Anda di halaman 1dari 40

TUGAS DESAIN KATALIS 1

Makalah

DESAIN KATALIS PADA REAKSI METHANE STEAM


REFORMING UNTUK MENGHASILKAN HIDROGEN

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Katalis Heterogen

Oleh:

Reviana Revitasari (1506775430)

Mohammad Alfian (1606932362)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Oktober 2016


1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hidrogen atau disimbolkan dengan H2 memiliki jumlah yang sangat melimpah di alam,
yakni pada presentase 75 %. Jumlahnya yang sangat banyak ini menyebar di antara bintang-
bintang di angkasa raya sehingga dapat menghasilkan energi untuk semesta. Bahkan energi
yang ada pada matahari sendiri dihasilkan dari proses fusi hidrogen menjadi bentuk helium.
Dan tidak dapat disangkal lagi, energi yang ada di matahari tersebut luar biasa besarnya.
Hidrogen memiliki beragam kemanfaatan untuk manusia, baik di bidang kimia organik
pada reaksi hidrogenasi berbagai senyawa organik; di dunia industri, seperti: industri pupuk,
minyak goreng, makanan, produksi bahan bakar, dan lain-lain; bahkan, dalam dunia
transportasi, hidrogen digunakan sebagai bahan bakar alat transportasi.
Keberadaan hidrogen di muka bumi ini secara alami memang sangat jarang. Senyawa
hidrogen yang banyak dimanfaatkan adalah merupakan hidrogen hasil rekayasa kimia
sedemikian rupa sehingga menghasilkan gas hidrogen. Pada umumnya industri penghasil
hidrogen menggunakan metana (CH4) untuk pembentukan hidrogen dengan proses methane
steam reforming, karena sifatnya yang relatif lebih bersih, ketersediaannya melimpah, dan
kemudahannya untuk dikonversi menjadi hidrogen dibandingkan dengan gas alam lainnya.
Methane steam reforming adalah reaksi antara metana dan steam yang memproduksi
karbon monoksida dan hidrogen. Tipe reaksi ini adalah endotermis, sehingga membutuhkan
eksternal energi (heat) ketika bereaksi. Reaksi ini memerlukan temperatur yang sangat tinggi,
yaitu pada rentang 1000 K atau bahkan lebih untuk merealisasikan konversi yang tinggi
menjadi produk karbon monoksida dan hidrogen. Untuk mendorong agar rekasi berlangsung
dengan cepat sehingga kesetimbangan dapat dicapai pada keluaran reformer, dibutuhkan
katalis dalam reaksi tersebut. Di samping kegunaan katalis lainnya yang juga tidak kalah
pentingnya, yaitu mengarahkan reaksi ke reaksi yang diinginkan, mengurangi terbentuknya
limbah dan toxic materials, membantu proses kontrol, dan pada akhirnya berujung pada
efisiensi biaya produksi. Jadi, di dalam makalah ini akan dibahas secara menyeluruh
mengenai desain katalis yang digunakan dalam rekasi methane steam reforming tersebut,
yang ditinjau dari segi analisa termodinamika, kinetika, mekanisme reaksi, pertimbangan
pemilihan katalis, preparasi, uji aktivitas dan karakterisasi, hingga permasalahan deaktivasi
dan proses regenerasinya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Bagaimana mekanisme reaksi katalitik methane steam reforming.
b. Bagaimana analisa termodinamika dan kinetika dari pembuatan katalis untuk reaksi
methane steam reforming.
c. Bagaimana formulasi katalis terbaik yang sesuai untuk menghasilkan gas hidrogen
dengan reaksi katalitik methane steam reforming.
d. Bagaimana pengujian kinerja katalis yang didapat melalui tahapan karakterisasi
dan uji aktivitas katalis.
e. Bagaimana permasalahan deaktivasi katalis methane steam reforming, serta
tahapan proses regenerasinya.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui mekanisme reaksi katalitik methane steam reforming.
b. Mengetahui analisa termodinamika dan kinetika dari pembuatan katalis untuk reaksi
methane steam reforming.
c. Mendapatkan formulasi katalis terbaik yang sesuai untuk menghasilkan gas hidrogen
dengan reaksi katalitik methane steam reforming.
d. Mengetahui pengujian kinerja katalis yang didapat melalui tahapan karakterisasi dan
uji aktivitas katalis.
e. Mengetahui permasalahan deaktivasi katalis methane steam reforming, serta tahapan
proses regenerasinya.

2. Mekanisme Reaksi
2.1. Analisa Stoikiometri
Untuk reaksi antara metana dengan air (H 2O), dapat terjadi berbagai reaksi yang
mungkin terjadi sebagai berikut :
A. Reaksi reaktan primer :
CH4 = tidak ada
H2O = tidak ada
B. Reaksi reaktan dengan dirinya sendiri :
Reaksi Jenis Reaksi
CH4 ↔ C + 2H2 Dehidrogenasi
2CH4 ↔ C2H6 + H2 Dehidrogenasi
2CH4 ↔ C2H4 + 2H2 Dehidrogenasi
2CH4 ↔ C2H2 + 3H2 Dehidrogenasi
2H2O ↔ 2H2 + O2 Dehidrogenasi

C. Reaksi antara reaktan (cross reaction) :


Reaksi Jenis Reaksi
CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 Dehidrogenasi
CH4 + 2H2O ↔ CO2 + 4H2 Dehidrogenasi

D. Reaksi antara reaktan dengan produk :


Reaksi Jenis Reaksi
6CO2 + 6H2O ↔ C6H12O6 + 6O2 Hidrogenasi
CO + H2O ↔ CO2 + H2 Oksidasi, Dehidrogenasi
2CO ↔ C + CO2
CO + H2 ↔ C + H2O Hidrogenasi

Target dari reaksi methane steam reforming adalah menghasilkan hidrogen sebanyak-
banyaknya untuk digunakan dalam proses selanjutnya. Dari berbagai kemungkinan reaksi
yang dapat terjadi di dalam reaktor primary reformer di atas, maka dipilih reaksi methane
steam reforming berikut untuk menghasilkan hidrogen.

CH4 + H2O ↔ CO + 3H2

2.2. Pengajuan Mekanisme Reaksi di Permukaan


Tujuan dalam tahapan ini adalah untuk mengetahui visualisasi kejadian secara
molekuler. Penentuan mekanisme reaksi di permukaan katalis tidak dapat dilihat secara
visual. Hal ini dikarenakan mekanisme reaksi permukaan hanya dapat ditebak. Akan ada
banyak sekali kemungkinan reaksi permukaan yang masing-masing berlaku untuk katalis
tertentu. Namun demikian, beberapa prioritas harus dipilih berdasarkan ketersediaan
sebanyak mungkin informasi. Meskipun spekulatif, namun ada sisi baiknya karena data yang
ada dapat digunakan pada riset selanjutnya. Sebagai contoh, mekanisme yang ada pada
Gambar 1 berikut merupakan gambaran reaksi di permukaan katalis.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi di Permukaan Katalis

Adapun penjelasan mekanisme reaksi methane steam reforming di permukaan katalis


nikel, sebagai katalis yang dipilih, dapat dijelaskan dalam tahapan berikut :
1. Difusi dari reaktan (CH4 dan H2O) ke dalam boundary layer di permukaan katalis
2. Difusi dari reaktan ke dalam pori-pori katalis
3. Proses adsorpsi dari reaktan dari luar ke dalam pori-pori katalis
4. Proses reaksi kimia pada permukaan katalis
5. Desorpsi dari produk reaksi (CO dan H2) dari permukaan katalis
6. Difusi dari produk reaksi keluar dari pori-pori
7. Proses difusi dari produk reaksi menuju ke boundary layer dan ke fase gas
3. Analisa Termodinamika
Reaksi methane steam reforming di dalam reaktor primary reformer adalah sebagai
berikut :
CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 ∆Ho298 = +206 kJ/mol
Terlihat bahwa reaksi di atas merupakan reaksi endotermis kuat dengan nilai ∆H positif,
sehingga dalam reaksi methane steam reforming di dalam reaktor primary reformer
dibutuhkan penambahan panas dari pembakaran gas agar reaksi dapat berlangsung ke arah
yang diharapkan.
Persamaan reaksi :
CH 4 ( g) + H 2 O(g ) ↔ CO(g) +3 H 2 (g)
A+ B ↔C +3 D
Mula-mula :1 1
Reaksi : X X↔X3X
Sisa : ( 1− X )( 1−X ) X 3 X
3.1. Hubungan Konversi dengan Temperatur Berdasarkan Data Kesetimbangan
secara Termodinamika
Diketahui besaran – besaran termodinamika tiap komponen adalah seperti yang tertera
dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Besaran Termodinamika Unsur

KOMPONEN ∆HFO (KJ/MOL) ∆GFO (KJ/MOL)


CH4 -74.52 -50.5
H2O -241.79 -228.57
CO -110.5 -137.23
3H2 0 0

Maka energi bebas Gibss reaksi pada kondisi standar adalah :


∆G0reaksi = ∑∆G0produk - ∑∆G0reaktan
∆G0reaksi = (-137.23 + 0) – (-50.5+(-228.57))
∆G0reaksi = 141.84 kJ/mol
Energi bebas Gibss reaksi ini pada keadaan standar bernilai positif. Hal ini
menunjukan reaksi tidak dapat berjalan spontan pada kondisi standar.
Sedangkan untuk entalpi reaksi pada keadaan standar adalah:

∆H0reaksi = ∑∆H0produk - ∑∆H0reaktan


∆H0reaksi = (-110.5 + 0) – (-74.52+(-241.79))
∆H0reaksi = 205.81 kJ/mol
Konstanta kesetimbangan termodinamik reaksi pada temperatur 298.15 oK adalah
−∆ G 0reaksi
=ln K 0
RT
Maka, konstanta kesetimbangan standar dapat dicari :
−∆ G 0reaksi
K 0=exp (RT )
J
−141.840
mol
K O =exp( )
J
8.314 × 298.15 K
molK
K O =1.41× 10−25
Nilai konstanta kesetimbangan pada temperatur tertentu adalah :
0
dLnK ∆ H reaksi
=
dt RT 2
0
K ∆ H ℜ aksi T −T 0
ln
K0
=
RT 0 T ( )
∆ H 0reaksi T −T 0
K= K 0 exp ( RT 0 ( ))T

205810 T−298.15
K=1.41×10−25 exp ( ( ))
8.314 ×298.15 T

T −298.15
K=1.41×10−25
(
exp 83.03 (
T ))
3.1.1. Mencari Hubungan antara Temperatur dan Konversi secara Termodinamika
Persamaan reaksi :
A+ B ↔C +3 D
Maka, laju reaksinya adalah:

−ra=k 1 C A C B −k 2 CC C 3D

C C C 3D k
(
−ra=k 1 C A C B−
K )
, dimana K = 1
k2

Pada saat kesetimbangan, –rA = 0, sehingga :


C C C 3D
(
−ra=k 1 C A C B−
K
=0 )
CC C3D
C A C B=
K
C C C 3D
Maka, persamaannya menjadi : K=
CA CB

3.1.2. Stoikiometri
Asumsi yang digunakan adalah reaksi elementer, kosentrasi A dan konsentrasi B pada
awal reaksi adalah sebanding secara stoikiometris, dan konsentrasi C pada awal reaksi adalah
0. Dimana P = P0 dan T = T0.
CH 4 ( g) + H 2 O(g ) ↔ CO(g) +3 H 2 (g)
A+ B ↔C +3 D
Mula-mula : 11
Reaksi : X X↔X3X
Sisa : ( 1− X )( 1−X ) X 3 X
Maka :
C C C 3D
K=
CA CB
X 3X 3
( )( )
2−2 X 2−2 X
K=
1−X 1− X
( )(
2−2 X 2−2 X )
Dengan nilai K yang didapat dari persamaan sebelumnya:
T −298.15
K=1.837× 1012 exp 83.03( ( T ))
Nilai K berubah terhadap suhu, sedangkan nilai konversi (X) berubah terhadap K.
Sehingga dari prsamaan diatas dapat diperoleh grafik dengan menggunakan program goal
seek pada MS.Excel sebagai berikut:

Tabel 2. Hubungan Temperatur dengan Konstanta Kesetimbangan dan Nilai Konversi

No T (oC) K X
1 400 0.000017 0.0901
2 450 0.000220 0.0927
3 500 0.002009 0.1234
4 550 0.014 0.1765
5 600 0.079 0.2474
6 650 0.365 0.3254
7 700 1.449 0.4050
8 750 5.02 0.4815
9 800 15.50 0.5518
10 850 43.29 0.6141
11 900 110.75 0.6681
12 950 262.411 0.7140
13 1000 581.00 0.7528
14 1050 1211.39 0.7854
15 1100 2394.15 0.8127
16 1150 4510.54 0.8356
17 1200 8140.18 0.8549
18 1300 23689.04 0.8850
19 1400 60674.63 0.9069
20 1500 139763.93 0.9231
21 1600 294503.34 0.9353
22 1700 575407.26 0.9447
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Temperature (oC)

Gambar 2. Grafik Hubungan Konversi terhadap Temperatur


Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa pada temperatur rendah, konversi kesetimbangan
yang dihasilkan cukup rendah. Akan tetapi konversi reaksi meningkat drastis seiring dengan
kenaikan temperatur. Hal ini membuktikan bahwa reaksi ini merupakan reaksi endotermis,
dimana kenaikan suhu akan menaikkan konversinya.

3.2. Dampak Tekanan terhadap Reaksi Kesetimbangan


Reaksi methane steam reforming bersifat reversibel dan endotermis. Dari persamaan
reaksinya, terlihat bahwa jumlah mol produk yang dihasilkan lebih besar dari jumlah mol
reaktan. Hal ini akan berdampak pada kondisi operasional, dimana semakin tinggi tekanan
operasi akan menggeser reaksi kesetimbangan ke arah kiri (reaktan) dan semakin rendah
kondisi tekanan operasi akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan (produk).

Gambar 3. Grafik Reaksi Kesetimbangan Metana terhadap Temperatur pada


Berbagai Kondisi Tekanan
Grafik di atas memperlihatkan bahwa kondisi operasi yang baik untuk reaksi methane
steam reforming adalah pada kondisi tekanan rendah. Semakin rendah tekanan operasional
akan menghasilkan hasil konversi yang lebih baik, sehingga tekanan di reaktor primary
reformer rata-rata dijaga pada kisaran 28-30 kg/cm2.

3.3. Dampak Temperatur terhadap Reaksi Kesetimbangan


Secara keseluruhan, reaksi methane steam reforming di reaktor primary reformer
mayoritas bersifat endotermis sehingga membutuhkan panas dari luar untuk mempercepat
laju reaksi.
Gambar 4. Grafik Equilibrium dan Kerja dari Reaksi Steam Reforming
Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai temperatur akan membuat laju
reaksi semakin tinggi dan nilai konversi metana semakin naik, sedangkan semakin rendah
kondisi temperatur akan membuat laju reaksi semakin melambat. Sehingga reaktor primary
reformer rata-rata didesain pada kondisi operasi 800 – 900 oC untuk mendapatkan laju reaksi
yang optimum.

3.4. Dampak dari Steam/ Carbon Ratio terhadap Reaksi Kesetimbangan


Steam/ Carbon ratio memiliki efek terhadap reaksi kesetimbangan. Dimana ratio dari
jumlah steam dan metana yang dimasukkan ke dalam reaktor primary reformer perlu dijaga
untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum. Berikut ini grafik kesetimbangan reaksi
terhadap temperatur pada berbagai kondisi operasi S/C ratio.
Gambar 5. Grafik Kesetimbangan Reaksi terhadap Temperatur pada Berbagai
Kondisi Operasi S/C Ratio
Dari grafik di atas terlihat bahwa semakin tinggi S/C ratio akan berdampak pada reaksi
kesetimbangan yang bergeser ke arah produk, sedangkan jika S/C ratio semakin rendah akan
berdampak pada reaksi kesetimbangan bergeser ke arah reaktan. Pada kondisi S/C tinggi
cukup menguntungkan terhadap reaksi kesetimbangan, namun jumlah energi yang digunakan
untuk memanaskan reaktor juga akan meningkat secara signifikan. Sehingga di beberapa
reaktor primary reformer yang desain lama, S/C ratio dijaga pada kisaran 3.5 - 4.0,
sedangkan pada desain baru saat ini S/C ratio dijaga pada kisaran 2.8 – 3.0 untuk
menurunkan nilai konsumsi energi.
Saat S/C ratio terlalu rendah akan berdampak pada pembentukan deposit karbon di dalam
reaktor primary reformer, sehingga akan membuat aktivitas katalis menjadi menurun,
meningkatkan pressure drop dan proses heat transfer di tube reformer akan berkurang
sehingga membuat hot spot di beberapa titik tube katalis. Berikut ini adalah reaksi
pembentukan karbon di dalam primary reformer.

4. Analisa Kinetika
Laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi reaktan, dimana pada reaksi katalisis
konsentrasi yang berpengaruh adalah konsentrasi reaktan yang teradsorpsi di permukaan.
Untuk dapat menentukan konsentrasi reaktan dipermukaan dilakukan perhitungan
menggunakan model adsorpsi sedangkan untuk menentukan laju reaksi digunakan model
laju reaksi permukaan. Terdapat beberapa permodelan adsorpsi-desorpsi dan kinetika reaksi
yang dapat digunakan untuk pendekatan, antara lain :
1. Model adsorpsi isothermal Langmuir
2. Model adsorpsi isothermal Freundlich
3. Model adsorpsi isothermal Temkin (Sygin-Frumkin)
4. Model Langmuir-Hinshelwood
5. Model Rideal
Pada desain katalis ini, dipilih model Langmuir-Hinshelwood dalam pendekatan
analisa kinetika reaksi, karena model Langmuir-Hinshelwood tersebut memiliki beberapa
kelebihan untuk analisa kinetika reaksi methane steam reforming antara lain :
1. Pendekatan yang paling umum dan terbaik untuk diaplikasikan pada katalis
2. Menggambarkan proses adsorpsi dan desorpsi di permukaan inti aktif katalis
3. Reaksi berlangsung dalam fase gas dan terjadi proses difusi gas.
4. Dapat digunakan untuk reaksi yang bersifat reversible
Dalam menggunakan model Langmuir – Hinshelwood ini digunakan beberapa asumsi,
yaitu:
1. Spesi yang teradsropsi hanya menempati tempat tertentu dalam permukaan (artinya
satu aktif site hanya mengadsropsi satu molekul/ monolayer)
2. Perbedaan energi adsropsi tidak bergantung pada permukaan (permukaanya
berstruktur homogen/ uniform molekul terlokalisasi)
3. Reaksi terjadi antara spesies yang teradsorpsi
4. Kesetimbangan adsropsi terjadi sepanjang waktu
5. Bila terdapat lebih dari satu adsorbat, terjadi kompetisi untuk diadsorp pada waktu
yang sama

Untuk reaksi methane steam reforming, model dengan menggunakan persamaan


Langmuir- Hinshelwood, dapat dirumuskan sebagai berikut.
Reaksi yang terjadi :
CH4 + H2O ↔ CO + 3H2
(A) (3B) (C) (3D)
Jika tekanan A adalah PA dan ϴA adalah fraksi dari site yang mungkin diadsorpsi, maka
laju adsorpsi dapat dicari dengan:
Untuk spesi A

Laju adsorpsi : ( dndt ) =k .(1−θ ) P


A

ads
A A

dn
Laju desorpsi : (
dz )
A '
=k θ A
des

Pada saat kesetimbangan :


k ( 1−∑ θ ) P A =k ' θ A

Karena K = k/k’, maka :


θ A =K A P A ( 1−∑ θ )
Dimana ∑ϴ menunjukan fraksi site yang tersedia untuk ditutupi oleh A,B,C dan D.
θ A =K A P A ( 1−∑ θ )

θ B=K B P B ( 1−∑ θ )

θC =K C PC ( 1−∑ θ )

θ D=K D P D ( 1−∑ θ )

Sehingga :

∑ θ=(1−∑ θ ) ( K A P A + K B PB + K C PC + K D P D )
1
( 1−∑ θ ) = 1+ K
A P A + K B PB + K C PC + K D P D

Asumsi masing masing reaktan dan kedua produk dipostulasikan teradsorpsi. Oleh
karena itu, diperlukan site kosong untuk mengakomodasi molekul produk, maka
persamaannya menjadi:
−r =k θ A θ B ( 1−∑ θ )

−r =k K A P A ( 1−∑ θ ) K B PB ( 1−∑ θ )( 1−∑ θ )


k K A PA K B PB 1
−r A = 2
×
( 1+ K A P A + K B P B + K C P C + K D P D ) ( 1+ K A P A + K B PB + K C PC + K D PD )
k K A PA K B PB
−r A = 3
( 1+ K A P A + K B P B + K C P C + K D P D )

Sehingga dari model tersebut dapat diperkirakan konversi yang baru dengan perumusan
sebagai berikut :
−dC A k K A PA KB PB
= 3
dt ( 1+ K A P A + K B P B + K C P C + K D P D )
−d (1−X ) k K A P A K B PB
=
dt C A 0 ( 1+ K A P A + K B PB + K C PC + K D PD )3

−E A
−d (1−X )
=
Aexp ( 8.314 T )
K A P A K B PB
3
dt C A 0 ( 1+ K A P A + K B PB + K C PC + K D PD )

Maka,diperoleh hasil akhir sebagai berikut:

−Ea
( 8.314 )
X =1− ( A exp
T
K A PA K B PB

C A 0 ( 1+ K A P A + K B PB + K C PC + K D P D )3 ) t

Demikianlah rumus perhitungan konversi yang baru pada desain katalis methane steam
reforming untuk menghasilkan hidrogen.

5. Pemilihan Katalis
5.1. Pertimbangan Pemilihan Katalis secara Umum
Secara umum, untuk menilai baik tidaknya suatu katalis, ada beberapa parameter yang
harus diperhatikan, yaitu:
1. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara beberapa reaksi
yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk samping
seminimal mungkin.
Bentuk selektivitas dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a) Selektivitas Reaktan
Selektivitas reaktan terjadi bila hanya sebagian dari reaktan yang bisa menjangkau
situs aktif di dalam pori atau kanal katalis. Ini berarti hanya komponen-komponen yang
relatif lebih kecil yang dapat masuk ke dalam pori atau kanal, sedangkan komponen yang
lebih besar tidak dapat masuk.
b) Selektivitas Produk
Selektivitas produk terjadi bila hanya produk reaksi yang berukuran tertentu yang
dapat berdifusi keluar dari dalam rongga katalis. Produk yang lebih besar dari ukuran
jendela pori akan tinggal dalam rongga katalis sehingga dapat mendeaktivasi katalis atau
dapat bereaksi lebih lanjut membentuk produk reaksi yang lebih kecil sehingga dapat
keluar meninggalkan rongga katalis.
c) Selektivitas Keadaan Transisi
Selektivitas keadaan transisi terjadi bila reaksi-reaksi tertentu dapat dicegah karena
keadaan transisi yang dibutuhkan oleh suatu reaksi tidak dapat dicapai dalam rongga
katalis karena faktor sterik dan keterbatasan ruang (keadaan transisi membutuhkan ruang
yang lebih besar)
2. Stabilitas, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti pada keadaan
semula.
3. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk yang
diinginkan.
4. Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan yang
terkonsumsi.
5. Kemudahan diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis
seperti semula.
6. Mempunyai luas permukaan yang cukup besar sehingga dapat memperbesar dispersi
katalis dan mempermudah terjadinya reaksi permukaan.
Dari pemaparan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa untuk mendapatkan
desain katalis yang sesuai adalah bergantung pada bahan katalitik, bahan promotor dan bahan
penyangga (support). Di samping itu, efektifitas fungsi katalitik juga ditentukan oleh bentuk
dan ukuran katalis. Dimana harus disesuaikan dengan kondisi dan tahapan proses produksi
yang dijalani agar memiliki kinerja yang optimum.
Selain itu juga perlu dipertimbangkan faktor yang menyebabkan deaktivasi katalis.
Kerusakan aktivitas katalis ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas berlebih atau
penghambatan aktivitas. Kerusakan aktivitas katalis dapat disebabkan karena adanya
kerusakan fisik atau kerusakan kimia katalis. Kerusakan fisik katalis misalnya dapat
disebabkan oleh pengkristalan material pendukung katalis atau kerusakan fisik pada
katalisnya sendiri.
Jika sifat kerusakannya tidak permanen, maka katalis tersebut biasanya masih dapat
diregenerasi. Jika kerusakan aktivitas katalis disebabkan oleh kerusakan pada pendukung
yang tahan panas, seperti alumina, yang disebabkan oleh adsorpsi karbon atau tar (wax),
maka pembakaran alumina pada suhu dibawah 500 oC dapat menghilangkan karbon dan tar
tersebut. Selanjutnya, melalui serangkaian pengolahan reduksi, aktivitas katalis akan dapat
dimunculkan kembali.

5.2. Pemilihan Katalis Methane Steam Reforming


5.2.1. Pertimbangan Pemilihan Katalis Methane Steam Reforming secara Komersial
Variasi katalis yang tersedia sangat luas dan pemilihan tipe katalis juga harus
berdasarkan karakteristik bahan baku dan desain furnace. Bahan baku seperti metana
memiliki kecenderungan terbentuknya deposit karbon (coke). Untuk bahan baku gas alam,
penggunaan unsur alkali tidak diperlukan sehingga aktivitas katalis yang lebih tinggi dapat
diperoleh.
Berikut beberapa kriteria katalis yang baik untuk reaktor primary reformer, yaitu:
1. Memiliki selektivitas yang tinggi pada kondisi temperatur dinding reaktor dan pressure
drop yang terendah tanpa terjadi pembentukan karbon.
2. Mempunyai stabilitas yang tinggi, minimal dalam interval antar shutdown pabrik
(turnaround).
3. Bisa bertahan dalam kondisi yang tidak stabil selama proses start up dan shut down
4. Memiliki stabilitas untuk diregenerasi di lokasi reaktor (in situ regeneration) untuk
mengurangi kemungkinan katalis keracunan atau terjadi deposit karbon.
5. Material katalis memilliki sifat dehidrasi yang kuat sehingga dapat melepas hidrogen
terbentuk sebagai produk dari permukaan katalis.
Di tubular furnace dari bagian steam reforming ada 2 elemen yang sangat penting
untuk kinerja katalis, yaitu aktivitas katalis dan perpindahan panas di seluruh dinding
reformer tube yang saling mempengaruhi satu sama lain. Salah satu masalah yang sering
muncul adalah terjadinya peningkatan kebutuhan energi panas yang signifikan sehingga
menyebabkan penurunan kualitas katalis karena proses sintering dan perubahan kimia. Di sisi
lain penyebabnya adalah karena rendahnya stabilitas termal katalis. Jadi secara keseluruhan
permasalahan yang timbul dikarenakan berbagai penyebab yang kompleks baik dari sisi
reaktor maupun katalis. Selain kedua hal tersebut, permasalahan pada operasionalnya juga
kerap muncul.
Pada daerah dengan temperatur maksimum, kontrol difusi dan dimensi keseluruhan
katalis (bentuk, ukuran pori, dan dimensi lainnya) harus sangat diperhatikan. Ukuran katalis
yang kecil menyebabkan penurunan tekanan yang tidak dapat ditoleransi. Pori yang sangat
kecil, meskipun menambah luas permukaan dengan signifikan, namundifusinya terbatas
untuk reaksi reforming yang cepat dan secara esensial tidak berguna.
Hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan menyediakan katalis dengan
karakteristik-karakteristik berikut :
1. Bentuk katalis haruslah yang memaksimalkan luas permukaan luar per unit volume
sembari memberikan ukuran yang cukup untuk minimalisasi pressure drop, seperti:
Raschig-ring, Silinder dengan multiple holes (seperti seven axial holes), Ring dengan 7
jari-jari

Gambar 6. Ragam Bentuk Katalis Heterogen di Industri Kimia


2. Support dengan material yang kuat dan tahan terhadap thermal shock dan dengan
crushing strength yang tinggi, yang sebagian besar dipertahankan bahkan setelah
reduksi NiO sebelum startup, seperti: Refractory Alumina, keramik magnesium
aluminat, Kalsium aluminat, titanat.
3. Katalis dengan aktivitas tinggi untuk ditempatkan di dekat inlet tube-tube yang bisa
memperpanjang ketahan tube (tube life).
Katalis dengan aktivitas tinggi seperti ukuran yang kecil dan atau dengan luas
permukaan luar yang tinggi, sehingga memungkinkan pencapaian equilibrium di wilayah
inlet dan laju kenaikan temperatur yang rendah. Yang berkaitan dengan kemampuan untuk
menurunkan maksimum temperatur di tube skin, sehingga akan membuat umur
operasional tube reformer lebih lama.
4. Kombinasi jenis katalis tertentu untuk mengoptimalkan kinerja pada bahan baku
tertentu dan reaktor jenis furnace.

5.2.2. Pertimbangan Pemilihan Katalis Methane Steam Reforming berdasarkan Analisa


Termodinamika dan Kinetika
Dari hasil analisa termodinamika dan kinetika seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya, terbukti bahwa rekasi methane steam reforming merupakan reaksi
dehidrogenasi, yaitu reaksi yang melibatkan hidrogen sebagai produk, dimana terjadi
pembentukan ikatan H-H. Reaksi ini juga bersifat endotermis kuat dan berlansung pada suhu
yang sangat tinggi untuk merealisasikan konversi yang tinggi menjadi produk karbon
monoksida dan hidrogen.
Dalam penerapan reaksi dehidrogenasi, banyak dijumpai kendala terutama akibat
banyaknya senyawa organik yang dapat dihidrogenasi yang pada akhirnya dapat membentuk
lebih dari satu produk, dan terkadang reaksi yang diinginkan tidak terjadi. Untuk
mengarahkan reaksi agar sesuai dengan yang diharapkan perlu dilakukan proses
dehidrogenasi selektif yang dapat dilakukan dengan memfokuskan pada dehidrogenasi untuk
produk yang diinginkan tetapi tidak terjadi reaksi selanjutnya yang dapat menghasilkan
produk yang tidak diinginkan.
Untuk itu perlu dilakukan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Menggunakan waktu kontak optimum
2. Penyesuaian kondisi untuk selektivitas termodinamika,
3. Pemilihan katalis dan kondisinya.
Untuk pemilihan katalis dan kondisinya tersebut, maka dilakukan penentuan sifat-sifat
katalis yang sesuai untuk reaksi ini. Penentuan sifat-sifat katalis yang penting ini dilakukan
dengan cara pendefinisian kembali sifat-sifat yang berguna sehingga didapatkan material
yang sesuai. Sifat–sifat penting yang harus dimiliki oleh katalis dalam reaksi methane steam
reforming ini, yaitu:
a. Mempunyai selektivitas tinggi untuk menghasilkan hidrogen (H 2), sebagai produk
yang diinginkan sebesar mungkin.
b. Material katalis yang dipilih dapat mencegah terjadinya pembentukan coke dan juga
CO.
c. Mempunyai luas permukaan yang cukup besar sehingga dapat memperbesar dispersi
katalis dan mempermudah terjadinya reaksi permukaan.
d. Material katalis memilliki sifat dehidrogenasi yang kuat sehingga dapat melepas
hidrogen terbentuk sebagai produk dari permukaan katalis.
Dari analogi reaksi katalisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka katalis yang aktif
pada reaksi dehidrogenasi ini ialah katalis yang mampu mengadsorpsi hidrogen dengan
kekuatan sedang. Katalis yang memiliki sifat tersebut adalah logam yang dapat dibagi dalam
3 kelompok yaitu:
1. Logam - Logam Grup Transisi
Untuk menentukan logam apa yang memiliki aktivitas pada reaksi dehidrogenasi, maka
dapat dianalisis dari orbital elektronnya karena kekuatan adsorpsi antara logam dan
hidrogen tergantung hal tersebut. Namun ada beberapa hal penting yang juga harus
mendapat perhatian setelah menentukan katalis berdasarkan orbital elektron, yaitu:
termodinamika reaksi, geometri, selektivitas, dan faktor keracunan katalis.
Secara detail, sifat katalis yang aktif dalam reaksi hidrogenasi-dehidrogenasi memiliki
karakter sebagai berikut :
1) Katalis harus mampu membentuk ikatan kimia dengan satu atau kedua reaktan
(chemisorption) tetapi ikatan tersebut harus tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah
sehingga produk reaksi masih siap didesorpsi.
2) Kekuatan ikatan dengan hidrogen meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
kekosongan orbital d seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6. Sesuai persyaratan pada
butir 1, aktivitas katalitik mencapai maksimum apabila logam memiliki hanya satu
orbital d kosong, dengan demikian unsur-unsur Co, Ni, Rh, Pd, Ir dan Pt umumnya
logam paling aktif untuk reaksi yang melibatkan hidrogen.
3) Sifat katalis dan daya adsorpsi dari logam pada poin 2 dapat diestimasi dari rata-rata
jumlah orbital d yang kosong. Orbital kosong juga dapat terisi oleh unsur lain yang
memiliki elektron bebas, sehingga sebuah logam yang pada mulanya memiliki banyak
orbital d kosong, dapat berkurang jumlah orbital kosongnya.
2. Oksida atau Sulfida Logam Grup Transisi
Unsur-unsur dengan banyak orbital d yang kosong seperti V, Cr, Cb, Mo, Ta dan W
cenderung tidak aktif untuk reaksi yang melibatkan hidrogen, kemungkinan karena
adsorpsi kuat mereka pada reaktan-reaktan dan/atau produk reaksi.
3. Oksida lainnya
Aktivitas yang lemah untuk reaksi yang melibatkan hidrogen ditunjukkan oleh katalis
selain logam transisi misalnya alumina. Meskipun, dapat juga dianalisis bahwa aktivitas
yang ditunjukkan oleh alumina tersebut mungkin saja akibat adanya logam Al dalam
alumina atau adanya pengotor Fe didalamnya.
5.2.3. Pemilihan Material yang Cocok
5.2.3.1. Inti Aktif
Pada umumnya, untuk reaksi dehidrogenasi, langkah teringan adalah mengeliminasi
semua logam namun tetap fokus pada oksida. Aktivitas yang tinggi terdapat pada ion dengan
konfigurasi elektron d4 dan d6. Dehidrogenasi ringan terletak pada oksida yang mengandung
ion Cu2+, Ni2+, Fe3+, Mn2+, V3+, V5+ dan Ti4+.
5.2.3.2. Support
Untuk Support katalis dengan karakteristik yang berlaku untuk desain dan operasi
reformer tersebut, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain:
 Memiliki stabilitas pemanasan yang tinggi
 Memiliki pori yang memungkinkan terjadinya adsorpsi
 Luas permukaan yang besar
 Mempunyai kemampuan untuk mengikat logam sebagai katalis
Variasi material Support memiliki perbedaan efek pada potensi terbentuknya karbon,
yang paralel dengan ketentuan kadar asam Lewis/Bronsted. Support katalis yang biasa
digunakan untuk komersial bisa diurutkan menurut orde pengurangan (decreasing order) dari
kecenderungan terbentuknya karbon. Untuk beberapa material Support diketahui
perbandingan decreasing order-nya sebagai berikut:
α-alumina > Spinel Magnesium Aluminat > Kalsium Aluminat > Kalsium Aluminat Alkali

Kondisi temperatur yang tinggi untuk reaksi steam reforming dan keberadaan steam
yang dijaga ketat membutuhkan formulasi Support katalis yang low-area dan tahan panas.
Beberapa perbandingan support katalis terangkum dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbandingan Material Support Katalis
Material Support Keterangan
α-Alumina  Banyak digunakan untuk bahan baku gas alam
 Memiliki decreasing order tinggi
Kalsium Aluminat  Crushing strength tinggi, tapi kehilangan jumlah kekuatan yang
signifikan selama pemakaian, khususnya pada operasi bertekanan
tinggi. Tekanan parsial yang tinggi dari karbon dioksida pada suhu
tinggi bereaksi dengan Support kalsium aluminat dan memutus
ikatan yang awalnya berkotribusi pada crushing strength.
 Cenderung digunakan untuk tekanan rendah
 Memiliki nilai alakalinitas alami yang membantu menekan titik
asam dan deposisi karbon dari permukaan katalis.
Kalsium Aluminat  Titanium oksida mensubsitusi sebagian alumina
Titanat  Memiliki sifat crushing strength yang tinggi
 Bisa digunakan untuk kondisi ekstrim
Spinel Magnesium  Luas permukaan spesifik yang lebih besar.
Alumina (keramik)  Crushing strength tinggi
 Stabilitas tinggi
 Harus dikalsinasi untuk temperatur yang lebih tinggi selama
pembuatan partikel Support, untuk memastikan tidak ada
magnesium oksida di dalamnya yang akan terhidrasi menjadi
hidroksida pada temperatur di bawah 300 oC. Perubahan kimia ini
terjadi pada saat peningkatan volume, yang akan merusak
strukturnya dan mengurangi stabilitas mekanik dari katalis
tersebut.
Refractory Alumina  Crushing strength tinggi
 Stabilitas tinggi
Alumina-alumna Tidak stabil
transisi seperti γ dan ƞ
Kalsium Alumina  Lazim digunakan
Silikat  Tidak mahal
 Secara bertahap menjadi lebih kuat ketika digunakan dalam proses
 Kekurangannya adalah kurang memuaskan pada tekanan yang
lebih tinggi ( ± 3 Mpa), karena migrasi silika pada tekanan parsial
uap yang lebih tinggi.
Silika Kemungkinan penguapan karena temperatur tinggi pada reaksi steam
reforming, yang menyebabkan degradasi katalis dan deposisi silika di
bagian hilir, sebagai efek dari tekanan yang lebih tingi.
Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk Support katalis yang banyak digunakan di
dunia industri.
Gambar 7. Ragam Bentuk Support Katalis
Support yang biasa digunakan pada katalis methane steam reforming diantaranya ialah
refractory alumina, magnesium aluminat, kalsium aluminat, dan kalsium aluminat titanat.
Dan dapat dilihat juga dari tabel 4 berikut yang menunjukkan beberapa kombinasi komposisi
unsur pembentuk katalis reforming dari berbagai licensor.
Tabel 4. Komposisi Unsur Pembentuk Katalis Reforming dari Berbagai Licensor

Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk bahan baku gas alam (natural gas), katalis yang
paling banyak digunakan adalah katalis Nikel dengan support MgAl2O4. Berikut analisis
komposisi kimia untuk beberapa jenis Support yang biasa digunakan untuk methane steam
reforming tersebut. Di samping itu, untuk setiap jenis katalis, terdapat impuritis yang juga
dapat mempengaruhi kinerja dari katalis tersebut. Hal tersebut seperti tercantum dalam Tabel
5 berikut.
Tabel 5. Komposisi Kimia pada Beberapa Jenis Support Katalis

Dari Tabel 5 tersebut terlihat bahwa salah satu impuritis yang ada di dalam katalis
reforming adalah SiO2 meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Namun diharapkan,
keberadaan silika sangat diminimalisasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya
penguapan yang signifikan pada aliran hilir sehingga mengurangi stabilitas atau kekuatan dari
katalis tersebut.
5.2.3.3. Bentuk dan Ukuran Katalis
Faktor utama yang mempengaruhi aktivitas katalis adalah komposisi senyawa kimia
dan luas permukaan. Yang tidak kalah pentingnya juga karakteristik perpindahan panasnya
yang dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk partikelnya yang memberikan efek terhadap
perpindahan panas yang juga berefek lansung pada kinerjanya. Tidak seperti proses-proses
yang pada umumnya dilaksanakan pada kondisi adiabatik, reaksi endotermis steam reforming
di tube-tube primary reformer harus disuplai secara kontinu dimana heat (panas) sebagai fasa
gas melewati katalis. Ketergantungan yang kuat dari laju reaksi pada suhu permukaan dari
katalis jelas sangat menjadi perhatian untuk efisiensi perpindahan panas di seluruh bagian
katalis. Padahal, material katalis sendiri adalah konduktor yang sangat lemah dan tidak
memindahkan panas secara signifikan. Oleh karena itu, mekanisme utama perpindahan panas
dari dalam dinding tube ke gas adalah dengan proses konveksi, dan efisiensinya akan
tergantung pada seberapa baik aliran gas terdistribusi pada bed katalis. Ini menjadi bukti
bahwa geometri dari partikel katalis sangatlah penting.
Untuk memaksimalkan peningkatan aktivitas, dapat dicapai dengan meningkatkan luas
permukaan dalam katalis, karakteristik perpindahan panas juga harus ditingkatkan. Keduanya
jelas saling berhubungan erat. Jika katalis dari aktivitas yang lebih tinggi dengan sebuah
karakteristik perpindahan panas yang telah ditingkatkan diinstal pada reformer yang
diberikan dan kondisi pembakaran dijaga seperti sebelumnya, temperatur skin tertinggi pada
lapisan atas dari tube reformer akan berkurang. Jika sebaliknya, temperatur skin tertinggi
pada dinding atas tube sebelumnya dijaga, maka memungkinkan terjadinya hot spot pada
skin tube.
Katalis bentuk tertentu diterapkan khususnya pada zona heat flux yang tinggi pada
sepertiga bagian atas tube; pada bagian bawah tube tidak akan memberikan perbedaan yang
signifikan pada kinerjanya, selain terhadp pengurangan pressure drop.
Yang terpenting dalam prosedur loading katalis adalah menghindari breaking dan
bridging, khususnya dengan bentukan baru. Masalah berikutnya adalah ketika partikel katalis
menjadi terjepit bersama-sama di dalam tube, sehingga meninggalkan kekosongan. Hal
tersebut dengan mudahnya dapat menjadikan tube reformer menjadi overheating, yang
terlihat melalui lubang-lubang furnace box peep sebagai hot spots atau pada kasus ekstrim
sebagai gerombolan atau gumpalan-gumpalan panas (hot bands) pada tube skin.
5.2.4. Katalis yang Disarankan
Dengan mempertimbangkan semua hal diatas, maka untuk kepentingan desain katalis
ini dipilih jenis katalis Ni/MgAl2O4. Dimana kandungan aktif dari katalis primary reformer
yang dipilih adalah Nikel sebagai kristal yang dihasilkan dari proses reduksi nikel oksida,
yang terdispersi sempurna di seluruh material support MgAl2O4. Kandungan nikel oksida dari
katalis yang belum direduksi adalah sekitar 15 - 25 %. Dengan kondisi operasi pada rentang
800 – 1000 oC dan tekanan 8 – 35 bar.
Katalis Nikel dipilih sebagai inti aktif pada desain ini dengan beberapa pertimbangan
sebagai berikut:
a. Nikel adalah termasuk logam non-mulia, yang relatif lebih ekonomis dan komersial.
b. Nikel termasuk dalam golongan transisi dimana mempunyai orbital d yang belum
penuh. Elektron pada orbital d akan berinteraksi dengan elektron yang berada pada
orbital s dan p sehingga menyebabkan keadaan elektron terdegenerasi, sehingga
memiliki tingkat energi yang lebih rendah
c. Nikel memiliki aktivitas tinggi dalam proses hidrogenasi, dapat memfasilitasi atom-
atom H untuk membentuk H2
Sedangkan untuk support yang dipilih adalah magnesium alumina (MgAl2O4) dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Magnesium alumina memiliki luas permukaan spesifik yang lebih besar.
b. Mempunyai sifat crushing strength yang tinggi, sehingga tidak mudah pecah atau
hancur.
c. Memiliki stabilitas yang tinggi, sehingga tahan terhadap kondisi operasi tekanan dan
temperature tinggi
Berikut ini adalah gambaran bentuk katalis yang digunakan dalam proses methane
steam reforming.

Gambar 8. Contoh Bentuk Katalis Nikel untuk Proses Steam Reforming


Untuk ukuran katalis biasanya berdiameter 5/8 inci, dengan tinggi ¾ inci, dan luas
permukaan 5 m2/g. Sedangkan untuk bentuk katalis yang dipilih adalah katalis bentuk
minilith seperti terlihat pada Gambar 8, dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Menghasilkan luas permukaan inti aktif yang besar
b. Menghasilkan pressure drop yang rendah

6. Proses Preparasi dan Karakterisasi Katalis


6.1. Proses Preparasi Katalis
Dalam dunia katalisis, setelah tahapan perancangan katalis yang diperlukan adalah
tahapan preparasi katalis. Preparasi katalis ini bertujuan untuk mewujudkan katalis yang
secara teoritis telah sesuai dengan reaksi yang dikehendaki. Pada beberapa kondisi, aktivitas
suatu katalis bergantung pada jenis material yang digunakan. Di sisi lain, aktivitas dari suatu
katalis juga ditentukan oleh metode preparasi yang digunakan, karena metode preparasi
mempengaruhi karakteristik katalis yang terbentuk seperti luas permukaan, dispersi, ukuran
pori, loading inti aktif, dan lainnya. Oleh karena itu, metode preparasi harus dipilih secara
tepat agar karakteristik yang diinginkan dapat diperoleh.
Salah satu metode yang terbaik untuk memproduksi katalis adalah dengan metode
impregnasi material porous support dengan larutan komponen aktifnya. Dimana secara
umum, setelah proses penyiapan kandungan aktif dan penyangga, lalu masuk ke tahap
deposisi komponen aktif ke penyangga dengan metode impregnasi, setelah itu partikel katalis
dikeringkan dan garam logam yang terbentuk didekomposisi menjadi oksida dengan
pemanasan. Berikut ini merupakan blok diagram tahapan preparasi katalis Nikel dengan
metode impregnasi.

Gambar 9. Blok Diagram Preparasi Katalis dengan Metode Impregnasi


Impregnasi merupakan metode deposisi yang paling sederhana dan simpel. Tujuannya
adalah untuk memenuhi pori dengan larutan garam logam dengan konsentrasi yang cukup
untuk memberikan loading yang tepat. Larutan dibuat dalam jumlah yang cukup untuk
mengisi pori dan harus didasarkan pada perhitungan volume pori pada preparasi oksida
tunggal, hanya saja larutan garam logam tidak mengalami perlakuan pemanasan. Partikel
penyangga dimasukkan dalam larutan garam logam dan setelah larutan mengisi pori
penyanga, dilakukan pengeringan dan kalsinasi. Apabila loading yang dikehendaki belum
terpenuhi, maka dilakukan perendaman penyangga lagi untuk pengisian pori kembali sampai
loading terpenuhi. Dengan demikian, metode ini dapat memberikan loading sebesar volume
pori yang tersedia dimana sebelumnya loading yang didapatkan berada dibawah loading
presipitasi.
Dalam proses impregnasi, komponen aktif yang digunakan adalah komponen dengan
anion-anion yang tidak stabil secara termal. Support dicelupkan ke dalam larutan komponen
aktif dengan kondisi yang tepat (konsentrasi, pengadukan, suhu, dan waktu). Untuk
mendapatkan proses impregnasi yang terbaik, udara di dalam pori-pori support dihilangkan
dengan proses evakuasi atau support ditreatment dengan gas CO2 atau NH3 selama proses
impregnasi. Setelah proses impregnasi selesai, katalis dikeringkan dan dikalsinasi.
Pemilihan jenis anion adalah tahap yang juga penting karena harus dipilih anion yang
dapat larut dalam air dan anion yang tidak memerlukan suhu terlalu tinggi untuk terjadi
dekomposisi ketika pada tahap kalsinasi. Sebagai contoh, oksalat adalah jenis anion yang
paling baik digunakan akan tetapi jumlahnya terbatas dan kadang menghasilkan racun selama
proses kalsinasi. Sedangkan untuk sulfat harganya lebih murah tetapi memerlukan suhu yang
lebih tinggi untuk dekomposisi. Beberapa prinsip awal untuk metode impregnasi basah
diilustrasikan pada gambar berikut.

Gambar 10. Prinsip-Prinsip Awal Preparasi Katalis dengan Metode Impregnasi Basah
Ilustrasi gambar di atas menunjukkan bahwa larutan garam metalnya di-loading ke
dalam pori katalis, dimana diharapkan sebelumnya udara yang terdapat di dalam pori sudah
dievakuasi atau ditreatment terlebih dahulu. Dan digambarkan beberapa prinsip metode
impregnasi basah yaitu:
1. Driving force-nya adalah gaya dorong kapiler dari cairan (larutan).
2. Impregnasi terjadi secara cepat dan eksotermis
3. Terjadinya peningkatan tekanan di dalam pori katalis.
Pada tahapan pengeringan, laju pengeringan tergantung kepada temperatur dan aliran
gas. Dimana laju pengeringan juga sangat mempengaruhi distribusi logam dari partikel
katalis. Sementara itu, tahapan kalsinasi adalah perlakuan panas dalam suasana pengoksidasi
pada suhu yang sedikit lebih tinggi daripada suhu operasi katalis yang diharapkan. Dalam
kalsinasi terdapat berbagai proses yang dapat mengubah katalis tersebut, seperti terbentuknya
komponen baru oleh reaksi padatan, transformasi bagian amorf (yang tak berbentuk) menjadi
bentuk kristal, juga modifikasi struktur pori dan sifat-sifat mekaniknya.
Untuk kasus katalis metal support, kalsinasi menyebabkan oksida logam sebagai
prekursor katalis, dan kemudian direduksi menjadi logam-logam. Reduksi ini bisa dilakukan
dengan hidrogen (yang diencerkan dengan nitrogen), CO, atau pereduksi yang lebih ringan
seperti uap alkohol. U ntuk beberapa kasus, reduksi bisa dilaksanakan pada reaktor produksi
sebelum proses start-up. Namun, di sini kontrol temperatur yang menjadi permasalahannya.
Katalis impregnasi memiliki banyak keuntungan dibandungkan dengan katalis hasil
metode presipitasi. Yaitu, struktur pori dan luas permukaan spesifiknya lebih besar, dimana
hal tersebut ditentukan oleh supportnya. Karena material support tersedia dalam semua
rentang yang diinginkan untuk luas permukaan, porositas, bentuk, ukuran, dan stabilitas
mekanik, maka katalis impregnasi bisa dibuat dengan pertimbangan karakteristik perpindahan
masa.
Aktivasi merupakan tahapan terakhir dalam menghasilkan deposit inti aktif. Tahap ini
tidak diperlukan jika oksida sendiri telah berada dalam kondisi aktif. Proses yang diperlukan
dalam membuat kondisi ini tergantung inti aktif yang akan diaktivasi, misalnya hasil
preparasi adalah deposisi oksida logam dipermukaan penyangga sehingga jika dibutuhkan
logam maka harus dilakukan reduksi. Reduksi oksida logam menjadi logam menggunakan
hidrogen atau gas CO.
Jadi, secara garis besar, proses preparasi katalis dikelompokkan menjadi 2 tahapan inti,
yaitu preparasi inti aktif dan penyangga (support), lalu deposisi komponen aktif pada support,
yang dalam hal ini menggunakan metode impregnasi.
6.2. Karakterisasi Katalis
Karakterisasi katalis dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia dari katalis dan
memprediksi apakah katalis tersebut sudah sesuai untuk reaksi yang diinginkan, sehingga
perlu dilakukan pengujian. Jika ternyata tidak sesuai, maka diperlukan penanganan untuk
perbaikan lebih lanjut atau merubah teknik preparasi katalis tersebut.
Kedua sifat dari struktur fisika dan kimia dari katalis harus diketahui karena
berhubungan dengan aktivitas, selektivitas, dan, umur dari katalis. Sifat fisika berupa
volume pori-pori, distribusi rongga/pori, dan luas permukaan katalis yang harus dimonitor
dalam produksi katalis industri. Sedangkan untuk sifat kimia cenderung hanya dimonitor
dalam skala laboratorium. Gambar 10 berikut ini menjelaskan beberapa metode yang dapat
digunakan dalam uji karakterisasi katalis.
Gambar 11. Beberapa Metode Karakterisasi Katalis
Beberapa tahapan dalam proses karakterisasi katalis tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
A. Penentuan Luas Permukaan Spesifik, Volume Total Pori dan Jari Rata-Rata dari
Pori dengan BET
Luas permukaan spesifik, volume total pori, dan rerata jari-jari pori didasarkan pada
fenomena adsorpsi gas lapis tunggal yang berlangsung pada temperatur konstan. Untuk
keperluan ini digunakan sistem BET (Brunauer-Emmet-Teller). Pengukuran luas permukaan
dengan metode BET dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu single point dan multi point.
Pengukuran single point dilakukan bila profil isoterm telah diketahui dan dilaksanakan pada
suatu nilai tekanan parsial adsorbat dimana profil isotermnya linier. Sedangkan pengukuran
multi point dilakukan jika profil isotermnya belum diketahui, dilakukan dengan
memvariasikan nilai tekanan parsial adsorbat pada rentang 0,05 < (p/po) < 0,35. Bila
adsorbat yang digunakan adalah gas nitrogen, maka nitrogen cair digunakan sebagai media
pendinginnya.
Gambaran teknis pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
a) Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah sampel dan dipanaskan pada
temperatur tertentu (missal 200 oC) dengan dilakukan pengusiran gas menggunakan gas
nitrogen selama waktu tertentu (misal 45 menit).
b) Sampel didinginkan dengan nitrogen cair sehingga temperaturnya mencapai temperatur
tertentu.
c) Tekanan gas nitrogen diubah sehingga jumlah gas nitrogen yang terkondensasi dapat
ditentukan.
d) Dihitung luas permukaan spesifik, volume total pori dan rerata jejari pori berdasarkan
perolehan data tersebut.
B. Kation dalam Sampel Katalis dengan AAS
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) digunakan untuk analisis kandungan logam di
dalam katalis, serta besarnya pengisian (loading) dari Ni di dalam zeolit. Selain itu juga
untuk mengetahui rasio SiO2 dan Al2O3 didalam zeolit. Dengan karakterisasi menggunakan
AAS diharapkan dapat diketahui kation dari logam alkali seperti Na, K yang dapat
menyebabkan deaktivasi terhadap sampel katalis, sedangkan kation divalen dan trivalen
umumnya akan memberikan pengaruh terhadap keaktifan sampel katalis yang disebabkan
karena kation-kation divalen dan trivalen akan mengalami reaksi hidrolisis dengan adanya
uap air sehingga membentuk situs asam Bronsted.
C. Temperatur Programmed Reduction/ Diferential (TPR/TPD)
Sistem TPR/TPD digunakan untuk mengetaui pengaruh komposisi penyangga katalis
terhadap tingkat adsorpsi katalis. Selain itu juga teknik TPD digunakan untuk mengetahui
tingkat kekuatan asam (acid strength) dari katalis. Pada sistem TPR/TPD memungkinkan
penggunaan berbagai macam adsorbat yang berbeda dan bahan penurun (reducing agent)
pada perlakuan sampel katalis dengan sistem vakum.
Cara kerjanya, sampel katalis diumpankan kedalam reaktor quartz U-tube, kemudian N2
digunakan untuk membilas (flush) sistem setelah pengisian sampel. Kemudian katalis
dikalsinasi selam waktu dan temperatur tertentu dimana probe (zat penguji) misal amonia
atau piridin dialirkan dengan laju alir tertentu, dan temperatur secara bertahap dinaikkan.
Kemudian hasil keluarannya dibaca dengan GC dan spektrometer masa.
Sedangkan penentuan tingkat keasaman katalis itu sendiri dilakukan secara gravimetri
dengan mengalirkan gas NH3 ke dalam pori-pori katalis. Keasaman dapat ditentukan dari
perbedaan sebelum dan sesudah menyerap (mengadsorpsi) NH3. Sejumlah katalis
dipanaskan pada rentang temperatur tertentu (missal 115-120 0C) selama jangka waktu
tertentu (misal 0,5 jam), kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya katalis
ditimbang hingga beratnya tetap (W).
Katalis dalam botol diletakkan dalam erlenmeyer buchner berisi silika gel yang sudah
diaktivasi. Tutup erlenmeyer dihubungkan dengan saluran gas amoniak dan mulut
erlenmeyer ke saluran pompa penyedot. Selang yang menghubungkan larutan amoniak
dijepit dan sistem dalam erlenmeyer divakumkan dengan pompa penyedot selama rentang
waktu tertentu (misal 25-30 detik). Selang pompa kemudian dijepit dan selang dari larutan
amoniak dibuka pelan-pelan (tekanan rendah). Aliran gas dihentikan hingga jenuh (timbul
uap putih) dan selang dijepit.
Reaksi dibiarkan selama 24 jam. Kemudian katalis ditimbang berulang-ulang hingga
beratnya tetap (W’) dalam mg. Maka berat NH 3 yang teradsorpsi dalam sampel adalah
sebagai berikut :
∆W = W’ – W (mg)
Dalam hal ini keasaman didefinisikan sebagai jumlah (mmol) NH3 yang teradsorpsi
untuk gram berat katalis. Sehingga jumlah asam sampel katalis untuk setiap gram katalis
dihitung sebagai berikut.
∑ Asam = ∆W/BM NH3 (mmol)
D. Karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction)
Tujuan dari Analisa XRD adalah untuk menganalisis keberadaan logam dalam sampel
katalis dengan melihat struktur kristal logam yang terbentuk. Prinsip kerja difraksi sinar X
berdasarkan difraksi yang disebabkan adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak
gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut dapat saling menguatkan. Atom-
atom dalam zat padat dapat menghamburkan sinar X. ketika sinar X jatuh pada kristal, akan
terjadi hamburan ke segala arah. Sinar X yang terhambur akan bersifat koheren sehinggga
saling menguatkan atau saling melemahkan.
Atom-atom dalam kristal dapat dipandang sebagai unsur yang dapat membentuk
susunan bidang datar yang masing-masing mempunyai jarak karakteristik antara bidang-
bidang komponennya. Bidang-bidang ini dinamai bidang Bragg yang diambil dari nama
orang yang pertama kali melakukan difraksi sinar X pada tahun 1914.
Hasil pengukuran XRD ini didapatkan data harga intensitas dan nilai panjang celah
pada sudut 2ϴ tertentu. Berdasarkan hukum Bragg yang menyatakan bahwa
nλ = 2d sin ϴ
dimana :
λ = panjang gelombang dari berkas sinar X yang tergantung dari tabung anoda
dari generator penghasil sinar X yang dipakai.
n = bilangan bulat yang menyatakan fasa di mana fraksi menghasilkan terang
d = lebar celah
ϴ = sudut pengukuran (sudut difraksi, o )
E. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM membaca suatu permukaan sampel dengan suatu alat pembaca electron (5-50kV).
Elektron (dan foton), dideviasikan atau diemisikan, menghasilkan gambar pada tabung sinar
katoda, di-scan secara menyeluruh dengan sinar. Pembesaran 20-50.000 kali mungkin
dilakukan dengan resolusi sebesar 5 nm. Suatu area dengan kedalaman yang besar dan
struktur yang sangat tidak teratur dapat diketahui dengan efek tiga dimensi.
Berikut ini adalah gambaran cara kerja peralatan SEM dalam membaca permukaan
katalis yang akan dijadikan sampel :

Gambar 12. Prinsip Kerja Peralatan SEM

SEM merupakan alat yang baik digunakan untuk mempelajari topografi secara
keseluruhan. Preparasi sampel tidak menghabiskan banyak tenaga maupun waktu, sehingga
katalis mudah untuk ditangani. Keterbatasan resolusi membuat teknik ini terbatas bagi
kristal yang lebih besar daripada 5 nm. Di atas level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi
ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi SEM telah dibuat pada banyak sistem dan
berguna juga untuk studi stuktur pori.
7. Proses Deaktivasi dan Regenerasi Katalis
7.1. Deaktivasi Katalis
Katalis didesain memiliki aktivitas yang tinggi dalam jangka waktu yang lama.
Penurunan aktivitas katalis yang disebut dengan proses deaktivasi katalis dapat berdampak
pada hasil konversi dan selektifitas produk. Proses deaktivasi katalis dapat terjadi secara fisik
dan kimiawi sesuai penjelasan berikut :
7.1.1. Deaktivasi secara Kimiawi
Beberapa bentuk deaktivasi secara kimia adalah :
 Reaksi oksidasi katalis : senyawa aktif katalis Ni teroksidasi oleh oksigen (O 2) menjadi
NiO, hal ini dapat terjadi apabila umpan Hidrogen (H2) ke reaktor kurang.
 Katalis keracunan (poisoning) : terjadi apabila senyawa aktif Nickel (Ni) bereaksi
dengan senyawa racun (misal S, Cl membentuk NiS, NiCl 2). Sesuai dengan gambaran
berikut.

Gambar 13. Katalis Nikel yang Teracuni oleh Sulfur

7.1.2. Deaktivasi secara fisik


Deaktivasi secara fisik terjadi apabila katalis menjadi tidak aktif karena perubahan fisik
atau adanya suatu benda/padatan yang menutupi senyawa aktif sehingga tidak dapat kontak
dengan reaktan, antara lain:
A. Carbon Formation
Carbon formation yang disebabkan oleh methane craking sesuai reaksi berikut:
CH4 ↔ C + 2H2
Dengan adanya lapisan karbon yang menutupi permukaan aktif katalis Nickel (Ni)
membuat aktifitas katalis menjadi menurun. Berikut adalah gambaran deposit karbon pada
permukaan katalis :
Gambar 14. Deposit Karbon yang Menyelimuti Permukaan Katalis
B. Sintering
Sintering merupakan proses deaktivasi termal, yaitu proses fisik yang berkaitan dengan:
• Hilangnya area material pengemban atau basa oksida
• Hilangnya penyebaran kristal logam pada katalis logam pengemban
• Penurunan komponen logam dalam katalis.
Berdasarkan tipe katalis yang digunakan, proses sintering dapat dibedakan menjadi dua.
Tipe pertama adalah katalisnya merupakan material tipe pengemban dengan daerah suhu
operasional normal sampai tinggi, misalnya SiO2, Al2O3. Pengoperasian katalis tipe ini pada
suhu tinggi akan menyebabkan hilangnya luas permukaan katalis yang berakibat pada
berubahnya struktur pori, sehingga akan menurunkan aktivitas katalis.
Tipe kedua adalah katalis dengan bahan aktifnya adalah logam yang diembankan pada
pengemban oksida dengan daerah suhu operasional tinggi, misalnya platina yang diembankan
pada silika atau alumina. Pada tipe kedua ini, sintering terjadi tidak hanya karena
pengurangan area pengemban, tetapi juga karena hilangnya penyebaran logam pada katalis
yang pada akhirnya menyebabkan turunnya aktivitas katalis. Lebih lanjut sintering tipe
kedua dapat terjadi pada suhu operasional di bawah suhu minimum yang bisa menyebabkan
terjadinya hilangnya area.
Pada kasus katalis bifungsi, misalnya platina teremban dalam alumina, penyimpangan
suhu dari suhu daerah operasional akan menurunkan area kedua komponen katalis, yakni
platina dan alumina.
Beberapa mekanisme pada proses sintering adalah:
 Penguapan – kondensasi. Karena tekanan uap lebih besar daripada tekanan pada
permukaan cembung ataupun cekung pada permukaan katalis, akan terjadi
kecenderungan penguapan, dari pertikel penyusun katalis ke permukaan cekung di antara
partikel.
 Difusi volume. Difusi atom terjadi dari partikel satu ke partikel yang berdekatan.
 Difusi permukaan. Mekanisme difusi permukaan mencakup migrasi atom ke permukaan
partikel.
 Difusi butiran di daerah batas antar butiran
Laju sintering meningkat dengan cepat seiring dengan meningkatnya temperatur. Secara
umum proses sintering yang terjadi pada katalis teremban oksida dengan daerah operasional
suhu tinggi meliputi tiga tahap, sesuai gambar berikut:

Gambar 15. Mekanisme Terjadinya Sintering


Adapun mekanisme terjadinya sintering adalah sebagai berikut :
 Tahap I, terjadi pertumbuhan partikel-partikel dari area kontak membentuk leher.
 Tahap II, merupakan tahap intermediet, yaitu terjadinya persinggungan atau titik potong
di antara leher-leher tersebut membentuk pori yang tertutup.
 Tahap III, terjadi pertumbuhan lebih lanjut dari partikel-partikel area kontak tersebut akan
menghilangkan pori tertutup pada Tahap II.
Berikut ini adalah gambar katalis yang telah mengalami proses sintering :

Gambar 16. Katalis yang Mengalami Deaktivasi Akibat Sintering


C. Fouling
Fouling adalah pengendapan secara fisik (mekanikal) suatu spesies dari fase cairan ke
permukaan katalis, yang mengakibatkan hilangnya aktivitas karena penutupan celah atau
pori-pori katalis. Selanjutnya dapat menyebabkan disintegrasi partikel katalis dan memasuki
void reaktor. Contohnya adalah mekanikal deposit karbon dan coke dalam katalis berpori.

Gambar 17. Deposit Karbon yang Menyelimuti Permukaan Aktif Katalis


Dampak kemungkinan dari fouling karbon (coke) pada fungsi katalis yang disupport
logam dapat diilustrasikan pada Gambar di atas. Karbon merupakan chemisorb kuat yang
dapat menyerap secara monolayer atau multilayer sehingga menghambat akses reaktan ke
situs permukaan logam. Karbon menyelimuti seluruh partikel permukaan logam dan dengan
demikian benar-benar menonaktifkan partikel katalis tersebut. Pada kasus yang ekstrim,
filamen karbon yang kuat dapat membangun di dalam pori-pori dan menekan material
support katalis hingga pecah, sehingga menyebabkan hancurnya pelet katalis dan memasuki
void reaktor. Contohnya pada metana steam reforming (SMR) katalis, yang biasanya nikel
dengan Support alumina dan oksida alkali tanah, karbon dapat berdifusi ke dalam dan mulai
tumbuh filamen dari sisi belakang partikel nikel terutama pada reaksi temperatur tinggi dan
S/C ratio yang rendah. Adapun mekanisme pembentukan karbon deposit dapat dijelaskan
sesuai bagan berikut :
Gambar 18. Bagan Reaksi Pembentukan Deposit Karbon

7.2. Regenerasi Katalis


Proses regenerasi katalis merupakan proses pengaktifan lapisan aktif katalis Nikel (Ni)
pada awal penggunaan katalis ataupun pada katalis yang sudah mengalami deaktivasi agar
aktifitas katalis kembali meningkat. Sebelum digunakan, katalis reforming berbentuk
senyawa NiO, agar dapat aktif mereaksikan steam reforming maka NiO perlu diubah ke
senyawa Ni. Reaksi pengubahan NiO ke Ni disebut reduksi katalis dengan menggunakan H2,
sesuai reaksi berikut :
NiO + H2  Ni + H2O
Dengan terbentuknya lapisan Ni aktif di katalis reformer, maka katalis telah siap untuk
menurunkan energi aktivasi yang dibutuhkan dalam proses methane steam reforming di
reaktor primary dan secondary reformer.
Sedangkan proses regenerasi katalis yang telah digunakan dapat dilakukan dengan
beberapa cara berikut :
 Reduksi katalis untuk katalis yang mengalami oksidasi oleh oksigen
 Decoking untuk menghilangkan lapisan/deposit carbon (coke) di permukaan
aktif katalis
 Sulfur removal untuk menghilangkan racun sulfur pada katalis, dilakukan
dengan cara di-steaming atau direaksikan dengan oksigen (O2)

8. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) Salah bahan baku penghasil hidrogen yang baik adalah metana, karena sifatnya yang
relatif lebih bersih, ketersediaannya melimpah, dan kemudahannya untuk dikonversi
menjadi hidrogen dibandingkan dengan gas alam lainnya.
2) Proses yang digunakan dalam menghasilkan gas hidrogen adalah reaksi methane
steam reforming.
3) Dari analisa termodinamika dan kinetikanya, diketahui bahwa reaksi methane steam
reforming merupakan reaksi dehidrogenasi dan bersifat endotermis kuat. Dimana
reaksi ini membutuhkan eksternal energi untuk keberlansungan reaksi dan
mempercepat laju reaksinya. Dan hal tersebut juga sesuai dengan kondisi real yang
terjadi di industri.
4) Katalis yang disarankan pada desain ini untuk reaksi methane steam reforming
berdasarkan analisa termodinamika, kinetika, dan ternyata juga sinkron dengan
rujukan secara komersial di industri adalah katalis Ni/MgAl2O4 dengan rincian
sebagai berikut :
 Inti aktif : Nikel (Ni)
 Support : Magnesium Alumina (MgAl2O4)
 Bentuk : Minilith
 Ukuran : Diameter 5/8 inci, tinggi ¾ inci, dan luas permukaan 5
m2/g
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasikin M., and Bambang H.S., Diktat Kuliah Katalisis Heterogen, Departemen Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
2. Anderson J.R., and Boudart M.; Catalysis Science and Technology; Springer-Verlag;
Berlin, Heidelberg and New York; 1981.
3. Emmet, P.H; Catalysis : Fundamental Principles, Vol.2, Reinhold Oublishing Co.; New
York, 1955.
4. Jansen J.C., Stocker M., karge H.G., and Weitkamp J.; Advance Zeolite Science and
Applications; Elsevier; Amsterdam, London, New York, Tokyo; 1994.
5. Mordibelli M., Graviilidis A., and Varma A.; Catalyst Design; Cambridge University
Press; 2001.
6. Rase, H.F.; Handbook of Commercial Catalysts : Heterogeneous Catalysis; CRC Press;
New York, 2000.
7. Richardson, J., T.; Principles of Catalyst Development; Plenum Press, New York and
London, 1989.
8. Satterfield, C., N.; Heterogeneous Catalysis in Industrial Practice; Mc.Graw.Hill, Inc.;
New York, 1991.
9. Thomas J.M, and Thomas W.J.; Principles and Practice of Heterogeneous Catalysis;
VCH; Weinhein, New York, Basel, Cambirdge and Tokyo, 1997.
10. Twigg T.V.; Catalyst Handbook; Wolfe Publising Ltd.,; England; 1989.
11. Hagen J.; Industrial Catalysis; Wiley-VCH; Weinheim, Germany; 2006.

Anda mungkin juga menyukai