Anda di halaman 1dari 4

NAMA : HALIZA NUR AZIZAH

KELAS : IV ALI BIN AB I THALIB

BEKANTAN

Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus merupakan spesies primata sejenis kera
berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies
dalam genus tunggal kera Nasalis. Primata diurnal ini endemik Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak,
Brunei Darussalam). Tubuhnya berwarna coklat kekuningan atau coklat kemerahan, kadang-kadang
orang menyebut warna tubuhnya jingga atau oranye. Jantan tidak hanya memiliki tubuh yang
ukurannya lebih besar daripada betina tetapi memiliki hidung berbentuk khas yang berbeda dari hidung
betina. Hidung si jantan berbentuk seperti umbi menggantung dan berukuran panjang, sedangkan
hidung si betina mancung saja, seperti layaknya hidung manusia. Karena warna tubuh dan bentuk
hidung demikian, masyarakat sering menyebut bekantan ini kera belanda. Tipe hutan yang merupakan
habitat persebaran bekantan secara umum telah diketahui, yaitu hutan mangrove, hutan tepi-sungai dan
hutan rawa gambut.
Subfamili Colobine termasuk bekantan adalah primata yang memiliki sistem pencernaan mirip
ruminansia. Selain ukuran pencernaannya besar dan berkantong-kantong, juga dilengkap kelenjar
ludah, parotid dan sub-mandibular yang besar untuk membantu memudahkan pencernaan dan proses
fermentasi pakan yang sebagian besar terdiri dari daun-daunan. Bekantan termasuk foregut-fermenting
dari jenis non-ruminansia, yaitu berperilaku memuntahkan kembali makanannya (regurgitation)
kemudian mengunyahnya lagi (remastication) sebelum makanan tersebut benar-benar ditelan. Hal
tersebut merupakan salah satu strategi penyesuaian terhadap jenis pakannya berupa daun dan buah
muda yang kaya serat dan sulit dicerna.
Sistem pencernaan bekantan mampu menetralisir tanin dengan bantuan bakteri. Menurut Davies
dan Oates (1994), monyet kelompok Colobine ini bisa menetralisir toksin yang ada dalam pakan
mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu detoksifikasi (mengeluarkan racun dari dalam
tubuh) dan bantuan mikroba dalam pencernaan mereka. Detoksifikasi juga kadang dilakukan dengan
memakan tanah.
Bekantan tidak dapat mengkonsumsi buah-buahan yang manis untuk menghindari makan gula
yang banyak. Gula yang berlebihan akan terfermentasi dalam lambung bekantan dan akan
menghasilkan banyak gas yang bisa menyebabkan perut kembung, yang apabila tidak segera diobati
maka akan menyebabkan kematian.
Proporsi sumber pakan bekantan dilaporkan berbeda-beda di beberapa lokasi dan tipe habitat.
Bekantan digolongkan sebagai folivore/frugivores, karena proporsi pakan antara daun-daunan dan buah
hampir sama, yaitu sekitar 52% : 40% atau 38% : 35% sedangkan sisanya berasal dari daun tua, bunga,
biji, tangkai buah, kulit kayu, binatang kecil dalam jumlah sedikit, dan serangga.
Dalam satu pohon sering terdapat 2-4 bekantan. Lamanya makan pada setiap pohon tergantung
pada jenis pohon serta jumlah persediaan makanannya (Bismark, 1980). Dari penelitian yang dilakukan
terhadap bekantan di Kebun Binatang Ragunan Jakarta, diperoleh data bahwa bekantan menghabiskan
rata-rata 1572,5 gram ransum/ekor/hari. Jenis tumbuhan sumber pakan bekantan juga menunjukkan
variasi yang cukup tinggi tergantung dengan kondisi habitatnya. Keragaman sumber pakan juga
merupakan salah satu upaya yang dilakukan bekantan untuk menjaga keseimbangan dan kebutuhan
nutrisi. Nutrisi yang tidak diperoleh dari jenis tumbuhan tertentu dapat dipenuhi dari jenis tumbuhan
yang lain terutama kebutuhan mineral.
Bekantan biasanya makan di ujung-ujung pohon, duduk pada salah satu cabang atau ranting
yang relatif besar. Salah satu tangan dipergunakan untuk berpegang pada cabang atau ranting di bagian
atasnya sedangkan tangan yang lain untuk meraih makanan. Kalau berada pada posisi sulit, kedua
tangan akan berfungsi untuk berpegangan sedangkan makanan langsung diambil dengan mulut. Selain
digunakan dalam makan untuk memetik daundaunan, tangan juga berfungsi untuk memasukkan
makanan ke dalam mulut. Cara mendapatkan makanan adalah dengan menggunakan tangan untuk
memetik daun, lalu dimasukkan 1-3 lembar daun ke dalam mulut secara berurutan, lalu dikunyah. Daun
yang dikonsumsi bekantan adalah daun muda dengan urutan 1 sampai 3 dari ujung ranting, bunga dan
buah, yang diambil langsung dengan mulut atau dengan cara memetik. Daun dimakan dengan cara
menggigit hingga 3 kali. Setiap gigitan dikunyah 15-30 kali.
Sewaktu mencari makan, kelompok bekantan terbagi atas beberapa anak kelompok yang
umumnya terdiri atas 1-7 ekor. Setiap anak kelompok makan pada beberapa pohon yang tidak begitu
berjauhan satu sama lain. Dalam satu pohon biasa terdapat 2-4 ekor bekantan yang makan tanpa
menunjukan persaingan diantara mereka. Lamanya makan pada setiap pohon bergantung pada jenis
pohon serta jumlah persediaan makannya. Pada pohon Ganua motleyana, bekantan dapat bertahan
selama 20-50 menit. Kegiatan makan bekantan rata-rata sebesar 27,9%, sedangkan kegiatan berjalan
dan istirahat masing-masing sebesar 19,9% dan 52,2%. Dari 3,6 jam waktu makan bekantan, 41,2%
dilakukan di pagi hari, yaitu antara pukul 07.00-10.00. Kegiatan makan yang tertinggi dicapai pukul
15.00-16.00. Selanjutnya dijelaskan bahwa lebih dari 50% kegiatan makan berada di ketinggian 10-15
meter.
Aktivitas makan bekantan dipengaruhi oleh cuaca. Pada kondisi terang, aktivitas makan
bekantan pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan sore hari, dan pada kondisi cuaca
mendung(terjadi hujan) aktivitas makan bekantan dilakukan setelah cuaca terang (tidak hujan) dimana
banyak dilakukan pada siang atau sore hari.
Ketersediaan sumber pakan baik pakan utama maupun alternatifnya yang terbatas menyebabkan
frekuensi penggunaan jenis tertentu sebagai pakan sangat tinggi. Seperti halnya yang terjadi pada jenis
rambai laut yang memiliki preferensi yang tinggi sebagai sumber pakan bekantan. Terbatasnya jumlah
pohon yang tersedia dan frekuensi kunjungnan kelompok bekantan yang tinggi menyebabkan
produktifitas daun mudanya tidak sebanding dengan kebutuhan bekantan. Ini menyebabkan pohon
rambai laut di beberapa lokasi menjadi gundul, kering bahkan tidak sedikit yang mati seperti yang
ditunjukkan Gambar 2. Kematian pohon rambai laut terutama yang berada di bibir sungai juga
disebabkan karena rebah ke sungai akibat adanya erosi.

Gambar 2. Daun muda rambai laut menjadi pilihan utama, sehingga banyak pohon yang gundul,
kering dan mati

Ketersediaan sumber air tawar sangat penting dalam menunjang kehidupan bekantan di
habitatnya. Kebutuhan air bagi bekantan diantaranya untuk keperluan minum dan berenang. Sungai
termasuk komponen ekologis yang mempengaruhi pemilihan habitat oleh bekantan di hutan bakau.
Sedangkan pada sungai-sungai kecil, pendek dan dekat dengan laut sangat dipengaruhi oleh air laut.
Kondisi ini kurang mendukung terhadap aktifitas bekantan, terutama untuk minum.
Hewan primata satu ini tak luput dari bayang-bayang pemangsa, menunjukkan bahwa primata
jenis bekantan tidak menempati titik puncak dari piramid rantai makanan. Jenis predator bagi bekantan
diantaranya adalah biawak (Varanus salvator), anjing (Canis lupus familiaris), ular sanca (Python
reticulata), buaya (Crocodylus siamensis) dan ular kobra (Ophiophagus Hannah).
Biawak (Varanus salvator) sebagai salah satu potensial predator lainnya di Sungai Kuala
Samboja terlihat tidak mengkhawatirkan bagi bekantan. Biawak dan bekantan menggunakan pohon
yang sama untuk beristirahat dan tidur pada siang hari. Hal tersebut berbeda dengan hasil observasi
Yeager (1991), di mana keberadaan biawak sepanjang 1,3 m pada pohon yang sama menyebabkan
kelompok bekantan sangat tidak tenang dan menimbulkan perilaku agonistik dengan mengeluarkan
suara dan ekspresi ancaman kepada biawak.
Keberadaan ular kobra dijumpai saat ular tersebut berenang menyeberangi sungai Kula
Samboja di komunitas riparian, namun belum diketahui pengaruh keberadaannya terhadap bekantan di
lokasi ini. Ular kobra (Ophiophagus hannah) juga ditemukan di lantai hutan mangrove habitat
bekantan.
Anjing (Canis lupus familiaris) sebagai pemangsa bekantan belum pernah dilaporkan
sebelumnya. Anjing adalah pemangsa bagi bekantan, terutama pada habitat yang berdekatan dengan
permukiman dan kebun masyarakat. Anjing menjadi salah satu ancaman sebagai pemangsa bekantan di
Kuala Samboja dengan ditunjukkan oleh perilaku bekantan yang cenderung menghindar pada saat
anjing masuk ke kebun buah masyarakat. Hal ini diperkuat dengan adanya bekantan yang mati diserang
oleh anjing di Pantai Tanah Merah yang berjarak sekitar 5 km dari Sungai Kuala Samboja.

KESIMPULAN
Bekantan termasuk foregut-fermenting dari jenis non-ruminansia. Sistem pencernaan bekantan
mampu menetralisir tanin dengan bantuan bakteri. Bekantan tidak dapat mengkonsumsi buah-buahan
yang manis untuk menghindari makan gula yang banyak. Bekantan biasanya makan di ujung-ujung
pohon, cara mendapatkan makanan adalah dengan menggunakan tangan untuk memetik daun, lalu
dimasukkan 1-3 lembar daun ke dalam mulut secara berurutan, lalu dikunyah. Sewaktu mencari makan,
kelompok bekantan terbagi atas beberapa anak kelompok yang umumnya terdiri atas 1-7 ekor.
Bekantan merupakan hewan herbivora. Hewan ini tidak menempati puncak tertinggi dari
piramida rantai makanan. Bekantan memiliki predator diantaranya diantaranya adalah biawak (Varanus
salvator), anjing (Canis lupus familiaris), ular sanca (Python reticulata), buaya (Crocodylus siamensis)
dan ular kobra (Ophiophagus Hannah).

Anda mungkin juga menyukai