Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS FILM “BUYA HAMKA” BERDASARKAN KAJIAN STRUKTURAL

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Drama)

Dosen Pengampu : Desti Kusmayanti M.pd

Disusun oleh :

Muhammad Pradana (2121210013)

Gina Ismiatun Najah (2121210016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MANDIRI

SUBANG

2023
A. SINOPSIS

Buya Hamka merupakan film yang mengisahkan sosok Haji Abdul Malik Karim
Amrullah alias Buya Hamka, seorang pendakwah, sastrawan, serta pemikir Islam yang
berpengaruh di Indonesia.Film biopik itu terbagi menjadi tiga bagian yang akan
mengisahkan momen penting dalam hidup Buya Hamka. Buya Hamka bagian pertama
tayang mulai 19 April 2023.

Pada bagian pertama, film tersebut menampilkan berbagai momen penting


kehidupan Buya Hamka (Vino G. Bastian) dalam kurun waktu 1933 hingga 1945.

Kala itu, Hamka dipercaya sebagai ketua pengurus Muhammadiyah di Makassar.


Peran dan gayanya dalam memimpin berhasil memberikan berbagai kemajuan bagi
organisasi hingga namanya begitu harum.

Ia juga aktif menulis berbagai karya roman, satu genre yang ditekuni kala itu.
Beberapa cerita roman yang dikerjakan oleh Hamka, seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah
hingga Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.

Kehidupan Hamka semasa itu juga dipenuhi rasa syukur karena sudah berkeluarga.
Istrinya, Sitti Raham (Laudya Cynthia Bella), menjadi sosok krusial di balik berbagai
keputusan penting Hamka sepanjang hidupnya.

Salah satunya ketika Hamka ditawari pekerjaan sebagai pemimpin redaksi majalah
Panji Masyarakat di Medan. Hamka yang semula ragu meninggalkan Makassar akhirnya
sepakat untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut.

Keputusan tersebut juga membuat Hamka harus terpisah dengan Sitti dan anak-anak
mereka yang menetap di Padang Panjang.

Kehidupan Buya Hamka kemudian beralih jadi penuh tantangan. Ia memimpin


majalah progresif yang terus menyuarakan kehendak rakyat di tengah jajahan Belanda.

Ia juga merilis deretan edisi roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk melalui
majalah tersebut, yang ternyata berhasil memikat pembaca.

Namun, Buya Hamka juga menghadapi ujian berat karena harus meninggalkan
keluarga. Sebagai seorang ayah, ia melewatkan banyak momen penting dalam keluarga yang
dia pimpin.
Berbagai peristiwa itu terus berlanjut hingga Buya Hamka mulai terlibat dalam
perjuangan Indonesia sampai akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945.

Drama biopik itu disutradarai oleh Fajar Bustomi dengan naskah karya Alim Sudio
dan Cassandra Massardi. Buya Hamka digadang-gadang menjadi salah satu film Indonesia
dengan biaya produksi terbesar hingga mencapai puluhan miliar.

Film tersebut juga dibintangi sederet aktor papan atas Indonesia, seperti Vino G.
Bastian, Laudya Cynthia Bella, Desy Ratnasari, hingga Donny Damara.

Selain itu, Buya Hamka juga menampilkan nama-nama besar lain pada bagian
selanjutnya. Seperti Mawar de Jongh, Donny Kesuma, Teuku Rifnu Wikana, Mathias
Muchus, Reza Rahadian, Chew Kin Wah, hingga Ayudia Bing Slamet.

B. UNSUR INTRINSIK

Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam karya sastra. Unsur intrinsik adalah
unsur penting yang tidak boleh dilewatkan dalam karya sastra. Komponen-komponennya terdiri
dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita, latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan
amanat.Unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. TEMA
Hakikat Tema

Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya
dalam membuat suatu tulisan. Pada setiap tulisan pastilah mempunyai sebuah tema, karena
dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa yang akan dibuat.

Kajian Tema

Jika mengkaji tema film “Buya Hamka” ini haruslah mengetahui genre filmnya sendiri.
Yang menjadi garis besar sutradara/penulis film “Buya Hamka” ini adalah tentang biografi
atau kehidupan “Buya Hamka” itu sendiri. Tetapi, jika dikaji dan melakukan penafsiran
lebih mendalam, tema di dalam film “Buya Hamka” ini tidak hanya mencakup mengenai
perjalanan hidup saja, karena dari banyaknya tokoh, latar, dan plot atau alur cerita,
melahirkan beberapa tema yang lain di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Religi

Berdasarkan film yang saya tonton, film “Buya Hamka” banyak menggambarkan
kekentalan agama islam pada masa itu. Tokoh Buya Hamka yang menjadi pemimpin
dari organisasi Muhammadiyah menjadi salah satu contoh bahwa film “Buya Hamka”
ini menampilkan tema rligi :

b. Politik

Dalam film “Buya Hamka” ini juga sangat kental akan politik. Menggambarkan situasi
negara dalam masa reformasi. Yang menjadi gambaran besar dalam film “Buya
Hamka” kental akan politik adalah ketika banyknya tokoh-tokoh penting pendiri
negara ikut andil dalam film “Buya Hamka” ini, contohnya Soekarno, Abdul Karim,
Hos Tjokroaminoto dan petinggi belanda jepang yang mengurus tatanan politik
negara.

c. Perjuangan, Kemerdekaan

Dalam film “Buya Hamka” sangat kental akan perjuangan untuk merdeka, dilihat dari
bagaimana Buya secara sembunyi-sembunyi menyebarkan majalah tentang semangat
perjuangan pada rakyatnya, sampai beberapakali mendapatkan ancaman dari tentara
belanda bahkan sampai disir oleh penjajah Jepang.

Kajian Latar

a. Latar Fisik dan Spiritual


Latar fisik dalam film “Buya Hamka” berupa latar tempat yang dijelaskan secara
dialog oleh tokoh-tokoh dalam cerita, dialog yang digunakan adalah bahasa minang,
itu menandakan film ini berlatar di Sumatra Utara. Selain itu dalam dialog fim “Buya
Hamka” juga disebutkan beberapa kota seperti Medan, Makasar, Jawa, dan
Minangkabau.

b. Latar tempat

Latar tempat yang diperlihatkan dalam film “Buya Hamka” terdapat di beberapa
daerah yaitu Pulau Jawa, Makasar, Medan dan Sumatra Utara. Latar tempat yang ada
dalam film “Buya Hamka” yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Rumah Buya Hamka dan Siti Raham. Bertempat di Jawa. Rumah ini
merupakan rumah tempat tinggal buya setelah ia memutuskan merantau di usia
16 tahun.
2. Kantor Majalah Pedoman Masyarakat. Betempat di Medan, Majalah Pedoman
Masyarakat adalah majalah keagamaan yang menyebar ke seluruh Nusantara
pada masa penjajahan Belanda di awal abad ke-20. Buya Hamka bertugas
sebagai pengelola sekaligus pemimpin redaksi di Majalah tersebut.
3. Kampung Halaman Buya Hamka. Bertempat di Tanjung Raya Sumatra Barat,
rumah ini menjadi pelarian Buya ketika sudah diasingkan oleh masyarakat.
Buya memilih pulang dan syukurnya masih diterima dengan baik oleh
masyarakat disana.

c. Latar waktu

Latar waktu yang terdapat dalam film “Buya Hamka” terlihat jelas dalam tayangan
film, mulai dari mengisahkan tentang kehidupan Buya Hamka dalam kurun waktu
1933-1955.

d. Latar sosial

Latar sosial dalam film “Buya Hamka” Sangat kental dengan bahasa daerah, agama,
dan bebagai isu isu sosial masyarakat dimasa penjajahan.

2. TOKOH DAN PENOKOHAN

Hakikat Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan yang diekspresikan dalam
ucapan serta apa yang dilakukan dalam tindakan. Jadi dapat dikatakan pula kalau tokoh
merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
mampu menjadi sebuah cerita. Sedangkan menurut Jones, penokohan adalah pelukisan
gambar yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi dapat
dikatakan pula kalau penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku
dalam cerita yang dikarangnya. Tokoh dapat dikategorikan menjadi : tokoh utama dan
tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat,
tokoh statis dan tokoh berkembang, serta tokoh tipikal dan tokoh netral.

Kajian Tokoh dan Penokohan


a. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dan sering muncul dalam
cerita. Tokoh utama yang terdapat dalam film “Buya Hamka” adalah Abdul Malik
Karim Amrullah Datuk Indomo atau Buya Hamka itu sendiri. Buya Hamka adalah
seorang tokoh penting, pengurus Muhammadiya di makasar dan berhasil memberikan
kemajuan yang pesat pada organisasi tersebut. Buya Hamka juga seorang penulis
novel, koran, dan majalah sampai diangkat menjadi redaksi majalah Pedoman
Masyarakat. Sifat dan karakter Buya Hamka adalah pemberani, sabar, ikhlas, rendah
hati, taat agama, sayang keluarga, tegas, penuh pendirian, dan rela berjuang serta
berkorban. Banyak Kutipan diaolognya sesuai dengan salah satu sifat Buya Hamka
yang dia ucapkan yaitu

“… Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup, ialah membiarkan pemikiran yang
cemerlang menjadi budak ditubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum
lelah …” ( motivator)

“… Jika hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup, jika kerja sekedar bekerja,
kera juga bekerja.…”. ( tegas )

“… Kita buktikan kembali pada dunia siapa orang minang yang


sebenarnya..MERDEKAA!.…”. ( pemberani, pemimpin )

Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya tidak sesering tokoh utama, tetapi
peran dan kepentinggannya dibutuhkan untuk mendukung tokoh utama, tokoh
tambahan ini biasanya sekaligus menentukan apakah dia termasuk tokoh protagonis,
tokoh antagonis, atau tokoh tetragonis. Tokoh tambahan yang terdapat dalam film
“Buya Hamka” di antaranya adalah :

1. Siti Raham ( Laudya Chintya Bella ) merupakan tokoh istri dari Buya Hamka,
yang memiliki sifat atau karakter sabar, penyayang, sayang kelurga, dan taat.
Kutipan dialognya yang sesuai dengan salah satu sifat atau karakternya yang
diucapkan Siti Raham ( Laudya Chintya Bella ), yaitu “…Jadikanlah diri engku
contoh bagi mereka, sebagaimana Engku mencontoh diri Engku, bajuang satio
harinyo, managakkan jiwa tauhid nan sabananyo..”
2. Soekarno ( Anjasmara ) merupakan satu tokoh yang diceritakan memiliki ikatan
tali persahabatan dengan Buya Hamka. Karakternya tidak terlalu menonjor tapi
tentap memiliki kharisma dan wibawa sebagai bapak proklamator. Itu tergambar
saat Buya meluapkan kesenangannya dalam dialog “…Suatu kebanggaan karya
saya diabaca oleh tokoh pergerakan terkenal seperti Bung Karno…” dialog
tersebut menunjukan bahwa Soekarno adalah tokoh yang berwibawa, memiliki
pengaruh besar di Indonesia dan dihormati oleh tokoh-tokoh lain.
3. Gubernur Nakashima ( Ferry Salim ) merupakan tokoh yang menjadi pemimpin
penjajah Jepang. Memiliki karakter yang tegas, penguasa, egois, kejam,.
Dibuktikan dengan adegan Nakashima menyuruh Buya untuk taat pada sistem
Jepang agar keinginan Buya Hamka untuk membebaskan para ulama dikabulkan.
Nakashima juga penyebab Buya diasingkan oleh beberaa masyarakat minang
karena dianggap membelot.
4. Haji Rosul ( Donny Damara ) merupakan ayah dari Buya Haka. Sifatnya yang
tegas, pemarah, disiplin, dingin mejadi seseorang yang penting dalam
terbentuknya karakter Buya Hamka
5. Amir ( Marthino Lio ) merupakan tokoh yang menjadi sahabat dari kecil Buya
hamka. Seorang sahabat yang tidak lupa dan selalu menerima keadaan Buya
Hamka. Sikapnya yang solidaritas digambarkan ketika buya pulang ke Makasar
dan masih diterima oleh masyarakat meski isu isu Buya adalah pembelot terus
berterbangan di telinga masyarakat.

b. Tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tetragonis

Tokoh protagonis merupakan tokoh yang banyak disenangi karena tokoh protagonis
memiliki sifat yang baik-baik. Tokoh protagonis yang terdapat dalam film “Buya
Hmaka” adalah Buya Hamka, Siti Raham, Amir, dan tokoh-tokoh lain yang tidak
teralu menonjol adegannya. Tokoh Buya Hamka dan istriya merupakan kedua tokoh
yang sangat mendominasi. Dikatakan protagonis karena sikap dan karakternyaa yang
patut untuk dicintoh, mereka adalah keluarga yang rukun, sederhana, dan selalu sabar
dalam menghadapi musibh. Buya Hamka dan istri adalah tokoh yang ada dalam setiap
peristiwa yang terjadi sepanjang cerita, memiliki keberanian, kesabaran, ketekunan
dan ambisi yang besar.

Tokoh antagonis merupakan kebalikan dari tokoh protagonis, yaitu tokoh yang tidak
banyak disenangi karena memiliki sifat-sifat yang jahat. Tokoh antagonis yang
terdapat dalam film “Buya Hamka” adalah Gubernur Nakashima dan para penjajah
belanda. Mereka dikatakan sebagai antagonis karena melakukan penjajahan yang tidak
sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan. Tergambar dalam adegan Nakashima
menutup paaksa kantor majalah Pedoman Masyarakat, kertas-kertas yang dibakar,
fasilitas yang dihancurkan, ulama ulama yang ditahan dan di bunuh, menandakan
Nakashima dan para bala tentaranya merupakan tokoh antaginis.

Sementara tokoh tetragonis adalah Amir, Haji salim, Soekarno, dll. Karena mereksa
memiliki sifat atau karaker yang baik meski tidak terlalu menonjol dalam cerita.

3. SUDUT PANDANG
Hakikat Sudut Pandang

Menurut Burhan Nurgiyantoro, sudut pandang adalah bentuk persona yang dipergunakan
disamping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga
kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang
diceritakan. Sudut pandang menerangkan “siapa yang bercerita” sehingga sangat penting
untuk memperoleh gambaran tentang kesatuan cerita. Dilihat secara umum, sudut pandang
digolongkan menjadi tiga, yaitu sudut pandang orang ke tiga, sudut pandang orang
pertama, dan sudut pandang campuran.

Kajian Sudut Pandang

Pengisahan cerita yang dipergunakan dalam film “Buya Hamka” adalah sudut pandang
orang ketiga atau serba tahu. Dalam sudut pandang ketiga, penulis atau pencerita berlaku
sebagai orang luar yang tidak terlibat dalam cerita tersebut. Narator dalam sudut pandang
orang ketiga berperan sebagai pihak yang tahu segalanya dalam cerita (pikiran dan
perasaan semua tokoh), atau mengetahui segala hal secara terbatas (pikiran dan perasaan
tokoh tertentu saja).

4. PLOT ATAU ALUR


Hakikat Plot atau Alur

Alur atau plot sering disebut juga dengan jalan cerita, yaitu struktur rangkaian kejadian
dalam cerita yang disusun secara kronologis. Alur atau plot dibangun oleh beberapa
peristiwa yang biasa disebut unsur alur, terdiri atas : eksposisi atau perkenalan, komplikasi
atau konflik atau pertikaian, klimaks atau puncak konflik, relevasi, dan konklusi atau
peleraian atau penyelesaian konflik.

Kajian Plot atau Alur

Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam film “Buya Hamka” cukup kompleks, karena
narator menyusun kronologisnya dengan memberi penekanan pada hubungan kausalitas
antar peristiwa dalam cerita serta ada alur sorot balik atau flashback (Alur Mundur). Alur
dalam film dapat dilihat pada penjelasan dan kutipan setiap peristiwa berikut ini :

a. Tahap Awal

Pada tahap ini, peristiwa yang terjadi adalah eksposisi atau pengenalan bagaimana
cerita berawal dan memperlihatkan beberapa tokoh utama dan tambahannya.
Penceritaan dimulai dari seorang petugas penjara yang membangunkan Buya di tempat
tidurnya, Dimana sang istri Siti Raham bersama anak anaknya datang membawa gulai
kepala kakap di dalam sebuah rantang. Disana terdapat adegan Buya yang sudah
berumur menetesakan air mata saat mncicipi gulai kepala ikan buatan Siti Raham.

b. Tahap Tengah

Pada tahap tengah sering disebut juga dengan inti cerita. Inti cerita diwarnai dengan
berbagai peristiwa, relevasi, konflik, bahkan klimaks. Banyak konflik yang terdapat
pada film “Buya Hamka” ini, dari Buya yang harus meninggalkan keluarga demi
pekerjaannya, kemudian kesuksesan Buya menjadi penulis dan ketika penjajah Jepang
mulai menguasai Indonesia. Puncak konflik terjadi ketika Buya dituduh bekerja sama
dengan Jepang dan dianggap pembelot oleh masyarakat bahakan sampai diberhentikan
secara paksa sebagai ketua organisasi Muhammadiyah.

c. Tahap Akhir

Setelah munculnya konflik dalam cerita, lalu relevasi dan melahirkan kembali konflik,
lalu konflik tersebut sampai pada puncaknya. Pada tahap akhir ini, terdapat tahap
konklusi atau penyelesaian setelah antiklimaks. Penyelesaian klimaks dimulai setelah
Buya memutuskan utuk kembali ke kampung halaannya di Sumatra Barat. Keluarga
Buya diterima dengan baik disana bahkan dia ditunjuk sebagai iamam mesjid dan
penceramah disana.

C. EKSTRINSIK

Menurut Burhan Nurgiyantoro unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra, atau dikatakan juga sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bagun cerita sebuah
karya sastra. Pada dasarnya unsur ekstrinsik tidak memiliki unsur yang baku atau ditetapkan,
tetapi unsur ekstrinsik ini cukup memiliki peranan dalam membangun cerita. Beberapa unsur
ekstrinsik yang ada biasanya adalah gaya bahasa, nilai-nilai, religi atau kepercayaan,
kemanusiaan atau sosial, moral, budaya atau adat istiadat, dan psikologis.

1. Gaya bahasa

Bahasa dalam karya sastra mengemban fungsi utama, yaitu fungsi komunikatif. Dapat
dikatakan juga sebagai alat untuk menyampaikan maksud dari cerita dalam film. Begitu
pula dengan gaya bahasa, dalam sebuah karya sastra, gaya bahasa merupakan bahasa yang
dipakai oleh narator atau pengarang dalam menyampaikan setiap peristiwa dalam cerita
agar dapat mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Gaya bahasa yang digunakan
dalam film “Buya Hamka” merupakan bahasa daerah minangkabau Sumatera Utara, maka
dibutuhkan penerjemah untuk orang yang tidak mengerti bahasa minang. Hal ini dapat
dilihat dari narasi dan dialog yang dipakai dalam film.

2. Nilai-nilai

Nilai adalah sifat-sifat yang penting dan berguna bagi kemanusiaan atau sesuatu yang
menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sementara, nilai yang dimaksud
dalam sebuah karya sastra adalah sifat atau sesuatu yang terkandung dalam cerita pada
sebuah karya sastra yang secara implisit. Adapun beberapa nilai yang biasanya terkandung
dalam sebuah karya sastra adalah sebagai berikut :

a. Religi atau kepercayaan

Adanya unsur religi atau kepercayaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu
sendiri, bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Nilai religi atau
kepercayaan dalam film “Buya Hamka” adalah kepercayaan terhadap agama islam.
yaitu kepercayaan terhadap Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman
kehidupan. Kepercayaan ini sesuai dengan kondisi atau keadaan yang digambarkan
dalam film secara visual, pengemasan kepercayaan divisualisasikan dengan sangat
apik dan rapi, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana nilai religi yang ada dalam
film, yaitu Buya Hamka yang menyebarkan ajaran agama Islam melalui dakwah dan
tulisan tulisannya.

b. Kemanusiaan atau sosial

Unsur nilai kemanusiaan ini yang paling sering kali terkandung dalam sebuah karya
sastra. Nilai kemanusiaan yang dimaksud dalam karya sastra jelaslah adalah tentang
kandungan sifat atau sesuatu yang bisa menumbuhkan perasaan, simpati pembaca
sebagai seorang manusia. Nilai kemanusiaan yang terkandung dalam film “Buya
Hamka” sesuai dengan masalah yang harus dihadapi masyarakat Indonesia berjuang
melepaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang. Selain itu, sesuai dengan
beberapa adgan yang ditampilkan, dimana terdapat para penjajah Jepang dan Belanda
muncul sebagai tokoh yang jahat, kemudian adegan-adegan Buaya yang melakukan
orasi di tengah-tengah rakyat Minang agar tidak takut dengan kompeni Belanda.

c. Moral

Moral yang berhubungan dengan kesusilaan kaidah atau hukum lebih spesifik pada
tatanan norma yang dibuat dan diciptakan manusia sebagai norma dalam pergaulan
masyarakat. Sebuah karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan
tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral melalui cerita,
sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh, dengan harapan pembaca dapat mengambil
hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Nilai moral yang terdapat dalam
film “Buya Hamka” adalah sebagai berikut :

1. Sikap sabar dan ikhlas dalam situasi apapun adalah sikap yang harus diteladani
dari film “Buya Hamka” ini. Bagaimana dia difitnah, dituduh, dicacimaki, ditimpa
bebagai mecam musibah tetapi dia tetap sabar dan menerima dengan ikhlas
cobaan cobaan yang diterima.
2. Tekun dan serius dalam mejalankan sesuatu. Kita sebagai mansia harus memiliki
sifat yang optimis dalam menjalankan segala sesuatu. Seperti halnya Buya yang
menyebarkan agama melalui tulisan tulisannya smapai dia dicetuskan sebagai
pendiri organisasi Mhammadiyah dan dikenal sebagai penulis hebat, itu berkat
ketekunan dan keseriusan dalam menjalankan semua hal.
3. Jadilah pemberani dan jangan takut menghadapi apapun. Nilai moral ini sesuai
dengan adegan dimana Buya menentang keras terhadap Belanda dan Jepang, dia
hanya takut pada Allah SWT. Perlawanan Buya pada tentara Belanda dan menjadi
penggerak rakyat minang dalam mempertahankan kemerdekan.

d. Budaya atau adat istiadat

Unsur nilai budaya atau adat istiadat sangat berkaitan erat dengan unsur religi atau
kepercayaan. Nilai budaya yang dimaksud dalam karya sastra adalah tentang
kandungan atau sifat atau kebiasaan yang dianut dan dipercayai oleh para tokoh dalam
cerita. Nilai budaya atau adat istiadat yang terkandung dalam film “Buya Hamka”
menggambakan agama adalah tiang utama dari berbagai hal. Masyrarakat yang terus
berusaha lepas dari penjajahan para penjajah dan rakyat minang yang memiliki
semangat juang luar biasa.

e. Psikologis

Nilai psikologis yang terkandung dalam film “Buya Hamka” ini sangat eksplisit dan
memiliki objek yang jelas, yaitu kondisi seorang tokoh nasional yang berpengaruh
besar terhadap kemerdekaa Indonesia. Perjuangnya, kegigihaannya, kesabaran dan
kecerdasannya adalah bentuk sikap yang penting untuk mencapai sesuau hal yang
diinginan. Psikologis atau gejolak jiwa yang dialami oleh tokoh utama sangat memiliki
pengaruh kepada penonton sehingga membawa penonton terlarut dalam cerita dan
menimbulkan sebuah tafakur terhadap diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai