PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Film merupakan salah satu produk industri budaya massa yang melekat di
masyarakat. Hal tersebut dijelaskan oleh Rosnan (2010, h. 325) salah satunya karena
film merupakan produk yang dapat meningkatkan ekonomi negara. Lall (2004, h. 73)
mengatakan bahwa beberapa negara dengan gencar mengangkat aktor dan aktrisnya
sehingga mereka dapat menjadi aktor yang mendunia untuk menarik perhatian dunia,
seperti: Argentina, Meksiko, dan Brazil. Selain itu, film juga berperan dalam
suatu wilayah yang berdampak pada minat asing untuk berwisata, seperti Disneyland
2008, h. 1).
memanfaatkan film dengan tujuan profit. Namun dari sekian banyak negara, Amerika
Serikat (AS) merupakan salah satu negara yang paling populer dalam dunia
dunia sejak tahun 1988 (Klein, 2004 dalam Silver, 2007, h. 1). Perusahaan film besar
seperti Universal, Paramount, Walt Disney, dan FOX merupakan perusahaan yang
berasal dari AS yang dan AS-pun banyak menghasilkan film yang diminati oleh para
1
audiens. Film itu sendiri memiliki pengaruh bagi audiensnya. Menurut Godall (2007,
h. xiii) diungkapkan bahwa film berfungsi untuk membentuk cara masyarakat melihat
keadaan sekitar melalui representasi dalam film. Sobur (2006, h. 127) juga
sesuai dengan apa yang ditampilkan dalam sebuah film (Sobur, 2006, h. 127),
misalnya seperti film Avengers (2012). Film ini menceritakan tentang sekumpulan
super hero di AS yang berusaha untuk melawan pasukan alien yang ingin menguasai
bumi. Dari film ini peneliti mengasumsikan bahwa film tersebut membentuk
Selain itu, film memiliki keunggulan tersendiri yang oleh Davie (2011, h. 1)
dijelaskan bahwa film berada dalam lingkup yang luas karena memiliki dua bentuk,
yaitu sebagai karya seni dan juga sebagai media komunikasi massa yang memiliki
kekuatan untuk memotivasi dan menggerakkan audiens secara emosional. Salah satu
hal yang membuat film dapat mengerakkan audiens secara emosional adalah
heroisme si tokoh.
memungkinkan munculnya resiko bagi penolong (Becker dan Eagly, 2004, h. 163).
Terdapat dua jenis heroisme dalam film, yaitu individual heroism dan colective
merupakan tindakan berkorban yang dilakukan oleh sekumpulan orang. Hal ini bisa
dilihat dalam film I am Legend (2007) karya Francis Lawrence yang menceritakan
2
tentang perjuangan seorang Robert Neville dalam menemukan antivirus untuk virus
carnivore zombie. Robert merupakan seorang ilmuwan medis militer yang memilih
untuk menetap seorang diri di suatu kota yang penduduknya sudah terinfeksi virus,
demi menemukan antivirus. Tidak hanya itu, ia juga berusaha mencari orang-orang
yang kemungkinan masih berada di kota tersebut dan belum terinfeksi. Pada akhirnya
heroism dapat kita lihat dalam film Armageddon (1998) yang menceritakan tentang
menghancurkan bumi. Dalam film ini, orang-orang dari NASA harus terbang ke luar
angkasa untuk mendarat di asteroid tersebut untuk menanamkan bom yang berfungsi
peneliti mengasumsikan bahwa heroisme dalam film tidak terpaku dengan tokoh
super hero, seperti batman, spiderman, superman, ataupun tokoh dari DC dan Marvel
lainnya.
Film AS sangat dekat dengan konsep heroisme, terlebih lagi pada individual
heroism. Hal ini disebutkan oleh Wei (2012, h. 1458) bahwa konsep individual
heroism merupakan salah satu konsep yang mencerminkan value of America, yaitu
nilai “I” yang berarti aku dan bukan kami atau kita. AS memiliki sikap individual
yang tinggi dan AS juga memiliki pandangan bahwa mereka memiliki kelebihan atau
derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Sehingga, untuk mendukung
3
lainnya yang mana tokoh utama memiliki sifat pantang menyerah, pemberani, cinta
damai, menjunjung tinggi keadilan, bijaksana, kuat, dan memiliki hati yang kuat.
mungkin agar bisa menjadi inspirasi bagi audiens. Oleh karena itu, tidak dipungkiri
bahwa film-film Hollywood banyak diminati oleh audiens karena salah satu
‘tidak adil’ terhadap tokoh yang bukan berlatar belakang white american. Salah satu
contohnya adalah orang Jepang yang ditampilkan dalam film Hollywood. Yumiko
(1999, h. 54) mengatakan bahwa penggambaran Jepang dalam film Holywood pada
tahun 90an hanya terpaut pada tiga hal yaitu geisha, samurai, dan Gunung Fuji.
Dalam beberapa film Hollywood yang menceritakan tentang Jepang, di sanalah figur
geisha menjadi representasi perempuan Jepang. Film The Teahouse of the August
Moon (1956), The Barbarian and the Geisha (1958), Cry for Happy (1961), dan My
Jepang (Yumiko, 1999, h. 55). Tidak hanya penggambaran perempuan saja, dalam
film Guadalcanal Diary (1943), laki-laki Jepang digambar sebagai orang yang bengis
dan juga primitif. Dower (dalam Yumiko, 1999, h. 59) mengatakan bahwa AS dalam
melalui salah satu dialog antar tentara Amerika : "Hey Tony, three monkeys in a
4
rope." "Pretty small, eh?" "Yeah. Ugly, aren't they?" "Don't smell so good, either."
"Hey, smell white, where's the rest of the seven dwarvers?". Dari dialog tersebut,
Yumiko menyimpulkan bahwa film tersebut membuat audiens untuk memiliki sikap
anti Jepang yang ditimbulkan dari hasil representasi dalam film mengenai orang
yang sempat melibatkan Jepang dengan sekutu AS dan berakhir dengan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Selain itu, Yumiko (1999, h. 59) mengatakan bahwa hal ini
berdampak negatif pada aktor Jepang yang tinggal di AS. Aktor Jepang yang menetap
di AS menjadi tidak terpakai dan jika pun mereka mendapat peran, maka peran
tersebut adalah peran sebagai orang Jepang yang jahat. Sedangkan tokoh Jepang yang
baik akan diperankan oleh orang AS itu sendiri dengan mengandalkan make updan
pihak apapun termasuk dirinya sendiri sesuai kemauan mereka dan berdampak bagi
dalam merepresentasikan suatu pihak. Salah satu film yang mendapat kritik tersebut
adalah berita
Film ini merupakan film bergenre komedi yang diperankan oleh tokoh-tokoh populer
seperti Adam Sandler serta Taylor Lautner. HMP merupakan perusahaan dibidang
perfilman dan pertelevisian yang dibentuk oleh aktor Adam Sandler. Dilihat dari hasil
5
film-film yang selama ini dikeluarkan oleh HMP, genre komedi merupakan ciri khas
dari HMP dalam membuat film. Beberapa film yang pernah diproduksioleh HMP
antara lain, Click (2006), Growm Ups (2010), Grown Ups 2 (2013), Pixel (2015), dan
lain-lain.
pertama kalinya dalam sejarah. Beberapa film hingga media lainnya seperti komik,
kartun, dan televisi juga pernah merepresentasikan native american. Salah satu kartun
Pocahontas (1995). Native american digambarkan bahwa mereka adalah suku yang
pendatang dan mengikatnya di tengah api unggun untuk menerima hukuman mati pun
menurut Chavers (2009, h. 23) native american adalah suku yang paling terbuka dan
Contoh lainnya melalui tv series yang berjudul The Lone Ranger (1995)
native american. Tonto yang diperankan oleh Jay Silverheels adalah salah satu
kareakter utama dalam acara tersebut. Wilson (2003) mengatakan :"His role as a
Native American reflected the established Indian stereotype, including the pinto pony,
broken English dialogue, fringed buckskin attire, and secondary status relative to the
white hero.". Di dalam perannya, Tonto dan Ranger yang diperankan oleh Clayton
6
Moore memang berusaha mengalahkan penjahat, membela kebenaran, dan
memperjuangkan kebebasan. Namun dalam hal ini, banyak makna tersirat yang
mengandung unsur stereotip native american seperti yang disebutkan oleh Wilson.
Pada pembaharuan film itu pun, yakni The Lone Ranger (2013), rasisme terhadap
native american masih tetap ada meskipun film ini memiliki genre komedi. Tonto
yang diperankan oleh Johnny Depp memerankan stereotip native american yang
'pemalas', pendiam tidak banyak bicara, namun biadab (Bailey, 2013). Dari contoh-
contoh di atas, peneliti melihat bahwa penggambaran native american dalam media
film dan televisi cenderung ‘negatif’. Hal tersebut dilihat dari perilaku, sikap, dan
peran yang ditunjukkan melalui tokoh native american dalam beberapa contoh film
stereotip dalam komik Tintin. Komik Tintin sempat ditarik kembali edisi pertamanya
karena dinilai terlalu rasis. Komik tersebut menggambarkan native american adalah
seorang yang pemalas dan menjadi pengemis. Thanh Ha (2015) menyebutkan bahwa
komik Tintin dinilai sangat rasis bahkan beberapa komik harus ditarik lagi karena
terlalu rasis bahkan tidak hanya terhadap orang native american saja, melainkan
Afrika, China, dan lain-lain. Seperti contohnya pada gambar di bawah ini :
7
Gambar 1 : Perubahan komik Tintin dari tahun 1930 ke tahun 1946
(http://lespageslettres.pagesperso-orange.fr/tintin-c.htm)
kanan, adalah edisi remake pada tahun 1946 dengan menghilangkan stereotipbahwa
native american adalah pemalas dan juga mengganti gambar salah satu native
sebelah kanan, Tintin hanya menunjukkan pada Snowy bahwa inilah orang Indian
asli.
terhadap film tersebut. Peneliti ingin melihat penggambaran native american dalam
film The Ridiculous 6. Pemberitaan yang disebutkan oleh peneliti pada halaman
sebelumnya mengenai film The Ridiculous 6 yang dinilai rasis tersebut lebih melihat
kepada nama-nama native american itu sendiri, peneliti melihat masih banyak hal
lain juga yang perlu dilihat dari native american dalam film tersebut, misalnya seperti
8
perilaku mereka. Pemberitaan tersebut juga cenderung langsung menyasar pada satu
hal saja yang tampak negatif, tanpa melihat hal yang ‘terkesan’ tampak positif.
Terlebih lagi, film ini merupakan produk Amerika Serikat (Hollywood) yang tak
lepas dari nilai-nilai heroisme. Maka dari itu, peneliti memiliki ketertarikan untuk
membahas heroisme native american dalam film The Ridiculous 6. Heroisme dari
native american menjadi sasaran utama dalam penelitian ini supaya representasi
native american dapat dilihat dari konteks lain terutama pada tindakan mereka yang
‘terkesan’ baik.
B. Rumusan Masalah
Ridiculous 6?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya referensi penelitian dalam
9
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai native
E. Kerangka Konsep
film The Ridiculous 6, yaitu representasi dan heroisme. Representasi merupakan teori
milik Stuart Hall yang berfungsi untuk menghubungkan makna, bahasa, maupun
menjadi kata-kata, suara, atau gambar sehingga isi yang disampaikan melalui film
lain. Maka, teori ini bertujuan untuk memahami makna yang ada dalam teks film The
Ridiculous 6.
tidak bisa lepas dari film Hollywood yaitu heroisme. Peneliti ingin melihat bentuk-
heroisme pada proses semiotik. Karena pada proses semiotik, peneliti akan
native america. Herorisme dalam film bukan berarti membahas bagaimana suatu
10
tokoh dianggap sebagai pahlawan dan pantas dinggap sebagai idola. Terdapat kondisi
tertentu ketika suatu tokoh direpresentasikan secara heroisme namun hal tersebut
tidak terdapat di tokoh lainnya. Peran dari tokoh yang bernama White Knife sangat
mendominasi dalam film tersebut. Sehingga tokoh lainnya (tokoh tambahan) yang
dalam konteks ini adalah native american mendapatkan perhatian yang kurang dan
ditambah lagi dengan watak mereka yang ‘konyol’. Maka, konsep heroisme dipilih
untuk melihat tindakan native american dan bukan dari tampilan fisik. Konsep
penokohan dan heroisme juga dapat menjamah tokoh-tokoh dengan peran yang
sedikit (tokoh tambahan). Hal ini yang mungkin jarang dilihat oleh audiens. Selain
itu, teori ini juga akan menjadi dasar dalam melakukan pembahasan dari interpretan-
Peirce. Berikut penjelasan secara detail mengenai teori dan konsep yang akan
digunakan :
Representasi adalah sebuah hal yang penting dalam studi tentang budaya,
dengan budaya (Hall, 1997, h. 15). Terdapat tiga hal yang dilibatkan di dalam
sebuah proses representasi, yaitu penggunaan bahasa, tanda, dan gambar. Ia juga
11
a) Representasi bisa muncul saat mendeskripsikan atau menggambarkan suatu
hal, dimana saat itu juga ada pikiran yang muncul terkait deskripsi, gambaran,
kita. Pada bentuk pertama ini, Hall memberikan contoh seperti: jika kita
sedang melihat gambar 13 orang yang sedang berkumpul bersama dan gambar
itu biasanya ada di dalam gereja, interpretasi yang kemudian muncul bisa jadi
Representasi adalah konsep yang kompleks, karena pada dasarnya hal tersebut
terkait dengan isi dari pikiran kita yang berbeda-beda antara satu dengan
lainnya (Hall, 1997, h. 17). Benda yang sedang kita lihat seperti gelas atau
piring, jika sedang tidak dilihat berarti benda tersebut hanya ada dalam pikiran
kita. Gelas atau piring yang kita pikirkan kemudian, mengarah pada konsep
“gelas” dan “piring” yang kita ketahui. Di situlah sebuah representasi muncul.
a) Sistem
Pembentukan makna terjadi karena sistem konsep dan gambar yang terbentuk
12
pikiran seseorang. Pembentukan makna yang muncul di dalam pikiran kita
walaupun itu menjadi hal yang abstrak. Selain pengorganisasian, juga ada
itu bisa muncul di dalam pikiran kita akan berbeda-beda, sehingga menjadi
sesuatu yang unik dari manusia. Sebuah interpretasi yang muncul untuk
melihat dunia, adalah sebuah hal yang kita konstruksi juga. Maka, budaya
b) Bahasa
Bahasa adalah sistem representasi kedua yang dilibatkan dalam konstruksi
membuat korelasi antara konsep dan ide dengan kata-kata tertentu yang
dituliskan, suara atau gambar yang membawa makna sebagai sebuah tanda.
kepada orang lain. Di dalam hal ini, fashion, musik, kata-kata, juga dapat
disebut sebagai bahasa. Inti proses pemaknaan budaya ini ada pada hubungan
13
sebagai pemberian makna atas dunia dari konstruksi yang dibangun dari rantai
yang mewakili sebuah konsep. Relasi antara sesuatu, konsep, dan tanda
menjadi inti dari produksi makna dalam bahasa, dimana suatu proses yang
hal tersebut menjadi fokus di dalam penelitian ini dengan asumsi bahwa isi
pada film dokumenter ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari pemahaman
definisi dari beberapa jenis sudut pandang kamera untuk membantu dalam
(1996, h. 25) ada tiga faktor yang menentukan sudut pandang kamera, yaitu
besar kecil subjek, sudut subjek, dan ketinggian kamera terhadap subjek,
a)Besar-kecil Subjek
Shot yang diambil dari jarak yang sangat jauh. Mulai dari jarak 200 meter keatas.
Extreme Long Shot digunakan ketika penonton diharapkan terkesan dengan luasnya
14
2) Long Shot (LS)
Sama dengan Extreme Long Shot untuk menunjukkan letak geografisnya, hanya saja
shot ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara subjek-subjek dan latar
belakang.
menunjukkan interaksi antar karakter. Selain itu, Medium Shot membuat kamera
cukup dekat untuk merekam gesture dan ekspresi, dan sering digunakan pada film
Istilah bebas untuk menyebut jarak dekat pemotretan, yaitu lebih dekat dari Medium
5) Close up (CU)
Tembakan kamera pada jarak yang sangat dekat dan memperlihatkan hanya bagain
Sebuah close up yang sangat besar, untuk mengungkapkan detail reaksi amnesia,
sehingga ekspresi akan menjadi fokusnya dan lebih terlihat ketimbang Close Up.
Kamera bisa merekam subjek dengan sudut pengambilan normal (eye level), sudut
pandang mendongak (low angle), dan sudut pandang dari atas (high angle).
15
Ketinggian pengambilan kamera ini membawa dampak dramatis dan psikologis
tertentu.
Sudut pengambilan normal direkam dari level mata subjek, lebih bersifat
netral dan biasa. Objek terlihat lebih superior, dominan, dan menekan
Sudut pandang dengan kamera menghadap ke atas. Sudut pandang ini akan
Sudut pandang high angle akan memberikan efek sebaliknya dari low angle.
Akan tetapi dapat juga dipakai untuk alasan teknis yang lain. Objek akan
Menurut Askurifai Baskin (2006, h. 42), untuk menciptakan gambar yang dinamis
dan dramatis, kita perlu mengenal macam-macam gerakan kamera. Antara lain;
1) Zooming
Suatu pergerakan lensa kamera menuju (in) objek atau menjauh (out) dengan
2) Tilting
Suatu gerakan kamera keatas (up) dan kebawah (down) tanpa memindahkan
16
3) Paning
Gerakan kamera ke kanan (pan right) dan ke kiri (pan left) tanpa
tilting.
4) Follow
lebih bervariasi.
Penokohan
saja tokoh yang ada dalam film The Ridiculous 6, namun juga membahas
bagaimana peran mereka dan juga watak mereka khususnya tokoh native
dalam cerita. Sehingga konsep ini digunakan untuk melihat tokoh native
american atas dasar tindakan dan latar belakangnya. Hal ini perlu dilakukan
karena peneliti ingin melihat tindakan dan keputusan tokoh yang terkait
dengan heroisme.
17
a) Berdasarkan Segi Peranan:
terjadinya konflik.
c) Berdasarkan Perwatakannya:
atau kepribadian.
perubahan perwatakan.
18
e) Berdasarkan Pencerminan Tokoh:
atas.
untuk melihat penokohan dalam sebuah cerita yang dalam tulisan ini adalah
1. Karakteristik tokoh
ciri lahiriah: umur, bentuk tubuh, dan pakaian. (2) Ciri-ciri sosial:
berbicara. (4) Pikiran dan perilaku: cara berpikir, pendirian atau sikap,
19
konstelasi tokoh, ada beberapa pertanyaan yang menjadi acuan, yakni:
(1) Tokoh mana yang terhubung kekerabatan dan atas dasar persamaan
kelompok secara hierarki? (3) Tokoh yang mana atau kelompok yang
3. Konsepsi Tokoh
itu, pada bagian ini dijelaskan apakah tokoh memiliki watak yang
20
dapat dimengerti dengan jelas dan tegas atau tokoh dengan watak yang
menarik.
Heroisme
oleh ratu Victoria. Penghargaan tersebut diberikan kepada tentara dari segala
golongan yang melakukan aksi pengorbanan diri di saat perang. Namun bukan
merupakan sebuah subjek atau tokoh. Jung (1968, dalam Bhisma 2013: 12)
melihat suatu tokoh melalui aksi heroiknya. Pertama, seseorang sedang berada
21
jauh dari masyarakat dan berada di luar wilayahnya. Hal ini bisa dilihat pada
film First Blood (1982) yang mana Rambo berperang melawan tentara
Vietnam. Kondisi Rambo dalam hal itu berada jauh dari mayarakat dan
wilayah yang dia kenal. Kedua, seseorang tidak berada dalam kondisi yang
makmur atau kaya. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan sikap mandiri dan
dalam kondisi yang berusaha hidup tanpa uang. Senjata yang ia miliki adalah
hasil dari musuh-musuh yang dikalahkan. Namun bukan berarti tokoh Batman
dan Ironman tidak masuk dalam kriteria ini meskipun kondisi kedua hero
tersebut berada dalam keluarga yang kaya raya dan makmur. Jika melihat
tujuan kriteria ini yaitu untuk membangun sikap mandiri dari si tokoh.
pada adegan tertentu, mereka ditampilkan dalam keadaan bangkrut atau tidak
Ketiga, orientasi sex yang jelas dari si tokoh. Tokoh tidak digambarkan
lawan jenis. Biasanya digambarkan dengan seorang laki-laki yang tetap lajang
meski ia sudah bertemu dengan beberapa perempuan dan sempat terjalin suatu
hubungan. Seperti dalam film James Bond yang mana tokoh tersebut selalu
22
identik dengan bertemu perempuan dan melakukan hubungan bercinta tanpa
status.
lingkungan aslinya. Pada tokoh super hero, superman merupakan contoh yang
berada dalam kondisi ini. Ia merupakan warga asli planet Krypton namun
bertarung untuk menjaga bumi seperti yang terjadi Picolo dan Songoku yang
bukan warga bumi. Terakhir, tokoh mengalami pertempuran antara pihak baik
melawan pihak jahat. Walaupun tokoh tersebut merupakan tokoh yang terlahir
heroisme dari native american dalam film The Ridiculous 6. Namun tentunya,
definisi heroisme dari Thomas juga menjadi kunci dari konsep heroisme yaitu
harus mati demi orang lain. Hal ini dilihat dari niat dan tindakan seseorang
seseorang melalui tindakan heroiknya. Namun hal ini juga dipengaruhi dari
23
baik secara kolektif maupun individu. Karena tidak semata-mata tokoh utama
dapat diartikan secara langsung sebagai cerminan heorisme. Tidak semua hero
F. Metodologi Penelitian
dan teori-teori apa yang akan digunakan, maka penelitian ini akan
bertujuan membuat deskripsi secara faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
ketika berbicara mengenai analisis teks, maka jenis penelitian kualitatif lebih
populasi, jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah film yang diproduksi oleh Happy Madison
Production pada tahun 2015 yang berjudul The Ridiculous6. Film ini
24
di beberapa media sosial bahwa film ini dikategorikan sebagai film yang
sebagai data primer. Selain itu, data sekunder didapat pada internet, buku,
dalam penelitian analisis semiotika ini. Data yang ingin didapat berupa
shot yang menampilkan native american dan juga yang terkait dengan
american oleh tokoh-tokoh lain maka shot tersebut akan dianalisis lantaran
berkaitan dengan penggambaran native american. Lalu pada shot 19, 31,
46, 58, dan 66 dalam film tersebut tidak akan dilakukan analisis lantaran
pada shot tersebut adalah cerita mengenai kelima tokoh dalam enam tokoh
utama. White Knife merupakan tokoh pertama, dan tokoh kedua hingga
berdasarkan teori dan konsep yang digunakan sebagai pisau analisis yaitu
25
namun dalam film ini juga muncul tokoh-tokoh secara ‘individu’. Tokoh-
4. Metode Analisis
dipilih karena kajian ini dinilai mampu memberi ruang bagi peneliti untuk
1999, h. vii). Langkah awal analisis adalah dengan membagi film berdasarkan
sekuen-sekuen. Di dalam film ini terdapat enam tokoh utama, namun peneliti
hanya melihat pada tokoh tambahan yaitu native american. Setiap penceritaan
native american akan digunakan sebagai bahan analisis sesuai urutan dari
konsep ikon, indeks dan simbolnya dapat memberikan penjelasan yang detail
triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign/
yang dapat dipersepsi indera yang merujuk pada suatu yang diwakili olehnya
yang disebut dengan objek. Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat
representatif, yaitu tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”.
26
Kemudian interpretan adalah interpretasi yang lebih luas dari proses
bagi Peirce tanda tidak hanya representatif namun juga interpretatif. Di dalam
mungkin ada. (1) Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa
hubungan kemiripan; tanda itu disebut ikon. (2) Hubungan ini dapat timbul
karena ada kedekatan eksistensi; tanda itu didebut indeks. (3) Akhirnya
hubungan itu dapat pula merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara
9).Sedangkan acuan bagi tanda ini disebut objek. Objek merupakan konteks
sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk oleh tanda.
Interpretan atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah
muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan dalam proses
dan informasi dari beberapa referensi seperti buku, artikel, maupun jurnal.
Melalui cara ini peneliti ingin menjaga agar hasil penelitian ini menjadi tidak
begitu subjektif.
27
melakukan identifikasi tanda sampai pada enam puluh enam jenis. Peneliti
telah dipilih.
28
d) Menentukan dan menganalisis struktur triadik yakni representamen,
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dibagi menjadi empat bab dengan rincian isi sebagai
berikut:
3. Bab III adalah bagian pembahasan yang berisi temuan data dan
29
30
Daftar Pustaka
Buckland, Warren. 2004. The Cognitive Semiotics of Film. Cambridge University Press:
Cambridge.
Chavers, Dean. 2009. Racism In Indian Country. New York : Peter Lang.
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Jalasutra: Yogyakarta.
Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi 3. Rajawali Pers: Jakarta.
Goodall, Mark, Jill Good, Will Godfrey. 2007. Crash Cinema: Representation in Film.
Cambridge Scholars Publishing: Newcastle.
Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Prakts
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Monaco, James. 2000. How to Read a Film The Worl of Movies, Media and Multimedia
Language, History, Theory. Oxford University Press: New York.
Storey, John. 2009. Cultural Theory and Popular Culture an Introduction 4th Edition.
Pearson, Longman: London.
31
Theodorson, George A, Achilles G. Theodorson. 1979. A Modern Dictionary of
Sociology : Everyday Handbook Series. Barnes and Noble : New York.
Thwaites, Tony. Lloyd Davis. Warwick Mules. 2009. Introducing Cultural and Media
Studies. Jalasura: Yogyakarta.
Turner, Graeme. 1999. Film as Social Practice. Routledge: London dan New York.
White, John Kenneth, Sandra L. Hanson. 2011. The American Dreams in The 21st
Century. Temple University Press : United States.
Wilson, Clint. 2003. Racism, Sexism, and the Media : The Rise of Class
Communication in Multicultural America. Sage : London.
Curtiss, Richard, Delinda Hayley. 2001. Dr. Jack Shaheen Reel Bad Arabs : How
Hollywood Vilifies a People. The Washington Report On Middle East Affairs Volume
20 No. 5 Hal. 103
De Benoist, Alain. 1999. What is Racism?. Racism Journal Volume. 1999 No. 114
Hal. 11-48
Dwicahyo, Nicolaus Sulistyo. 2016. Representasi Fetisisme Komoditas Fans JKT48
dalam Film Dokumenter “Idolaku, Jiwa Ragaku”. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. (Skripsi)
32
Bailey, Jason. (2013). With or Without Johnny Depp as Tonto, The Lone Ranger Was
Too Racisct to Reboot. Diperoleh pada 3 Mei 2017, dari
http://flavorwire.com/401959/with-or-without-johnny-depp-as-tonto-the-lone-ranger-
was-too-racist-to-reboot
NSW Government. (2015). Racism. No Way. Diperoleh pada 4 Mei 2017, dari
http://www.racismnoway.com.au/about-racism/australian-legislation-international-
law/international-law-relating-to-racism-and-discrimination/
Than Ha, Tu. (2015). Is Tintin Racist? Uproar in Winnipeg Opens New Chapter in
Old Argument. Diperoleh pada 4 Mei 2017,
darihttp://www.theglobeandmail.com/arts/books-and-media/is-tintin-racist-uproar-in-
winnipeg-opens-new-chapter-in-old-argument/article23552666/
Wheller, Kim. (2015). Tintin Comic Temporarily Pulled From Winnipeg Chapters
Over Racist Complain. Diperoleh pada 4 Mei 2017, dari
http://www.cbc.ca/news/indigenous/tintin-comic-temporarily-pulled-from-winnipeg-
chapters-over-racism-complaint-1.2997320
33