Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS FILM

1. Film Barat

Film yang akan saya analisis berjudul Ben-Hur yang rilis pada tahun 1959. Film yang
ber-genre aksi petualangan, klasik, drama, juga roman ini menceritakan tentang seorang
pangeran Yahudi yang dikhianati dan dikirim ke perbudakan oleh saudara angkatnya, seorang
Romawi. Beberapa tahun kemudian ia berhasil mendapatkan kebebasannya dan kembali untuk
membalas dendam.
Film Ben-Hur diadaptasi dari novel Ben-Hur: A Tale of the Christ karangan dari
penulis Lew Wallace yang terbit pada tahun 1880. Skenario tersebut dibuat oleh Karl Tunberg
yang bekerja sama dengan Maxwell Anderson, S. N. Behrman, Gore Vidal, dan Christopher
Fry. Film ini juga merupakan remake dari film bisu tahun 1925 dengan judul yang sama.
Secara garis besar, film ini berlokasi di Yudea dan bagian-bagian dalam kerajaan
Romawi. Selain itu juga dapat dilihat lokasi penting lainnya seperti lautan saat peperangan dan
gurun saat perjalanan menuju pembuangan.
Setting film ini dibuat beriringan dengan masa hidup Yesus dibumi (0-33 tahun
Masehi). Rangkaian cerita dimulai dengan kedatangan tiga orang majus pada saat kelahiran
bayi Yesus, satu diantara tiga orang majus yang datang adalah Baltasar. Ditengah cerita, sosok
Baltasar bertemu dengan tokoh utama Yehuda Ben-Hur. Dalam dialog kedua tokoh, Baltasar
mengindikasikan keterpautan usia Yesus dan Yehuda yang tak jauh berbeda. Pada salah satu
scene akhir cerita, Baltasar nampak mengajak tokoh utama Yehuda mengikuti khotbah Tuhan
Yesus diatas bukit yang diikuti oleh 5000 orang.
Apabila dilihat dari perkiraan umur Tuhan Yesus dan runtutan kejadian di Alkitab
menjelang kematianNya, maka dapat disimpulkan setting film ini diambil antara kelahiran
Yesus dan proses nubuatan Yesus bagi manusia saat itu.
Beberapa pemeran dalam film ini yaitu Cahrlton Heston sebagai Yehuda Ben-Hur, Jack
Hawkins sebagain Quintus Arrius, Finlay Currie sebagai Balthasar, dan yang menjadi pemeran
utama dalam film ini adalah Charlton Heston sebagai Yehuda Ben-Hur. Yang menjadi tokoh
favorit saya dalam film ini adalah Quintus Arrius yang diperankan oleh Jack Hawkins. Ini
dikarenakan keberadaannya yang dapat mengubah keseluruhan cerita (turning point) bagi
seorang tokoh utama, dari keadaan Yehuda (Charlton Heston) yang semula merupakan seorang
budak menjadi seorang yang bebas.
Target audience dari film ini menunjuk pada range umur 20 tahun keatas pada zaman
film ini dirilis karena film ini mengandung kekerasan juga pembahasan tentang agama.

Semiotic Analysis
Film Ben-Hur disutradarai oleh William Wyler. Dalam film ini ada beberapa scene
yang menunjukkan simbol atau metafora yang mendukung alur film dan memberi makna
tersendiri.

Dalam scene ini terdapat lambang yang tertulis “SPQR” adalah inisial dari frasa Latin
Senātus Populusque Rōmānus yang berarti "Senat dan Rakyat Romawi" atau "Senat dan
Rakyat Roma". Jadi, tanda ini menjelaskan kedatangan Senat juga bagian pemerintahan
tertinggi di Roma. Selain itu atribut yang berada disamping maupun belakang menunjukkan
kekuasaan dan kemegahan dari pemerintahan Romawi. Tone kemerahan dan kontras yang
tajam dari film ini ingin menunjukkan adanya kekerasan juga perjuangan yang dilakukan.
Kostum juga mempunyai pemaknaan tersendiri dalam sebuah film, seperti dalam scene
ini, Yehuda (kiri) memakai jubah biasa dan melambangkan ia merupakan orang Yahudi
sedangkan Messala (kanan) memakai jubah kemerahan yang menunjukkan kekuasaan kerajaan
Romawi. Yang menarik dalam pemilihan aktor film ini, dikarenakan bentuk wajah yang
memperlihatkan bahwa ia benar-benar orang Yahudi yang bisa dilihat dari bentuk wajahnya
dimana pada saat itu orang Yahudi sangat terkenal dengan bentuk wajah mereka.

Perbudakan di zaman itu sangat terlihat jelas dari tanda-tanda yang diberikan seperti,
baju yang kotor dan rusak, berjalan dengan tidak memakai alas kaki, borgol yang terdapat
ditangan dan pembagian minum yang sedikit. Hal ini sangat bertolak belakang dengan prajurit
yang memakai baju kokoh dan menunggangi kuda dan memakai alas kaki.
2. Film Indonesia

Film Indonesia yang saya akan analisis selanjutnya berjudul Si Mamad yang rilis pada
tahun 1973. Si Mamad merupakan genre film drama komedi yang menceritakan tentang
Mamad (Mang Udel) terpaksa melanggar kejujuran dirinya dengan berkorupsi kecil-kecilan di
tempat ia bekerja, perbuatan ini membuat Mamad tidak tenang dan igin mengatakan
sebenarnya kepada atasannya, yang bersikap realistis namun sebenarnya mengerti keadaannya.
Puncaknya pada saat ia dipecat dan kesedihannya membuat ia meninggal dunia. Film “Si
Mamad” ditulis dan disutradarai oleh Sjuman Djaya yang diadaptasi dari novel tahun 1883
karangan Anton Chekhov yang berjudul ‘Smert chinovnika’ yang disebut juga ‘The Death of a
Government Clerk.’ Djaya kemudian mengubah ceritanya untuk seperti memperlihatkan
bagaimana kondisi para pegawai negeri di jaman tersebut.
Lokasi dari film ini banyak diambil di sekitar Jakarta Pusat seperti Monas, Thamrin,
Menteng, maupun Tugu Tani. Melihat dari latar settingnya film ini memperlihatkan kondisi
Jakarta sekitar tahun 70an yang mulai sibuk dengan perkantoran.
Beberapa pemeran yang menjadi karakter dalam film ini yaitu Mang Udel sebagai
Mamad, Aedy Moward sebagai atasan Mamad, Ernie Djohan, dan Sandy Suwardi Hasan. Yang
menjadi pemeran utama dalam film ini adalah Mamad yang diperankan oleh Mang Udel.
Pemeran yang saya favoritkan adalah Aedy Moward sebagai atasan Mamad karena tegas dan
bertanggung jawab meskipun tau keadaan karyawannya.
Target untuk penonton dalam pembuatan film ini agar dapat dipahami maksud dari
pembuatan film ini berkisar dari umur 18 keatas. Film ini ditujukan untuk sebagian besar
masyarakat Indonesia yang bekerja namun seringkali melanggar aturan-aturan kerja dan
menganggap hal tersebut tidak menjadi masalah besar.
Semiotic Analysis

Film yang disutradarai oleh Sjumandjaya menyampaikan makna film ini melalui
simbol dari gerak-gerik aktor yang menunjukkan kritik sosial terhadap korupsi. Awal film
menunjukkan sekelompok anak yang sedang menyanyikan lagu sholawat di pekarangan dan
menengok kearah kamera merupakan tanda seolah-olah banyak mata yang tertuju pada
perbuatan kita yang akhirnya dapat memberikan moral yang baik.

Film Si Mamad juga memperlihatkan perbuatan yang birokratis berdasarkan pangkat


pegawai Negara. Dari kostum yang terlihat dari scene diatas, atasan Mamad memakai kemeja
dengan dasi juga postur tubuh dimana melambangkan pangkat yang lebih tinggi sedangkan
Mamad, bawahannya, hanya memakai kemeja biasa. Tone dari film ini cukup gelap dengan
warna merah hal ini melambangkan kisah cerita yang cukup mellow.

Anda mungkin juga menyukai