Anda di halaman 1dari 18

Sistem Teknologi dan Informasi

Pengelolaan Etika dan Politik

Dosen Pembimbing : Rika Promalessy,


SE., M.Si

Disusun oleh :

1. Nadifa Putri Naveghia (1702114627)

2. Nadira Dwifa Maxxilaria (1702114686)

3. Ramadhany Evri Pratama (1702121939)

4. Tri Putri Nurdiansari (1702110788)

Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Riau

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadiran Allah swt., karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Shalawat serta salam kita ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang
terang menerang ini dan penuh ilmu pengetahuan. Dengan ini kami
mempersembahkan sebuah makalah dengan judul ‘Pengelolaan Etika dan
Politik’’.
Terimakasih kami sampaikan kepada ibu Rika Promalessy, SE., M.Si.
selaku Dosen mata kuliah Sistem Teknologi Informasi serta kepada teman-teman,
terima kasih atas kerjasamanya dalam menyusun makalah ini.
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.

Pekanbaru, 14 November 2019


PENDAHULUAN

Teknologi ibaratnya seperti pedang bermata dua. Satu sisi dari pedang
dapat digunakan untuk keperluan yang bermanfaat dan satu sisinya lagi dapat
mengakibatkan hal yang negatif. Manfaat teknologi sistem informasi sudah tidak
diragukan lagi karena mempunyai peran membantu organisasi beroperasi dengan
efesien, efektif dan kompetitif. Pada saat yang sama teknologi memberikan
manfaat yang positif, teknologi di dalam sistem informasi dapat juga
menyebabkan permasalahan etika dan politik.

Permasalahan etika muncul karena kegiatan yang berhubungannya adalah


legal atau belum diatur dalam hukum yang ada. Jika permasalahan yang ada tidak
legal, makan permasalahan etika tidak akan muncul karen yang muncul adalah
permasalahan hukum. Misalnya adalah tindakan menghujat presiden. Jika
tindakan ini merupakan tindakan yang melanggar hukum, maka yang
melakukannya akan terkena sanksi hukum dan permasalahan etika tidak akan
muncul. Jika sebaliknya tindakan tersebut tidak melanggar hukum atau diijinkan
oleh hukum misalnya karena kebebasan berbicara, maka permasalahan etika akan
muncul.

Permasalahan politik akan muncul di organisasi pada saat informasi sangat


dibutuhkan dan dapat merubah posisi kekuasaan dan kekuatan (power) yang
dimiliki oleh individu-individu di dalam organisasi. Permasalahan politik
informasi yang terjadi juga perlu dikelola dengan baik. Kegagalan mengelola
politik informasi membuktikan bahwa organisasi tersebut akan gagal menerapkan
sistem informasinya.

Bab ini akan membahas tentang permasalahan etika dan politik informasi
di dalam organisasi. Jika permasalahan etika dan politik sudah dapat dipahami,
maka permasalahan-permasalahan tersebut perlu diselesaikan dengan baik. Bab
ini juga akan membahas cara menyelesaikan permasalahan etika dan politik
informasi tersebut.

1.1. Etika di Sistem Informasi

Etik (ethic) adalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perbuatan


benar atau salah. Etika adalah perbuatan yang berhubungan dengan etik. Etis
adalah perbuatan yang beretika baik. Seseorang yang tidak etis adalah yang
melakukan etika perbuatan melanggar etik.
Mengapa berkepentingan dengan permasalahan etika di sistem
informasi? Jawabanya adalah karena permasalahan-permasalahan etika
sekarang ini banyak mucul di lingkungan sistem informasi. Permasalahan-
permasalahan etika terjadi di lingkungan sistem informasi karena sebagai
berikut.

1. Teknologi informasi mempunyai pengaruh yang mendalam di dalam


kehidupan manusia dan sesuatu yang mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan manusia berhubungan dengan etika.
2. Manajer menentukan bagaimana teknologi informasi digunakan di
organisasi, sehingga mereka juga beratanggung jawab terhadap
permasalahan etika akibat dari penerapan teknologi informasi tersebut.

1.2. Permasalahan-Permasalahan Etika

Di dalam lingkungan sistem informasi, permaslahan-permasalahan


etika dapat muncul di beberapa permasalahan yaitu di permasalahan privasi
(privacy), permasalahan kepemilikan intelektual (intelectual property rights),
permasalahan penghentian kerja, permasalahan keamanan (security),
permasalahan akurasi sistem (accuracy) dan permasalahan kesehatan.

1.2.1 Permasalahan Privasi

Privasi (privacy) adalah tuntutan seseorang untuk tidak dicampuri,


diawasi atau diganngu oleh orang lain atau organisasi bahkan oleh negara.
Tuntutan dari privasi beberapa negara dilindungi oleh beberapa undangan-
undangan.

Sebagian besar undangan-undangan privasi di Amerika Serikat dan


Eropa di dasarkan pada prinsip yang disebut dengan Fair Information Practies
(FIP) Principles yang dibuat pada tahun 1973 oleh komite penasehat
pemerintah federal yang terdiri Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan dan Departemen Sosial. Prinsip FIP ini mengatur pengumpulan
dan pengunaan informasi tentang individu orang yang sebagai berikut ini.
Tabel 12.1. Fair Information Practices Principles

1. Seyogyanya tidak ada sistem-sistem pencatatan pribadi yang


keberadaanya dirahasiakan.
2. Individu-individual mempunyai hak akses, inspeksi, kaji ulang, merubah
terhadap sistem-sistem yang berisi informasi.
3. Tidak diijinkan penggunaan informasi pribadi untuk keperluan-keperluan
di luar tujuan pengumpulan informasi tersebut tanpa ijin terlebih dahulu.
4. Manajer-manajer dari sistem-sistem bertanggung jawab dan dapat
diminta pertanggung jawabannya untuk kerugian-kerugian yang
disebabkan oleh rehabilitas dan sekuriti dari sistem-sistem itu.
5. Pemerintah mempunyai hak untuk mengintervensi hubungan-hubungan
informasi dari pihak-pihak swasta.

Tabel 12.2. Undangan-undangan Privasi di Amerika Serikat yang didasari oleh


FIP

1. Undang-undang federal privasi yang umum.


Freedom of Information Act, 1968
Privacy Act of 1974
Electronic Communication Privacy Protection Act of 1986
Computer Matching and Privacy Protection Art of 1968
Computer Security Act of 1987
Federal Manager Financial Integrity Act of 1982
2. Undangan-undangan privasi yang mempunyai efek ke institusi-institusi
swasta
Fair Credit Reporting Act of 1970
Family Educational Rights and Privacy Act 1978
Right to Financial Privacy Act of 1978
Privacy Protection Act of 1980
Cable Communications Policy Act of 1986
Electronic Communiatons Privacy Act of 1986
Video Privacy Protection Act of 1988

Teknologi informasi juga digunakan untuk menyimpan informasi


pribadi dari pekerja yang sealnjutnya informasi tersebut dapat dijual atau
digunakan tidak semestinya.

1. Monitor e-mail

Contoh dari kasus ini adalah yang dialami oleh dua pekerja di Amerika
Serikat yang bernama Rhonda Hall dan Bonita Bourke. Dua pekerja ini
mengeluh dan protes bahwa e-mail mereka sudah dimonitor. Sebagai
akibat protesnya, mereka dikeluarkan dari peerusahaan. Kemudian mereka
melaporkan ke pengadilan karena merasa privasi mereka sudah dilanggar.
Kenyataan kasus mereka kalah di pengadilan. Undang-undang Electronic
Communications Privacy Act of 1986 di Amerika Serikat melarang
pemonitoran e-mail oleh pihak ketiga yaitu pemerintah.

Masalah privasi e-mail juga dialami oleh Alana Shoars, seorang e-mail
administrator di perusahaan Epson America maret 1990, dia mengadukan
ke pengadilan di Los Angeles tentang pemonitoran e-mail dan
pemecatannya oleh perusahaannya dengan tuntutan ganti rugi $1 juta. Di
bulan juli 1990, dia mangajukan tuntutan kelas (class-action suit) untuk
700 karyawan lainnya di perusahaan Epson dan sekitar 1800 pihak luar
yang e-mail mereka juga dimonitor.

2. Monitor perilaku kerja

Isu etika ini mirip dengan isu etika monitor e-mail. Perbedaanya
adalah yang dimonitor untuk kasus ini adalah perilaku dari para pekerja
dengan menggunakan kamera.

3. Menjual informasi pribadi pelanggan atau karyawan.

Permasalahan etika di isu ini muncul ketika perusahaan menjual


informasi pribadi dari para karyawannya atau pelanggannya kepihak lain.

1.2.2. Permasalahan Kepemilihan Intelektual

Teknologi informasi dengan dunia digitalnya akan membuat


informasi lebih mudah ditransmisikan, disalin sebagian atau informasi
keseluruhan dan dapat dengan mudah dirubah isinya. Jika ini dihubungkan
dengan masalah hak kepemilikan intelektual, maka pelanggaran hak ini akan
semakin lebih meningkat. Kehadiraan jaringan elektronik termasuk internet
akan menambah mudah untuk melanggar hak-hak kepemilikan intelektual
seseorang.

Pembajakan perangkat lunak merupakan kegiatan yang tidak legal.


Di beberapa negara kegiatan pembajakan perangkat lunak belum diatur oleh
undang-undang atau sudah diatur oleh undang-undang tetapi tidak pernah
diterapkan, sehingga pembajakan perangkat lunak banyak dilakukan tidak
hanya di dunia ketiga tetapi juga di negara-negara yang sudah maju.
Beberapa alasan mengapa mereka masih menyalin perangkat lunak.

1. Menyalin perangkat lunak mudah dilakukan dan dapat dilakukan


dimanapun.
2. Hasil menyalin perangkat lunak akan didapatkan hasil yang sama dengan
hasil juka membeli.
3. Harga perangkat lunak yang asli sangat mahal.
4. Penyalin perangkat lunak berpikir perusahaan perangkat lunak sudah
mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak akan rugi jika dia
hanya menyalinnya.

1.2.3. Permasalahan Penghentian Kerja

Penerapan teknologi informasi selain mempunyai efek yang positif


seperti misalnya meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas
pekerjaan, dan memperkaya pekerjaan karena dapat menciptkan variasi
pekerjaan, juga mempunyai dampak etikal yang negatif. Dampak negatif dari
penerapan teknologi informasi terhadap pekerja adalah penggangtian manusia
dengan teknologi informasi untuk alasan efesiensi.

Beberapa contoh permasalahan etika yang muncul di organisasi adalah


sebagai berikut. Misalnya Continental Can Company di Norwalk,
Connecticut, Ameika Serikat yang kemampuannya menandai (reda flag)
karyawannya yang akan masuk ke masa pensiun.

Loudoun dan Loudoun (2000) juga melaporkan bahwa banyak


perusahaan-perusahaan telpon besar di Amerika Serikat menggunakan
teknologi informasi untuk subsitusi pegawainya dengan dampak pengurangan
jumlah tenaga kerja. Misalnya AT&T menggunakan perangkat lunak
pengenal suara (voice recognition software) untuk mengurangi jumlah
operator telponnya.

GTE Corporation melakukan rekayasa ulang, fungsi pelayanan


pelanggan untuk mengurangi jumlah teknisi perbaikan. Dengan rekayasa
ulang, pekerja bagian pelayanan pelanggan diberi otorisasi untuk melakukan
tes secara langsung ke jalur pelanggan menggantikan posisi teknisi perbaikan.

1.2.4. Permasalahan Keamanan

Permasalahan keamanan sistem informasi dapat menimbulkan


masalah etika. Seringkali penanganan keamanan sistem informasi sudah baik,
tetapi kelalaian atau kesengajaan seseorang dapat merusak sekuriti yang sudah
ada seperti misalnya sebagai berikut.

- Meninggalkan terminal tanpa dijaga


- Menuliskan password di suatu tempat yang dapat dibaca oleh orang lain
- Memberitahukan passwaord kepada orang lain

Permasalahan etika muncul ketika seseorang dengan sengaja merusak


keamanan dari sistem informasi. Apakah etis meminjamkan password
sehingga dapat dipakai orang lain?

1.2.5. Permasalahan Akurasi

Permasalahan akurasi dapat muncul di program aplikasi yang banyak


mengandung kesalahan program (bug) dan dapat juga terjadi di datanya.
Permasalahan akurasi di program aplikasi muncul karena pengetesan program
masih belum optimal.

Permasalahan akurasi juga muncul di ketidak-akuratan data. Keakuratan


dari data sangat penting untuk sistem informasi. Keakuratan data tergantung dari
rancangan dan penerapan komponen pengendalian dari sistem dan perawatan dari
data.

1.2.6. Permasalahan Kesehatan

Penerapan teknologi informasi di dalam dunia kerja dapat merusak


kesehatan pemakaianya. Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan adalah
repetitive stress injury (RSI). Repetitive stress injury (RSI) terjadi karena urat-urat
syaraf dipaksa untuk bekerja berulang-ulang dengan tekanan yang berat atau
dengan tekanan yang rendah.

Bentuk umum dari RSI yang umumnya terjadi adalah carpal tunnel
syndrome (CTS). Terajadi karena tekanan syaraf yang menimbulkan sakit leawat
struktur tulang pinggang. CTS dapat dihindari dengan cara merancang letak
komputer sedemikian rupa yang disebut dengan ergonomic, sehingga tidak
menyebabkan sakit di pinggang.

Permasalahan kesehatan lainnya yang muncul adalah tentang kesehatan


mata diakibatkan terlalu sering membaca di monitor. Penyakit ini di sebut dengan
computer vision syndrome (CVS). Gejala penyakit ini adalah pandangan mata
yang kabur, mata pedas dan berair, kepala pusing, mata kering dan iritasi.

Technostress juga merupakan masalah kesehatan yang berhubungan


dengan sistem informasi. Gejala dari technostress adalah bertindak kasar dan tidak
sabar. Penyebab ini adalah karena stres penggunaan komputer yang terus
menerus.

Permasalahan etika terhadap kesehatan penggunaan teknologi informasi


ini muncul saat perusahaan sadar bahwa pemakaian komputer mnyebabkan
penurunan kesehatan dan tidak melakukan upaya untuk mengatasi atau
menguranginya. Perusahaan tidak melakukan upaya untuk mengurangi masalah
penurunan kesehatan ini biasanya adalah dengan alasan efeknya ke kesehatan
tidak langsung terlihat dan untuk penghematan biaya. Misalnya akan lebih mahal
untuk membeli keyboard dengan bentuk yang ergonomic yang dapat mengurangi
carpal tunnel syndrome (CTS), menambah layar khusus di monitor untuk
mencegah computer vision syndrome (CVS) ataua memberikan waktu istirahat
yang lebih dari cukup untuk mengurangi technostress.

1.3 Mengelola Permasalahan Etika

Martin (1999) menjelaskan bahwa standar etik tiap orang berbeda karena
latar belakangnya yang berbeda tergantung dari integritas, kejujuran,
kompetensi, kehormatan, keadilan, kepercayaan, keberanian, dan tanggung
jawab yang dibentuk dari masa kecil sampai sekarang. Seseorang seharusnya
memikirkan isu etika yang dapat terjadi akibat tindakannya, walaupun
nilainya berbeda, tetapi diharapkan tidak melanggar etik yang ada.

Langkah-langkah untuk menangani isu etika yang muncul di dalam


organisasi :

1. Menyadari permasalah etika yang akan muncul dari tindakan yang akan
diambil. Standar etik manusia ada di dalam hati, jika seseorang merasa
suatu tindakan tidak benar, kemungkinan permasalahan etika akan terjadi.
Cara lain yaitu dengan mengacu pada kode etik ( code of ethics ) yang ada.
Kode etik yang berhubungan dengan Sistem Informasi yaitu ACM
( Association for Computing Machinery ) dan Ten Commandments of
Computer Ethics yang diusulkan The Computer Ethics Institute, Loyola
University di Chicago, Amerika Serikat.
2. Permasalahan dianalisis dan dipecahkan. Beberapa pendekatan dapat
digunakan untuk menganalisis dan memecahkan permasalahan etika yaitu
( Loudon and London, 2000):

a. Pendekatan aturan emas ( the Golden Rule) “ lakukan kepada orang-


orang lain seperti apa yang kamu inginkan mereka melakukannya
kepadamu.” Dengan memposisikan diri kita disituasi orang lain dan
berpikir diri kita sebagai hasil keputusan yang kita ambil dan
membantu melakukan tindakan yang adil dan beretika.

b. Pendekatan Immanuel Kant’s Categorical Imperative “ Jika suatu


tindakan tidak benar untuk dilakukan oleh setiap orang, maka itu tidak
benar dilakukam untuk setiap orang.” Jangan melakukan kegiatan yang
tidak baik untuk seseorang.

c. Pendekatan Descartes’ rule of change “ jika suatu tindakan tidak dapat


dilakukan berulang-ulang, maka itu tidak benar untuk dilakukan pada
suatu saat tertentu.” Jika suatu pekerjaan sekarang diterima karena
memberikan perubahan kecil dan tidak dapat diterima dimasa depan
karena tidak member perubahan, maka sebaiknta tidak dilakukan lagi.

d. Pendekatan Utilitarian Principle “ambillah tindakan yang akan


memberikan nilai lebih tinggi atau yang lebih besar.” Mengasumsikan
bahwa kita dapat merangking hasil dari tindakan yang akan diambil
dan harus memilih tindakan yang memberikan nilai terbesar.

e. Pendekatan Risk Aversion Principle “ambillah tindakan yang


menghasilkan bahaya yang terkecil atau potensi biaya terendah.”

f. Pendekatan “no free lunch” Rule “asumsikan bahwa semua obyek


tampak dan tidak tampak dimiliki oleh orang lain kecual jika ada
pernyataan sebaliknya yang spesifik.” Jika sesuatu dibuat atau
diciptakan oleh orang lain yang berguna bagi kita, diasumsikan bahwa
penciptanya menginginkan kompensasi dari pemakaian barang
tersebut.

3. Pemilihan pendekatan untuk mengatasi permasalahan etika akan


mempunyai efek, sehingga perlu dipilih pendekatan dengan efek yang
paling minimum atau yag mempunyai kinerja terbaik. Contohnya adalah
kasus etika memonitor e-mail. Jika masalah etika perlu dijawab dengan
masalah kinerja. Beberapa beranggapan memonitor isi e-mail akan
membuat karyawan menggunakan waktunya dengan efektif. Sebaliknya
beberapa beranggapan bahwa memonitoring e-mail akan mengurangi
kinerja pekerja karena mereka merasa tertekan, stress dan takut jika
mereka menggunakan e-mail.

1.4. Politik Informasi

Banyak perusahaan yang menerapkan system informasi tetapi tidak


berhasil, kegagalan disebabkan adanya politik informasi di dalam
organisasi. Davenport, Eccles dan Prusak (1992) melakukan studi yang
melibatkan 25 perusahaan yang gagal dalam proses menerapkan system
informasinya. Alasannya adalah perusahaan-perusahaan tersebut tidak
mengelola politik informasi dengan benar. Mereka menemukan ketika
informasi mulai menjadi dasar pengambilan keputusan di organisasi, politik
akan mulai mucul. Jika pekerjaan dan peran orang-orang tersebut ditentukan
oleh informasi unik yang mereka miliki, mereka akan enggan untuk
membagi informasinya karena mereka menganggap informasi tersebut
sebagai sumber kekuasaan dan kekuatan.

Markus (1981) menyatakan bahwa system informasi mempengaruhi


distribusi kekuasaan di organisasi karena alasan-alasan sebagai berikut:

1. Pemegang akses informasi dapat mempengaruhi hasil dari


keputusan.

2. Sistem informasi digunakan untuk alokasi sumber-sumber daya


system yang dapat mempengaruhi perilaku individu-individu.

3. System informasi digunakan untuk system pengendalian yang


dapat mencegah atau membatasi kegiatan-kegiatan.

4. System informasi menyebabkan kekuasaan dan kekuatan (power)


karena memberikan kesan kemampuan untuk dapat merubah hasil.
Persepsi atau kesan dari memiliki kekuatan akan menimbulkan
kekuatan.

1.5. Mengelola Perubahan

Markus (1981) juga mengatakan bahwa suatu system informasi yang


merubah distribusi kekuasaan dan kekuatan di dalam organisasi akan ditolak
oleh mereka yang kehilangan kekuasaan atau kekuatannya. Penolakan
akibat perubahan kekuasaan atau kekuatan ini disebut dengan resistance to
change atau counterimplementation ( menolak implementasi). Mereka yang
merasa kekuasaan dan kekuatannya akan tergeser oleh penerapan system
informasi akan melakukan penolakan.

Penolakan dari perubahan akan lebih besar lagi jika system inforamsi
digunakan untuk melakukan proses rekayasa ulang (business
reengineering). Caldwell (1994) melakukan survey dan melaporkan bahwa
penolakan terhadap perubahan (resistance to change) menduduki rangking
tertinggi dari halangan yang dihadapi oleh proses rekayasa ulang bisnis.

Hambatan-hambatan terhadap proses rekayasa ulang bisnis:

1. Penolakan perubahan 60%

2. Keterbatasan dari system yang ada 50%

3. Tidak ada consensus eksekutif 40%

4. Tidak ada juara dari eksekutif senior 40%

5. Ekspektasi tidak realistis 30%

6. Tidak ada proyek team lintas fungsi 28%

7. Keahlian team kurang 25%

8. Keterlambatan keterlibatan staff S1 18%

9. Project charter terlalu sempit 17%

1.6. Identifikasi Penolak

Untuk dapat mengatasi penolakan atas perubahan (resistance to


change) ini, maka orang-orang yang menolak penerapan system informasi
yang baru perlu diidentifikasi. Ciri-ciri orang-orang yang menolak
perubahan adalah sebagai berikut:

1. Mereka yang selalu menunda-nunda proyek system informasi dengan


melakukan penolakan demi penolakan untuk membuat proyek tidak
jadi dilakukan.
2. Mereka yang menyetujui proyek system informasi dengan membuat
system informasi yang lebih luas dan lebih rumit dengan harapan akan
gagal dengan sendirinya jika dilakukan
3. Mereka yang memegang dan tidak mau melepaskan sumber-sumber
saya yang dieprlukan untuk memmbangun dan menerapkan system
informasi. Sehingga proyek system informasi tidak dapat dilakukan.

1.7. Mengatasi Penolakan Perubahan

Suatu system manajemen perubahan (change management system)


perlu diterapkan untuk mengatasi penolakan atas perubahan. Martin (1999)
mengingatkan bahwa untuk menerapkan system manajemen perubahan ini,
dua hal dasar perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut ini:
1. Ketika mengenalkan suatu perubahan di dalam organisasi, kita tidak dapat
mengasumsikan bahwa manusia akan berubah sendiri karena mereka
diberitahu untuk berubah.
2. Jika mereka berubah, kita tidak bisa mengasumsikan bahwa manusia akan
berubah sesuai dengan yang diharapkan. Seringkali mereka berubah
dengan cara dan hasil yang tidak diharapkan.
Jika terjadi penolakan perubahan (resistance to change), maka perlu
dianalisis apa yang menyebabkan terjadinya penolakan ini. Penolakan itu
sendiri hanya merupakan gejala (symptom) bukan permasalahannya. Yang
harus diperbaiki adalah penyebab terjadinya penolakan tersebut bukan
gejalanya.

1.7.1 Teori –Teori Penolakan Perubahan

Terdapat tiga teori untuk mengetahui penyebab adanya penolakan


perubahan dan cara mengatasinya terhadap penerapan system informasi yang
baru
1. Teori Oreintasi Sistem (System Oriented Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa yang menyebabkan penolakan
perubahan adalah karena sistemnya bukan manusianya. Manusia menolak
karena system yang akan diterapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
System ini banyak mengandung kesalahan, system tampak masih asing bagi
mereka. Jika benar yang menjadi penyebab penolakan adalah sistemnya,
maka kualitas dari system harus diperbaiki dengan cara:
a. Pemakai system dilibatkan dalm pengembangan system untuk
meningkatkan kualitas dari system;
b. Pengetesan system harus tuntas dan dilakukan untuk menemukan
semua kesalahan;
c. Sosialisasi pengenalan system harus dilakukan sebelum diterapkan;
d. Pelatihan penggunaan system harus dilakukan agar memahami
system lebih lanjut.

2. Teori Orientasi Manusia (People Oriented Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa yang menyebabkan penolakan adalah


sikap manusianya bukan sistemnya. Diasusmsikan sistemnya sudah baik dan
berkualitas tetapi masih ditolak oleh pemakainya. Jika penolakan ini terjadi,
untuk mengatasinya maka sikap (attiude) manusianya perlu dirubah. Teori
orientasi manusia konsisten dengan Student (1978) yang menjelaskan sikap
terhadap perubahan (attitude toward change) dan cara mengatasinya
sebagai berikut ini:
a. Manusia tidak akan menolak sebesar mereka menolak untuk
dirubah. Manusia di dalam organisasi mau saja menerima
perubahan asal mereka memahaminya tanpa dipaksa untuk
berubah.
b. Perubahan terhadap perasaan dan sikap tidak dapat dilakukan
sesaat. Mereka yang melakukan perubahan mendasar perlu cukup
waktu untuk merubah penolakan awal dan memberikan kesempatan
seperti mencoa terlebih dahulu system yang baru agar lebih
mengenal perubahannya.
c. Penerimaan terhadap perubahan akan dilakukan jika mereka
merasa mendapat manfaat dari perubahannya
d. Penerimaan terhadap perubahan juga akan meningkat dengan
keseriusan pihak yang melakukan perubahan
e. Faktor ketegangan menyebabkan penolakan dari perubahan.
Ketegangan (stress) muncul karena ketidakpastian yang akan
terjadi dengan system yang baru.

3. Teori Interaksi (Interaction Theory)


Teori ini menunjukkan bahwa yang menyebabkan penolakan bukan
system atau manusianya tetapi lebih ke interaksi diantaranya. Penolakan ini
disebabkan walaupun systemnya berkualitas tapi sulit untuk digunakan
disebabkan karena penghubungnya (interface) yang tidak berteman.
Berikut ini merupakan cara untuk mengatasi penolakan ini:
a. Meningkatkan penghubung (interface) antara pemakai dengan
system
b. Mendorong partisipasi pemakai system di dalam pengembangan
dan penerapan system supaya lebih memahami di dalam
berhubungan dengan system.

1.7.2 Model – Model Adopsi Perubahan

Model-model adospi perubahan akan memberikan cara lebih


terperinci bagaimana mengatasi perubahan. Model-model yang akan dibahas
adalah Lewis/Schein model dan innovation adoption model.
1. Model dari Lewin/Schein (Lewin, 1947 dan Schein, 1987) terdiri dari 3
tahapan, yaitu mencairkan kekakuan (unfreezing), mengarahkan
(moving), dan membekukan kembali (refreezing).
a. Tahapan pertama dari model ini adalah mencairkan kebekuan
(unfreezing) dari sikap yang lama. Tahap ini terdiri dari 2 aspek.
Yang pertama adalah membuat kebutuhan bahwa perubahan itu
dibutuhkan baik oleh individu maupun oleh organisasi, sehingga
menimbulkan motivasi untuk mau berubah. Yang kedua adalah
menciptakan suasana atau atmosfir yang aman. Hal ini penting
karena perubahan sering dipandang sebagai sesuatu yang beresiko
apalagi yang menyangkut peran dan jabatan seseorang.
b. Tahapan kedua dari model ini adalah mengarahkan (moving) ke
tujuan perubahan yang akan dicapai. Tahap ini terdiri dari dua
aspek. Aspek pertama adalah menyediakan informasi yang perlu
tentang arah dari perubahan yang akan dituju. Aspek kedua adalah
menyediakan dan mengasimilasikan pengetahuan dan keahlian
yang diperlukan untuk menjalankan perubahan-perubahan.
c. Tahap ketiga dari model ini adalah membekukan kembali
(refreezing) sikap yang sudah dirubah. Tahap ini melibatkan juga
beberapa aspek. Yang pertama adalah mengintegrasikan hasil
perubahan ke kegiatan rutin yang akan dilakukan bukannya
dianggap sebagai sesuatu yang baru dan khusus. Yang kedua
adalah memasukannya ke dalam system social yang ada agar
perubahan yang terjadi dapat diterima secara luas.

2. Model adopsi perubahan yang kedua adalah innovation adoption model.


Suatu inovasi (innovation) adalah suatu ide yang baru bagi individu atau
organisasi. Adopsi (adoption) adalah keputusan untuk menggunakan
inovasi tersebut secara kontinyu atau berkelanjutan. Rogers (1962)
mengusulkan lima tahapan dalam mengadopsi inovasi. Kelima tahapan ini
adalah sebagai berikut ini:
a. Kesadaran (awareness). Pada tahap ini individu-individu
dikenalkan kepada inovasi yang ada agar mereka sadar bahwa ada
inovasi baru yang berguna
b. Minat (interest). Tahap berikutnya adalah membuat mereka
tertarik dan berminat dengan inovasi baru dengan mencari
informasi tambahan yang diperlukan
c. Evaluasi (evaluation). Pada tahap ini individu-individu akan
menilai inovasi tersebut dan mengevaluasi apakah inovasi tersebut
bermanfaat atau tidak untuk mereka.
d. Percobaan (trial). Jika dianggap bermanfaat, individu-individu
akan mulai mencoba inovasi tersebut.
e. Adopsi (adoption). Pada tahap ini individu-individu memutuskan
untuk mengadopsi inovasi tersebut ke kegiatan mereka secara
kontinyu atau berkelanjutan.

Roger menambahkan bahwa untuk kesuksesan adopsi dari inovasi


tergantung dari beberapa faktor. Faktor-faktor ini adalah sebagai berikut:

a. Persepsi dan Keuntungan Relatip


Keuntungan relatip dari inovasi adalah kelebihan keuntungan
dibandingkan dengan yang diberikan oleh system yang lama.
Persepsi lebih ke apa yang dipercaya individual terhadap sesuatu.
b. Kompabilitas
Kompabilitas merupakan tingkat seberapa besar inovasi tersebut
konsisten dengan nilai opini, kelakuan atau pengalaman yang
dimiliki oleh individu-individu yang akan mengadopsi inovasi
c. Kerumitan
Kerumitan adalah tingkat kesulitan inovasi dipahami. Semakin
mudah dipahami maka akan semakin mudah inovasi tersebut
diadopsikan.
d. Komunikabilitas
Komunikabilitas adalah tingkat komunikasi hasil dari inovasi
yang dapat disebarkan ke calon pengadopsi inovasi yang lainnya.
Semakin tinggi tingkat komunikabilitasnya dari hasil inovasi,
semakin mudh dan cepat diadopsikan.
e. Juara
Seorang juara (champion) adalah orang yang mau berkorban
waktu dan tenaganya untuk menerima inovasi dan
menyebarkannya.

Anda mungkin juga menyukai