Anda di halaman 1dari 5

Anoa (Bubalus sp.

) adalah mamalia terbesar dan endemik yang hidup di daratan


Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. Banyak yang menyebut anoa sebagai kerbau kerdil. Anoa
merupakan hewan yang tergolong . Anoa merupakan mamalia tergolong dalam famili
bovidae yang tersebar hampir di seluruh pulau Sulawesi. Kawasan Wallacea yang terdiri atas
pulau Sulawesi, Maluku, Halmahera, Kepulauan Flores, dan pulaupulau kecil di Nusa
Tenggara. Wilayah ini unik karena banyak memiliki flora dan fauna yang endemik dan
merupakan kawasan peralihan antara benua Asia dan Australia. Salah satu kawasan yang
memiliki flora dan fauna endemik Sulawesi antara lain Kawasan Poso. Anoa (Bubalus sp.)
merupakan salah satu satwa endemik yang dilindungi yang menjadi ciri khas Pulau Sulawesi
yang turut mendiami Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora Kabupaten Poso . Anoa
tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Undang-Undang di Indonesia sejak tahun
1931 dan dipertegas dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah
No. 7 Tahun 1999.
Ada dua spesies anoa, yaitu: Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis). Kedua jenis ini tinggal dalam hutan yang tidak dijamah
manusia. Keduanya juga termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan untuk dijadikan
hewan ternak (domestikasi). Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan
ukuran tubuh. Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta
memiliki tanduk melingkar. Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki
putih, dan memiliki tanduk kasar dengan penampang segitiga.

Anoa merupakan binatang yang spesies terbesarnya di Indonesia. Kekayaan fauna ini
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak memiliki binatang langka. Anoa
termasuk hewan hutan hujan. Salah satu kebiasaan yang sering dilakukannya adalah
berkubangan di lumpur. Lokasi tempat hidup Anoa jauh dari jangkauan manusia dan
menyukai sumber air permanen. Anoa mempunyai habitat yang spesifik dengan komponen
dan sebaran lokasi yang dapat menunjang kebutuhan pakan dan perilakunya dan pada lokasi
yang terbuka seperti padang rumput, jarang dihuni.Habitat anoa berada di hutan tropika
dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai di rawa-rawa. Mereka merupakan
penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Apabila menjumpai musuhnya,
anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa dan jika terpaksa melawan,
mereka akan menggunakan tanduknya. Berbeda dengan sapi yang lebih suka hidup
berkelompok, anoa hidup semi soliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan dan hanya akan
bertemu dengan kawanannya jika si betina akan melahirkan Mereka paling aktif pada saat
pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin. Karena anoa memiliki kebiasaan mendinginkan
tubuh mereka, karena itulah terkadang mereka suka berendam di lumpur atau air.  Anoa
memiliki penyebaran yang sangat terbatas,sedangkan populasi dan habitatnya semakin lama
semakin menurun baik kuantitas maupun kualitasnya . Penurunan populasi terjadi akibat
kehilangan habiat karena perusakan habitat, maupun perburuan yang berlebihan. Dalam
keadaan-keadaan demikian spesies dapat berkurang dengan cepat dan menuju kepunahan,
untuk itu perlu adanya upaya pelestarian yang bertujuan khusus untuk melindungi spesies
yang terancam punah. Selain itu habitat mengalami kerusakan akibat perambahan,
perladangan berpindah dan rendahnya sikap masyarakat terhadap satwa tersebut. Untuk itu
perlu adanya upaya konservasi terhadap anoa sehingga keberadaanya di alam dapat
dipertahankan. Hal ini sangat penting terutama untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Anoa termasuk hewan herbivora. Di alam bebas, anoa memakan makanan yang berair
(aquatic feed), seperti pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh, dan jenis umbi-
umbian.  Anoa yang berada di dataran rendah (Bubalus depressicornis) terdiri dari beberapa
jenis rumput dan semak serta bagian-bagian lain dari tumbuhan seperti daun (pucuk), buah,
umbi, atau umbut yang umumnya mengandung air. Seperti halnya binatang memamah biak
lainya. Anoa juga memerlukan garam yang diperoleh dengan cara menjilat batu yang
mengandung garam dan mineral di alam. Di dataran tinggi, anoa juga menjilat garam alami
untuk memenuhi kebutuhan mineralnya. Beberapa jenis tumbuhan yang sangat disukai anoa
seperti Alpinia sp., Pinanga caesia, Castanopsis acuminatissima, Dysoxyllum
posasiticum, Litsea densiflora dan Litsea formanii, Areca
vestiaria, Calamus sp., Didymochlaena truncatula, Lithocarpus celebicus dan Litsea
densiflora ditemukan di Cagar Alam Pangi Binanga Sulawesi Tengah. Sedangkan di TN.
Lore Lindu ditemukan sebanyak 11 jenis tumbuhan yang disukai oleh anoa
yaitu Areca sp., Zingiber sp., Rubus sp., Begonia sp., Elatostema sp., Nephrolepis sp., Cyrtan
dra sp., Sachharum sp., Kaloma (Palmaceae) dan Padalebo (Urticacea). Jenis Lithocarpus sp.
(Fagaceae), Pinanga sp. (Arecaceae) adalah jenis pakan anoa yang terdapat di Cagar Alam
Morowali. Jenis Castanopsis accuminatissima, Syzigium accumutissimum, Calamus sp.
(Arecaceae) dan Pandanus sp. (Palmae). Jenis-jenis tumbuhan di atas juga dijumpai di Hutan
Lindung Desa Sangginora. Sedangkan jenis pakan lainnya tidak terdapat pada beberapa
lokasi di atas. Hal ini diduga karena anoa beradaptasi dengan vegetasi yang berada di
habitatnya. Anoa mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi untuk mengkonsumsi pakan
alternatif.
Pada anoa dalam kondisi penangkaran jenis tanaman yang biasa dimakan oleh Anoa adalah
kangkung, bayam, ubi jalar, daun ketelah pohon, daun kumis kucing, kulit pisang,
kedondong, buah mangga (masih muda), daun nangka, rerumputan dan daun cabe . Anoa
sebagai hewan herbivora lebih bersifat sebagai pemakan semak atau daun (browser) dari pada
sebagai pemakan rumput (grazer). Perilaku ini dibuktikan dengan pengamatannya terhadap
perilaku makan Anoa di Kebun Binatang Ragunan yang lebih menyukai mengkonsumsi
makanan campuran dari pada makanan tunggal.
Kibut atau bunga bangkai raksasa atau suweg raksasa, Amorphophallus
titanum Becc., merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik
dari Sumatra, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di
dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari
Sumatra) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m. Kibut disebut juga bunga bangkai
dikarenakan bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang
dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat untuk menyerbuki bunganya.
Kibut sering dipertukarkan dengan padma raksasa Rafflesia arnoldii. Mungkin karena kedua
jenis tumbuhan ini sama-sama memiliki bungayang berukuran raksasa, dan keduanya sama-
sama mengeluarkan bau yang tak enak.
Tumbuhan ini memiliki dua fase dalam kehidupannya yang muncul secara bergantian, fase
vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif muncul daun dan batang semunya. Tingginya
dapat mencapai 6m. Setelah beberapa waktu (tahun), organ vegetatif ini layu
dan umbinya dorman. Apabila cadangan makanan di umbi mencukupi dan lingkungan
mendukung, bunga majemuknya akan muncul. Apabila cadangan makanan kurang tumbuh
kembali daunnya.
Bunganya sangat besar dan tinggi, berbentuk seperti lingga (sebenarnya
adalah tongkol atau spadix) yang dikelilingi oleh seludang bungayang juga berukuran besar.
Bunganya berumah satu dan protogini: bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti
masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Hingga
tahun 2005, rekor bunga tertinggi di penangkaran dipegang oleh Kebun Raya
Bonn, Jerman yang menghasilkan bunga setinggi 2,74 meter pada tahun 2003. Pada tanggal
20 Oktober 2005, mekar bunga dengan ketinggian 2,91 meter di Kebun Botani dan Hewan
Wilhelma, Stuttgart, juga di Jerman. Namun, Kebun Raya Cibodas, Indonesia mengklaim
bahwa bunga yang mekar di sana mencapai ketinggian 3,17 meter pada dini hari tanggal 11
Maret 2004 [2]. Bunga mekar untuk waktu sekitar seminggu,
Di kawasan SPHT Taman Nasional Kayan Mentarang, jenis kibut ini dapat tumbuh dengan
tinggi kisaran 1,5 meter dengan lebar sekitar 50 – 70 cm. Banyak dijumpai di sekitar pinggir
sungai dan daerah dataran lembab. Bunga ini mekar sekitar bulan Nopember, dan yang
terakhir dijumpai pada tanggal 23 Nopember 2013 (Misoniman/POLHUT TN Kayan
Mentarang). Pada fase vegetatif, kibut ini muncul daun dan batang mencapai 2,5 meter
dengan diameter sekitar 25 cm

Ciri-ciri

 warna kelopak merah hati, jingga dan kehijauan


 warna tongkol keungguan serta kuning
 mengeluarkan bau busuk
 tingginya busa mencapai 5 meter dan berdiameter 1,5 meter
 biji berwarna merah
 masa mekarnya 7 hari

Habitat 

 hutan hujan Sumatra (Bengkulu, Lampung)


 iklim tropis dan subtropis
 tumbuh dibawah kanopi (undergrowth)
 ketinggian 120-365 mdpl
 tanah berkapur
 di hutan sekunder, ladang-ladang penduduk, pinggir sungai atau di tepi hutan

Anda mungkin juga menyukai