1. Reduksi (Difteri)
a. Definisi difteri
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium.
Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel
dan tenggorokan. Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain
seperti jantung dan sistem saraf. Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit.
Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke
bagian tubuh lain.
b. Gejala difteri
Walau bakteri difteri dapat menyerang jaringan apa saja pada tubuh, tanda-tanda
yang paling menonjol adalah pada tenggorokan dan mulut. Tanda-tanda dan gejala
umum dari difteri adalah:
e. Komplikasi difteri
Jika tidak diobati dengan tepat, difteri dapat mengakibatkan komplikasi yang
berbahaya, dan bahkan bisa berujung dengan kematian. Beberapa komplikasi
tersebut adalah:
f. Pencegahan difteri
Cara terbaik mencegah Defteri adalah dengan Vaksin. Di Indonesia, vaksin
difteri biasanya diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak
lima kali semenjak bayi berusia 2 bulan. Anak harus mendapat vaksinasi DTP lima
kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.
Untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td atau Tdap. Vaksin
Td/Tdap akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10
tahun sekali. Ini juga termasuk untuk orang dewasa.
Tetanus neonatorum adalah penyebab kejang yang dijumpai pada bayi yang baru
dan bukan karena trauma pada kelahiran ataupun asfiksia, akan tetapi disebabkan
infeksi selama neonatal, yang diantaranya terjadi sebagai akibat proses pemotongan
tali pusat ataupun perawatan yang tak aseptic
Tetanus neonaturom merupakan penyakit tetanus yang dialami oleh neonatus atau
bayi yang berumur kurang dari 1 bulan. Adapun spora kuman akan masuk dalam
tubuh bayi lewat pintu masuk satu-satunya pada bayi yaitu tali pusat, hal ini bisa
terjadi saat pemotongan bagian tali pusat saat bayi lahir dan perawatannya sebelum
puput atau terlepasnya tali pusat.
Misalnya saja pemotongan tali pusat dengan menggunakan gunting yang tak steril
atau sesudah tali pusat dipotong kemudian dibubuhi abu, daun-daunan, minyak, dan
sebagainya
Tetanus neonaturom merupakan penyakit tetanus yang dialami oleh neonatus atau
bayi yang berumur kurang dari 1 bulan. Adapun spora kuman akan masuk dalam
tubuh bayi lewat pintu masuk satu-satunya pada bayi yaitu tali pusat, hal ini bisa
terjadi saat pemotongan bagian tali pusat saat bayi lahir dan perawatannya sebelum
puput atau terlepasnya tali pusat.
Misalnya saja pemotongan tali pusat dengan menggunakan gunting yang tak steril
atau sesudah tali pusat dipotong kemudian dibubuhi abu, daun-daunan, minyak, dan
sebagainya.
1) Bronkhopneumonia
2) Asfiksia yang diakibatkan oleh obstruksi jalan nafas karena lendir
3) Sianosis yang diakibatkan oleh obstruksi jalan nafas karena lendir
4) Sepsis neonatorum
1) Berikanlah imunisasi TT kepada ibu hamil sebanyak 3 kali sebelum masa trimester
ke III secara berturut-turut.
2) Lakukanlah pemotongan dan juga perawatan tali pusat dengan cara steril
3. Eradikasi (Polio)
a. Definisi Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyaki paralisis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus
(PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke system saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kelumpuhan (paralisis).
Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang
peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam,
lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang
disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf ,
sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen.
b. Penyebab Polio
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3, semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih
jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah.
Sebagian besar kasus Vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Sifat virus polio
seperti halnya virus yang lain yaitu stabil terhadap ph asam selama 1-3 jam. Tidak
aktif pada suhu 560 selama 30 menit. Virus polio berkembangbiak dalam sel yang
terinfeksi dan siklus yang sempurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut dapat
hidup di air dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan lalat.
c. Epidemiologi Polio
Agent : Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2, dan 3.
Host : Manusia, anak-anak dibawah 5 tahun rentan virus polio
Environment : sanitasi yang kurang baik, (tidak ada toilet, buang air besar
sembarangan, dll)
Transmisi : Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi
asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8
persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius. Infeksi itu hanya
menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, lemah,
mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah
itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari. Namun, bila poliovirus
menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di
otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis
paralitik (0,1 sampai 1 persen). Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang
berarti poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita
mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher.
d. Gejala Polio
1) Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian
ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang
standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di
tinja atau meningginya titer antibodi.
2) Poliomyelitis abortif
Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas
dan jarang melebihi 39,5ºC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise,
dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan
jaringan.
3) Poliomyelitis non paralitik
Gejala klinis hampir sama dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2
hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary chart)
disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan
kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kernig dan
Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha
duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua
lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur.
4) Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan
kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini dapat
menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan
kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan
simetris. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher, abdomen,
tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah.
Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran
menurun, tremor dan kadang kejang