Anda di halaman 1dari 30

Geologi Lembar Tukangbesi, Sulawesi

Geology of the Tukangbesi Sheet, Sulawesi

Lembar (Sheet) : 2310, 2311, 2312, 2211, 2212


Sekala (Scale) : 1 : 250.000

Oleh (By) :
A. Koswara dan (and) D. Sukarna

Keterangan dan peta geologi


Esplanatory note and geological map

REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI
DIREKTORAT JENDRAL GEOLOGI DAN SUMBERDAYA
MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI

REPUBLIC OF INDONESIA
DEPARTEMENT OF MINES AND ENERGY
DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY AND MINERAL
RESOURCES
GEOLOGICAL RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE
1994
Menteri Pertambangan dan Energi
Minister of Mines and Energy

I. B. SUDJANA

Direktur Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral


Director General of Geology and Mineral Resources

ADJAT SUDRADJAT

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi


Directorat of Geological Research and Development Centre

IRWAN BAHAR

Dewan Redaksi
Chief of Editorial Board

N. RATMAN

Semua komunikasi tentang publikasi ini dialamatkan kepada :


Communications regarding this publication should be addressed to :
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI
GEOLOGICAL RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE,
Jalan Diponegoro, 57, Bandung 40122, Telp. (022) 703205;
FAX. (022) 702669
Geologi Lembar Tukangbesi, Sulawesi
Geology of the Tukangbesi Sheet, Sulawesi

Oleh (By):
A.Koswara dan (and) D.Sukarna

Geologi dipetakan pada 1981 oleh :


Geology mapped in 1981 by:
A.Koswara dan (and) D.Sukarna

Ditelaah dan disunting oleh:


Reviewed and edited by:
M.M. Purbo-Hadiwidjoyo, R. Sukanto, Surono, S. Gafoer & E. Rusmana

DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI


DIREKTORAT JENDRAL GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI

DEPARTEMENT OF MINES AND ENERGY


DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY AND MINERAL RESOURCES
GEOLOGICAL RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE

1994
Izin Terbit 1994
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Departemen Pertambangan dan Energi
Bandung, Indonesia

Laporan asli. Tak ada bagian dari publikasi ini yang diperkenankan untuk
diperbanyak, disimpan dalam system rekaman atau dibeberkan dalam bentuk apapun
atau dengan cara elektronika, elektrostatika, pita magnet, mekanik, fotokopi, salinan
atau sebangsanya tanpa izin tertulis dari penerbit.

Terbitan pertama, 1994

Acuan Bibliografi

A. Koswara dan D. Sukarna, 1994, Geologi Lembar Tukangbesi, Sulawesi, Pusat


Penelitian dan Pengembangan Geologi, Indonesia.

Copyright 1994
The Geological Research and Development Centre
Departement of Mines and Energy
Bandung, Indonesia

All rights reserved. No part of this publication may be reproducep, strored in a


retrieval system or transmitted in any form or by any means: electronic, electrostatic,
magnetic tape, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without permission
in writing from the publisher.

First edition, 1994

Bibliographic reference

A. Koswara and D. Sukarna, 1994, Geology of the Tukangbesi Sheet, Sulawesi,


Geological Recearch and Development Centre, Indonesia.
Keterangan dan Peta Geologi Lembar Tukangbesi, Sulawesi

Isi
Hal.

1. SUMMARY
2. PENDAHULUAN
3. FISIOGRAFI
4. STRATIGRAFI
5. STRUKTUR DAN TEKTONIKA
6. SUMBERDAYA MINERAL
7. ACUAN
SUMMARY
The Tukangbesi Sheet covers the Tukangbesi Islands and Wawonii Island.

Tukangbesi Islands are located 122°55'-123°15' E longitudes and 03°55'-04°15' S

latitude. The Wawonii Island is situated at 123°00'-124°30' E longitudes and 05°07'-

06°07' S latitudes. Administratively, the Tukangbesi Islands is part of the Wangi-

wangi, Kaledupa, Tomia and Binongko districts of the Buton Regency; and the

Wawonii Island belong to the Wawonii District of the Kendari Regency. All those

arreas belong to the Southeast Sulawesi Province.

The physiography of the Tukangbesi and Wawonii islands shows a typical

characteristics. The Wawonii Island is only separated by shallow and narrow strait to

the southeast arm of Sulawesi, and to the eastward is connected with the Banda Sea.

The Tukangbesi Island is situated in the Banda Sea Shows a chain-ring.

Stratigraphy of the Tukangbesi Islands and Wawonii can be divided into

stratigraphy of Wawonii Island, Tukangbesi Islands and Langkesi Island. The Oldest

rocks exposed in the Wawonii Island is the Triassic Meluhu Formation (TRm). It has

tectonic contact relationship to the ultramafic and mafic complex (Ku). The upper

part of Lampeapi Formation (Tml) has interfingering relationship with the Lansilowo

Formation (Tmpl) of Miocene-Pliocene age. The Lansilowo Formation is

unconformably overlain by the Quaternary coralline limestone (Qpl). The alluvial

deposits are found in several places in the Wawonii Island.


The oldest rock in Tukangbesi Islands, is Ambeuwa Formation (Tmpa), of an

Upper Miocene to Pliocenesa age. The Ambeuwa Formation is unconformably

overlain by the Plistocene to Recent coralline limestone and partly by the alluvial

deposits.

Dacite and rhyolite (PTRv) of Permian-Triassic age are found in the Langkesi

Island. They are unconformably overlain by coralline limestone of Plistocene to

Recent age.

Folds and faults are found in the Tukangbesi and Wawonii Island. The weakly

folds occur in the Neogene sedimentary rocks. A few strong and overturn folds are

only found in the Mesozoic sediments of Meluhu Formation. Faults consist of nomal,

strike-slip and thrust faults.

The economic potential geology in this Sheet is nickel, coal and quartz

sandstone, limestone, igneous, rocks, sand and pebble. Nickel is present as laterite

deposits, resulted ultramafic and mafic alteration. Coal is found as lenses in the

Lampeapi Formation. Quartz sandstone are. Widespread in the downstream of

Wungkolo River with total bed thickness approximately 2.5 m.


PENDAHULUAN
Pemetaan geologi bersistem Lembar Tukangbesi skala 1 : 250.000 dilakukan

oleh Bidang Pemetaan Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dalam

Rangka pelaksanaan proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foto Udara dalam

Pelita IV, anggaran 1984/1985. Pemetaan dilakukan selama 60 hari dari September

hingga November 1984.

Lembar Tukangbesi mencakup kepulaun Tukangbesi dan Pulau Wawonii

terletak diantara koordinat 122°55'-123°15' BT dan 03°55'-04°15' LS; Kepulaun

Tukngbesi terletak diantara koordinat 123°00'-124°30' BT 05°07'-06°07' LS. Laus

daerah keseluruhan kurang lebih 13.000 km2. Secara kepamograjaan Pulau Wawonii

termasuk kecamatan Wawonii, Kabupaten Kendari; Kepulaun Tukangbesi meliputi

Kecamatan Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko, Kabupaten Buton.

Kabupaten Kendari dan BUton termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara. (gb. 1).

Pulau Wawonii dan Kepulaun Tukangbesi ditempati oleh beberapa suku.

Suku Wawonii yang merupakan suku asli di Pulau Wawonii. Suku pendatang terdiri

dari suku Bajo, Tolaki, Bugis dan Jawa. Kepulaun Tukangbesi ditempati oleh Suku

Wanci,Kaledupa, Tomia dan Binongko.

Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dengan cara membuka

perladangan dan menangkap ikan. Hanya sebagian kecil saja sebagai pegawai, buruh

kasar dan pedagang. Hasil utama Pulau Wawonii adalah kayu dan rotan, dan dari

Kepulauan Tukangbesi berupa hasil laut. Musim kemarau di daerah ini berlangsung
dari Agustus hingga November; musim penghujan dari Desember hingga Juli, dengan

curah hujan maksimum 207 mm/tahun (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional, 1980).

Daerah pemetaan dapat dicapai dari Kendari dan Buton dengan kendaraan laut

berupa perahu layar motor (PLM). Sarana hubungan dari ibukota kecamatan ke tiap

desa di Pulau Wawonii hanya dengan kendaraan laut; kendaraan darat sampai saat ini

belum ada. Hubungan darat hanya dilakukan dengan berjalan kaki melalui jalan

setapak yang masih sering melewati hutan dan menyeberang sungai.

Di Kepulaun Tukangbesi, hubungan antar pulau dapat dilakukan dengan

perahu layar dan perahu motor. Hubungan antara ibu kota kecamatan dan desa

dilakukan dengan menggunakan kendaraan darat berupa sepeda motor. Pulau Wangi-

wangi, yang teramai di Kepulaun Tukangbesi, selain kendaraan beroda dua terdapat

pula kendaraan beroda empat.

Peta dasar yang digunakan adalah peta topografi berskala 1: 250.000 yang

bersumber dari U.S. Army Map Service seri T 503 SB 51. Foto udara berskala 1 :

60.000 yang digunakan dibuat oleh Bakosurtanal tahun 1979 yang mencakup

sebagian daerah Pulau Wawonii.

Daerah yang dipetakan ini telah diselidiki oleh Brouwer (1990), Hamilton

(1973), Hetzel (1932) Sukamto (1975), Wiryosujono drr., (1975) dan Smith (1983).
Gb. 1. Lokasi Lembar Pemetaan.
FISIOGRAFI

Fisiografi P.Wowoni dan Kep.Tukangbesi mempunyai ciri yang khas.

P.Wowoni dipisahkan oleh selat yang sempit dan dangkal dengan lengan tenggara

Sulawesi dan sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda. Kep.Tukangbesi yang

seluruhnya terletak di laut banda terdiri atas deretan pulau yang berarah barat laut –

tenggara dan merupakan ciri khas dari rangkaian cincin karang (atol) dengan intinya

berupa batuan sedimenTersier.

Morfologi P.Wowoni dan Kep.Tukangbesi dapat di bagi menjadi empat satuan

yaitu dataran rendah, perbukitan, kars dan pegunungan.(Gb.2).

Gambar. 2. Peta morfologi Kep. Tukangbesi dan P. Wawonii, Sulawesi Tenggara


Dataran rendah terdapat di sekitar pantai dan muara sungai besar; berjulang

hingga 50 m diatas permukaan air laut; umumnya terbentuk oleh aluvium dan

batugamping koral. Satuan ini di P.Wowoni di jumpai di pantai dan sekitar muara S.

Roko-roko, S. Wawosu, S. Bobolio, S. Lampeapi, S. Polara, S. Kekea, S. Munse, S.

Ladianta dan S. Lansilowo. Di Kep. Tukangbesi dataran rendah hanya di jumpai di P.

Wangiwangi. Daerah ini umumnya merupakan daerah pemukiman dan pertanian

penduduk.

Daerah perbukitan di P. Wowoni terdapat di bagian barat,timur dan barat daya

yang berarah barat laut – tenggara. Sungai yang mengalir melalui daerah ini keloknya

tidak teratur,dan pada beberapa tempat dijumpai air terjun dengan ketinggian

mencapai beberapa meter. Di Kep. Tukangbesi dijumpai di bagian tinggian P.

Wangiwangi,P. Kaledupa, P. Kapota, P. Tomia, yang berupa inti dari karang cincin.

Daerah ini dicirikan oleh bukit bukit yang berlereng landai dengan julang antara 200

dan 500 meter diatas permukaan air laut. Batuan penyusunya adalah batuan sedimen

Tersier.

Daerah karst menempati daerah bagian utara dan timur P. Wowoni. Di Kep.

Tukangbesi terdapat di P. Wangiwangi, P. Kaledupa, P. Tomia dan P. Binongko serta

pulau kecil lainya. Daerah ini hampir seluruhnya berupa undak-undak yang berjumlah

hingga 8 undak dengan beda tingginya berkisar 5 – 10 m, dan tersusun oleh

batugamping koral dan batu gamping klastika.

Daerah pegunungan hanya di jumapai di P. Wowoni dan menempati sebagian

besar di pulau ini. Morfologi ini mempunyai arah memanjang barat laut – tenggara
dengan julang antara 600 dan 825 m, diatas muka air laut. Daerah ini tersusun

terutama oleh batuan ultramafik dan mafik.

Peg. Laworete yang memanjang timurlaut - baratdaya,memisahkan aliran sungai

di P. Wowoni yang mengalir ke utara, tenggara dan baratdaya membentuk pola aliran

sejajar dan meranting (dendrite) (Gb.3).

Gambar.3. Peta pola aliran sungai P. Wowoni dan Kep. Tukangbesi, Sulawesi
Tenggara
STRATIGRAFI

Tataan Stratigrafi

Stratigrafi daerah ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu Stratigrafi P.

Wowoni, Kep. Tukangbesi dan Kep.Langkesi.

Batuan tertua di P. Wowoni adalah Formasi Meluhu yang berumur Trias Atas.

Formasi ini tersusun oleh Filit, batupasir malih, batusabak, serpih hitam dan

batugamping malih. Batuan ini bersentuhan secara tektonik dengan Kompleks

ultramafik dan mafik yang terdiri dari dunit, harsburgit, wehrlite, serpentinit dan

gabro. Kompleks ultramafik dan mafik diduga berumur Kapur bawah.

Formasi meluhu dan kompleks ultramafik dan mafik secara takselaras

tertindih oleh Formasi Lampeapi (Tml) yang berumur Miosen tengah – Miosesn atas.

Satuan ini terdiri atas konglomerat aneka bahan, batu pasir, batulempung pasiran

dengan kanta batubara. Bagian atas Formasi Lampeapi menjemari dengan formasi

Lansilowo (Tmpl). Formasi ini terdiri atas napal, napal pasiran, batugamping dan

batupasir lempungan. Formasi Lansilowo (Tmpl) berumur Miosen akhir hingga

Pliosen. Formasi Lansilowo tertindih secara tak selaras oleh batugamping koral (Qpl)

yang berumur Plistosen – Resen (Tabel 1).


Tabel 1. Stratigrafi Lembar Kep. Tukangbesi

Di Kep. Tukangbesi satuan batuan yang paling tua adalah Formasi Ambeuwa

(Tmpa) yang menunjukkan umur Miosesn atas – Pliosen terdiri atas napal dan

batugamping klastika. Formasi Ambeuwa secara takselaras tertindih batu gamping

koral yang berumur Plistosen – Resen.

Batu gamping koral (Qpl) baik yang tersingkap di P. Wowoni maupun di Kep.

Tukangbesi, setempat ditutupi endapan alluvial yang terdiri atas kerakal, kerikil,

pasir, lumpur dan sisa tumbuhan.


Di Kep. Langkesi, batuan tertuanya adalah dasit dan riolit yang berumur

Permo – Trias. Batuan tersebut tertindih takselaras oleh batugamping koral (Qpl).

Perian Satuan Peta

ENDAPAN PERMUKAAN

Qa ALUVIUM: kerakal, kerikil, pasir, lumpur dan sisa tumbuhan. Kerakal dan

kerikil, berukuran butiran mencapai 10 cm; berbentuk membundar tanggung

sampai bundar, umumnya terdiri atas kepingan batuan ultramafik, mafik,

sedimen malih, batugamping, kuarsa dan rijang.

Pasir berwarna kelabu kecoklatan; berbutir halus sampai kasar, lepas,

perlapisan buruk dengan tebal lapisan dari beberapa sentimeter sampai

puluhan sentimeter. Di beberapa tempat menunjukkan lapisan berangsur dan

umumnya mengandung sisa tumbuhan. Disekitar muara sungai Wungkolo

terdapar pasir kuarsa dengan tebal mencapai 2,5 m.

Lempung dan lumpur, berwarna hitam dan kelabu kecoklatan;

bersisipan pasir sampai kerakal yang membentuk perlapisan berangsur. Pada

umumnya terdapat lapisan halus yang tebalnya beberapa sentimeter sampai

puluhan sentimeter dan banyak mengandung sisa tumbuhan.

Alluvium ini merupakan endapan pantai, sungai dan rawa yang

berumur Resen. Sebarannya sepanjang pantai sekitar muara sungai bagian

barat dan sedikit di bagian utara P. Wowoni.


BATUAN SEDIMEN

TRm FORMASI MELUHU: perselingan antara filit, batusabak, batupasir malih,

serpih hitam, batugamping malih dan batulanau.

Filit berwarna kelabu terang sampai gelap, kompak, berbutir halus,

perdaunan baik dan berlapis baik dengan tebal lapisan antara 30 dan 50 cm.

Umumnya terkekarkan, terlipat kuat dan banyak dijumpai urat kuarsa yang

memotong atau sejajar lapisan dengan tebal 0,5 – 3 cm.

Batusabak berwarna kelabu gelap, kompak, berbutir halus, berlapis

baik dengan tebal lapisan antara 10 dan 25 cm dan setempat terkekarkan.

Dalam batusabak ini umumnya dijumpai urat kuarsa dan kalsit yang tebalnya

0,5 – 2 cm. Batusabak merupakan sisipan dalam batupasir malih dan filit

Batupasir malih berwarna kelabu terang sedikit kehijauan, berbutir

halus sampai kasar dan mampat, berlapis cukup baik dengan tebal lapisan

antara 30 dan 50 cm dan setempat memperlihatkan lapisan sejajar. Komponen

batupasir terdiri dari kuarsa, sedikit mika dan kepingan batuan. Setempat

dijumpai pirit berukuran 0,2 – 0,5 cm.

Di beberapa tempat batupasir menagndung urat kuarsa yang

memperlihatkan gejala pemalihan. Pada umumnya lapisan batupasir telah

terlipat kuat dan di daerah sesar terbreksikan.

Batugamping malih berwarna kelabu terang sampai hitam, kompak,

padat, berbutir kasar dan berlapis baik dengan tebal lapisan antara 10 dan 30

cm serta mengandung urat kalsit setebal 0,5 – 3 cm. Batugamping malih


berselingan dengan serpih hitam, berlapis baik dengan tebal lapisan berkisar 5

– 10 cm.

Batulanau berwarna cokelat kemerahan, kelabu, kompak, padat dan

berlapis baik dengan tebal lapisan antara 10 dan 25 cm. Pada beberapa tempat

batuan ini mengandung pirit terbreksikan dan terkloritkan. Fosil yang

dijumpai dalam satuan ini adalah Halobia sp., dan Amonit sp., yang

menunjukkan umur Trias akhir; berlingkungan laut dangkal.

Formasi meluhu dijumpai di P. Wowoni. Tebal seluruhnya

diperkirakan mencapai 2500 m. satuan ini bersentuhan secara tektonik

Kompleks ultramafik dan mafik dan tertutup takselaras oleh satuan batuan

yang lebih muda. Lokasi tipe Formasi Meluhu terdapat di S. Meluhu di

Lembar Kendari (Rusmana drr., 1993).

Tml FORMASI LAMPEAPI: perselingan konglomerat, batupasir, batulempung

pasiran dan kanta batubara.

Konglomerat, berwarna kelabu kehijauan, kompak, padat, komponen

aneka bahan yang terdiri dari rombakan batuan ultramafik dan mafik, kuarsa,

batugamping, rijang, filit, batusabak dan kuarsit; berbentuk bundar sampai

membundar tanggung dengan ukuran antara 1 dan 5 cm, setempat mencapai

25 cm.

Batupasir, berwarna kelabu kekuningan, keras, kurang kompak,

berbutir sedang hingga kasar, berbentuk menyudut tanggung sampai


membundar tanggung sampai membundar tanggung terpilah sedang, setempat

memperlihatkan struktur perlapisan berangsur dan berlapis baik dengan tebal

lapisan dari beberapa cm hingga 1 m. Batupasir dijumpai sebagai selingan

dalam konglomerat.

Batulempung pasiran, berwarna kelabu tua sampai hitam, keras dan

kompak; setempat pasiran berukuran halus sampai sedang; berstruktur

perlapisan sejajar dan silang-siur, dan berlapis baik dengan tebal lapisan

antara 10 dan 25 cm. Di S. Ladianta pada batu lempung pasiran dijumpai

kanta batubara. Dalam formasi Lampeapi dijumpai fosil Orbulina universa

D’ORBIGNY, Globorotalia menardii D’ORBIGNY, Globorotalia

acostaensis BLOW, Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides

trilobus REUSS, Globigerina venezuelana HEDBERG, Globigerinoides

sacculifer BRADY, Globigerinoides estremus BOLLI & BERMUDEZ,

Globigerinoides ruber D’ORBIGNY, Uvigerina sp., Glandulina sp., dan

Planulina sp., yang menunjukkan Miosen Tengah – Miosen Atas

(Purnamaningsih, 1985, hubungan tertulis). Satuan ini terendapkan dalam

lingkungan laut dangkal hingga darat.

Sebaran Formasi Lampeagi terdapat dibagian barat dan selatan P.

Wowoni, tebal keseluruhan diperkirakan lebih dari 250 m. Formasi lampeapi

menindih secara takselaras satuan dibawahnya; dan bagian atasnya menjemari

dengan formasi Lansilowo. Penamaan satuan berdasarkan singkapan yang

baik di S. Lampeapi, P. Wowoni. Satuan ini dapat disebandingkan dengan


Formasi Tondo di P. Buton (Sikumbang, 1981) dan Formasi Langkowala di

Lembar Kolaka (Simandjuntak, drr., 1993).

Tmpl FORMASI LANSILOWO; napal, napal pasiran, batupasir, batugamping

klastik dan batulempung.

Napal, berwarna putih keabuan; keras; mampat, berlapis baik dengan

tebal lapisan antara 15 dan 50 cm. kaya akan fosil foraminifera kecil dan

merupakan batuan utama dari Formasi Lansilowo.

Napal pasiran, berwarna kelabu terang; mampat, berlapis baik dengan

tebal lapisan antara 10 dan 30 cm. di dalam napal pasiran dijumpai kepingan

mineral feldspar, kuarsa, amfibol, piroksen, zircon dan bijih.

Batupasir, berwarna kelabu tua; keras; berlapis baik dengan tebal

lapisan berkisar antara 10 dan 35 cm. Batupasir ini adalah sejenis wake dan

batupasir felsparan yang tersusun oleh kepingan batuan karbonat, feldspar,

kuarsa, amfibol dan piroksen yang tersemen oleh silica dan karbonat.

Batugamping klastika, berwarna kecoklatan; berlapis baik dengan

tebal lapisan antara 10 dan 25 cm, tersusun oleh kepingan batugamping,

kuarsa dan feldspar. Batugamping klastika terdapat sebagai sisipan dalam

napal.

Batulempung, berwaran kelabu kehitaman, keras, berlapis baik dengan

tebal lapisan mencapai 30 cm dan setempat sering dijumpai kanta lignit yang

tebalnya 5 – 10 cm. batulempung tersebut merupakan sisipan dalam batupasir.


Di dalam napal dan batugamping mengandung banyak fosil foraminifera

antara lain: Globorotalia menardii D’ORBIGNY, Globorotalia acostaensis

BLOW, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides

extremus BOLLI & BERMUDEZ, Globigerinoides sacculifer BRADY,

Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides nepenthes TODD,

Globigerinoides tribolus (REUSS), Pulleniatina primalis BANNER &

BLOW, Sphaeroidinellopsis subdehiscens BLOW, Hastigerina aequilateralis

BRADY, Orbulina universa D’ORBIGNY, Florilus sp., Lenticulina sp.,

Nodosaria sp., Brozolina sp., Bulimina sp., dan Uvigerina sp. Fosil terebut

menunjukkan kisaran dari zona N16 – N21 atau Miosen Akhir – Pliosen

(Purnamaningsih, 1985, hubungan tertulis).

Formasi Lansilowo terendapkan di dalam lingkungan laut dangkal.

Tebal formasi ini diduga lebih dari 1000 m. sebarannya meliputi bagian timur

P. Wowoni disekitar S. Lansilowo, S. Ladianta dan sekitar S. Polara.

Formasi Lansilowo berhubungan secara menjemari dengan bagian atas

dari Formasi Lampeapi dan tertindih secara takselaras oleh batugamping

koral.

Lokasi tipe formasi ini terdapat di S. Lansilowo, P. Wowoni. Formasi

ini dapat disebandingkan dengan Formasi Eemoiko di Lembar Kolaa,

Sulawesi Tenggara (Simandjuntak, drr., 1993).


Tmpa FORMASI AMBEUWA : napal dengan sisipan batugamping klastik.

Napal, berwarna putih kekuningan, kelabu; kurang kompak; berlapis baik

dengan tebal lapisan 10-50 cm. setempat memperlihatkan lapisan sejajar dan

umumnya telah terlihat lemah dengan besar kemiringan lapisan antara 150

dan 300 . Dalam napal yang merupakan penyusunan utama forrmasi Ambeuwa

banyak mengandung fosil Globigerina.

Batugamping klastika jenis kalkarenit dan kalsilutit, berwarna putih

kecoklatan; berlapis baik dengan tebal lapisan 10-30 cm, dan mengandung

fosil foraminfera kecil. Batugamping kalsilutit, mengandung oksida besi.

Umumnya terhablur ulang menjadi kalsit. Peneliti terdahulu menamakannya

Batugamping Globigerina (Hetzel, 1930) karena banyak sekali fosil

globigerina. Batugamping klastik terdapat sebagai sisipan dalam napal.

Kandungan fosil yang terdapat dalam napal dan batugamping tersebut

adalah : globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides trilobus

REUSS, Globigerina venezuelana BLOW & BANNER, Globigerina

nepenthes TODD, Globorotalia tumida BRADY, Globorotalia menardii

D’ORBIGNY, Globorotalia plesiotumida BLOW & BANNER, Globorotalia

crassaformis GOLLOWAY & WISSLER, Globaquadrina altispira

CUSHMAN & JARVIS, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR &

COLLING, Orbulina universa D’ORBIGNY, Gyroidina sp., Uvigerina sp.,

Nodosaria sp., yang menunjukkan kisaran zona N17-N21 atau umur Miosen
Akhir-Pliosen, dalam Formasi Ambeuwa terendapkan dalam lingkungan laut

dangkal sampai dalam.

Hubungan dengan Formasi Lampeapi dan Formasi Lansilowo tidak

diketahui dengan pasti.

Formasi Ambeuwa tersebar disekitar P. Wangi-wangi, P. Kaledupa, P.

Tomia, P. Kapota dan P. Binongko dengan ketebalan mencapai 2.500 m.

Lokasi tipe tersinkap sekitar kampung Ambeuwa di P. Kaledupa.

Qpl BATUGAMPING : batugamping terumbu, batugamping klastika dan napal.

Batugamping terumbu, berwarna putih keabuan dengan warna

dipermukaan kehitaman, padat dan berongga. Di beberapa tempat terdapat

batugamping klastika berbutir kasar tersusun oleh kepingan koral, cangkang

molusca, kuarsa, plagioklas dan kepingan batuan malihan dan batuan beku.

Kepingan batuan tersebut mengisi rongga-rongga koral.

Batugamping klastika umumnya bercampur aduk yang didalamnya

banyak terkumpul cangkang molusca dan sering menunjukkan lapisan seperti

siang-siur.

Napal, berwarna kelabu terang, agak padat dan berlapis dengan tebal

lapisan antara 5 dan 10 cm. Napal umumnya merupakan bagian bawah dari

batugamping koral. Fosil yang terdapat di dalam napal dan batugamping koral

adalah : koral, Echinoid, algae (genus Halimeda), molusca, Cacarian

Spenglerei GMELIN dan Globigerinoides sp., yang di duga berumur


Plistosen- Resen, terendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Secara

takselaras batugamping koral tersebut menindih Formasi Lansilowo, Formasi

Ambeuwa. Setempat secara takselaras tertindih oleh alluvium. Batugamping

koral tersingkap berupa undak dan tersebar di sekitar bagian utara dan timur

P. Wawonii, P. Wangi-wangi, P. Kapota, P. Kaledupa, P. Binongko dan di

beberapa pulau kecil lainnya.

BATUAN GUNUNG API

PTRv BATUAN GUNUNG API : riolit dan dasit.

Riolit, berwarna keabuan, hablur penuh dengan tekstur porfiritik, tersusun

oleh ortoklas, plagioklas, biotit, kuarsa dan piroksen; yang tertanam dalam

massa dasar. Mineral ubahan yang hadir terdiri atas klorit dan oksida besi

yang mengisi rekahan. Dasit, berwarna kemerahan, hablur sebagian, beragam

dengan bentuk kurang sempurna – tidak sempurna; tekstur porfiritik,

poikilitik; tersusun oleh kuarsa, plagioklas, ortoklas, amfibol dan bijih yang

tertanam dalam massa dasar Kristal halus feldspar dan kaca gunung api.

Batuan gunung api ini belum diketahui umumnya; berdasarkan

kesebandingan dengan batuan gunung api di Kep. Sula ( Surono, drr., 1985)

diduga berumur Permo-Trias. Batuan gunung api ini di jumpai hanya berupa

bongkahan pada daerah tinggian di P. Runduma. Satuan ini di duga

merupakan alas dari batugamping koral.


BATUAN BEKU

Ku KOMPLEKS ULTRAMAFIK DAN MAFIK : dunit, harsburgit, wehrlit,

serpentinit, gabro dan rijang.

Dunit, berwarna kehijauan, hablur penuh dengan bentuk tidak sempurna,

tersusun oleh mineral olivine dan piroksen yang sebagian telah terubah

menjadi serpentin.

Harsburgit, berwarna kehijauan sampai kehitaman; tekstur hablur penuh

dengan bentuk tidak sempurna, sangat kasar; tersusun oleh olivine dan

piroksen (ortho). Sebagian olivine telah terubah menjadi serpentin.

Wherlit, berwarna kehitaman, tekstur hablur penuh dengan bentuk tidak

sempurna, berukuran halus sampai kasar. Tersusun terutama oleh piroksen

(klino) dan olivine. Serpentin hadir dalam batuan ini berupa hasil ubahan

dari piroksen dan menempati bagian retakan olivine.

Serpentinit, berwarna kelabu tua sampai hijau kehitaman, tekstur hablur

penuh dengan bentuk tidak sempurna, berukuran halus sampai sedang;

mengandung sedikit mineral ubahan berupa mineral lempung dan magnetit.

Batuan ultramafik ini pada umumnya telah terkekarkan dan tersesarkan.

Gabro, kelabu kehitaman, tekstur hablur penuh dengan bentuk tidak

sempurna, berukuran sedang hingga kasar; tersusun terutama oleh plagioklas

(labradorit) dan piroksen dengan sedikit olivin dan bijih. Mineral ubahan

yang dijumpai berupa serisit, mineral lempung. Batuan ini dijumpai berupa

retas kecil dalam batuan ultramafik.


Rijang, berwarna merah kecoklatan hingga coklat kemerahan, kompak,

dan tidak berlapis. Dijumpai hanya berupa bongkahan besar yang berukuran

hingga lebih dari 5 m. Rijang ini di jumpai di bagian hulu S. Lansilowo di P.

Wawonii.

Berdasarkan kesebandingan dengan batuan ultramafik di daerah lengan

timur dan tenggara Sulawesi, batuan ultramafik ini di duga berumur Kapur

Awal ( Simandjuntak, drr., 1993).

Seberannya dijumpai di P. Wawonii di sekitar Peg. Waworete. Satuan

ini Bersentuhan secara tektonik dengan formasi Meluhu; dan tertindih

selaras oleh Formasi Lampeapi dan Formasi Lansilowo.

STRUKTUR DAN TEKTONIKA

Struktur penting yang di temukan di P. Wawonii di antarannya sesar, lipatan

dan kekar. Sesar beruapa sesar geser dan sesar normal. Sesar geser yang dijumpai

merupakan sesar utama di daerah ini, dan di duga merupakan kelanjutan dari sesar

geser lasolo (Lawanopo fault) di Lembar Kendari. Sesar ini merupakan sesar geser

mengiri, diduga masih aktif hingga sekarang dan merupakan batas pemisah dari

Formasi Meluhu dan Kompleks ultramafik dan mafik.

Sesar normal adalah sesar ikutan tingkat pertama dan sekalanjutnya selama

sesar geser aktif. Sesar ini berkembang dalam batuan mesozoik dan tersier.

Struktur lipatan yang terdapat di daerah ini berupa lipatan lemah dan lipatan

tertutup. Lipatan lemah mempunyai kemiringan lapisan kurang dari 300 , dan
berkembang dalam batuan sedimen berumur Miosen Tengah-Pliosen, yaitu dalam

Formasi Lampeapi dan Formasi Ambeua di Kep. Tukangbesi. Lipatan tertutup

mempunyai kemiringan lapisan lebih dari 500 hingga lapisan yang telah mengalami

pembalikan. Lipataan ini umumnya membentuk lipatan rebah, dan hanya dijumpai

dalam batuan sedimen Mesozoikum dari Formasi Meluhu. Kekar dijumpai dalam

semua jenis batuan berumur Mesozoikum kekar lebih berkembang dari yang dijumpai

dalam batuan Tersier. Arah kekar pada umumnya memotong secara tegak dan

diagonal lapisan. Dalam Kompleks batuan ultrmafik dan mafik, kekar umumnya

sangat tak beraturan.

Tektonik yang dapat diamati di daerah ini mulai dari Paleozoikum sampai

Mesozoikum. Tektonik tersebut dapat ditafsirkan dari sifat litologi dan struktur

batuan dalam kompleks ultramafik, Formasi Meluhu dan batuan gunung api Kep.

Langkesi.

Kep. Langkesi dan bagian barat P. Wawonii diduga merupakan bagian dari

lempeng benua. Percenanggaan yang terjadi sesudah Trias Akhir mengakibatkan

pelipatan, penyeseran dan pengekaran ppada batuan tersebut diatas. Sedangkan

dibagian timur P. Wawonii yang bercirikan batuan ofiolit dan sedimen pelagic

terbentuk pada dasar kerak samudra.

Perkembangan tektonik pada zaman Tersier menyebabkan

pertemuan/pertumbukan kedua lempeng tersebut di atas di P. Wawonii. Diduga

pertumbukkan kedua lempeng didaerah ini terjadi sebelum N9 (sebelum Miosen


Tengah). Kegiatan tektonik tersebut menyebabkan batuan Pra Tersier tersesarkan dan

terkekarkan lagi. Akibat pertumbukan kedua lempeng itu terjadi sesar geser Lasolo

yang terdapt di P. Wawonii. Di samping itu terjadi pula sesar-sesar bongkah yang

menyebabkan terbentuknya daerah lembang (depresi) di kedua lempeng tersebut.

Pada kala Miosen Tengah di P. Wawonii terjadi pengendapan sedimen molasa

yang membentuk Formasi Lampeapi di daerah lempeng yang telah terbentuk, disusul

pengendapan sedimen Formasi Lansilowo sampai Pliosen. Di Kep. Tukangbesi, pada

Miosen Akhir-Pliosen, terjadi pengendapan Formasi Ambeuwa. Runtunan litologi

tersebut menunjukkan adanya siklus genang laut dari Miosen Tengah sampai Pliosen.

Tektonik pada Plio-Plistosen menyebabkan perlipatan, pengangkatan dan pergeseran.

Batuan yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen terlipat lemah. Sedangkan

batuan Pra-Tersier terlipat lagi dengan sudut kemiringan bertambah besar bahkan

terbentuk lipatan terbalik. Beberapa sesar yang terjadi sebelumnya tergiatkan

kembali. Pengangkatan mengakibatkan ketidakselarasan sedimen Kuarter dengan

batuan yang lebih tua. Adanya undak-undak pada batugamping koral menunjukkan

bahwa pengangkatan terjadi terus pada Zaman Kuarter. Demikian pula halnya dengan

sesar, beberapa di antaranya masih aktif.

SUMBERDAYA MINERAL

Bahan galian yang ditemukan di P. Wawonii dan Kep. Tukangbesi adalah

nikel, Batubara, Pasir kaursa, Batugamping, batuan beku, pasir dan kerikil.
Nikel umumnya terdapat dalam endapan laterit berasal dari cakupan baatuan

ultramafik dan mafik. Bijih nikel tersebut biasannya berasosiasi dengan bijih besi

yang merupakan lapisan penutup dari endapan laterit.

Batubara yang ditemukan bebentuk kanta-kanta terdapat di dalam

batulempung dari Formasi Lampeapi bagian atas. Batubara ini tersingkap di S. Kekea

di P. Wawonii bagian timur.

Pasir kuarsa yang mempunya ketebalan mencapai 2,5 m dan luas mencapai 40

hektar terhampar di sekitar Maura S. Wungkolo pada daerah daratan rendah dan

perbukitan rendah. Pasir Kuarsa tersebut merupakan pasir lepas dan telah diteliti oleh

petugas dari Kanwil Pertambangan dan Energi Ujungpandang pada tahun 1982.

Batugamping yang terdapat didaerah bagian timur P. Wawonii dan Kep.

Tukangbesi umumnya dimanfaatkan oleh penduduk untuk lahan baku bangunan serta

pengeras jalan sederhana di kampung. Sebagian kecil dari penduduk telah

mengolahnya dengan cara membakarnya untuk dijadikan kapur tohor.

Batuan beku yang berasal dari batuan ultramafik dan mafik umumnya hanya

digunakan sebagai pengeras jalan dan pondai bangunan. Batuan beku tersebut

terdapat di sekitar S. Roko-Roko dan S. Mosolo di P. Wawonii dengan jarak sekitar 2

km dari pantai.

Pasir dan kerikil yang merupakan bahan baku untuk bangunan dan jalan

banyak dijumpai disekitar pantai timur dan selatan P. Wawonii dan Kep. Tukangbesi.
ACUAN

Brouwer, H.A., 1930, The major tectonic feature of Celebes, Proc. Kon. Akad. H.

Weten., Amsterdam, p. 338-343.

Hetzel, W.H., 1930, Over de geologic der Tukangbesi eilanden, arsip Pusat Jawatan

Geologi, Bandung.

Hetzel, W.H., 1930, de geologic van het eilandn Wawonii, arsip Pusat Jawatan

Geologi, Bandung.

Rusmana, E., D. Sukarna dan E. Haryono, 1985, Geologi Lembar Kendari, Sulawesi,

skala 1 : 250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.

Sikumbang, N. dan P. Sanyoto, 1981, Geologi Lembar Buton dan Muna, Laporan

terbuka, P3G.

Simandjuntak, T.O., Sorono dan S. Hadiwidjoyo, 1993, Geologi Lembar Kolaka,

Sulawesi, skala 1 : 250.000. Puslitbang Geologi Bandung.

Smith, R.B., 1983, Sedimentology and Tectonics of Miocene Colision Complex and

Overlying late Orogenics clastic strata, Buton island, Eastern Indonesia,

doc. Thesis University of California Santa Cruz.

Sukamto, R., 1975, The structure of Sulawesi in the light of plate Tectonics, Proc.

Regional Conferences on the Geology and Mineral Resources of South Asia,

Jakarta 4-7 Agustus 1975.

Surono dan D. Sukarna, 1985, Geologi Lembar Sanana, Maluku, Skala 1 : 250.000.

Puslitabang Geologi, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai