Askep Anak Terminal
Askep Anak Terminal
A. PENGERTIAN
Penyakit Kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina,
2009).
Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian/ kondisi terminal.
Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang dilakukan
tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan
Karbina, 2009).
Jadipenyakit kronis yaitu penyakityang terjadi pada seseorang dalam waktu lama
akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu melakukan sesuatu seperti biasanya.
Penyakit Terminal
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
(Carpenito ,1995 )
Pasien Terminal adalah : Pasien–pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa mereka
akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M. Stevens, dkk
,hal 282, 1999 )
Bisa dikatakan Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyaki tkronik/ penyakit akut yang
sifatnya tidak bias disembuhkan dan mengarah pada kematian.
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin
dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan
perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk
menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri
yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi, sosial dan
spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang
sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana
prognosisnya adalah kematian.
B. Jenis-Jenis Penyakit Kronik dan Terminal Pada Anak
Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis
HIV/AIDS
Malaria
Diare
Tuberkulosis
Campak
Tetanus
Infeksi Selaput Otak (Meningitis)
Difteri
Penyakit Kanker
Akibat Kecelakaan Fatal
1
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat
diantaranya adalah :
Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit
kanker, Jantung.
Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama
atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis.
Sedangkan criteria penyakit terminal yaitu:
Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan
Mengarah pada kematian
Diagnosa medis sudah jelas
Tidak ada obat untuk menyembuhkan
Prognosis jelek dan bersifat progresif.
2
dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti jantung,
stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap
seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa
penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan
segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui
bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk
mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body
image)
Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu yang
umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi
pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu
yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan
memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan
memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis.
Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung
mengalami depresi.
Sedangkan untuk Tahapan Kondisi terminal yaitu:
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada
kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
Denial(penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang
sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini
memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga
tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita terminal
illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini
merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan
yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti.
Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini
sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-
hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya
terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa
ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan
kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf
rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui
teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya
melalui candaan tentang kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau
berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum
ia meninggal.
3
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan
temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien
sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara
terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau
dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai
strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau
tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang
melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan
merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past loss &
impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan
terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan
menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika
pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan
kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian.
Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan
kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan
mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan
kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.
F. Adaptasi Dengan Terminal Illnes
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya
dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
a. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai
umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang
dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah
topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya
menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati
akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara bertahap.
Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian
mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari
teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan
bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin
mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai
perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua
akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua,
4
pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan
mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya.
b. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi,
mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami
terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa
marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan
untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita terminal
illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak
dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena
kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan
mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian
ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena
penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang
dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak.
Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal
penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.
G. MenjelaskanKematianPadaAnak
a. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan strategi yang
terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak.
b. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat kematangan
anak dalam mengartikan kematian.
c. Pada anak pra sekolah,anak mengartikan kematian sebagai: kematian adalah sudah tidak ada
nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan tidak bisa berjalan seperti layaknya orang
yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati/ meninggal.
d. Kebanyakan anak-anak(anak yang menderita penyakit terminal) membutuhkan keberanaian,
bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan.
e. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan simpati, mendukunng
apa yang anak rasakan.
5
PALLIATIFE CARE
Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan kondisi (kesendirian)
dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup anak.
Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau spiritualnya dari anak
dalam kondisi terminal.
PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga pasien.
Dukungan untuk caregiver
Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care
Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan
pendidikan
1. PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff
sekolah dan petugas keseatan yang professional
Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
Melibatkan anak pada self care
Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit
terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari anak dan keluarga.
6
c. Riwayat kesehatan keluarga
apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
d. Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan
terapinya Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap berikut
dimana anak memerlukan informasi tentang situasinya sendiri
Tahap 1 :Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2 : Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3 : Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus. Rasa sejahtera mulai
menghilang dan menerima diri sebagai anak yang berbeda dari anak lain.
Tahap 4 :Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen.Perasaan selalu menjadi orang
sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.
Tahap 5 : Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah Terbatas. Kesadaran
tentang prognosis fatal.
Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke tubuh bagian atas.
Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
Kehilangan inder.
Sensasi taktil menurun
Sensasi terhadap sinar
Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
Kelemahan otot
Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
Penurunan nafsu makan/ haus
Kesulitan menelan
Perubahan pola napas
Pernapasan cheyne–stokes“ Death rattle (bunyi dada bising karena akumulasi sekresi
paru dan faring) Nadi lemah dan lambat, penurunan tekanan darah
Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi adanya manifestasi reaksi
berduka yang normal pada anggota keluarga
Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan sumber.
Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak yang menjelang ajal
Waspadai perasaan sendiri
Identifikasi strategi koping
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit terminal dan
ancaman kematian
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu makan, tidak
tertarik pada makanan.
3. Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
4. Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak
5. Duka cita adaptif yang berhubungan dengan semakin dekatnya kematian anak.
3. Intervensi
1) Dx I
Tujuan
a. Pasien akan mendapat dukungan yang adekuat selama fase terminal.
b. Pasien akan memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik.
c. Pasien akan mendapat dukungan emosional yang adekuat pada saat menjelang ajal.
Hasil yang di harapkan
a. Anak mengungkapkan perasaan dengan bebas
b. Anak menunjukan pemahaman mengenai gejala
c. Anak memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik
7
d. Anak terlihat tenang dan relaks
Tindakan Rasional
1. Dukung keluarga untuk tetap Untuk memberikan dukungan
berada di dekat anak sesering melalui kehadiran mereka.
mungkin.
2. Dukung anak untuk
membicarakan perasaannya; Untukmengetahui perasaan
bantu keluarga sewaktu mereka seorang anak, dengan pendekatan
mengungkapkan perasaan. orang tua, karena orang tua adalah
orang terdekat dari anak.
3. Berikan, penyaluran agresi yang
aman dan dapat diterima. Untuk memberikan perasaan yang
aman bagi anak.
4. Jawab pertanyaan dengan jujur
sementara mempertahankan Untuk meningkatkan hubungan
pendekatan penuh harapan yang saling percaya dengan pasien,
positif. dengan memperhatikan kondisi
pasien.
5. Jelaskan semua prosedur dan
terapi, terutama efek fisik yang di Untuk membina hubungan yang
alami anak. baik dengan anak, melakukan
tindakan tanpa menyakiti anak.
6. Bantu anak untuk membedakan
antara akibat terapi dan Untuk mencegah perasaan takut
manefistasi proses penyakit. anak terhadap efek terapi.
8
dengan jadwal
9
posisi nyaman.
23. Bawa anak ( jika mungkin ) ke
tempat lain untuk pengalihan jika
di inginkan.
24. Letakan bantalan penyerap di
bawah panggul anak.
10
37. Hindari pengukuran tanda-tanda
vital yang berulang.
2) Dx 2
Tujuan
a. Pasien akan mendapatkan nutrisi yang optimim
Hasil yang diharapkan
a. Anak mengonsumsi nutrisi.
Tindakan Rasional
1. Tawarkan setiap makanan dan cairan Karena makanan tersebut akan
yang diminta anak menyebabkan mual.
2. Berikan makanan dalam posisi kecil Untuk mencegah pecah-pecah
dan makanan ringan beberapa kali dan meningkatkan kenyamanan.
sehari
3. Hindari penguatan yang berlebihan
untuk makan atau minum
4. Hindari makanan yang memiliki bau
kuat
5. Berikan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan.
6. Sediakan makanan yang memrlukan
sedikit energi untuk memakannya
( sup, minuman kocok )
7. Makan secara lambat untuk
menghemat energi
8. Berikan antiernetik sesuai program
jika terdapat masalah mual atau
muntah.
9. Berikan perawatan mulut sebelum
dan setelah makan, lumasi bibir
dengan petrolatum.
3) Dx 3
Tujuan
a. Pasien akan mengalami penurunan ansietas.
11
a. Anak mendiskusikan ketakutan tanpa disertai stres.
Tindakan Rasional
1. Batasi intervensi hanya untuk tujuan Untuk mrngurangi ansietas atau
paliatif : diskusikan tentang terapi ketakutan.
non-paliatif dengan keluarga dan
dokter.
2. Jelaskan semua prosedur dan aspek
perawatan lain kepada anak. Agar anak tidak merasa sendiri.
3. Tetap bersama anak atau berikan
kehadiran yang konstan.
4. Tentukan apa yang telah diberi tahu Sehingga prognosis dapat diperkuat.
kepada anak tentang prognosis. Untuk mengetahui prognosis
5. Tentukan apa yang diinginkan tentang anak.
keluarga.
6. Tekankan pentingnya kejujuran
7. Jabab pertanyaan anak secara terbuka
dan jujur
8. Libatkan orang tua dalam berawatan
anak
9. Tetap tidak menghakimi berkenaan
dengan perilaku anak.
4) Dx 4
Tujuan
a. pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat.
b. Pasien (keluarga ) tidak akan memperlihatkan adanya kesepian.
Tindakan Rasional
1. Diskusikan proses berduka dengan Memungkinkan mereka
keluarga. mempunyai cadangan emosional
yang lebih untuk memenuhi
kebutuhan anak mereka.
Untuk mengurangi ansietas atau
2. Berikan kesempatan pada keluarga ketakuta
untuk mengungkapkan emosi. Sehingga keluarga dapat
3. Bantu orang tua mengatasi perasaan memahami kenormalan perasaan
mereka. dengan lebih baik.
Untuk mengurangi perasaan
bersalah.
4. Dorong orang tua tetap berada
sedekat mungkin dengan anak.
12
Jika memungkinkan untuk
5. Berikan informasi mengenai status menghemat energi anak.
anak dan reaksi yang telah di
antisipasi.
6. Bantu orang tua memahami reaksi
prilaku anak mereka, terutama
kekhawatiran terhadap krisis saat ini,
misalnya kehilangan rambut, yang
mungkin jauh lebih besar
dibandingkan krisis di masa depan,
termasuk kemungkinan kematian.
7. Fasilitasi bantuan keluarga dalam
perawatan anak.
8. Berikan kenyamanan untuk anak dan
keluarga
9. Dorongan keluarga untuk
mempertahankan kebutuhan
perawatan kesehatan sendiri.
10. Perikan privasi sebanyak mungkin
11. Bantu keluarga dalam mengkaji
kebutuhan mereka terhadap layanan
rujukan ( mis, layanan hospiece,
organisasi khusus untuk keluarga
yang berduka )
12. Dorong orang tua untuk menjawab
pertanyaan anak tentang menjelang
ajal dengan jujur dari pada
menghindari pertanyaan atau
menggunakan eufimisme.
13. dorong orang tua membagi momen
kesedihan dengan anak mereka.
14. Diskusikan dengan orang tua tentang
keterlibatan sibling yang sesuai.
15. Indentifikasi keyakinan agama dan
budaya yang berhubungan dengan
kematian ( mis, berdoa, upacara,
berbagai ritual )
16. Berikan persiapan untuk pemakaman
pasca kematian.
17. Diskusikan dengan keluarga trentang
pilihan mereka untuk perawatan jika
kematian sudah dekay.
18. Atur perawatan spiritual yang sesuai
berdasarkan keyakinan dan atau
afilasi keluarga.
19. Pertahankan kontak dengan keluarga
20. Berikan dukungan untuk keluarga
yang memilih perawatan di rumah
untuk anak.
21. Berikan penentraman hati dengan
13
tenang pada anak
22. Yakinkan kembali anak akan citra
dari orang lain
23. Teruskan menyusun beberapa batasan
untuk anak guna memberikan rasa
kelainan
24. Luangkan waktu dengan anak saat ia
tidak terlibat langsung dalam
perawatan.
25. Beri penguatan pada anak bahwa apa
yang terjadi bukanlah kesalahan anak.
26. Libatkan anak dalam aktivitas rutin
sesuai dengan toleransi
27. Pertahankan suasana normal
28. Mainkan musik favorit dan bacakan
cerita untuk anak
29. Orientasikan anak dengan lingkungan
sekitar jika ia sadar
30. Frasekan pertanyaan untuk
memperoleh jawaban ya atau tidak.
5) Dx 5
Tujuan
a. Pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat.
b. Pasien ( keluarga ) akan mendapat dukungan yang adekuat untuk perawatan di rumah.
Tindakan Rasional
1. Informasikan keluarga tentang apa yang Untuk mengurangi manifestasi yang
mungkin terjadi pada saat kematian. tidak menyenangkan.
2. Berikan sikap perhatian untuk anak dan
keluarga.
3. Dorong setidaknya satu anggota keluarga Untuk mengurangi sekresi ( dengkutran
untuk tetap bersama anak. menjelang ajal )
4. Bantu keluarga memberikan anak sesuai
keinginan mereka tanpa memaksakan
keluarga untuk terlibat.
7. Obat antikolinergik.
8. Obat analgesik.
Untuk mengurangi rasa nyeri.
9. Pelunak feses laksatif.
14
10. Antiemetif Untuk konstipasi
11. Bantu dari dorong keluarga dengan tepat.
12. Dorong keluarga untuk memenuhi Untuk mual atau muntah
kebutuhan fisik mereka sendiri.
13. Berikan privasi.
14. Berikan kenyamanan fisik pada keluarga.
15. Berikan dukungan emosional dan
kenyamanan kepada keluarga.
16. Dorong keluarga untuk berbicara dengan
anak
17. Libatkan keluarga dan anak lain dalam
pengambilan keputusan kapanpun jika
memungkinkan terutama mengenai Untuk mengungkapkan perasaan.
alternatif perawatan terminal ( rumah sakit,
hospiece )
18. Dukung dan bantu keluarga dalam
memberikan informasi ke anggota keluarga
yang lain mengenai status anak.
19. Pertahankan sikat tidak menghakimi
terhadap prilaku anggota keluarga.
20. Ajarkan perawatan fisik anak
21. Beri keluarga cara-cara untuk menghitung
profesional kesehatan setiap waktu ( mis,
nomor telepon )
22. Pertahankan kontak harian dengan
keluarga( mis, panggilan telepon,
kunjungan rumah )
23. Rujuk ke lembaga komunitas yang sesuai
untuk dukungan yang terus-menerus
24. Yakinkan kembvali keluarga bahwa mereka
dapat memasukan anak kembali ke rumah
sakit setiap waktu.
25. Bantu membuat rencana dengan keluarga
tentang apa yang akan dilakukan jika anak
meninggal dan apa yang di harapkan
keluarga.
15
DAFTAR PUSTAKA
Donna L. Wong, dkk.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1. Jakarta : EGC.
Arnold Dorothee,1998 , Spiritual Care and Palliative Care: Opportunities and Challeges for
Pastoral Care, WWW. Who.int/cancer/Palliative/definition/en/ diambil pada tanggal 27 oktober
2014.
16