Teori Brahmana
Teori Brahmana, mengatakan bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah
orang-orang Hindu berkasta brahmana. Para brahmana yang datang ke Indonesia
merupakan tamu undangan dari raja-raja penganut agama tradisonal di Indonesia. Ketika
tiba di Indonesia, para brahmana ini akhirnya ikut menyebarkan agama Hindu di
Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini adalah Van Leur.
Teori Waisya
Teori Waisya, mengatakan bahwa yang telah berhasil mendatangkan Hindu ke Indonesia
adalah kasta waisya, terutama para pedagang. Para pedagang banyak memiliki relasi yang
kuat dengan para raja yang terdapat di kerajaan Nusantara. Agar bisnis mereka di
Indonesia lancar, mereka sebagai pedagang asing tentunya harus membuat para penguasa
pribumi senang, dengan cara dihadiahi barang-barang dagangan. Dengan demikian, para
pedagang asing ini mendapat perlindungan dari raja setempat. Di tengah-tengah kegiatan
perdagangan itulah, para pedagang tersebut menyebarkan budaya dan agama Hindu ke
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Ilmuwan yang mencetuskan teori ini adalah N.J.
Krom.
Teori Ksatria
Teori Ksatria, mengatakan bahwa proses kedatangan agama Hindu ke Indonesia
dilangsungkan oleh para ksatria, yakni golongan bangsawan dan prajurit perang. Menurut
teori ini, kedatangan para ksatria ke Indonesia disebabkan oleh persoalan politik yang
terus berlangsung di India sehingga mengakibatkan beberapa pihak yang kalah dalam
peperangan tersebut terdesak, dan para ksatria yang kalah akhirnya mencari tempat lain
sebagai pelarian, salah satunya ke wilayah Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini
adalah C.C. Berg dan Mookerji.
Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya
adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan kebudayaan Buddha yang berupa
patung dan stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni punden berundak (budaya
Megalithikum). Untuk penjelasan lebih lengkap, silahkan baca artikel tentang Candi
(Pengertian, Karakteristik, Pengelompokan)
Sistem Pemerintahan
Di bidang pemerintahan dengan masuknya pengaruh Hindu maka muncul pemerintahan
yang dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya adalah kepala suku yang dianggap
mempunyai kelebihan dibandingkan warga lainnya(primus interpares). Raja tidak lagi
sebagai wakil dari nenek moyang, tetapi sebagai penjilmaan dewa di dunia sehingga
muncul kultus “dewa raja”.
Sistem Kalender
Masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi sebelum datangnya pengaruh Hindu–
Buddha. Pada waktu itu astronomi dipergunakan untuk kepentingan praktis. Misalnya,
dengan melihat letak rasi (kelompok) bintang tertentu dapat ditentukan arah mata angin
pada waktu berlayar dan tahu kapan mereka harus melakukan aktivitas pertanian.
Berdasaran letak bintang dapat diketahui musim-musim yang ada, antara lain musim
kemarau, musim labuh, musim hujan, dan musim mareng. Jadi di Indonesia telah
mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, misalnya mangsa Kasa
(kesatu) dan mangsa Karo (kedua). Kebudayaan Hindu–Buddha yang masuk ke
Indonesia telah memiliki perhitungan kalender, yang disebut kalender Saka dengan
perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan tahun Saka, selisih
tahun Saka dengan tahun Masehi adalah 78 tahun.
Sistem Kepercayaan
Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan menyembah roh nenek
moyang (animisme) juga dinamisme dan totemisme. Namun, setelah pengaruh Hindu–
Buddha masuk terjadilah akulturasi sistem kepercayaan sehingga muncul agama Hindu
dan Buddha. Pergeseran fungsi candi. Misalnya fungsi candi di India sebagai tempat
pemujaan, sedangkan di Indonesia candi di samping tempat pemujaan juga ada yang
difungsikan sebagai makam (biasanya raja/pembesar kerajaan).
Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia menimbulkan filsafat Hindu Jawa. Misalnya, tempat
yang makin tinggi makin suci sebab merupakan tempat bersemayam para dewa. Itulah
sebabnya raja-raja Jawa (Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di
tempat-tempat yang tinggi, seperti Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri
(Yogyakarta).