Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Komunikasi, Volume VI Nomor 1, Maret 2015

SIMULACRUM DAN EKSTASI KOMUNIKASI DALAM NARASI


FILM SPIN-OFF
A. Yudo Triartanto
Akademi Komunikasi BSI
Program Studi Broadcasting
Jalan Kayu Jati V No.2, Rawamangun, Jakarta Timur

Abstract
Movie spin-off continue to be produced. The narrative contains a number of characters are distanced from the
world of reality. As a result, the film spin-off into an ecstasy of communication and communication simulacrum.
The character into a anomalus, which is difficult to categorize the humanity in the usual categories. Characters
that live only in the cinema screen as a simulacrum and the ecstasy of communication.

I. PENDAHULUAN film atau program televisi yang dibuat secara


Masifnya produksi film spin-off yang khusus berdasarkan karakter tokoh, yang telah
beredar di sejumlah bioskop, menjadi fenomena memiliki daya tarik yang kuat dari film atau
menarik untuk dicermati. Istilah lain dari spin-off program televisi yang pernah meraih sukses.
adalah sidequel. Dalam konteks kajian budaya Film spin-off memuat narasi fiktif yang
(cultural studies) melalui perspektif komunikasi, cenderung anomali, di luar kelaziman. Menurut
seperti digagas Theodor Adorno dan Max Marcel Danesi (2010: 202 – 203), sebuah narasi
Horkheimer (1944), film spin-off dapat dipandang merupakan teks yang telah dikonstruksikan dengan
sebagai fenomena industri budaya, Artinya, proses cara tertentu sehingga merepresentasikan rangkaian
industri budaya dapat dicermati dalam beberapa peristiwa atau tindakan yang dirasa saling
karakteristik, yakni, adanya standarisasi, berhubungan satu sama yang lain secara logis atau
massifikasi, dan komodifikasi. memiliki jalinan tersendiri…teks narasi bisa dalam
Detilnya, industri budaya mereflesikan bentuk verbal dan nonverbal, atau kombinasi
konsolidasi dari komoditas fetisme (commodity keduanya. Esensi narasi adalah plot, karakter, dan
fethism) dan diseminasi pertukaran nilai dalam setting. Karakter mengacu pada orang atau
monopoli kapital. Komoditas yang diproduksi makhluk lainnya yang diceritakan oleh kisah
industri budaya dibentuk dengan kesadaran penuh tersebut.
tentang sebesar apakah nilainya di pasar (Dominic, Dalam konteks kajian ini, film spin-off
1995). terjebak dalam suatu simulacrum. Menurut
Film sebagai komoditi, pun memiliki Baudrillard secara konseptual, Simulacrum adalah
pangsa pasar tersedia yang memungkin para pelaku The simulacrum is never what the truth- it is truth
industri film melakukan kolaborasi dengan that hides the fact that there is none. The
sejumlah pihak. Hal ini tentunya agar tercapainya simulacrum is true. Gamblangnya, simulakrum
nilai kapital yang maksi. Pararel dengan itu, adalah sebuah duplikasi, yang aslinya tidak pernah
mayoritas produksi film dan distribusinya ditopang ada, sehingga perbedaan antara duplikasi dan asli
dengan kekuatan pasar yang mengglobal. Film menjadi kabur. Simulakrum menunjukkan kondisi
sequel X-Men, misalnya, merupakan kolaborasi simulasi yang sudah berlebihan. Artinya, bahwa
sejumlah korporasi; Marvel Entertaiment, Dune sebuah tanda, ikon, simbol, dan citra yang
Entertaiment, The Donner’s Company, serta dilahirkan dan dianggap sebagai representasi dari
Ingenious Film dengan menggunakan jalur tanda, ikon, simbol dan tanda tampaknya juga hasil
distribusi 20th Century Fox. Hal ini yang dari simulasi. Mekanisme simulakrum bekerja
memampukan narasi X-Men – pun film-film dalam sebuah proses sosial yang disebut proses
lainnya – dapat menjangkau seluruh jaringan diseminasi sosial (social dissemination). Proses
bioskop di dunia. diseminasi sosial merupakan proses pelipatgandaan
dan penyebaran secara sosial, tanda, citra,
informasi, dan tanda-tanda komoditas yang
berkembangbiak secara seketika (instanta
II. KAJIAN LITERATUR neousness).
Secara definitif, spin-off adalah film atau Simulasi sebagai proses penciptaan bentuk
program televisi yang dibuat berdasarkan elemen- nyata melalui model-model yang tidak ada asal-
elemen film atau program televisi yang sudah ada usul atau referensi realitasnya, sehingga
sebelumnya, dibuat pada medium sejenis atau memampukan manusia membuat supernatural,
berbeda (Zoebazary, 2010). Lebih spesifiknya, ilusi, khayali, fantasi, khayali menjadi nyata.
spin-off dapat pula dimaknai sebagai suatu produksi Segala yang menarik minat manusia – menjadi

24
Jurnal Komunikasi, Volume VI Nomor 1, Maret 2015

manusia yang super tak terkalahkan, memiliki Sejalan dengan hal tersebut, muncul pula trilogi
kekuatan yang tak lazim - disuguhkankan melalui lainnya, yang dikenal sebagai anthology trilogy,
berbagai media dengan model-model yang ideal, di yakni, Rogue One: A Star Wars Story (2016),
sinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi Untitled Han Solo Film (2018), Untitled
tercampur aduk sehingga menciptakan yang nyata Anthology Film (2020). Tentunya untuk judul
dan yang tidak nyata menjadi tidak jelas (kabur). Untitled Han Solo menjadi film spin-off - karakter
Han Solo pernah hadir dalam trilogi original -
III. METODE PENELITIAN yang kala itu karakternya diperankan Harrison Ford
Dalam kajian mengenai analisis narasi melalui trilogy original (1977, 1980, 1983) dan
film, penulis menggunakan Model Narratives sequel trilogy (The Force Awakens/2015).
Abstract. Model ini menekankan pada penelitian Terkait dengan ulasan di atas, tak hanya
genre film science-fiction, film horror, dan genre superhero dan science-fiction yang
superhero. M9odel narrative abstract biasanya diproduksi para sineas industri film. Pun genre
digunakan untuk melihat struktur cerita dan plot horor atau thriller paling fenomenal, yaitu, film
film yang berkaitan dengan genre-genre khas The Silence of the Lambs (1991) dan The
tertentu (Ida, 2014: 154). Conjuring (2013). Film The Silence of the Lambs
awalnya tersentral pada tokoh bernama Clarice
IV. PEMBAHASAN Starling (Jodie Foster) – sebagai agen FBI yang
Lazimnya, film spin-off digarap masih menjalani masa magang - dalam
bersumber dari film series atau sequel, antara lain, mengungkap pembunuhan tak lazim yang
film The Lord of the Ring, X-Men, Star Wars, dilakukan psikopat bernama Dr. Hannibal Lecter
Rocky, The Bourne Trilogy (Borne Identity/2002, (Anthony Hopkins). Film tersebut sukses di
Bourne Supremacy/2004, The Bourne pasaran. Namun dalam produksi selanjutnya, The
Ultimatum/2007), Despicable Me ! & 2 Silence of the Lambs tak lagi terfokus pada
(2010/2012), The Mummy (1999), dan lain-lain. karakter Clarice Straling, melainkan karakter Dr.
Secara kuantitas, produksi spin-off semakin Hannibal Lecter yang menghasilkan film Hannibal
meningkat, mengingat film-film tersebut juga (2001), Red Dragon (2002), dan Rising Hannibal
didasarkan dari program radio, televisi, novel, (2007). Sedangkan film The Conjuring (2013),
maupun film-film box office, termasuk film yang memiliki karakter tokoh unik dalam sosok
animasi. boneka bernama Annabelle, kemudian diproduksi
Merujuk dari kekhasan spin-off dengan film spin-off-nya dengan judul Annabelle (2014).
adanya beragam karakter tokoh yang menarik Jika genre thriler atau horor memunculkan
minat, tentu dapat juga ditemui dalam narasi komik Freddy Vs Jason (2003) dan Alien Vs Predator
dan novel atau buku. Salah satu karakter dari (2004), tak lain sekadar untuk meraup kocek
Marvel Comics, yang telah difilmkan adalah X- komersial dalam kemasan cross-over, yakni, suatu
Men yang memiliki karakter tokoh bernama film yang sengaja dibuat dengan menyuguhkan
Wolverine atau Logan, yang menghasilkan X-Men: pertentangan yang hampir serupa di dalam
Origins: Wolverine (2009), The, Wolverine (2013), karakter-karakternya. Bisa disimpulkan film-film
dan Logan The Wolverine (2017), serta Deadpool tersebut menjadi cross-over yang spin-off.
(2016). Sedangkan berdasar novel atau buku Namun, uraian tentang sejumlah film spin-
representasinya adalah film The Lord of the Ring off yang telah dipaparkan, dalam konteks di sini,
yang melahirkan film spin-off; The Hobbit: An bukan sekadar merinci seberapa banyak jumlah
Unexpected Journey (2012), The Hobbit: The film spin-off yang telah dan akan diproduksi
Desolation of Smaug (2013), The Hobbit: The kemudian beredar di pasar. Tapi lebih dari itu.
Battle of the Five Armies (2014). Melalui tulisan ini, akan dibahas dan dianalisis
Untuk kategori box office bisa mengusung mengenai fenomena spin-off yang menjejali
film Star Wars yang memiliki kanon utama atau penonton bioskop sebagai paradigma komunikasi,
main saga, yang terdiri dari trilogi original sequel, yang terkait dengan konsep simulacrum dari Jean
prequel, dan sequel. Trilogi original sequel, antara Baudrillard melalui naratifnya.
lain, A New Hope (IV/1977), The Empire Strike Tak dimungkiri, dalam logika kapitalistik,
Back (V/1980), Return of the Jedi (VI/1983). penggarapan film spin-off merupakan hal yang
Sedangkan prequel; The Phantom Menace (I/1999), wajar. Kalkulasinya, produser film menggarap film
Attack of the Clones (II/2002), Revenge of the Sith spin-off sebagai peluang bisnis menggiurkan secara
(III/2005). Untuk sequel trilogy lainnya, The Force kapital. Mengingat laba pendapatan yang
Awakens (VII/2015), The Last Jedi (VIII/belum diperolehnya mencapai jumlah yang fantastis.
rilis), dan Episode IX (rilis 2019). Ambil contoh film Annabelle, yang mampu meraih
Sejak awal, pakem industri budaya telah laba kotor 252.624.582 dollar AS atau 3.1 triliun
melekat dalam film Star Wars. Maka dari itu Star rupiah. Padahal biaya produksinya hanya 6,5 juta
Wars memiliki produksi frinchise-nya, “beranak- dollar AS. Karakter tokoh Wolverine mampu
pinak” melahirkan sejumlah filmn-filmnya. mengeluarkan pisau panjang seperti cakar dari

25
Jurnal Komunikasi, Volume VI Nomor 1, Maret 2015

tulang-tulang tinjunya. Han Solo dapat hidup tanpa Bahkan, di alam tidak ada garis jelas
perlengkapan tabung oksigen, meski hidup di luar antara tanah dan air – lihat pasir dan lumpur dan
ruang angkasa. Semua itu menjadi simulacrum semua kategori menolak oposisi biner (binary
komunikasi yang dinarasikan kepada khalayak oposition) yang teratur, segalanya menjadi acak.
melalui media film. Pesatnya perkembangan Kategori-kategori tersebut mengangkangi
teknologi media, telah memungkinkan peluang keduanya, yang salah satunya mengambil bagian
yang sangat terbuka bagi penciptaan trik-trik atau karakteristik keduanya dari oposisi biner, yang
rekayasa image (citra) untuk menciptakan media dikonsepkan oleh Levi-Strauss dinamakan sebagai
realitas semu (Piliang, 2004). kategori-kategori anomalus (Fiske, 2004: 162-163).
Melengkapi pernyataan tersebut, Paul Film Annabelle dan Logan memiliki
Virilio dalam The Aesthetics of Disappearance kekhasan dalam menampilkan karakter tokohnya.
(1991), menyatakan, trik-trik yang diciptakan Boneka yang bisa bergerak, menghilang, meneror,
secara canggih dalam media memungkinkan dan membunuh seperti yang bisa dilakukan
masyarakat kontemporer untuk menjadikan manusia, tentunya sosok yang mampu menarik
sesuatu yang supernatural, imajiner, bahkan yang perhatian penonton. Demikian pula Logan, yang
tak masuk akal menjadi tempat (sebagai realitas). bertubuh kebal dan meiliki senjata mematikan
Lebih lanjut, Virilio, berpendapat, trik- berupa pisau baja berjumlah 4 bilah, juga menjadi
trik tertentu dalam produksi (film, televisi, video) sesuatu yang magnetik karena di luar kelaziman.
telah memampukan manusia hidup di dalam dua
dunia. Trik-trik yang secara cekatan diterapkan, V. Kesimpulan
akhirnya memampukan kita menciptkan sesuatu Dari konsep anomalus tersebut, maka
yang supranatural, khayali, bahkan tidak mungkin sejumlah tokoh yang terdapat di dalam film spin-off
terlihat sekalipun. yang telah dipaparkan, secara kategorial masuk
Menyimak dari film-fil spin-off yang dalam kategori anomalus, khususnya genre
telah, masih, akan diproduksi pada dasarnya superhero, fantasi, dan science-fiction. Inilah yang
merujuk terhadap film-film sequel dan prequel menjadi kodrat kemanusiaan para tokoh tersebut
yang bergenre superhero, supernatural, science- menjauhkan dari dunia realitas, sebuah simulacrum
fiction, fantasi, yang cenderung menjauhkan dari komunikasi yang dikemas dalam film spin-off.
realitas dan kodrat kemanusiaan. Karakter tokoh Perolehan laba yang mengiringi sukses
wolverine memiliki tubuh yang kebal tehadap film Spin-off, yang terus memacu laju produksinya
tembakan senjata api, sehingga peluru-peluru yang film spin-off. Meski harus mengabaikan dunia
menghujam dirinya satu per satu berjatuhan akibat realitas manusia. Sebab, tokoh-tokoh yang
tak sanggup menembus tubuhnya. Mengacu dari diciptakan memang harus anomalus, sehingga
hal tersebut, hadirnya tokoh-tokoh manusia menumbuhkan sensasional dan sesuatu yang tak
anomalus – seperti halnya tokoh-tokoh dalam film lazim sebagai tontonan. Tokoh-tokoh dalam spin-
X-Men - narasi The Lord of the Rings pun off superhero, fantasi, science-fiction hanya hidup
menghadirkan manusia sejenis, antara lain, Hobbit dalam layar bioskop, yang kemudian menjadi
dan Gollum (Smeagol), yang dalam kenyataan ekstasi komunikasi dalam bingkai simulacrum
sehari-hari tak akan ditemukan sebagai dunia komunikasi.
realitas. Tokoh-tokoh yang hidup dalam layar
bioskop hanyalah simulacrum. Lalu penonton
bioskop menyerap pesan-pesan komunikasi sebagai Daftar Pustaka
the ecstasy communication (ekstasi komunikasi);
proses penyampaian pesan dan transmisi sebuah Dominic Srinati, Popular Culture: Pengantar
tanda yang dalam hal ini adalah pesan yang dapat Menuju Teori Budaya Popular, 2004,
meninabobokan manusia dalam menerima pesan Bentang Pustaka, Yogyakarta.
tersebut (Baudrillard, 2006). Ilham Zoebazary, Kamus Istilah Televisi & Film,
Kehadiran manusia anomalus dalam film September 2010, PT. Gramedia Oustaka
spin-off kerap ditampilkan. Terkait dengan itu, Utama, Jakarta.
Levi-Strauss mengenalkan konsep kategori Jean Buadrillard, Ekstasi Komunikasi, 2006, Kreasi
anomalus. Munculnya kategori anomalus karena wacana, Yogyakarta.
alam atau realitas tidak dapat begitu saja John Fiske, Cultural and Communication Studies:
diklasifikasikan dalam kategori mutlak yang Sebuah Pengantar Paling Komprehensif,
kontradiktif dan rapi, namun merupakan sebuah 2004, Jalasutra, Yogyakarta.
kontinua analogis. Di alam tidak ada garis Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku
memisahlan cahaya dan kegelapan, namun yang Teks dasar Mengenai Semiotika dan Teori
ada adalah proses kontinual pencahayaan dan Komunikasi, 2010, Jalasutra, Yogyakarta
kegelapan, seperti yang tertulis dalam Kitab Paul Virilio, The Aesthetics of Disappearance,
Kejadian (Genesis). 1991, Semiotext (e), LA, United States.

26
Jurnal Komunikasi, Volume VI Nomor 1, Maret 2015

Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat: Tamasya BIODATA PENULIS


Melampui Batas-Batas Kebudayaan, 2004, A. Yudo Triartanto, meraih gelar Sarjana Ilmu
Jalasutra, Yogyakarta Komunikasi (S1 dan S2) dari Institut Ilmu Sosial
_________________, Post-Realitas: Realitas dan Ilmu Politik, Jakarta. Saat ini mengajar di
Kebudayaan dalam Era Pos-Metafisika, AKOM BSI Program Studi Penyiaran. Aktivitas
2004, Jalasutra, Yogyakarta. lainnya sebagai penulis buku dan penulis tetap
untuk Gonjreng.com

27

Anda mungkin juga menyukai