Disusun Oleh:
KELAS: C
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami kehadirat Allas SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul tentang “Pandangan
Demokrasi Menurut Agama Islam”. Kami ambil materinya dari situs
“www.eramuslim.com dan situs islam lainnya, yang di berikan profesor kepada kami untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).
Pada saat ini banyak sekali Negara yang menganut Sistem Demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya. Demokrasi sendiri artinya sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum.
Dengan adanya makalah ini kami selaku penyusun ingin memberikan sebuah
gambaran tentang demokrasi dalam pandangan agama islam. Namun kami selaku penyusun
minta maaf atas banyaknya kekurangan dari makalah ini,kami yakin bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penyusun menantikan saran dan usulan dari pembaca
untuk perbaikan penyusunan makalah dimasa yang akan datang.
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.3 Manfaat..................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
2.1 Pengertian Demokrasi............................................................................................................5
2.2 Asal Usul Demokrasi.............................................................................................................5
2.3 Pandangan Ulama tentang demokrasi....................................................................................8
2.4 Persamaan dan Perbedaan Demokrasi dan Islam.................................................................10
2.4.1 Persamaan Islam & Demokrasi....................................................................................10
2.4.2 Perbedaan Islam & Demokrasi.....................................................................................10
BAB III................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
ِ ل اَ تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى تَأْ ُخ< َذ أُ َّمتِي بِأ َ ْخ< ِذ القُ<ر
ِش< ْبرًا بِ ِش<ب ٍْر َو ِذ َرا ًع<<ا،ُون قَ ْبلَهَ<<ا
َ ِ َو َم ِن النَّاسُ إِاَّل أُولَئ:وم؟ فَقَا َل
ك ِ ُّس َوالر
َ ارِ َ َكف،ِ ُول هَّللا َ يَا َرس:يل َ ِ فَق،»اعٍ بِ ِذ َر
Artinya: “Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-
generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan,
“Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana
lagi selain mereka itu?” (HR. Bukhory no. 7319 dari Abu Hurairah r.a)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy
(13/301), menerangkan bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam
mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat.
Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau saw, dalam pemerintahan
dan pengaturan urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik,
bahkan tidak jarang hukum Islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau
hukum Islam tersebut dianggap tidak sesuai dg demokrasi maka tidak segan-segan
dibuang atau diabaikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui demokrasi dalam
pandangan islam, asal- usul demokrasi, pandangan ulama tentang demokrasi , serta
persamaan-perbedaan demokrasi dan islam.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Dapat mengetahui demokrasi dalam pandangan islam.
2. Dapat mengetahui asal-usul demokrasi.
3. Dapat mengetahui pandangan ulama tentang demokrasi.
4. Dapat mengetahui persamaan-perbedaan demokrasi liberal dan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
ِ ْت أَ ْع
ِ َصي ِه َوهُ َو ن
اص ِري ُ إِنِّي َرسُو ُل هَّللا ِ َولَس
Artinya: “Aku ini utusan Allah, dan aku takkan melanggar perintahNya, dan Dia
adalah penolongku.” (HR Bukhari)
(2) Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau
kebenarannya, bukan suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil
untuk ini.
(3) Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak
memerlukan keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang
Uhud menjadi dalilnya.
Demokrasi sejatinya sistem yang cacat sejak kelahirannya. Bahkan sistem ini
juga dicaci-maki di negeri asalnya, Yunani. Aristoteles (348-322 SM) menyebut
demokrasi sebagai Mobocracy atau the rule of the mob. Ia menggambarkan demokrasi
sebagai sebuah sistem yang bobrok, karena sebagai pemerintahan yang dilakukan oleh
massa, demokrasi rentan akan anarkisme.
Plato (472-347 SM) mengatakan bahwa liberalisasi adalah akar demokrasi,
sekaligus biang petaka mengapa negara demokrasi akan gagal selama-lamanya. Plato
dalam bukunya, The Republic, mengatakan, “.…they are free men; the city is full of
freedom and liberty of speech, and men in it may do what they like”. (…mereka
adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan dan kebebasan
berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa yang disukainya).
Orang-orang akan mengejar kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas.
Akibatnya bencana bagi negara dan warganya. Setiap orang ingin mengatur diri
sendiri dan berbuat sesuka hatinya sehingga timbullah bencana disebabkan berbagai
tindakan kekerasan (violence), ketidaktertiban atau kekacauan (anarchy), tidak
bermoral (licentiousness) dan ketidaksopanan (immodesty).
Menurut Plato, pada masa itu citra negara benar-benar telah rusak. Ia
menyaksikan betapa negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang korup.
Karena demokrasi terlalu mendewa-dewakan (kebebasan) individu yang berlebihan
sehingga membawa bencana bagi negara, yakni anarki (kebrutalan) yang
memunculkan tirani.
Kala itu, banyak orang melakuan hal yang tidak senonoh. Anak-anak
kehilangan rasa hormat terhadap orang tua, murid merendahkan guru, dan hancurnya
moralitas. Karena itu, pada perkembangan Yunani, intrik para raja dan rakyat banyak
sekali terjadi. Hak-hak rakyat tercampakkan, korupsi merajalela, dan demokrasi tidak
mampu memberikan keamanan bagi rakyatnya. Hingga pemikir liberal dari Perancis
Benjamin Constan (1767-1830) berkata: ”Demokrasi membawa kita menuju jalan
yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.”
1 Demokrasi Ketuhanan
Karena menganggap demokrasi sebagai konsep yang bagus walaupun ada
kekurangannya, sebagian kalangan ada yang berupaya mengambil ide demokrasi
namun membuang apa yang menurut mereka jelek. Sehingga mereka katakan, “kita
memakai demokrasi namun yang berdaulat tetaplah syara’” yakni mereka bermaksud
berdemokrasi namun hukum syara’ tidak akan ditolak. Ungkapan seperti ini
sebenarnya hanyalah permainan kata-kata dan definisi saja, seperti orang mau
memesan sate ayam namun mereka syaratkan sate ayamnya tidak menggunakan
daging ayam. Dan terhadap hal seperti ini hendaknya kita berhati-hati menjaga lidah.
Allah berfirman:
ينَ اعنَا َوقُولُوا ا ْنظُرْ نَا َوا ْس َمعُوا َولِ ْل َكافِ ِر َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
ِ ين آ َمنُوا اَل تَقُولُوا َر
َع َذابٌأَلِيم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad): “Raa`ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi
orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS Al Baqarah 104)
“Raa `ina” berarti “sudilah kiranya kamu memperhatikan kami”. Di kala para
sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai pula
kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut ”Raa `ina”, padahal yang mereka
katakan ialah ”Ru`uunah” yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada
Rasulullah. Itulah sebabnya Allah menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar
perkataan ”Raa `ina” dengan ”Unzhurna’‘ yang juga sama artinya dengan ”Raa `ina”.
Kalau masalah pilihan kata saja Allah memperhatikan, padahal dua kata tersebut
kurang lebih artinya sama, lalu baggaimana pula dengan kata yang memang memiliki
pemahaman yang khas seperti demokrasi ini? Tentunya harus lebih hati-hati lagi.
2. Sistem Pemerintahan Islam (Khilafah)
Berbeda dengan demokrasi, Islam menggariskan bahwa sistem pemerintahan
yang seharusnya dipakai umat Islam tegak diatas 4 pilar pokok yakni: [5]
Pertama, kedaulatan di tangan syara’. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan
ulama bahwa kedaulatan di tangan syara’, yakni hanya Allah SWT saja yang berhak
menetapkan hukum bagi manusia, kalaupun semua manusia sepakat menghalalkan
yang diharamkan Allah maka kesepakatan mereka tidak berlaku.
َّ الص<اَل ةُ َو
:الس<اَل ُم َّ ض أَوْ أَ ْكثَ َر فَاَل يَجُو ُز لِقَوْ لِ ِه َعلَ ْي ِه ِ ْفَأ َ َّما نَصْ بُ إِ َما َم ْي ِن فِي اأْل َر
َوهَ َذا قَوْ ُل. ” َق بَ ْينَ ُك ْم فَا ْقتُلُوهُ َكائِنًا َم ْن َكان َ َِّوأَ ْم ُر ُك ْم َج ِمي ٌع ي ُِري ُد أَ ْن يُفَر “ َم ْن َجا َء ُك ْم
ِم ْنهُ ْم إِ َما ُم ْال َح َر َمي ِْن،ك َغ ْي ُر َوا ِح ٍد
َ ِ َوقَ ْد َح َكى اإْل ِ جْ َما َع َعلَى َذل،ُور ِ ْال ُج ْمه
“Adapun pengangkatan dua imam atau lebih di bumi maka hal itu tidak boleh
berdasarkan sabda Beliau saw: “barang siapa datang kepada kalian sementara urusan
kalian bersatu, (orang itu) hendak memecah kalian maka bunuhlah dia siapapun
orangnya“(HR. Muslim) Dan ini merupakan pendapat jumhur, tidak hanya seorang
yang telah menceritakan adanya ijma’ dalam hal ini, di antara mereka adalah Imamul
Haramain.”
Keempat, hanya kepala negara saja yang berhak melegislasikan hukum-hukum
syara’.Hal ini didasarkan pada Ijma’ Shahabat yang melahirkan kaidah syar’iyah yang
termasyhur,
حكم الحاكم يرفع الخالف
Ketetapan penguasa menghilangkan perbedaan pendapat. Juga kaidah
syar’iyah lain yang tak kalah masyhur,”Lil Imam an yuhditsa minal aqdhiyati bi qadri
mâ yahdutsu min musykilât.” (Imam (kepala negara) berhak menetapkan keputusan
baru sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terjadi).
2.4 Persamaan dan Perbedaan Demokrasi dan Islam
3.1 Kesimpulan
Demokrasi yang telah dijajakan Barat ke negeri-negeri Islam itu sesungguhnya
adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam, baik langsung maupun
tidak langsung. Demokrasi bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis
besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya
atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.
Fakta juga membuktikan kerusakan masyarakat akibat dipakainya konsep
demokrasi ini, bukan hanya di Indonesia, namun juga di AS yang menjajakan konsep
ini. Allahu A’lam. (Insya Allah disampaikan di Masjid Nurul Falah Banjarbaru, pada
24 Maret 2013)
3.2 Saran
Demi mewujudnya demokrasi yang sesuai dengan cita-cita bangsa dalam
Pancasila, maka kita harus menjalani norma-norma yang menjadi pandangan hidup
demokrasi:
1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme.
2. Musyawarah.
3. Pertimbangan moral.
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat.
5. Pemenuhan segi-segi ekonomi.
6. Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik
masing-masing.
7. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan
system pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ni’matul Huda. Ilmu Negara. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 195.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddqy. 1995. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. PT
Pustaka Rizki Putra:Jakarta. Hal 717-721.
Al Marsudi, Subandi. Pancasila dan UUD 45 : Dalam Paradigma Reformasi. 2012. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sulaiman, Asep. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.2012. Bandung: Asman Press
http://www.zulkieflimansyah.com/in/kompatibilitas-islam-dan-demokrasi.html
http://www.eramuslim.com/islam-dan-demokrasi.html
http://www.docstoc.com/docs/22801041/Lagi-Soal-Islam-dan-Demokrasi/
http://www.islamic-center.or.id/-slamiclearnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-
syariah/665-islam-dan-demokrasi