihak administrable merasa tidak puas terhadap
keputusan yang dijatuhkan kepadanya, ia dapat
mengajukan banding atau membawa masalahnya ke
peradilan administrasi negara guna mencari dan
memperoleh keadilan.

70
Asas Larangan Untuk Mencampuradukkan
Kewenangan atau

Penyalahgunaan Wewenang (Detournement De


Pouvoir/Exes De

Pouvoir)

Asas ini memberikan petunjuk bahwa pejabat pemerintah


atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas
sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau
menjadi wewenang pejabat atau badan lain. Dengan
demikian apabila suatu instansi pemerintah atau pejabat
pemerintah atau alat administrasi negara diberi kekuasaan
untuk memberikan keputusan tentang suatu kasus
(masalah konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh
digunakan untuk maksud-maksud lain terkecuali untuk
maksud dan tujuan yang berhubungan dengan
diberikannya kekuasaan/wewenang tersebut.
Detournement De Pouvoir ini dapat juga timbul karena asas
kebebasan bertindak (freis ermessen) yang dipunyai oleh
alat administrasi negara dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.

Asas Permainan Yang Layak

Asas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada


rakyat untuk mencari kebenaran dan keadilan sebelum
aparatur negara/pemerintah mengambil suatu keputusan
atau menjatuhkan suatu ketetapan. Apabila asas ini
diterapkan dalam kepegawaian misalnya dalam penjatuhan
disiplin, maka seorang pegawai negeri sipil yang akan
dijatuhi hukuman disiplin seharusnya sebelum hukuman
disiplin dujatuhkan ia diberi kesempatan untuk membela
diri terlebih dahulu.

71
Asas Keadilan dan Kewajaran

Prinsip dalam asas ini menyatakan bahwa bertindak secara


sewenang wenang atau tidak layak dilarang. Oleh karena
itu alat administrasi negara/aparatur negara/aparatur
pemerintah dalam mengambil keputusan/ketetapan tidak
boleh melampoi batas keadilan dan kewajaran apabila ada
AAN yang bertindak bertentangan dengan asas ini maka
keputusannya dapat dibatalkan dengan alasan tindakannya
dilakukan dengan sewenangwenang. Dengan demikian
asas ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar tidak
terjadi kesewenang-wenangan.

Asas Menanggapi Pengharapan Yang Wajar

Asas ini mendorong alat administrasi negara dalam


melakukan perbuatannya terutama perbuatan yang
menimbulkan akibat hukum selalu memperhatikan
harapan-harapan yang timbul dalam masyarakat atau pihak
administrabel. Asas ini di Nederland telah diberlakukan
dengan ketentuan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan
alat administrasi negara hendaknya menimbulkan harapan-
harapan pada warga masyarakat. Apabila aparat
pemerintah yang ada yang bertindak bertentangan dengan
asas ini, maka keputusan yang dikeluarkan dapat
dibatalkan.

Asas Meniadakan Akibat-akibat Suatu Keputusan


Yang Batal

Asas ini menghendaki bahwa apabila ada suatu keputusan


yang dibatalkan oleh lembaga banding ataupun oleh
pengadilan, maka akibat dari suatu keputusan/ketetapan
yang batal tadi harus ditiadakan. Oleh karenanya asas ini
menghendaki alat administrasi negara/aparatur pemerintah

72
agar di dalam melakukan perbuatan hukum yang
dilakukannya apabila dibatalkan dalam instansi banding
maupun dibatalkan oleh pengadilan yang berwenang, ia
harus menerima resiko untuk mengembalikan hak-hak dari
pihak yang dirugikan oleh perbuatannya.

Asas Perlindungan Atas Pandangan Hidup

Asas ini menghendaki agar warga masyarakat mempunyai


hak atas kehidupan pribadinya dan alat administrasi
negara/aparatur negara/aparatur pemerintah dalam
menjalankan tugasnya harus menghormati dan melindungi
hak-hak tersebut. Di Indonesia pelaksanaan hak atas
pandangan hidup ini harus disesuaikan dengan falsafah
Pancasila dan UUD 1945 beserta peraturan perundang-
undangan lainnya.

Asas Kebijaksanaan

Maksud dari asas ini, yakni bahwa alat administrasi negara


dalam segala tindakannya harus senantiasa berpandangan
luas dan dapat memandang jauh ke depan serta dapat
menghubungkan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam
pelaksanaan tugasnya itu dengan gejala-gejala yang ada di
dalam masyarakat. Alat administrasi negara juga harus
dapat memperhitungkan segala akibat dari tindakannya itu
dari hal-hal yang akan muncul di kemudian hari. Asas ini
perlu, apalagi di negara-negara yang sedang membangun
seperti Indonesia, karena dengan asas kebijaksanaan ini
alat administrasi negara akan dapat berbuat secara cepat
dan tepat dengan tidak melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik lainnya.

Asas Penyelenggara Kepentingan Umum

Penyelenggaraan kepentingan umum adalah merupakan


tugas yang paling pentig dari alat administrasi
negara/aparatur pemerintah. Kepentingan umum meliputi

73
seluruh kepentingan nasional dalam arti kepentingan
bangsa, negara dan masyarakat. Maksud dari asas ini yaitu
bahwa segala tindakan alat administrasi negara harus
dilakukan berdasarkan kepentingan umum. Oleh karena itu
didalam menjalankan tugas dan wewenangnya, alat
administrasi negara harus mendahulukan kepentingan
umum diatas kepentingan pribadi dan golongan. Di
Nederland berlekunya asas-asas umum pemerintahan yang
baik tersebut telah diakui eksistensinya dalam peraturan
perundang-undangan. Asas yang telah mendapat tempat
yang jelas ini antara lain:

a. Asas kesamaan di dalam mengambil keputusan;

b. Asas menanggapi pengharapan yang wajar;

c. Asas kepastian hukum;

d. Asas kecermatan;

e. Asas motivasi; dan

f. Asas larangan de tournement de povoir.

Sedangkan di Indonesia, berdasarkan ketentuan UU No. 5


Tahun 1986 tentang Peratun khususnya pasal 53 ayat 2,
dasar pengujian oleh pengadilan terhadap
keputusan/ketetapan administrasi negara (KTUN) yang
digugat adalah :

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

b. Dibuat dengan menggunakan de tournement de povoir;


dan

c. Dibuat dengan sewenang-wenang.

Namun demikian, harus kita ingat bahwa di dalam UU yang


mengatur tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman, dinyatakan bahwa pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara

74
yang diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada
atau hukumnya kurang jelas, sehingga seorang hakim
wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara yang
diajukan kepadanya. Di dalam memeriksa dan mengadili
perkara yang diajukan kepadanya, seorang hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat.

Di samping itu ada suatu yurisprudensi Pengadilan TUN


Surabaya No. 03/TUN/1991/PTUN/SBY, yang menjadikan
asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai dasar
pengujian oleh hakim. Di dalam Juklak Mahkamah Agung
RI tanggal 24 Maret 1992 No. 052/Td/TUN/III/92
dinyatakan bahwa dalam hal ini, hakim mempertimbangkan
adanya asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai
alasan pembatalan, maka hal tersebut tidak perlu
dimasukkan dalam diktum putusan, melainkan cukup dalam
pertimbangan putusan dengan menyebutkan asas mana
dari asas-asas umum pemerintahan yang baik yang
dilanggar dan akhirnya harus mengacu pada ketentuan
pasal 53 ayat 2 Peratun.

Penutup

Soal Latihan.

1. Mengapa asas umum pemerintah yang baik dalam


tindakan AAN dalam lapangan HAN sangat di
perlukan? Jelaskan!
2. Jelaskan istilah “detournement de pouvoir” !
3. Jelaskan yang menjadi dasar untuk meminta banding
terhadap keputusan yangtelah diambil oleh badan-
badan pemerintahan!

75
4. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan :
 Asas kepastian hukum.
 Asas keseimbangan.
 Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan.
 Asas bertindak cermat.
 Asas motivasi untuk setiap keputusan.
 Asas jangan campuradukkan kewenangan.
 Asas permainan yang layak
 Asas keadilan atau kewajaran.
 Asas menanggapi pengharapan yang wajar.
 Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan
yang batal.
 Asas perlindungan atas pandangan hidup.
 Asas kebijaksanaan (sapientia);
 Asas penyelenggaraan kepentingan umum.
5. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam
menarik kembali suatu keputusan?

Daftar Pustaka

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses

Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;


Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;


--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Jogyakarta.

---------, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,


Yogyakarta;

Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara,


Liberty,

Yogyakarta;

76
Philipus, M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum
Administrasi
Indonesia, Gadjahmada University Pess, Yogyakarta;
Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi
Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta;

Prins, Mr.W.F., 1978. Pengantar Ilmu Hukum Adminisrasi


Negara,Pradnya Paramita, Jakarta.

77
BAB VI

KEWENANGAN PEMERINTAH

Diskrip Singkat

Bab ini membahas mengenai kewenangan


pemerintah dalam pelayanan publik.

Relevansi
Materi ini sebagai upaya untuk memberikan
pengetahuan tentang wewenang, sumber dan cara
memperoleh kewenangan, kewenangan pemerintah
dalam pelayanan publik.

Tujuan Instruksional
Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :
1. mengetahui kewenangan pemerintah
2. menguasai sumber dan cara memperoleh
kewenangan
3. memahami kewenangan pemerintah daerah dalam
pelayanan publik.

Pengertian Wewenang.
Menurut KBBI (1988 : 1011) Wewenang adalah
hak dan kekuasaan untuk bertindak; kewenangan;
kekuasaan membuat keputusan memerintah, dan
melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Dari
sudut hukum menurut Soekarno K (1986 : 61) artinya
lebih menitik beratkan atau menekankan pada sumber-
sumber wewenang yang bersifat formal seperti
peraturan-peraturan dan norma-norma/ketentuan-
ketentuan yang memberi ketentuan tentang scope
(ruang lingkup) wewenang dan yang membatasi
(memberi batas) pada pelaksanaan wewenang.

78
Jadi wewenang yang dijalankan manajemen pada
instansi pemerintah adalah alat kekuasaan politik yang
ditetapkan sebagai kompetensi logis guna meningkatkan
kepentingan umum. Dapat dimengerti bahwa wewenang
dalam instansi pemerintah pada dasarnya adalah
rasional, dan dijalankan guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Dengan demikian dapat ditekankan di sini bahwa
wewenang mempunyai tujuan dan tujuan ini
memberikan kerangka umum tentang bagaimana
wewenang itu dilaksanakan.
Lebih lanjut dikatakan isitah Wewenang (“authority”)
adalah kekuasaan, kewibawaan dan kewenangan.
Dengan istilah “kekeuasaan” berarti lebih mendekati
pada unsur “paksaan”. Misalnya ada negara yang
memakai sistem “pemisahan kekuasaan”. Dalam hal ini
istilah “kekuasaa” lebih tepat digunakan sebagai
pengganti istilah kuasa (“power”) yang pada hakekatnya
yang mempuanyai kekuasaan adalah Negara dan Tuhan.
Sedangkan wewenang juga ada dalam perusahaan-
perusahaan dan di dalam keluarga. Di dalam lingkungan
keluarga walaupun ada wewenang tapi sukar dikatakan
ada kekuasaan, karena anggota yang satu tak dapat
memaksa anggota keluarga yang lain. “Kewibawaan”
lebih banyak dirasakan dalam segi spiritual, mental atau
psikologis. Karena mempunyai kekuasaan orang menjadi
tampak berwibawa. Jadi berkuasa dahulu baru
berwibawa. Kewibawaan pempunyai aspek kedalam
sedangkan kekuasaan mempunyai aspek keluar. Istilah
“wewenang” dimaksudkan, bahwa yang berwewenang
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab terhadap hasil karyanya itu
(perbuatannya).

Asas Legalitas (Sumber Wewenang).

79
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas
legalitas (legaliteitbeginsel atau het beginsel van
wetmatig heid van bestuur), berdasarkan prinsipn ini
tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari
peraturan perundang-undangan(Ridwan dan Sudrajat
2009 : 137). Secara teoritis, kewenangan yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan itu
diperoleh pemerintah bersumber pada tiga hal
(Triwulan dan Widodo 2011: 291 – 293), yaitu atribusi,
delegasi dan madat :
Atribusi
Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat
undang-undang sendiri pasa suatu organ pemerintah
baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali.
Suatu atribusi menunjukkan kepada kewenangan yang
asli atas dasar ketentuan Hukum Tata Negara. Suatu
artribusi merupakan wewenang untuk membuat
keputusasn (besluit) yang langsung bersumber kepada
undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain
mengatakan, bahwa atribusi merupakan pembentukan
wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ
tertentu. Yang dapat membentuk wewenang adalah
organ yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan Hadjon (dalam Triwulan dan
Widodo 2011 : 291).
Menurut Indroharto (ibid), legislator yang
komponen untuk memberikan atribusi wewenang itu
dibedakan antara : Pertama, yang berkedudukan
sebagai orginal legislator. Di negara kita ditingkat pusat
adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi (kostituante)
dan DPR bersama pemerintah sebagai yang melahirkan
suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah
DPRD dan pemerintah daerah yang melahirkan
peraturan daerah. Kedua, yang bertindak sebagai
delegalited legislator, seperti presiden yang berdasarkan
pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan
80
peraturan pemerintah di mana diciptakan wewenang-
wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan
TUN tertentu.
Delegasi.
Yang dimaksud delegasi adalah, penyerahan wewenang
yang dipunyai oleh organ pemerintah kepada organ
yang lain. Dalam delegasi mengandung suatu
penyerahan, yaitu yang semula kewenangan si A untuk
selanjutnya menjadi kewenangan si B. Kewenangan
yang diberikan oleh pemberi delegasi selanjutnyan
menjadi tanggung jawab penerima wewenang.
Dalam Hukum Administrsi Belanda telah
merumuskan pengertian delegasi dalam wet Belanda
yang dikenal dengan singkatan AWB (algemene wet
bestuurrecht). Dalam pasal 10 : 3 WAB, delegasi
diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk
membuat besluit) oleh pejabat pemerintah (pejabat
TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi
tanggung jawab pihak lain tersebut. Yang
memberi/melimpahkan wewenang disebut delegans dan
yang menerima disebut delegatoris. Jadi, suatu delegasi
selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.
Dalam pemberian/pelimpahan wewenang ada
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak lagi
menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpakan
itu.
Delegasi harus berdasarkan peraturan perundang-
undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kala
ada ketentuan itu dalam peraturan perundang-
undangan.
Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam
hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan
adanya delegasi.

81
Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan),
artinya, delegans berwenang untuk meminta penjelasan
tentang pelaksanaan wewenang tersebut.
Peraturan kebijakan (belaidsregelen), artinya delegans
memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan
wewenang tersebut.
Berdasarkan konsep delegasi tersebut, maka tidak
dikenal delegasi umum dan tidak mungkin ada delegasi
dari atas ke bawahan.
Mandat
Pada mandat, di situ tidak jadi suatu pemberian
wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari
Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang lain.
Dengan kata lain pejabat penerima mandat (mandataris)
bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat
(mandans). Di dalam pemberian mandat pejabat
pemberi mandat (mandans) menunjuk pejabat lain
(mandataris) untuk bertindak atas nama mandans
(pemberi mandat). Adaoun tangung jawab kewenangan
atas dasar mandat masih tetap pada pemberi mandat,
tidak beralih kepada penerima mandat.
Wewenang Pemerintah
Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan ia
tetap memberi prinsip utama dalam setiap negara
hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas
merupakan dasar dalam penyelenggaraan kenegaraan
dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus
memiliki asas legitimasi, yaitu kewenangan yang
diberikan oleh undang-undang. Subtansi asas legitimasi
adalah wewenang. Mengenai wewenang itu, Stout
(dalam Ridwan dan Sudrajat 2014 : 136) mengatakan:
Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari
hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan
sebagai keseluruhan aturan yang berkenaan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan
82
oleh subjek hukum publik. Sedangkan menurut Tonnaer
(ibid) Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini
dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan
hukum positif dan dengan begitu, dapat diciptakan
hubungan hukum pemerintah dengan warga negara.
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian
hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu
pentingnya kewenangan ini maka konsep itu dapat
dikatakan sebagai hal yang paling penting dalam hukum
tata negara dan hukum administrasi negara. Selain hal
tersebut dalam kewenangan terdapat hak dan kewajiban
yang harus dijalankan.
Pemerintah atau administrasi negara merupakan subjek
hukum dan pendukung hak-hak dan kewajiban-
kewajiban.
Menurut Bagir Manan (1995 : 1), wewenang dalam
bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht).
Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus
berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam
kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung
pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri
(zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen),
sedangkan kewajiban secara horizontal berarti
kekuasaan untuk kekuasaan menyelenggarakan
pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam arti
tertib ikatan pemerintahan secara keseluruhan.
Dalam kerangka negara hukum wewenang
pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan kata lain kewenangan hanya
diberikan oleh UU di mana pembuat UU dapat
memberikan wewenang pemerintah, baik kepada organ
pemerintah maupun kepada aparatur pemerintahan
misalnya, apakah pemerintah daerah memperoleh
wewenang dibidang penerbitan perizinan melalui
83
atribusi, maka perlu ditelaah urursan – urusan yang
menjadi wewenang pemerintah daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
Untuk hal tersebut dapat dilihat ketentuan UU No. 12
tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dalam
pasal 10 ayat (1) dinyatakan : Pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya,kecuali urusan pemerintah yang oleh
undang – undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan sebagaimana yang dimaksudkan
ayat (1), pemerintah daerah menjalankan otonomi
daerah seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah yang berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintahan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1. Politik luar negeri
2. Pertahanan
3. Keamanan
4. Yustisi
5. Moneter dan fiskal nasional, dan
6. Agama
Lebih rinci lagi masalah pembagian urusan ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah, Provinsi,
danKabupaten/Kota.
Dengan melihat ruang lingkup kewenangan
daerah di atas dapat dipastikan urusan penerbitan
perizinan termasuk dalam urusan otonomi daerah
bahkan sebenarnya menjadi bagian integral dari urusan
otonomi daerah, sebab wewenang penerbitan perizinan
diatribusikan kepada badandan pejabat administrasi
negara.
84
Penutup

Soal Latihan :

1. Apa itu kewenangan/wewenang ? Jelaskan !


2. Jelaskan tujuan wewenangn!
3. Samakah wewenang Negara/perusahaan dengan
wewenang keluarga? Jelaskan jawaban anda!
4. Di dalam kewenangan ada kekuasaan dan
kewibawaan. Jelaskan!
5. Secara teoritis, kewewenangan pemerintah
bersumber dari mana ? Jelaskan jawaban anda!
6. Administrasi Negara dalam pemberian/pelimpahan
wewenang harus memenuhi persyaratan-persyaratan.
Coba anda jelaskan persyaratan-persyaratan
tersebut.
7. Jelaskan asas legalitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan!
8. Bagaimana kewenangan itu begitu penting dalam
kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara? Jelaskan!

Daftar Pustaka

Bagirmanan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan Peraturan


Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional,
Amrico, Bandung.

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses

Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;


Juniarso Ridwan, H. dan Sodik Sudrajat, A., 2014, Hukum
Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
Nuansa Cendekia, Bandung.

85
Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;


--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Jogyakarta.

---------, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,


Yogyakarta;

Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara,


Liberty,

Yogyakarta;

Philipus, M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum


Administrasi
Indonesia, Gadjahmada University Pess,
Yogyakarta;

Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi


Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta;

Prins, Mr.W.F., 1978. Pengantar Ilmu Hukum Adminisrasi


Negara,Pradnya Paramita, Jakarta.

86
BAB VII

HUKUM KEPEGAWAIAN

Deskiripsi Singkat

Bab ini membahas tentang Hukum kepegawaian dalam


hubungannya dengan Hukum Aministrasi Negara yang
berlaku bagi pegawai yang bekerja pada administrasi
negara sebagai pegawai negeri yang di atur dalam UU No.
43 Tahun 1999 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Relevansi

Materi ini merupakan uapaya untuk memberikan


pengetahuan dan pemahaman yang bersifat mendasar
kepada mahasiswa tentang hubungan Hukum Kepegawaian
HAN bagi pegawai negeri (aministrasi negara) sesuai UU
No. 43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :

1. Menganalisis hubungan Hukum Kepegawaian dengan


Hukum Administrasi Negara.

87
2. Menguasai peraturan UU No. 43 Tahun 1999 yang
mengatur tentang Kepegawaian.

Perubahan Paradigma Dalam Hukum Kepegawaian

Pada orde baru terdapat permasalahan dalam pelaksanaan


sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya
berupa pola pikir pemerintah yang mengakibatkan rakyat
tidak mempunyai peran yang dapat mengontrol birokrasi
pemerintah. Kekuasaan ini disalahgunakan oleh penguasa
untuk menguasai struktur birokrasi dengan konsep
monoloyalitas. Semua pejabat termasuk pegawai dari lini
dan layer mempunyai jabatan dan kewajiban rangkap
memihak kepentingan penguasa. Keadaan seperti ini
membuat sistem sentralisasi pemerintahan menjadi kuat.
Konsep monoloyalitas ini berdampak terhadap penataan
kepegawaian atau sumber daya aparatur pemerintah.

Identifikasi permasalahnya :

a. Kelembagaan birokrasi pemerintah yang besar dan tidak


profesional;

b. Mekanisme kerja yang sentralistik;

c. Kontrol terhadap birokrasi pemerintah masih


dilakukan oleh pemerintah, untuk pemerintah, dan dari
pemerintah;

d. Patron-klien (KKN) dalam birokrasi pemerintah


merupakan halangan terhadap upaya mewujudkan
meritokrasi dan birokrasi;

e. Tidak ada ”sense of accountability” secara kelembagaan


maupun individu;

88
f. Jabatan birokrasi yang hanya menampung jabatan
struktural dan pengisiannya sering kali tidak
berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan;

g. Penataan sumber daya aparatur tidak disesuaikan


dengan kebutuhan dan penataan kelembagaan birokrasi.

Hubungan antara Hukum Administrasi Negara


dengan Hukum Kepegawaian

Sistem administrasi pemerintahan terbagi menjadi dua


bagian yaitu pegawai negeri dan masyarakat.

Pegawai negeri mempunyai otoritas dan wewenang secara


hukum, sedangkan masyarakat tidak memiliki wewenang.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan tersebut maka


terdapat hubungan antara Hukum Administrasi Negara
dengan Hukum Kepegawaian yang disebut sebagai
openbare dienstbetrekking (hubungan dinas publik)
terhadap negara (pemerintah). Adapun openbare
dientsbetrekking yang melekat pada hubungan hubungan
hukum kepegawaian itu lebih merupakan hubungan sub-
ordinatie antara atasan dengan bawahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan


bahwa hubungan antara Hukum Kepegawaian dengan
Hukum Administrasi Negara adalah :

1. Obyek Hukum Administrasi Negara adalah kekuasaan


pemerintah;
2. Penyelenggaraan pemerintahan sebagian besar

89
dilakukan oleh
Pegawai Negeri;
3. Tugas dan wewenang Pegawai Negeri berupa public
service
dituangkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 tahun
1999 yang
menyatakan bahwa Pegawai negeri berkedudukan
sebagai unsur
aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan
kepada masyarakat secara professional, jujur adil dan
merata

dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan


dan pembangunan.

4. Hubungan antara Pegawai Negeri dengan negara adalah


hubungan
dinas publik;

5. Sengketa kepegawaian merupakan sengketa Tata Usaha


Negara

Materi Manajemen

Secara etimologis, manajemen (management) berasal dari


kata manus (berarti tangan) dan agere (berarti melakukan)
yang setelah digabung menjadi kata manage (bahasa
Inggris) yang berarti mengurus, atau managiere (bahasa
Latin) yang berarti melatih

Fungsi-fungsi manajemen merupakan kerangka dasar dari


peran kegiatan manajerial secara universal. Fungsi
manajemen dikategorikan sebagai berikut:

Perencanaan (Planning); Pengorganisasian (Organizing);


Pemberian motivasi (Motivating) yang terbagi dalam :

90
Pengisian Staf (Staffing),Mengarahkan (Directing);
Pengawasan (Controlling);Penilaian (Evaluating).

Secara sederhana organisasi dalam konteks manajemen


dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem yang saling
berpengaruh antar orang dalam kelompok yang
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Lengkapnya
dapat dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola
tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi dan
tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut
mampunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat
dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Dari kaca mata manajemen ada beberapa prinsip dasar


yang perlu diperhatikan :

• Pertama, Aspek Sumber Daya Manusia.

• Kedua, Aspek legal formal, kebijakan dan prosedur.

• Ketiga, Kultur; tata nilai yang melatar belakangi perilaku


manajerial.

• Keempat, Integrasi; Yang memungkinkan timbulnya


kebersamaan.

Di dalam menajemen dibutuhkan beberapa persyaratan :

• harus ada tujuan/platform

• harus ada masyarakat/anggota

• harus ada manager/leader

• harus ada kerjasama/corporate

• harus ada system/mekanisme kerja yang kongkrit

Manajemen Kepegawaian

91
Kata manajemen merupakan perkembangan dari
pengertian administrasi. Istilah administrasi dalam Ilmu
Administrasi Negara berasal dari bahasa Latin
“administrare”, asal kata ad dan ministrare yang
diartikan sebagai “pemberian jasa atau bantuan”. Kata
administrasi mengandung arti “melayani” (to serve),
pimpinan (administrator) atau memimpin (to manage)
yang akhirnya berarti manajemen.

Administrasi pada dasarnya berfungsi untuk menentukan


tujuan organisasi dan merumuskan kebijakan umum,
sedangkan manajemen berfungsi untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka
pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijaksanaan
umum yang telah dirumuskan.

Ruang Lingkup Manajemen Kepegawaian

Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro berpendapat bahwa


manajemen kepegawaian meliputi kegiatan
pengangkatan dan seleksi, pengembangan yang meliputi
latihan jabatan (in-service training), promosi dan
pemberhentian

Dalam batasan ini manajemen memiliki dua fungsi


pokok, yakni:

Fungsi manajemen, meliputi; perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.

Fungsi operatif kepegawaian, meliputi; pengadaan,


pembinaan/ pengembangan, kompensasi,
perawatan/pemeliharaan, dan pemberhentian.

Paparan di atas menunjukkan bahwa manajemen


kepegawaian meliputi kegiatan-kegiatan :

92
1. Pengadaan dan seleksi tenaga kerja/pegawai, yang
diketahui dari rangkaian kegiatan tentang pengadaan,
seleksi, dan pengangkatan melalui ujian calon pelamar
menjadi pegawai

2. Penempatan dan penunjukan, diketahui melalui


rangkaian ditempatkannya calon pegawai pada
jabatan atau fungsi tertentu yang telah ditetapkan.

3. Pengembangan, yang diketahui dari segenap proses


latihan (training) baik sebelum atau sesudah
menduduki jabatan dikaitkan promosi pegawai.

4. Pemberhentian, yang diketahui melalui proses


diberhentikannya tenaga kerja/pegawai baik sebelum
masanya maupun sudah saatnya (pensiun).

Manajemen PNS Menurut UU Nomor 43 Tahun 1999

Menurut UU No. 43 Tahun 1999, manajemen PNS


tidak lagimenggunakan sistem sentralisasi.

Sejak era otonomi daerah dan diberlakukannya UU


No. 22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pelaksanaan manajemen PNS
di daerah menjadi wewenang daerah masing-masing

Menurut Pasal 1 angka 8 UU No. 43 Tahun 1999,


Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya-upaya
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan
kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan,
pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan,
promosi, penggajian, kesejahteraan, dan
pemberhentian.

Pasal 13 ayat (1) UU No 43 Tahun 1999 mengatur


bahwa kebijaksanaan manajemen PNS mencakup

93
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya
PNS, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan
hokum

Perencanaan

Planning dapat didefinisikan sebagai keseluruhan


proses pemikiran dan penentuan secara matang
mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditentukan.

Perencanaan merupakan fungsi organik pertama,


alasannya adalah tanpa adanya rencana, tidak ada
dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu
dalam rangka mencapai tujuan. Dalam mencari
perencanaan yang baik, diperlukan penelitian
(research) sebagai proses awal dalam menganalisis
situasi yang ada berupa data dan fakta relevan guna
menunjang pelaksanaan administrasi, khususnya
dalam pelaksanaan fungsi manajemen kepegawaian

“planning premises”, meliputi :

1). Bahwa dalam mencapai tujuan yang telah


ditentukan, sumber-sumber yang tersedia selalu
terbatas sedangkan tujuan yang hendak dicapai tidak
pernah terbatas.

2). Bahwa suatu organisasi harus selalu


memperhatikan kondisi-kondisi serta situasi dalam
masyarakat, baik yang bersifat positif maupun yang
bersifat negatif.

3). Bahwa organisasi, tidak dapat melepaskan diri dari


beberapa jenis pertanggungjawaban.

94
4). Bahwa manusia (yang menjadi anggota organisasi)
dihadapkan kepada keserba-terbatasan, baik dari fisik,
mental dan biologis karenanya harus diusahakan
terciptanya iklim kerjasama yang baik.

Keempat premise dapat terencana dengan baik dengan


menggunakan konsep Rudyard Kipling yang meliputi :

1. What

2. Where
3. When
4. Who
5. How
6. Why
Sehubungan dengan aturan hukum tentang
perencanaan administrasi kepegawaian, UU No.43
Tahun 1999 mengatur tiga hal pokok yaitu :

1. Formasi Pegawai Negeri Sipil

Pasal 15 UU No.43 Tahun 1999 menyatakan bahwa:

Jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan


ditetapkan dalam formasi.

Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan
jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.

Pengaturan lebih lanjut mengenai formasi diatur dalam


PP No. 54 tahun 2003. Menurut Pasal 1 angka (1),
Formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang
diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk
mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu
tertentu.

95
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP No. 97 Tahun 2000,
Formasi masing-masing satuan organisasi negara
disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan
pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia, dengan
memperhatikan norma, standar dan prosedur yang
ditetapkan pemerintah berupa:

1. Jenis pekerjaan;

2. Sifat pekerjaan;

3. Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas


seorang PNS dalam jangka waktu tertentu;

4. Prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan

5. Peralatan yang tersedia.

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

Pasal 16 UU No. 43 Tahun 1999 menetapkan bahwa


pengadaan PNS adalah untuk mengisi formasi. Formasi
yang lowong dalam suatu organisasi pada umumnya
disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya PNS yang
berhenti, dan adanya perluasan organisasi. Dengan
demikian pengadaan dan proses tersebut meliputi
perencanaan, pengumuman lamaran, penyaringan dan
penerimaan menjadi PNS.

Penempatan Pegawai Negeri Sipil

PNS yang telah diangkat dari calon pegawai diberikan


jabatan dan pangkat tertentu dan ditempatkan pada unit
kerja yang direncanakan menerima tambahan tenaga
baru.

Penempatan dapat dilakukan di lembaga pemerintahan


tingkat pusat pada kantor-kantor: kementerian,
Kepaniteraan Pengadilan, dan Badan Usaha Milik

96
Negara. Bagi PNS pusat diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian pusat. Sedangkan bagi lembaga
pemerintahan di daerah, penempatan dilakukan pada
kantor-kantor Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Daerah, atau
lembaga lain di luar instansi induknya, bagi PNS daerah
dan diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian daerah

Pengembangan Kualitas

Pasal 31 UU No. 43 Tahun 1999 ”Untuk mencapai daya


guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan
pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan jabatan PNS yang bertujuan untuk
meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, kemampuan,
dan keterampilan”.

Dalam Pasal 1 angka (1) PP No. 101 Tahun 2000


disebutkan bahwa ”Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
PNS adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar
dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS”.
Pendidikan dan pelatihan kepegawaian juga merupakan
bagian dari sebuah sistem pembinaan karier PNS yang
bermakna pada pengembangan kepegawaian, oleh
karena itu menurut Pasal 3, sasaran pendidikan dan
pelatihan adalah untuk mewujudkan pegawai yang
memiliki kewenangan yang sesuai dengan jabatan
masing-masing

Menurut A.W. Widjaja yang perlu diperhatikan, bahwa di


dalam usaha pendidikan dan pelatihan pegawai itu harus
mempunyai dua macam orientasi (pengaruh), yaitu:

1. Harus diarahkan bagi kepentingan organisasi


(organizational oriented), dan disamping itu juga

2. Harus diarahkan bagi kepentingan pegawai


(personnel oriented)

97
Jenis pendidikan dan pelatihan (diklat) dapat dibedakan
dari segi waktu penyelenggaraan, yang terdiri atas :

1. Pendidikan dan pelatihan Prajabatan, yang


merupakan syarat pengangkatan Calon PNS
menjadi PNS penuh; dan

2. Pendidikan dan pelatihan dalam Jabatan. Diklat


dalam Jabatan menurut jenisnya masih dibedakan
lagi menjadi: diklat kepemimpinan, diklat
fungsional, serta diklat teknis.

Promosi (kenaikan pangkat)

Promosi merupakan suatu penghargaan (reward) yang


diberikan kepada pegawai yang berprestasi untuk
memangku tanggung jawab yang lebih besar, berupa
kenaikan pangkat atau jabatan. Maksud kenaikan
pangkat adalah sebagai pendorong/motivasi bagi PNS
untuk lebih meningkatkan pengabdiannya didalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan dua sistem


:

1. Kenaikan pangkat reguler, yaitu penghargaan yang


diberikan kepada PNS yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan tanpa terikat pada jabatan. Syarat :

a. tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan


fungsional tertentu;

b. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak


menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional tertentu; dan

c. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di


luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan
fungsional tertentu.Ketentuan kenaikan pangkat ini

98
diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat
atasannya langsung.

2. Kenaikan pangkat pilihan, yaitu kepercayaan dan


penghargaan yang diberikan kepada PNS atas prestasi
kerjanya yang tinggi. Syarat :

a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional


tertentu;

b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya


ditetapkan dengan Keputusan Presiden;

c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;

d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi


negara;

e. diangkat menjadi Pejabat Negara;

f. memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah;

g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki


jabatan struktural atau jabatan fungsional;

h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan

i. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar


instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan
atau jabatan fungsional tertentu.

Selain jenis kenaikan pangkat reguler dan pilihan, PP No.


99 Tahun 2000 juga mengatur tentang jenis kenaikan
pangkat lain yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kenaikan pangkat anumerta, yang diberikan kepada


PNS yang tewas dan diberikan kenaikan pangkat
anumerta setingkat lebih tinggi (Pasal 22 ayat (1)).
Akibat keuangan dari kenaikan pangkat anumerta baru
timbul setelah keputusan sementara ditetapkan
menjadi keputusan pejabat yang berwenang (Pasal 26).

99
2. Kenaikan pangkat pengabdian, yang diberikan kepada
PNS yang akan diberhentikan dengan hormat dengan
hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun dan
diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih
tinggi (Pasal 27 ayat (1)).

Penggajian

Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas


prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. Sebagai
imbal jasa dari pemerintah kepada pegawai yang telah
mengabdikan dirinya untuk melaksanakan sebagian tugas
pemerintahan dan pembangunan, perlu diberikan gaji
yang layak baginya.

Burhannudin A. Tayibnapis mengatakan bahwa gaji


menyandang fungsi sebagai:

1. Daya tarik untuk memperoleh tenaga-tenaga yang cakap


dan produktif;

2. Sarana motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan;


dan

3. Alat untuk memelihara agar karyawan tetap betah


bekerja dalam organisasi (perusahaan)

Kesejahteraan

Usaha kesejahteraan adalah kompensasi yang


pemberiannya tidak tergantung dari jabatan/pekerjaan PNS
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan PNS. Pasal 32
UU No 43 Tahun 1999 mengatur bahwa untuk
meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha
kesejahteraan PNS. Usaha kesejahteraan tersebut meliputi
program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi
kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan
bagi putra-putri PNS.

Cuti

100
Pasal 8 UU No. 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap
Pegawai Negeri berhak atas cuti. Yang dimaksud dengan
cuti adalah tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka
waktu tertentu.

Dalam PP No. 24 Tahun 1976, cuti PNS terdiri dari:

1. Cuti tahunan, yaitu hak cuti yang diberikan bagi


mereka yang telah bekerja terus-menerus selama
minimal satu tahun. Lamanya cuti tahunan adalah
12 hari kerja.

2. Cuti besar, yaitu cuti yang diberikan bagi mereka


yang telah bekerja terus-menerus selama enam
tahun. Lamanya cuti besar adalah tiga bulan.

3. Cuti sakit, yaitu cuti yang diberikan karena


pegawai yang menderita sakit

4. Cuti bersalin, yaitu cuti yang diberikan kepada PNS


wanita yang melahirkan. Cuti bersalin diberikan
khusus untuk anak pertama, kedua dan ketiga
dengan tetap memperoleh penghasilan penuh.

5. Cuti karena alasan penting, yaitu cuti yang


diberikan kepada PNS karena alasan:

a. Ibu, bapak, suami/istri, anak, adik, kakek


mertua atau menantu sakit keras atau
meninggal dunia;

b. Salah seorang anggota keluarga tersebut


diatas meninggal dunia dan PNS yang
bersangkutan harus mengurus hak-hak dari
keluarganya;

c. Melangsungkan perkawinan yang pertama;

101
d. Alasan penting lainnya yang ditetapkan
kemudian dengan keputusan presiden. Cuti
karena alasan penting dapat diberikan untuk
paling lama dua bulan.

6. Cuti diluar tanggung jawab negara, yaitu cuti yang


diberikan karena alasan-alasan pribadi yang
penting dan mendesak (bukan karena alasan-
alasan penting seperti tersebut diatas) dengan
ketentuan bahwa PNS yang menjalankan cuti
diluar tanggungan negara ini dibebaskan (bukan
diberhentikan) dari jabatannya dan tidak
menerima penghasilan dari negara

Perawatan

Menurut Pasal 9 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999


disebutkan bahwa setiap PNS yang ditimpa oleh sesuatu
kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya, berhak memperoleh perawatan.

Pada Pasal 2 ayat (1) PP No. 12 Tahun 1981 tentang


Perawatan, Tunjangan Cacad dan Uang Duka bagi PNS
disebutkan bahwa PNS yang mengalami kecelakaan
karena dinas atau menderita sakit karena dinas berhak
memperolah pengobatan, perawatan, dan atau
rehabilitasi. Pemberian pengobatan, perawatan, dan
atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tersebut ditetapkan dengan surat keputusan pejabat
yang berwenang, berdasarkan pertimbangan dokter
Pemerintah setempat kecuali untuk pengobatan atau
perawatan di luar negeri.

Tunjangan

102
Pasal 9 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa
setiap PNS yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan
apa pun juga, berhak memperoleh tunjangan. Yang
dimaksud dengan cacat jasmani dan/atau cacat rohani
yang didapat yaitu:

1. Dalam dan karena menjalankan kewajiban


jabatan;

2. Dalam keadaan lain yang ada hubungannya


dengan dinas, sehingga dapat disan dengan huruf
a;

3. Karena perbuatan anasir-anasir yang tidak


bertanggungjawab ataupun sebagai akibat dari
tindakan terhadap anasir tersebut.

Uang duka

Pasal 9 ayat (3) UU No. 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa


setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak
memperoleh uang duka. Yang dimaksud dengan tewas
ialah berdasarkan bagian penjelasan UU ini ialah:

1. Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas


kewajibannya;

2. Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada


hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu
disan dengan meninggal dunia dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya;

3. Meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka


atau cacat jasmani dan cacat rohani yang didapat dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya;

103
4. Meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggungjawab ataupun sebagai akibat tindakan
terhadap anasir tersebut.

Pemberhentian

Pemberhentian PNS dapat dibedakan dalam (diatur dalam


Pasal 23 UU No. 43 Tahun 1999):

PNS dapat diberhentikan dengan hormat karena:

1. Atas permintaan sendiri;

2. Mencapai batas usia pensiun;

3. Perampingan organisasi pemerintah; atau

4. Tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak


dapat menjalankan kewajiban sebagai PNS.

PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak


diberhentikan karena:

1. Melanggar sumpah/janji PNS dan sumpah/janji


jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, UUD
1945, Negara, dan Pemerintah; atau

2. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan


putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya kurang dari empat tahun.

Dalam Pasal 23 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999 disebutkan


bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena
meninggal dunia. PNS yang diberhentikan dengan hormat
menerima hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku antara lain hak pensiun dan
tabungan hari tua. Menurut UU No. 11 Tahun 1969
tentang Pensiun pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan

104
sebagai penghargaan atas jasa-jasa PNS selama bertahun-
tahun bekerja dalam dinas pemerintah. Pengaturan lebih
lanjut mengenai pensiun bagi PNS diatur dalam PP No. 34
Tahun 2003 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan
PNS dan Janda/Duda.

Evaluasi Kinerja dan Disiplin PNS

Fase terakhir dari manajemen kepegawaian adalah


evaluasi. Dalam hal ini akan diberikan gambaran berupa
evaluasi kinerja dari PNS. Berdasarkan data hasil penelitian
terhadap kinerja PNS, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja PNS meliputi :

a. Substansi UU yang menimbulkan ketidakpastian hukum;

b. Kurang responnya aparat penegak hukum;

c. Kurangnya sarana-prasarana

d. Budaya masyarakat

Alasan yang mendasari pelanggaran adalah :

1). Pengaruh lingkungan kerja yang kurang kondusif.


Adanya kecenderungan pegawai untuk membiarkan
terjadinya pelanggaran karena menganggap bahwa hal
tersebut merupakan perbuatan yang masih dapat ditolerir.

2). Adanya pengaruh yang signifikan antara fungsi


penegakan hukum dengan perbuatan pegawai yang
melanggar peraturan, karena terdapatnya pengawasan
yang kurang dan dapat diasumsikan bahwa:

a) Kurang responnya aparat terhadap sanksi, karena


kurangnya pengawasan dari pihak yang terkait dan
membiarkan pelanggaran terjadi.

b) Terdapatnya motivasi yang kurang dari PNS dikarenakan


sistem yang tidak mewajibkan setiap pegawai untuk
bekerja mengejar keuntungan bagi instansi sehingga

105
tidak menuntut mereka untuk saling memberikan
prestasi karena hasil yang diterima setiap bulannya
relatif tidak berubah. Hal ini berimbas pada kinerja yang
hanya berorientasi pada hasil bukanlah proses
penyelenggaraan pemerintahan yang menuntut adanya
totalitas dalam penyelengaaran tugasnya.

Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Pasal 1 angka 1 PP No.53 tahun 2010

Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan


Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman
disiplin.

Pasal 1 angka 3 PP No.53 tahun 2010

Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau


perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau
melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja

Pasal 1 angka 4 PP No.53 tahun 2010

Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan


kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS.

Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 7

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

a. hukuman disiplin ringan;

b. hukuman disiplin sedang; dan

106
c. hukuman disiplin berat.

(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis

(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)


tahun;

b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu)


tahun; dan

c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama


1 (satu) tahun.

(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama


3 (tiga) tahun;

b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan


setingkat lebih rendah;

c. pembebasan dari jabatan;

d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan

e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Penutup

Soal Latihan

107
1. Jelaskan perubahan paradigma Hukum Kepegawaian
dengan identifikasi permasalahnya.
2. Bagaimana hubunghan hukum kepegawaian dengan
HAN.
3. Jelaskan ruang lingkup manajemen kepegawaian.
4. Sebutkan peraturan yang mengatur tentang
manajemen kepegawaian.
5. Jelaskan fungsi – fungsi manajemen Pegawai Negeri
Sipil.

Daftar Pustaka

Bagirmanan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan


Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan
Hukum Nasional, Amrico, Bandung.

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses
Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;

Juniarso Ridwan, H. dan Sodik Sudrajat, A., 2014, Hukum


Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan
Publik, Nuansa Cendekia, Bandung.

Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum


Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;

--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,


Liberty, Jogyakarta.

---------, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,


Yogyakarta;

Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara,


Liberty,
Yogyakarta;
108
Philipus, M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum
Administrasi
Indonesia, Gadjahmada University Pess,
Yogyakarta;

Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi


Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta.

Prins, Mr.W.F., 1978. Pengantar Ilmu Hukum Adminisrasi


Negara,Pradnya Paramita, Jakarta.

BAB VIII

109
PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas tentang penegakan hukum


administrasi negara sebagai sarana administrasi negara, faktor
yang mendukung dan sanksi dalam hukum administrasi
negara.

Relevansi

Materi ini upaya untuk memberikan pengetahuan


kepada para mahasiswa tentang sanksi, fakator yang
pempengaruhi, dan instrumen penegakan hukum administrasi
negara oleh administrasi negara ( Pemerintah ).

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :

1. Mengalisis macam dan jenis sanksi dalam rangka


penegakan aturan yang beragam.
2. Menguasai fakator – faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum administrasi negara.
3. Mengetahui penggunaan instrumen pemerintahan dalam
pelaksanakan fungsi pemerintahan.

Pengertian Penegakan HAN

Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung


nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran,
kemenfaatan sosial, dan sebagainya. Kandungan ini bersifat
abstrak. Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada
hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep
yang abstrak itu. Penegakan Hukum adalah usaha untuk
mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa Penegakan
Hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

110
yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah/pandangan-
pandangan nilai yang mantab dan mengejawantah dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan (sebagai “social engineering”), memelihara dan
mempertahankan (sebagai “social control”) kedamaian
pergaulan hidup. Penegakan Hukum secara konkret adalah
berlakunya
Hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut
ditaati.
Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu
perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan
hukum dan menemukan hukum in concreto dalam
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil
dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh
Hukum formal. (Ridwan, HR. 2011:291)
Dalam melaksanakan hukum, akan ada banyak
tantangan dan hambatan yang akan terus berkembang
dengan ciri dan bentuk yang berbeda-beda sesuai
perkembangan jaman. Hal inilah yang kemudian menuntut
hukum dan aparat penegak hukum sebagai pelaksananya
untuk dapat menegakan Hukum dengan berusaha mengatasi
dan mencari pemecahan masalah yag timbul dari pelaksanaan
Hukum tersebut dalam rangka menjaga hukum tetap dapat
diterapkan.
Sehubungan dengan itu, Soerjono Soekanto
mengatakan penegakan Hukum bukan semata-mata berarti
pelaksanaan perundang-undangan, walaupun dalam
kenyataan di Indonesia kecendrungannya adalah demikian,
sehingga pengertian law enforcement begitu popular.
Penegakan Hukum di Indonesia harus berarti penegakan
Hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945.

111
Pengertian Penegakan Hukum dalam Administrasi
Negara

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, sarana penegakan


Hukum administrasi Negara berisi (1) pengawasan bahwa
organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau
berdasarkan Undang-Undang yang ditetapkan secara tertulis
dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan
kewajiban kepada individu, dan (2) penerapan kewenangan
sanksi pemerintahan. Apa dikemukakan Nicolai, hampir
senada dengan ten Berge, seperti Penegakan Hukum
Administrasi Negara meliputi pengawasan dan penegakan
sanksi.
Pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi
merupakanlangkah represif untuk memaksakan kepatuhan.
Dalam suatu Negara Hukum, pengawasan terhadap tindakan
pemerintah
dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan
aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai
suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk
mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelangaran
norma-norma hukum, sebagai suatu upaya refresif. Disamping
itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini di
upayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukumbagi
rakyat. Pengawasan segi hukum dan segi kebijakan terhadap
tindakan pemerintahdalam Hukum Administrasi Negara adalah
dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat, yang
terdiri dari upaya administratif dan peradilan administrasi.
Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi
administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintah,
dimana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum
Administrasi Negara tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya,
memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
menetapkan norma-norma Hukum Administrasi Negara
tertentu, diiringgi pula dengan memberikan kewenangan
112
untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi
bagi mereka yang melanggar norma-norma Hukum
Administrasi Negara tersebut. (Ridwan, HR. 2011:296)

Macam-macam sanksi dalam Hukum Administrasi


Negara

Seiring dengan luasnya ruang lingkup dan keragaman


bidang urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu
diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi
dalam rangka penegakan peraturan itu menjadi beragam.
Pada umumnya macam-macam dan jenis sanksi itu
dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan
perundang-undangan bidang administrasi trtentu. Secara
umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum
administrasi yaitu:
a) Paksaan pemerintah (bestuursdwang)
b) Penariakan kembali keputusan yang menguntungkan (ijin,
subsidi,
pembayaran, dan sbagainya)
c) Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
d) Pengenaan denda administratif (administratieve boete)
Macam-macam sanksi tersebut tidak selalu dapat diterapkan
secara keseluruhan pada suatu bidang administrasi Negara
tertentu. (Ridwan, HR. 2011:303)

Faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum menurut


Soerjono Soekanto sebagai berikut:
a) Faktor hukumnya sendiri;
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun
menerapkan Hukum;
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
Hukum;

113
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum
tersebut berlaku atauditerapkan;
e) Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan padakarsa manusia didalam pergaulan hidup.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga


dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut (H.Riduan Syahrani, S.H.1999:203)

Instrumen/Sarana Penegakan HAN

Pelaksanaan fungsi pemerintahan dilakukan melalui


penggunaan instrumen-instrumen pemeritahan, instrumen
tersebut diperlukan agar fungsi pemerintahan untuk
mewujudkan kesejateraan rakyat dapat dilaksanakan secara
efektif.

Pelaksanaan fungsi pemerintahan dapat dilakukan dengan


mendayagunakan instrumen-instrumen pemerintahan.
Instrumen-instrumen pemerintahan dapat diklasifikasikan :

1. Instrumen Yuridis, merupakan instrumen yang meliputi


peraturan perundangan atau kebijakan-bijakan lain yang
sifat otoritas pemerintah.
2. Instrumen materiil, merupakan instrumen yang sifatnya
bersifat materiil. Seperti pengadaan barang dan jasa,
pembiayaan pembangunan dan sebagainya.
3. Instrumen personil/kepegawaian, merupakan instrumen
yang diadakan oleh pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan dan kesejahteraan pegawai. Selain itu
pemerintah berhak mengangkat dan memberhentikan
pegawai, atau mutasi. Setiap tahunnya penerimaan
pegawai dibatasi oleh kuota yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
4. Instrumen keuangan negara, merupakan instrumen
pemerintah guna mengatur pengeluaran, pemasukan
negara. Dengan memperhitungkan berbagai

114
kemungkinan terjadinya dampak monoter. Selin itu,
instrumen ini berkaitan dengan rancangan anggaran
belanja negara, pembiayaan daerah melalui
perimbangan antara pusat dan daerah.
Untuk yang pertama, yakni instrumrn Yuridis memiliki 2 (dua)
poin :
a. Peraturan perundang-undangan (wet en regweling)
Sehubungan dengan penggunaan peraturan perundang-
undangan sebagai salah satu instrumrn pemerintah, perlu
diperhatikan ada beberapa tingkatan norma hukum
administrasi yaitu :
1. Keseluruhan norma – norma hukum tata usaha negara.
2. Pembentukan norma hukum tata usaha negara dalam
masyarakat yang tidak hanya dapat dilakukan pembuat
undang – undang (legislatif) dan badan-badan keadilan
saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini
badan atau pejabat tata usaha Negara.
Dan perlu diketahui bahwa dalam ilmu hukum dikenal
empat sifat norma hukum, yaitu :
 Norma Umum abstrak, misalnya Undang-undang
 Norma individual konkret, misalnya KTUN ( Ketetapan
Tata Usaha Negara)
 Norma umum konkret, misalnya rambu-rambu lalu
lintas.
 Noma individual abstrak, seperti misalnya : ijin
gangguan, ijin bangunan, dan sebagai.
b. Peraturan kebijakan ( beleidsregel )
Merupakan salah satu sasaran yang memberikan ruang
gerak bagi pejabat atau badan administrasi Negara untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya
terhadap undang – undang.
Ciri-ciri Peraturan Kebijakan menurut Bagir Manan
menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijakan sebagai berikut :
1. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan.

115
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap
peraturan perundang – undangan tidak dapat
diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara
wetmatigheid karena memang tidak ada dasar peraturan
perundang undangan untuk membuat keputusan
kebijaksanaan tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan Freies
Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi
bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.
c. Rencana ( het plan )
Perencanaan dibagi menjadi tiga kategori :
1. Perencanaan informative
2. Perencanaan indikatif
3. Perencanaan operasional atau normatif.

Perencanaan operasional atau normative diantaranya :


 Perencanaan berdarkan jangka waktu : perencanaan
jangka panjang, menengah dan pendek.
 Perencanaan berdasarkan tempat : perenanaan tigkat
pusat, provinsi, kabupaten,ataupu rencana-rencana
sektoral.
 Perencanaan berdasarkan bidang hukum : rencana tata
ruang, ekonomi, social, kesehatan, dan bidang-bidang
lain.
 Perencanaan berdasarkan sifat : sekroral, bidangnya,
integral.
 Perencanaan berdasarkan metodenya : perencanaan
akhir dan perencanaan proses.
 Perencanaan berdasarkan sarana : pelaksanaan sarana
memerlukan instrumen yuridis, financial, dan organisasi.
d. Instrumen hukum keperdataan
Penggunaan instrumen hukum perdata merupakan
konsekuensi dari paham negara kesejahteraan, yang
menuntut pemerintah mengupayakan kesejahteraan
masyarakat. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, organ
116
pemerintah tidak cukup jika hanya menggunakan instrumen
hukum publik, tetapi juga menggunakan instrumen
keperdataan terutama guna mencapai efektivitas dan
efisiensi pelayanan terhadap masyarakat.
Nah, penggunaaan instrumen haruis bertumpuh pada
prinsip-prinsip hukum dan asas yang mendasari masing –
masing instrumen.

Penutup

Soal Latihan

1. Jelaskan apa itu penegakan hukum?


2. Jelaskan pengertian penegakan HAN menurut P.
Nicolai, dkk!
3. Mengapa diperlukan pengawasan dalam tindakan
pemerintah?
4. Penegakan Hukum di Indonesia harus berarti
penegakan Hukum yang mengandung nilai-nilai yang
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Apa
maksudnya. Jelaskan menurut saudara!
5. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi penegakan HAN?
6. Mengapa perlu penggunaan instrumen dalam
pelaksanaan fungsi pemerintahan?
7. Sebutkan dan menjelaskan klasifikasi instrumen
pemerintahan?
8. Mengapah pemerintah dalam mensejahterakan
masyarakan tidak saja menggunakan instrumen hukum
publik tetapi juga menggunakan hukum perdata?
Jelaskan!

Daftar Pustaka

117
Bagirmanan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan Peraturan
Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum
Nasional, Amrico, Bandung.

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses

Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;


H.Sadjijono, Prof. DR., 2011. Bab – Bab Pokok Hukum
Administrasi Negara, LaksBang PREESSindo,
Yogyakarta.

Juniarso Ridwan, H. dan Sodik Sudrajat, A., 2014, Hukum


Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
Nuansa Cendekia, Bandung.

Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum


Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;

--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,


Liberty, Jogyakarta.

---------, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,


Yogyakarta;

Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara,


Liberty,
Yogyakarta;

Philipus, M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum


Administrasi
Indonesia, Gadjahmada University Pess, Yogyakarta;

118
Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi
Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta;

Prins, Mr.W.F., 1978. Pengantar Ilmu Hukum Adminisrasi


Negara,Pradnya Paramita, Jakarta.

Ridwan HR, 2010. Hukum Administrasi Negara, PT


RajaGrafindo Persada.

119
BAB IX

GOOD GOVERNANCE

Deskripsi Singkat

Bab ini membahas tentang Good Governance tetang


prinsip-prinsip fundamental dalam Good and Clean
Governance

Relevansi

Materi ini merupakan upaya untuk memberikan


pengetahuan yang bersifat sembilan prinsip-prinsip
fundamental dalam Good and Clean Governance.

Tujuan instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini mahasiswa mampu :

1. Memahami konsep Good Governance dalam


penyelenggaraan pemerintahan negara dan
pembangunan.
2. Menguasai sembilan prinsip-prinsip terciptanya Good
and Clean Governance dalam pelayanan publik oleh
lembaga-lembaga negara terhadap mayarakat tepat
pada sasarannya.

A. Konsep Good Governance

120
Pendayaangunaan aparatur Negara wajib mendukung
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan
dengan mempraktek good governance.

Terselenggaranya good governance merupakan


prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat
dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.
Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan
penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas
dan nyata sehingga penyelenggaraan pelayanan
administrasi dapat berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggung jawab serta bebas dari KKN.

Di dalam penyelenggaraan sitem administrasi


negara,prinsip-prinsip GOOD GOVERNANCE berupa
akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan aturan hukum
dapat diterapkan sehingga menjadi pelayanan publik oleh
lembaga-lembaga negara terhadap masyarakat tepat pada
sasarannya.

Good Governance, dalam tinjauan kebahasaan, berarti


tatalaksana pemerintahan yang baik, cita negara
berdasarkan hukum dimana masyarakat merupakan self
regulatory society.

Good Governance seringkali dipahami secara rancu.


Untuk meluruskan pemahaman tersebut, setidaknya ada
tiga terminologi yang harus di pahami secara baik, yaitu
Good Governance (tata pemerintahan yang baik), Good
Goverment (pemerintahan yang baik), dan Clean
Goverment ( pemerintahan yang bersih ).

Good Governance menurut Bank Dunia adalah cara


kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai
sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan
masyarakat. Sedangkan menurut UNDP, Good Governance
dimaknai sebgai praktik penerapan kewenangan

121
pengelolaan berbagai urusan penyelenggaraan negara
secara politik, ekonomi, dan administratif di semua
tingkatan.

Menurut para ahli antara lain Bintoro Tjokroamidjojo


mengatakan Good Governance ialah penyelenggaraan
pemerintahan yang amanah. Tata pemerintahan yang baik
(UNDP), pengelolah pemerintahan yang baik dan
bertanggung jawab (LAN), dan ada yang mengartikan
secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih.

Good Governance menjadi kerangka konseptual tentang


bagaimana memperkuat hubungan antara pemerintah,
sektor swasta, dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan.
Hubungan yang harmonis dalam rangka kesetaraan
merupakan prayarat yang harus ada. Sebab hubungan
yang tidak harmonis antara ke tiga pilar tersebut dapat
menghambat kelancaran proses pembangunan.

Untuk menjamin agar pemerintah, perusahaan dan


masyarakat memiliki hubungan yang setara sesuai
kerangka Good Governnce, maka aturan harus ditegakkan
(law enforcenment), keputusan harus dibuat tidak
sembunyi-sembunyi (transparansi) dan alokasi sumberdaya
alam/keuangan daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik (akuntabilitas).

B. Prinsip-Prinsip Good and Clean Governance.


Terciptanya good and clean governance yang secara
prinsip terdiri atas pilar untuk merealisasi pemerintahan
yang profesional dan akuntable yang bersandar pada
prinsip-prinsip good and clean governance diantaranya
merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good
and clean governance yang harus diperhatikan
diantaranya :
1. Partisipasi (participation).

122
Asas partisipasi adalah bentuk keikut sertaan warga
masyarakat dalam pengambilan keputusan atau
dengan kata lain ikut serta untukmengambil bagian
dalam proses bernegara, berpemerintahan dan
bermasyarakat baik itu melalui sitem perwakilan yang
secara mekanisme pemilihan secara langsung oleh
rakyat sebagai perentara di dalam menyampaikan
aspirasi secara ikut sertaan berpartisipasi dalam
pembangunan. Partisipasi masyarakat tidak hanya
dalam tahap imlementasi, akan tetapi secara
menyeluruh, mulai dari tahapan menyusun kebijakan,
pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-
hasilnya.
2. Penegakan Hukum ( rule of law )
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan
pemerintahan yang profesional harus didukung oleh
penegakan hukum yang berwibawah dalam rangka
demokrasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah
adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan
tanpa pandang buluh. Tanpa ditopang oleh aturan
hukum dan penegakannya secara kosekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan
anarkhis. Publik membutuhkan ketegasan dan
kepastian hukum. Tanpa kepastian dan ketegasan
dalam aturan hukum proses politik tidak akan
berjalan dan tertatat dengan rapi.
3. Transparansi ( taransparancy )
Transparansi adalah unsur lain yang menopang
terwujudnya Good and Clean Governance. Akibat
tidak adanya prinsip transparan ini, menurut banyak
ahli, Indonesia telah terjerembab ke dalam kubangan
korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi
pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan
publik harus ada keterbukaan setia paktivitas yang
menyangkut semua kepentingan publik. Hal ini
123
mutlak dilakukan dalam rangka menghilangkan
budaya korupsi dikalangan pelaksana pemerintahan
baik pusat maupun di bawahnya.
4. Daya Tanggap (Responsivenees)
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-
prinsip Good and Clean Governance bahwa
pemerintah harus tanggap terhadap persoalan
persoalan masyarakat. Pemerintah harus memahami
kebutuhan masyarakatnya, bukan mengunggu
mereka menyampaikan keinginan-keinginannya,
tetapi pemerintah harus proaktif mempelajari dan
menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
5. Konsensus (kesepakatan)
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui
konsensus ( kesepakatan). Terutama
menyangkut kebijakan –kebijakan penting dan
bersifat publik seyogianya diputuskan secara bersama
dengan seluruh unsur terkait karena urusan yang
mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik
yang harus dipertangungjawabkan kepada rakyat.
6. Kesetaraan (Keadilan)
Kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam
perlakuan pelayanan publik. Asas kesetaraan ini
mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk
bersikap dan berprilaku adil dalam hal pelayanan
publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku,
jenis kelamin, dan kelas sosial.
7. Efektifitas dan Efisiensi.
Pemerintah yang baik dan bersih harus memenuhi
kriteria efektif dan efisien,yakni berdaya guna dan
berhasil guna. Kriteria efektifitas (berdaya guna)
biasanya diukur dengan parameter produk yang
dapat5 menjangkau sebesar-besarannya kepentingan
masyarakat dan berbagai kelompok dan lapisan
sosial. Sedangkan Efisiensi umumnya diukur dengan
124
rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya
yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka
pemerintah tersebut termasuk dalam kategori
pemerintahan yang efisien.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban
pejabat publik terhadap masyarakat yang
memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut
untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan
perbuatan, moral maupun netralis sikapnya terhadap
masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas
akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintah yang
bersih dan berwibawa.

9. Visi Strategis.
Visi strategis adalah pandangan – pandangan
strategis untuk menghadapi masa yang akan datang.
Kualifikasi i8ni penting dalam rangka realisasi Good
and Clean Governance. Dengan kata lain, kebijakan
apapun yang diambil saat ini, harus diperhitungkan
saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh
atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar
memiliki agenda strategis untuk masa yang akan
datang, seorang yang menempati jabatan publik atau
lembaga profesional lainnya harus mempunyai
kemampuan menganalisis persoalan dan tatangan
yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
UNDP (dikutip oleh LAN) (Dalam Sadjijono, 2008 :
151-153)

Penutup

Soal Latihan

125
1. Mengapa Good Governance merupakan Prasyarat utama
dalam penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan
?
2. Mengapa penyelenggara publik harus
mempertangungjawabkan apa yang mereka lakukan
baik secara pribadi maupun secata publik? Jelaskan!
3. Administrasi Negara dalam memilih kebuijakan X dan
bukan kebijakan Y, perlu ada penjelasannya. Jelaskan!
4. Bagaimana itu pemerintah yang baik menurut saudara.
5. Ada berapa prinsip – prinsip pokok yang saudara ketahui
yang menjadi asas Good and Clean Governance.
6. Perlukah masyarakat dan sektor swasta mterlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersi ?
Jelaskan jawaban saudara!

Daftar Pustaka
Bagirmanan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan Peraturan
Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum
Nasional, Amrico, Bandung.

Faried Ali, Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan


dan Proses

Legislatif Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;


H.Sadjijono, Prof. DR., 2011. Bab – Bab Pokok Hukum
Administrasi Negara, LaksBang PREESSindo,
Yogyakarta.

Juniarso Ridwan, H. dan Sodik Sudrajat, A., 2014, Hukum


Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
Nuansa Cendekia, Bandung.

Marbun, SF, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum


Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;

126
--------1987, Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Jogyakarta.

---------, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,


Yogyakarta;

Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara,


Liberty,
Yogyakarta;
Philipus, M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum
Administrasi
Indonesia, Gadjahmada University Pess, Yogyakarta;

Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi


Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta;

Prins, Mr.W.F., 1978. Pengantar Ilmu Hukum Adminisrasi


Negara,Pradnya Paramita, Jakarta.

Ridwan HR, 2010. Hukum Administrasi Negara, PT


RajaGrafindo Persada.

127

Anda mungkin juga menyukai