Anda di halaman 1dari 14

2.

Kondisi Ketersediaan Pakan Ternak di Kabupaten Malang


2.1 Hijauan Pakan Ternak
2.1.1 Rumput Gajah
Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, perennial, dapat tumbuh setinggi 3
sampai 4,5m, bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m.
Berkembang dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 m. Panjang daun 16 sampai 90 cm
dan lebar 8 sampai 35 mm (Sutopo, 1988). 

Kultur teknis rumput ini adalah bahan tanam berupa pols dan stek, interval
pemotongan 40 – 60 hari, responsif terhadap pupuk nitrogen, campuran dengan legum
seperti Centro dan Kudzu, produksinya 100–200 ton/ha/th (segar), 15 ton/ha/th (BK),
renovasi 4–8 tahun (Reksohadiprodjo, 1985).

Rumput Gajah toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan genangan, tetapi
respon terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran rendah
sampai pegunungan, tahan terhadap lingkungan sedang dengan curah hujan cukup, 1000
mm/th atau lebih (Susetyo, 1985).

Kandungan Komposisi (%)


Bahan kering 18.98
Protein kasar 10.19
Serat Kasar 34.15
Lemak 1.64
Abu 11.73
BETN 42.29
Ca 0,59
P 0,29

2.1.2 Rumput Raja


Rumput raja pertama kali dihasilkan di Afrika Selatan, termasuk dalam famili
Graminae, sub famili Poanicoidea dan tribus Paniceae. Rumput raja termasuk tanaman
perennial, beradaptasi dengan baik di daerah tropis, tanah tidak terlalu lembab dengan
drainase yang baik (Widjajanto, 1992). 

Rumput raja tumbuh tegak membentuk rumpun, tumbuh dengan baik di dataran
rendah sampai tinggi dengan curah hujan sekitar 1000 – 1500 mm/th, tidak tahan
naungan dan genangan air, hidup pada tanah dengan pH sekitar 5. Tanaman ini tidak
dapat diperbanyak dengan menggunakan stek dengan panjang sekitar 25 – 30 cm atau 2
ruas (Reksohadiprodjo, 1985).

Rumput Raja mempunyai ciri-ciri antara lain: tumbuh berumpun – rumpun, batang
tebal, keras, helaian daun panjang dan ada bulu serta permukaan daunnya luas. Produksi
rumput Raja segar dapat mencapai 40 ton /hektar sekali panen atau antara 200 – 250
ton/hektar/tahun (Rukmana, 2005). 

Kandungan Komposisi (%)


Bahan kering 19,4
Protein kasar 11,68
Serat Kasar 25,48
Lemak
Abu
BETN
Ca 0,37
P 0,39

2.1.3 Rumput Setaria


Rumput setaria yang dipotong pada umur 43 – 56 hari mempunyai kandungan bahan
kering, lemak kasar, serat kasar, BETN, protein kasar, dan abu masing-masing sebesar
20,0%; 2,5%; 31,7%; 45,2%; 9,5%; dan 2,2 %. Pada kondisi optimum, Setaria memiliki
kandungan protein kasar lebih dari 18 % dan serat kasar 25 % (Soedomo, 1985). 

Rumput setaria tumbuh baik pada curah hujan 750 mm/th atau lebih, toleran
terhadap berbagai jenis tanah tetapi lebih suka pada tanah tekstur sedang, tahan genangan
dan kering apabila lapisan olah dalam. Kultur teknisnya adalah bahan tanam berbentuk
pols, biji (2-5 kg/ha), jarak tanam 70 x 90 cm, responsif terhadap pupuk nitrogen,
pemotongan 35–40 hari (musim hujan) dan 60 hari (musim kemarau) (Reksohadiprodjo,
1985).

Kandungan Komposisi (%)


Bahan kering 13.95
Protein kasar 12.67
Serat Kasar 34.95
Lemak 1.99
Abu 9.6
BETN 40.79
Ca -
P -

2.1.4 Rumput Benggala


Panicum maximum dapat ditanam bersama leguminosa Centrosema dengan
perbandingan 4–6 kg Panicum per ha dan 2–3 kg Centro per ha atau dalam baris-baris
berseling Pemotongan dapat dilakukan 40–60 hari sekali atau dengan kata lain
pemotongan pertama dapat dilakukan 2–3 bulan. 

Pembongkaran kembali dapat dilakukan setelah 5–7 tahun (Widjajanto,1992).


Panicum maximum mampu menghasilkan produksi biji 75–300 kg/ha dan menghasilkan
produksi hijauan sebanyak 100–150 ton bahan kering per ha per tahun.

Kandungan Komposisi (%)


Bahan kering *
Protein kasar 18.37
Serat Kasar 27.4
Lemak 3.81
Abu 13.08
BETN 37.34
Ca -
P -

2.2 Limbah Pertanian


Luas panen Tanaman Pangan di Kabupaten Malang (hektar), 2011-2018

Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


Padi 66.611 64.760 65.597 65.118 67.636 71.337 70.181 70.351
Jagung 59.109 48.821 89.212 49.618 45.232 54.052 44.933 42.201
Ubi kayu 15.931 14.028 12.989 12.954 9.608 9.682 10.286 42.201
Ubi jalar 1.223 1.218 5.637 1.172 647 628 917 739
Kacang 2.641 1.828 1.798 1.504 1.172 628 807 603
tanah
Kacang 545 115 481 411 223 1.352 70 11.780
kedelai

2.2.1 Jerami Padi


Limbah yang dihasilkan dari tanaman padi yaitu jerami, dedak, merang dan sekam.
Jerami dihasilkan sebanyak 55,6% dari total hasil padi. Sedangkan gabah hanya
44,4%. Dari gabah tersebut hanya 65% yang menjadi beras, sedangkan sisanya berupa
sekam dan dedak. Limbah jerami dan sekam telah digunakan sebagai bahan bakar,
kemudian abunya digunakan sebagai pupuk. Selanjutnya, jerami dapat pula digunakan
sebagai pakan ternak besar. Sarwono dan Arianto (2003) juga menambahkan bahwa
kandungan nutrisi jerami padi dapat dilihat pada tabel 1.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan nutrisi jerami padi sangat rendah.
Maka dari itu sebelum jerami padi diberikan kepada ternak sebaiknya dilakukan proses
fermentasi terlebih dahulu.

2.2.2 Jagung
Limbah tanaman jagung sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan, tetapi
hanya untuk ternak ruminansia karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung
merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh, terutama
pada musim kemarau. Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan matahari
menghasilkan berbagai macam produk sampingan yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak.
Ada beberapa istilah lokal Indonesia/daerah untuk berbagai macam limbah tanaman
jagung atau hasil samping industri berbasis bahan dasar jagung. Istilah-istilah ini perlu
diketahui seperti:
1. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan buah
jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45 – 65 hari (Soeharsono
dan Sudaryanto 2006). Ada pula yang menyebut tebon jagung tanpa memasukkan
jagung muda ke dalamnya. Biasanya petani jagung seperti ini bekerja sama dengan
peternak besar; petani hanya menanam jagung sebagai hijauan dan pada umur
tertentu (masih dalam tahap baru berbuah atau tahap buah muda) seluruh tanaman
jagung dipangkas dan dicacah untuk diberikan langsung ke ternak dan atau
dimasukkan ke dalam tempat tertutup untuk dibuat silase.
2. Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang telah
dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Jerami
jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra tanaman jagung dengan tujuan
untuk menghasilkan jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri pakan;
bukan untuk dikonsumsi sebagai sayur (Mariyono et al. 2004).
3. Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya
dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena kadar
gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al. 2005; 2006).
4. Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung
dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya
dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al. 2006b).
Sebagian besar limbah jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Dengan
sentuhan teknologi sederhana, limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan
sumber energi bagi ternak. Limbah pertanian atau limbah industri pengolahan hasil
pertanian dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan proteinnya

Sumber : Preston (2006)


2.2.3 Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan bahan pakan yang sangat potensial dan mudah diperoleh hampir
di setiap wilayah. Potensi produksi tanaman ubi kayu yang terus meningkat secara
otomatis juga meningkatkan limbah ubi kayu dan agroindustrinya sehingga
memungkinkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak semakin luas.
Ubi kayu mengandung protein yang rendah, oleh karena itu, banyak penelitian
dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisinya agar dapat dimanfaatkan secara optimal
sebagai pakan ternak. Ruminansia dapat memanfaatkan tidak hanya umbi ubi kayu
tetapi juga batang, daun, kulit serta residu dari pengolahan tapioca seperti
gamblong/onggok, karena ruminansia punya toleransi yang cukup baik terhadap pakan
kualitas rendah (Antari dan Umiyasih, 2009)
Beberapa istilah limbah hasil panen dan agroindustri ubi kayu adalah sebagai berikut:
1. Pucuk (daun) ubi kayu
Pucuk ubi kayu merupakan bagian atas tanaman yang pada umumnya terdiri dari
daun dan tangkai/ ranting-ranting muda; jumlahnya berkisar 7% (daun) dan 12%
(ranting).
2. Batang ubi kayu
Batang ubi kayu mempunyai kulit serta lapisan kayu yang berbentuk bulat dan
berongga; terisi oleh lapisan gabus. Pada tanaman yang telah dewasa batang ubi
kayu mendominasi persentase bagian tops selain daun dan ranting yakni 89,1%.
3. Ubi kayu afkir
Pada proses pembuatan gaplek, tepung tapioca maupun bahan olahan ubi kayu
yang lain seperti pembuatan snack, tape dan lain-lain penyiapan bahan baku
menyisakan kulit dan bonggol ubi kayu yaitu ubi kayu bagian pangkal yang
biasanya keras. Bonggol ubi kayu serta ubi kayu kualitas rendah yang tidak layak
diproses inilah yang dikenal dengan istilah ubi kayu afkir. Dapat diberikan
kepada ternak dalam keadaan segar maupun kering.
4. Kulit ubi kayu
Dihasilkan pada proses pengolahan ubi kayu menjadi produk olahan misalnya
pada pembuatan gaplek, tapioka maupun aneka bahan pangan asal ubi kayu
(snack). Kulit ubi kayu ini merupakan bagian yang cepat terdegradasi di dalam
rumen.
5. Onggok (gamblong)
Merupakan hasil ikutan padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati
ubi kayu yang mengandung banyak karbohidrat, onggok dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi.
Kandungan nutrisi beberapa limbah dari ubi kayu antara lain daun, kulit dan onggok
(Tabel 2). Umbi ubi kayu sangat tinggi kandungan energy namun minimal dalam
kandungan protein, sebaliknya bagian daun mengandung protein yang cukup tinggi
(Tabel 2).

Selain kandungan nutrisi diatas daun ubi jalar juga memiliki kandungan mineral
seperti Kalsium (Ca) sebanyak 0,99% dan fosfor (P) sebanyak 0,56% (Kearl, 1982)

2.2.4 Ubi Jalar


Ubijalar (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu tanaman palawija penting di
Indonesia namun potensinya belum dikembangkan secara optimal. Neraca bahan
makanan bahwa dari produksi ubijalar 1,749 juta ton per tahun, sebanyak 1,507 juta ton
dikonsumsi sebagai bahan makanan, 55 ton untuk pakan ternak dan 169 ton untuk lain-
lain (FAOSTAT, 2001).
Seperti halnya dengan ubikayu, tanaman ubijalar juga berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Kandungan protein kasar tanaman ini berkisar 11,25 hingga
23,91% berdasarkan bahan kering (Tabel). Diantara bagian-bagian tanaman ubijalar,
daun memiliki nilai protein kasar tertinggi. Namun demikian, keseluruhan biomasa
tanaman ubijalar (daun, tangkai maupun batang) dapat diberikan sebagai sumber
hijauan pakan bagi ternak ruminansia sekaligus untuk memenuhi kebutuhan serat kasar
ternak yang bersumber dari tangkai dan batang ubijalar.
2.2.5 Kacang Tanah
Kacang tanah yang tergolong genus Arachis mempunyai 12 spesies. Namun, yang
selama ini dikenal dan banyak dibudidayakan adalah dari spesies Arachis hypogaea L,
mempunyai dua subspesies, yakni subspesies hypogeae dan subspesies fascigiata.
Kedua subspesies tersebut memiliki perbedaan sifat-sifat morfologi. Kacang tanah
subspesies fascigiata terdiri dari dua tipe, yakni tipe valensia dan tipe spanis, sedangkan
kacang tanah subspesies hypogeae hanya ada satu tipe, yakni tipe virginia. Daun kacang
tanah merupakan sumber protein dan zat kapur sehingga sangat baik untuk pakan ternak
(misalnya ternak kelinci). Akan tetapi, pemberiannya kepada hewan ternak tidak boleh
dalam keadaan segar (daun baru dipangkas) dan juga tidak boleh dalam jumlah
berlebihan, sebab daun kacang tanah yang diberikan dalam keadaan segar dan
berlebihan dapat menyebabkan sakit perut atau kembung (bloat) bagi hewan ternak
yang memakannya (Cahyono, 2007)
Jerami atau tangkai tanaman yang kering dari tanaman kacang tanah (Arachis
hypogaea) memiliki nilai gizi lebih tinggi daripada jerami lainnya (Williamson dan
Payne, 1993). Jerami kacang tanah mempunyai kandungan Bahan Kering (BK)
sebanyak 35 %, PK sebanyak 15,1 %, LK sebanyak 3,3%, SK sebanyak 22,7 %, TDN
sebanyak 65 %, Ca sebanyak 1,51 % dan P sebanyak 0,20 % (Hartadi et al., 1990)
2.2.6 Kacang Kedelai
Kedelai sebagai bahan pangan untuk manusia yaitu sebagai bahan pangan sumber
protein nabati masih banyak dibutuhkan. Pengolahan biji kedeleai dapat dipakai sebagai
bahan penyusun ransum baik ternak ruminansia maupun ransum ternak non ruminansia.
Kandungan protein dari hasil samping pengolahan biji kedelai berupa ampas tahu,
ampas susu sari kedelai, ampas tauco, ampas kecap masih dimanfaatkan sebahgai pakan
ternak.
kacang kedelai memiliki kadar protein kasar paling tinggi, yaitu 37,71%. Hal itu
sesuai dengan pernyataan Chandrasekharaiah et al. (2002) bahwa kacang kedelai
memiliki kadar protein kasar paling tinggi dengan kisaran 34,5–44,6%. Menurut
Cahyadi (2007) protein kedelai memiliki mutu yang mendekati mutu protein hewani
yang memiliki susunan asam amino lengkap dan seimbang. kadar protein kasar yang
diperoleh dari semua jenis kacang lokal lebih dari 20%, hal ini berarti kacang-kacangan
lokal yang digunakan dalam penelitian merupakan bahan pakan sumber protein. Hal
tersebut sesuai dengan Hardianto (2000) bahwa sumber protein adalah bahanbahan
yang memiliki kandungan protein kasar lebih dari 20%
Berikut merupakan kandungan nutrisi dari limbah hasil olahan kacang kedelai
Jenis bahan BK (%) PK (%) LK SK(%) TDN(%) Ca (%) P (%)
(%)
Jerami 30,389 14,097 3,542 20,966 61,592
kacang
kedelai
Jerami kulit 61,933 7,998 5,071 38,672 58,129
kedelai
Kulit kedelai 90,369 18,962 1,249 22,833 62,717
Ampas tahu 10,788 25,651 5,317 14,527 76,000
Ampas 85,430 36,381 17,81 17,861 89,553
kecap 6
Bungkil 89,413 52,075 1,011 25,528 40,265 0,20 0,74
kedelai
Sumber: Analisa proksimat laboratorium pakan Lolit Sapi Potong, Grati, Pasuruan
2.3 Leguminosa
2.3.1 Gamal (Gliricidia sepium)
Gamal adalah tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan cepat di daerah
kering. Pemberian gamal pada sapi maksimal 40% dan domba 75%. Sebaiknya gamal
diberikan bersama-sama dengan pemberian rumput (Wahiduddin, 2008). Daun gamal
berbentuk elips (oval), ujung daun lancip dan pangkalnya tumpul (bulat), susunan
daun terletak berhadapan seperti daun lamtoro atau turi. Bunga gamal muncul pada
musim kemarau dan berbentuk kupu-kupu terkumpul pada ujung batang (Natalia et
al., 2009).
Tabel Kualitas Nutrisi dan Kecernaan bagian tanaman gamal
Parameter pengamatan Bagian Tanaman
Daun Kulit Kayu
Bahan Kering (% BK) 90,26 90,17
Bahan Organik (% BO) 90,68 90.97
Protein Kasar (% PK) 24,68 15,84
Lemak Kasar (% LK) 15,78 8,88
Serat Kasar (% SK) 15,70 33,07
Kecernaan bahan kering 37,99 54,61
(%KcBK)
Kecernaan bahan organik 45,16 59,49
(%KcBO)
Ca (%) 0.67
P (%) 0,19
*Hasil analisis Laboratorium Biokimia Nutrisi, Fakultas Peternakan, UGM; Kearl
(1992)
Kelemahan gamal sebagai pakan ternakyaitu mengandung zat racun. Pertama
dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat menganggu serta
menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari
coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi. Meskipun coumarin
tidak beracun, jika berubah menjadi senyawa dicoumarin dapat berbahaya bagi ternak,
terutama ternak monogastrik seperti kelinci dan unggas. Fakta lapangan menunjukkan
tidak banyak ternak ruminansia yang keracunan dicoumerol yang disebabkan oleh daun
gamal.
Senyawa racun yang kedua adalah HCN (Hydro Cyanic Acid) sering disebut juga
Prusic Acid atau Asam Sianida. Kandungan HCN dalam gamal tergolong rendah, 4
mg/kg, dibanding umbi singkong/ketela pohon yang dapat mencapai 50-100 mg/kg
namun hal ini perlu juga diwaspadai. (Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna
dan Ayam Sembawa, 2009).
Zat lain yang perlu diwaspadai adalah nitrat (NO3). Sebenarnya nitrat tidak beracun
terhadap ternak, namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit yang
disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrat yang secara alamiah terdapat pada
tanaman di ubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan lalu nitrit dikonversi menjadi
amonia. Amonia kemudian dikonversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen.
Jika sapi banyak menkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat dalam jumlah besar,
nitrit akan terakumulasi di dalam rumen. Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun pada
sapi dibandingkan nitrat. Nitrit diserap ke dalam sel darah merah dan bersatu dengan
molekul pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk methemoglobin.
Methemoglobin tidak dapat membawa oksigen dengan efisien seperti hemoglobin,
akibatnya detak jantung dan pernafasan ternak meningkat, darah dan lapisan kulit
berubah warna menjadi biru kecoklatcoklatan, otot gemetar, sempoyongan dan bila
tidak segera ditangani dapat mati lemas. (Natalia et al, 2009)
2.3.2 Kaliandra (Calliandra callotirsus)
Kaliandra termasuk salah satu tanaman legume yang sangat penting bagi ternak
ruminansia pada daerah tropis karena termasuk tanaman yang tumbuh dengan cepat
dan baik, meskipun pada kondisi tanah yang buruk. Kaliandra merupakan tanaman
yang mempunyai bentuk berupa pohon kecil atau perdu yang termasuk kedalam
keluarga leguminosa (Mulyana et al., 2006). kaliandra dalam keadaan segar sangat
palatable untuk ternak, meskipun tidak mengalami masa adaptasi pakan (Karda,
2011). Kalindra juga merupakan sumber protein ternak sebesar 31,35% (Novia et al.,
2015), meskipun demikian Tangendjaja et al. (1992) melaporkan bahwa kandungan
tannin sebesar 1,5-11,3% pada kaliandra menyebabkan tingkat kecernaan rendah
sebesar 30-60%. Hasil penelitian Salawu et al. (1999) juga menjelaskan bahwa
kecernaan protein secara in vitro pada bagian daun dan biji kaliandra memiliki
perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan kandungan tannin setiap bagian
tanaman kaliandra juga berbeda.
Tabel Kualitas Nutrisi dan Kecernaan bagian tanaman kaliandra
Parameter pengamatan Bagian Tanaman
Daun Kulit Kayu
Bahan Kering (% BK) 88,65 91,42
Bahan Organik (% BO) 94,08 92,7
Protein Kasar (% PK) 20,49 16,76
Lemak Kasar (% LK) 3,44 9,4
Serat Kasar (% SK) 12,93 24,05
Kecernaan bahan kering 32,81 51,25
(%KcBK)
Kecernaan bahan organik 45,19 60,48
(%KcBO)
Ca (%) 1,84
P (%) 0,03
*Hasil analisis Laboratorium Biokimia Nutrisi, Fakultas Peternakan, UGM;
Taopikullah (2007)
2.3.3 Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan legumenosa yang banyak
dimanfaatkan untuk makanan ternak.. lamtoro sangat berpotensi untuk pakan ternak,
karena mempunyai percabangan yang kecil dan banyak serta daunnya sangat
disenangi ternak ruminansia. Menurut Siahaan (1982), bahwa daun lamtoro
mempunyai palatabilitas yang tinggi dan daya cerna yang tinggi. Daya cerna daun
lamtoro sekitar 70% (Yurniaty, 2007).
Daun lamtoro perlu diperhatikan penggunaannya pada ternak karena mengandung
zat antinutrisi berupa mimosin. Mimosin merupakan asam amino kompleks non-
protein dengan struktur senyawa mirip tirosin (Argadyasto dkk, 2015). Kadar
mimosin pada tanaman Leucaena dipengaruhi oleh bagian tanaman, umur dan musim.
Menurut Ter Meulen et al. (1979) daun dan polong lamtoro masing-masing memiliki
kandungan protein kasar sebesar 34.4% dan 31%. Kadar mimosin dari daun dan
polong lamtoro masing-masing sebesar 7.19% dan 12.13% dari total kandungan
protein kasar. Daun lamtoro memiliki kandungan protein kasar, produktivitas dan
palatabilitas yang tinggi, namun karena kandungan mimosin menjadi faktor pembatas
dalam penggunaannya (Jube & Borthakur 2010).
Tabel kandungan nutrisi daun lamtoro
Kandungan Komposisi
Bahan Kering (%BK) 30
Protein Kasar (%PK) 23,40
Serat Kasar (%SK) 21,00
Lemak Kasar (%LK) 6,5
TDN (%)` 77
Ca (%) 1,40
P (%) 0,21
Sumber : Kearl (1982)
Daftar Pustaka

ADEWOLU, M.A. 2008. Potential of sweet potato (Ipomea batatas) leaf meal as dietary ingredient for
Tilapia zilli fingerlings. Pakistan J. Nutr. 7(3): 444 – 449.
AKINFALA, E.O., A.O. ADERIBIGBE and O. MATANMI. 2002. Evaluation of the Nutritive value of
whole cassava plant meal as replacement for maize in the starter diets for broiler chickens. Res. Rural
Dev. 14(6)
Antari, R., & Umiyasih, U. (2009). Pemanfaatan tanaman ubi kayu dan limbahnya secara optimal sebagai
pakan ternak ruminansia. Wartazoa, 19(4), 191-200.
Argadyasto, D., Retnani, Y., & Diapari, D. (2015). PENGOLAHAN DAUN LAMTORO SECARA FISIK
DENGAN BENTUK MASH, PELLET DAN WAFER TERHADAP PERFORMA DOMBA
(Physics processing of leucaena leaves by mash, pellet and wafer on the performance of sheep).
Buletin Ilmu Makanan Ternak, 13(1).
Cahyono, B., 1995. Pisang Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Chandrasekharaiah M, Sampath KT, Praveen US, Umalatha 2002. Evaluation of chemical composition and
in vitro digestibility of certain commonly used concentrate ingredients and fodder/top feed in
ruminant rations. Indian J Dairy Biosci. 13(2): 28–35.
FAOSTAT. 2001. Statistical database of food balance sheet. www.fao.org.
Hardianto R. 2000. Teknologi Complete Feed Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ruminansia. Makalah
BPTP Jawa Timur, Malang.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A.D. Tillman., 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jube Sandro LR, Borthakur Dulal. 2010. Transgenic Leucaena leucocephala expressing the Rhizobium
gene pydA encoding a meta-cleavage dioxygenase shows reduced mimosine content. J. Plant
Physiology and Biochem. 48 : 273-278.
Karda, I.W. 2011. Kaliandra Merah Dalam Sistem Pertanian Konservai peluang, Kendala dan Solusi.
Udayana University Press. Bali
KEBEDE, T., T. LEMMA, E. TADESSE and M. GURU. 2008. Effect of level of substitution of sweet
potato (Ipomea batatas L) vines for concentrate on body weight gain and carcass characteristics of
browsing Arsi-Bale goats. J. Cell. Anim. Bio. 2(2): 036 – 042.
Mariyono, U. U., Anggraeny, Y., & Zulbardi, M. (2004). Pengaruh substitusi konsentrat komersial dengan
tumpi jagung terhadap performans sapi PO bunting muda. In Pros. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor (pp. 4-5).
MARLINA, N. dan S. ASKAR. 2004. Komposisi kimia beberapa bahan limbah pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian. Pros. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor, 3
Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 103.
Mccutcheon, J. dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State University
Extension. Us. Anr 10-20.
Mulyana, A., Sumarta, T. Hidayat dan Karma. 2006. Produktivitas Beberapa Varietas Kaliandra
(Calliandra calothyrsus) sebagai Hijauan Pakan Ternak. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Nappu. M. B. 2008. Sebaran Potensi Limbah Tanaman Padi dan Jagung serta Pemanfaatannya di Sulawesi
Selatan.
Natalia, H., D. Nista, dan S. Hindrawati. 2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan Ternak. BPTU
Sembawa, Palembang.

Rohaeni, E. S., Amali, N., Sumanto, D. A., & Subhan, A. (2006). Pengkajian integrasi usahatani jagung dan
ternak sapi di lahan kering Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, 9(2), 129-139.
Salawu, M.B., T. Acamovic, C.S. Stewart and R.L. Roothaert. 1999. Composition and degradability of
different fractions of Calliandra leaves, pods, and seed. Animal Feed Science and Technology 77.
181-199.
Sarwono, B Dan H.B. Arianto.2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siahaan, M.S. 1982. Lamtoro. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta. 22-38
Soeharsono dan B. Sudaryanto. 2006. Tebon jagung sebagai sumber hijauan pakan ternak strategis di lahan
kering kabupaten gunung kidul. Prosiding. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem
Integrasi Jagung Sapi. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 136 – 141.
Ter Meulen U, El Harith EA. 1985. Mimosin – a factor limiting the use of Leucaena leucocephala as an
animal feed. J. Tropenlandwirt 86 : 109-118
Yurmiaty, H. (2007). Penggunaan Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam Ransum terhadap
Produksi Pelt dan Kerontokan Bulu Kelinci. Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran, 7(1).

Anda mungkin juga menyukai