Anda di halaman 1dari 8

LAJU ENDAP DARAH

I. TUJUAN
Tujuan Intruksional Umum :
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan Laju Endapan Darah pada darah
probandus.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara penetapan Laju Endapan Darah pada darah
probandus.
Tujuan Intruksional Khusus :
1. Mahasiswa dapat melakukan cara penetapan Laju Endapan Darah pada probandus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kecepatan pengendapan eritrosit dalam mm/jam I.
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil penetapan Laju Endapan Darah pada
darah probandus.

II. METODE
Metode yang digunakan yaitu, metode Westergreen dan metode Wintrobe.

III. PRINSIP
Spesimen darah dengan antikoagulan yang telah dicampur dengan baik dituangkan
ke dalam tabung Westergreen dan diletakkan pada rak Westergreen atau dituangkan
dalam tabung Wintrobe dan ditunggu selama 1 jam adalah LED nya.

IV. DASAR TEORI


Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan non spesifik untuk
menilai fase inflamasi akut dan kronis, yang telah lama digunakan di Laboratorium.
Metode referensi untuk menentukan LED didasarkan pada metode Westergren (Ranjan,
2018).
LED dengan waktu yang cepat dapat mengindikasikan peradangan atau adanya
tumor. Namun, LED yang lambat juga dapat terjadi pada polisitimia vera. Walupun,
peranan cytokines penting di dalam peradangan, LED juga tidak kalah penting dalam
mendiagnosis dan mengikuti suatu penyakit seperti rheumatoid arthritis dan temporal
arthritis, penyakit sickle cell dan osteomyelitis serta penyakit yang non peradangan
seperti stroke, penyakit jantung koroner dan kangker prostat (Yayan, 2018).
Nilai normal dari LED, tergantung pada usia dan jenis kelamin. Berikut merupakan
nilai normal dari LED (Bochen, 2011) :
- 12 – 17 mm/jam untuk bayi < 6 bulan
- 15 mm / jam atau kurang untuk pria < 50 tahun
- 20 mm / jam atau krang untuk laki – laki > 50 tahun
- 20 mm / jam atau kurang untuk wanita < 50 tahun
- 30 mm / jam atau kurang untuk wanita berusia > 50 tahun
Rentang LED meningkat dengan usia dan lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pada pria. Rentang referensi yang telah ditetapkan dan secara tradisional digunakan
mencerminkan pengaruh dari usia dan jenis kelamin. Batas-batas yang lebih tinggi dari
kisaran referensi untuk LED pada pria dan wanita 50 tahun atau lebih muda adalah 15
dan 20 mm / jam (Vennapusa, 2011).
Metode Westergren dilakukan sesuai dengan spesifikasi ICSH pada sampel darah
murni antikoagulan lated dengan K3EDTA menggunakan sampel darah murni
antikoagulan lated dengan K 3 EDTA menggunakan sampel darah murni antikoagulan
lated dengan K 3 EDTA serta menggunakan pipet kaca (Greiner Bio-One,
Kremsmuenster, Austria). K3EDTA adalah antikoagulan berbasis solid-yang tidak
menyebabkan dilusi signifikan (<1%), mengurangi kesalahan dilusi (Vennapusa, 2011).
Selama sedimentasi, pipet yang dipasang secara vertikal pada rak pendukung yang tepat
dan disimpan pada suhu kamar, yang tidak pernah melebihi 25 ° C (Cha, 2009).
Metode Westergren adalah gold standard untuk mengukur LED. Namun, teknik
ini memiliki banyak kelemahan seperti meningkatkan resiko penguji terhadap beberapa
penyakit, seperti Hepatitis B, HIV dll, yang apabila menggunakan analyzer otomatis hal
tersebut dapat dicegah. Namun, meskipun metode otomatis dapat mengurangi biohazard
dan dapat mengurangi waktu pemeriksaan, peralatan ini harus dikalibrasi atau dievaluasi
secara rutin dengan menggunakan metode standar, yaitu metode Westergreen (Ranjan,
2018).

V. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Pipet Westergreen
2. Tabung reaksi 10 mL
3. Rak Westergreen
4. Push ball
Bahan :
1. Darah vena (Whole blood)
2. Darah vena dengan anticoagulant EDTA
3. Na Citrat 3,8 %

VI. PROSEDUR KERJA


Prosedur kerja metode Wintrobe :
1. Disiapkan darah vena yang dicampur dengan campuran EDTA + saline dengan
perbandingan 4 : 1.
2. Darah dimasukan ke dalam tabung Wintrobe dengan memakai pipet Wistrobe hingga
tanda 0 mm, jangan sampai terjadi gelembung udara.
3. Tabung dibiarkan dalam posisi lurus dan tidak terpapar angin selama 1 jam.
4. Tinggi lapisan plasma dibaca dengan millimeter dan angka tersebut dilaporkan
sebagai LED.
Prosedur kerja metode Westergreen :
1. 0,4 mL larutan Natrium sitrat 3.8% diisap menggunakan semprit (spuit inject).
2. 1.6 mL darah dihisap melalui vena puncture dengan semprit tersebut, sehingga
volume campuran menjadi 2 mL.
3. Campuran dimasukan kedalam tabung dan dicampurkan dengan baik.
4. Darah dihisap dengan pipet Westergreen hingga tanda 0 mm kemudian pipet tersebut
diposisikan tegak dalam rak Westergreen selama 60 menit.
5. Tinggi lapisan plasma dibaca dengan millimeter dan dilaporkan sebagai LED.

VII. INTEPRETASI HASIL


No Jenis Kelamin Usia LED normal
.
1. Perempuan dan Laki – laki Bayi < 6 bulan s/d 12 – 17 mm/jam
2. Laki – Laki < 50 tahun s/d 15 mm / jam
3. Laki - Laki > 50 tahun s/d 20 mm/ jam
4. Perempuan < 50 tahun s/d 20 mm / jam
5. Perempuan > 50 tahun s/d 30 mm / jam
Keterangan :
- Apabila LED yang didapatkan kurang dari batas normal maka masih dianggap
normal.
- Apabila LED yang didapat lebih dari batas normal makah diakatakan diatas
normal.
VIII. HASIL PERCOBAAN
Nama probandus : Firdaus Langi Karaeng
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Nilai rujukan : s/d 15 mm/jam
LED probandus : 27 mm/jam

IX. PEMBAHASAN
Laju Endap Darah (LED) merupakan pemeriksaan yang digunakan sebagai
parameter prognosis dan diagnosis suatu kondisi klinis tertentu. Pemeriksaan ini masih
banyak digunakan sebagai indikator / penanda adanya peradangan (inflamasi), infeksi,
trauma, dan suatu keganasan. Terlepas dari pemeriksaan darah lengkap dan hapusan
darah tepi, LED masih sering digunakan dan diminta oleh dokter klinisi dalam hampir
semua formulir permintaan laboratorium. Metode pemeriksaan LED yang sering
digunakan adalah metode Westergreen. Metode ini direkomendasikan oleh International
Council for Standardization in Hematology (ICSH) sebagai gold standard pemeriksaan
LED. ICSH memberikan ketetapan bahwa, metode modifikasi yang digunakan dalam
pemeriksaan LED harus didasari oleh metode Westergreen (Patil, 2015).
Proses Laju Endapan Darah, digambarkan dengan tiga fase, yaitu : fase
penggumpalan (aggregation / rouleaux), Fase pengendapan (precipitation), dan Fase
Pemadatan (packing). Fase penggumpalan adalah fase yang paling penting dalam
menentukan hasil pemeriksaa. Faktor yang berpengaruh terhadap fase penggumpalan
yaitu berat molekul komponen plasma dan struktur eritrosit (Hashemi, 2015).
Dalam metode Westergreen, digunakan tabung yang terbuat dari plastic atau bahan
gelas dengan diameter 2.55 mm dan panjang 230 mm dengan skala 200 mm. pipet
westergreen akan diposisikan secara vertical pada rak westergreen, tujuannya agar
pengendapan lurus kebawah dan skala dapat dengan mudah dibaca (Patil, 2015).
(Tabung Westergren) (Rak Tabung Westergreen)

Dibaca skalanya

(Contoh Penempatan Westergreen pada Rak Westergreen)

Untuk pemeriksaan LED, digunakan suatu antikoagulan untuk menghambat


pembekuan darah. Antikoagulan yang digunakan adalah EDTA. Zat ini menghambat
pembekuan dengan menghapus atau chelating kalsium dari darah. Keunggulan EDTA
yang paling penting adalah bahwa zat ini tidak mendistorsi sel-sel darah sehingga sel –
sel darah tetap ideal untuk tes-tes hematologi. EDTA tersedia dalam tabung darah
dengan garam dipotassium, tripotassium, dan garam natrium EDTA (Res, 2014).
Dewan Internasional untuk Standarisasi dalam Hematologi (ICSH) merekomendasikan
K2-EDTA sebagai antikoagulan pilihan untuk pengujian hematologi karena
kemampuannya untuk menjaga morfologi dan integritas sel, EDTA juga telah
direkomendasikan sebagai antikoagulan pilihan untuk tes lainnya, seperti sitokin,
hormon dan pengujian biologi molekuler, serta untuk beberapa analit kimia klinis.
Sedangkan K3EDTA tidak merusak ukuran sel dan mudah dihomogenkan sehingga
dapat digunakan dalam pemeriksaan LED. Selain itu, K3EDTA adalah antikoagulan
berbasis solid-yang tidak menyebabkan dilusi signifikan (<1%), sehingga mengurangi
kesalahan dilusi (Vennapusa, 2011). Na2 EDTA jarang digunakan karena susah larut
sehingga penghomogenan harus dilakukan lebih lama (Vrtaric et al., 2016). Pada
pemeriksaan LED, Darah EDTA diencerkan dengan menggunakan Natrium Sitrat
dengan perbandingan 1 : 4, namun dapat juga dimodifikasi dengan diencerkan
menggunakan larutan fisiologis NaCl 0.9 % (1 : 4) agar plasma berwarna bening
sehingga pengendapan yang terjadi dapat diamati dengan mudah (Res, 2014). Sampel
darah yang akan diperiksaan LED, jika dalam suhu ruangan harus diperiksa dalam
waktu 2 jam, sedangkan apabila suhunya 40 C maka dapat diperiksa hingga 24 jam
(Bochen, 2011).
Nilai normal dari LED, tergantung pada usia dan jenis kelamin. Berikut merupakan
nilai normal dari LED (Bochen, 2011) :
- 12 – 17 mm/jam untuk bayi < 6 bulan
- 15 mm / jam atau kurang untuk laki – laki < 50 tahun
- 20 mm / jam atau krang untuk laki – laki > 50 tahun
- 20 mm / jam atau kurang untuk perempuan < 50 tahun
- 30 mm / jam atau kurang untuk perempuan > 50 tahun
Rentang LED meningkat dengan usia dan lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pada pria. Rentang referensi yang telah ditetapkan dan secara tradisional digunakan
mencerminkan pengaruh dari usia dan jenis kelamin. Batas-batas yang lebih tinggi dari
kisaran referensi untuk LED pada pria dan wanita 50 tahun atau lebih muda adalah 15
dan 20 mm / jam (Vennapusa, 2011).
Tingkat LED yang rendah dan tinggi secara abnormal, dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor patofisiologis. Berikut merupakan tabel, implikasi klinis tingkat LED
apabila LED rendah ataupun tinggi (Bray, 2016).
No. High LED (LED tinggi) Low LED (LED rendah)
1 Infeksi (tulang dan sendi) Infeksi (saluran kemih, pencernaan, paru
– paru dan aliran darah)
2 Penyakit jaringan ikat (SLE) Infark miokard
3 Stroke iskemik Penyakit Venothromboembolic
4 Keganasan Radang sendi
5 Insufisiensi ginjal Rendah albumin serum
6 Albumin serum rendah Polisitemia

Pada praktikum pemeriksaan LED tanggal 30 November 2018, Probandus atas


nama Firdaus Langi Karaeng, umur 19 tahun, dengan jenis kelamin laki – laki
didapatkan LED 27 mm/ jam sehingga dikatakan diatas normal. Hal ini mungkin terjadi
karena probandus tidak puasa, sehingga menyebabkan kadar lipid dalam darah tinggi
dan hasil menjadi tinggi palsu selain itu kadar protein serum juga mempengaruhi
tingkat LED probandus (Bochen, 2011). Selain adanya faktor fisiologis probandus,
faktor teknik juga sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan seperti, kurangnya
menghomogenkan darah dengan larutan pengencer sehingga darah tidak benar – benar
tercampur dengan larutan pengencer yang dapat menyebabkan hasil rendah palsu
maupun tinggi palsu, peningkatan suhu ruangan pada saat pemeriksaan sehingga akan
mengganggu kestabilan sel darah, dan tabung westergreen tidak ditempatkan secara
vertical atau agak miring, sehingga pembacaan skala akan menjadi sulit (Bray, 2016).
Walaupun metode Westergreen merupakan gold standard untuk pemeriksaan LED,
metode ini juga memiliki kekurangan dan kelebihan, sebagai berikut (Ranjan, 2018) :
Kekurangan :
- Membutuhkan darah yang cukup banyak
- Memerlukan waktu pengerjaan yang relative lebih lama
Kelebihan
- Teknik pengerjaan sederhana
- Harga Alat dan Bahan yang digunakan relative murah

X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum “Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)” Probandus atas
nama Firdaus Langi Karaeng, umur 19 tahun dengan jenis kelamin laki – laki didapatkan
LED sebesar 27 mm/ jam sehingga dapat dikatakan diatas normal.

XI. DAFTAR PUSTAKA


Ranjan, Dr. Siva et al. 2018. “A Comparative Study of Erythrocyte Sedimentation Rate
by Automated ESR Analyser and Manual Westergren’s Method” diakses pada
tanggal 29 November 2018 melalui : http://scholarsmepub.com/
Yayan, Josef. 2018. “Erythrocyte sedimentation rate as a marker for coronary heart
disease” diakses pada tanggal 29 November 2018 melalui :
http://dx.doi.org/10.2147/VHRM.S29284
Bochen, Krzysztof. 2011. “Erythrocyte sedimentation rate – an old marker with new
applications” diakses pada tanggal 29 November 2018 melalui :
http://www.jpccr.eu/
Vennapusa, Bharathi et al. 2011. “Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Measured by
the Streck ESR-Auto Plus Is Higher Than With the Sediplast Westergren Method”
diakses pada tanggal 29 November 2018 melalui :
https://academic.oup.com/ajcp/article-abstract/135/3/386/1766120
Cha, Choong-Hwan et al. 2009.“Erythrocyte Sedimentation Rate Measurements by
TEST 1 Better Reflect Inflammation Than Do Those by the Westergren Method in
Patients With Malignancy, Autoimmune Disease, or Infection” diakses pada
tanggal 29 November 2018 melalui :
https://www.researchgate.net/publication/23784901
Patil, Asha. 2015. “VALIDATION OF AN ERYTHROCYTE SEDIMENTATION
RATE ANALYZER WITH MODIFIED WESTERGREN METHOD” diakses
pada tanggal 29 November 2018 melalui :
https://www.researchgate.net/publication/269520921
J Clin Diagn Res, 2014 “Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA) – Dependent
Pseudothrombocytopenia: A Case Report” diakses pada tanggal 29 November
2018 melalui : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4253181/
Alen Vrtaric, Petra Filipi, Marina Hemar, Nora Nikolac, Ana-Maria Simundic, 2016
“K2-EDTA and K3-EDTA Greiner Tubes for HbA1c Measurement” diakses pada
tanggal 19 November 2018 melalui :
https://academic.oup.com/labmed/article/47/1/39/2505095
Bray, Christopher et all. 2016. “Erythrocyte Sedimentation Rate and C-reactive Protein
Measurements and Their Relevance in Clinical Medicine” diakses pada tanggal 29
November 2018 melalui : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/29094869/
Hashemi, Reza et al. 2015. “Erythrocyte Sedimentation Rate Measurement Using as a
Rapid Alternative to the Westergreen Method” diakses pada tanggal 29 November
2018 melalui : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4614602/

Anda mungkin juga menyukai