TBR Vertigo Pada Lansia
TBR Vertigo Pada Lansia
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vertigo sering terjadi pada pasien lanjut usia. Vertigo pada usia lanjut
dapat mempunyai banyak penyebab dan merupakan salah satu gejala yang
mendasari berbagai macam diagnosis. Berbagai macam mekanisme dapat
mendasari terjadinya vertigo, misalnya sistem vestibular, visual, maupun
proprioseptif. Gangguan penurunan salah satu fungsi tersebut biasanya masih
dapat dikompensasi, namun gangguan penurunan fungsi pada dua sistem atau
lebih tidak mampu dikompensasi sehingga terjadi vertigo kronis/
disekuilibrium. Hal ini sering terjadi pada orangtua karena berkaitan dengan
proses degenerasi.
Sebanyak 30 % orang yang berusia lebih dari 65 tahun pernah
mengalami nyeri kepala berputar dalam berbagai macam bentuk dan persentase
tersebut meningkat hingga 50% pada orang yang berusia lebih dari 85 tahun.
Sekitar dua pertiga pasien vertigo usia lanjut mengalami nyeri kepala selama
lebih dari 6 bulan. Vertigo tersebut dapat berupa disekuilibrium, inaktivitas,
dan meningkatkan risiko terjatuh. Di Amerika Serikat, sepertiga usia lanjut
mempunyai riwayat terjatuh setiap tahunnya. Pasien usia lanjut yang terjatuh
berisiko untuk mengalami berbagai macam luka dari ringan sampai berat,
misalnya fraktur, cedera kepala. Hal ini dapat berakibat pada keterbatasan
aktivitas, ketergantungan dengan bantuan orang lain, sampai kematian.
Terjatuh merupakan penyebab kematian nomor enam pada golongan usia lebih
dari 65 tahun dan penyebab 70% kematian pada golongan usia lebih dari 75
tahun.
Bagi seorang dokter, vertigo pada usia lanjut memiliki tantangan
tersendiri karena dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mendasarinya.
Penyebab vertigo pada usia lanjut dapat multikausal dan seringkali bukan hal
yang mudah untuk mengidentifikasi etiologi spesifiknya. Padahal apabila
diketahui penyakit spesifiknya pasien dapat diberikan terapi yang efektif.
Vertigo dapat menjadi masalah serius bagi lanjut usia, mempengaruhi fungsi
sosial, aktivitas sehari-hari, dan kualitas hidup.
3
B. Tujuan
Tujuan penulisan text book reading tersebut antara lain:
1. Mahasiswa mengetahui penegakan diagnosis vertigo.
2. Mahasiswa mengetahui jenis vertigo yang dapat terjadi pada lanjut usia.
3. Mahasiswa mengatahui beberapa penatalaksanaan pada pasien vertigo.
4
A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” artinya memutar. Vertigo
adalah suatu bentuk gangguan orientasi di ruangan dimana perasaan dirinya
bergerak berputar ataupun bergelombang terhadap ruangan sekitarnya (vertigo
subyektif) atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya (vertigo obyektif).
Nama lainnya dizziness yaitu gangguan perasaan keseimbangan tubuh terhadap
ruangan sekitarnya.
B. Epidemiologi
Vertigo bukan hal yang normal pada proses penuaan, tetapi seringkali
dikeluhkan oleh pasien lanjut usia yang datang ke dokter. Prevalensi vertigo
pada usia lebih dari 65 tahun adalah 8,3% dan meningkat seiring bertambahnya
usia. Prevalensi vertigo pada usia 65-84 tahun secara signifikan lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sedangkan usia lebih dari 84 tahun
prevalensi vertigo pada perempuan sama dengan laki-laki.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan terjadinya vertigo antara
lain indeks massa tubuh, kadar High Density Lipoprotein (HDL), asam urat,
dan lingkar pinggang.
C. Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi:
1. Vertigo vestibularis
a. Vertigo sentral (secondary vestibular disorders): kelainan di batang
otak, serebelum, otak.
1) Stroke batang otak atau transient ischaemic attack vertebrobasiler
2) Neoplasma (cerebellopontin angle tumor)
3) Migrain basiler
4) Trauma
5) Perdarahan serebellum
6) Infark batang otak, serebellum
7) Degenerasi spinoserebelar
b. Vertigo perifer (primary vestibular disorders): kelainan di telinga
dalam atau n. vestibular
1) Vertigo posisional paroksismal benigna (kupulolitiasis)
5
2) Penyakit Meniere
3) Labirintitis (viral, bakterial)
4) Toksik obat-obatan (aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
5) Neuronitis vestibular
6) Tumor di fossa posterior (neuroma akustik)
7) Oklusi vaskular di labirin
8) Neuritis iskemik akibat DM, infeksi lues, herpes.
9) Fistula labirin
10) Fisiologis (misalnya mabuk kendaraan, motion sickness)
11) Otitis media
2. Vertigo non vestibularis
a. Cerebellar disorder
b. Hyperventilation syndrome: anxiety
c. Vertigo psikogenik: histeria
d. Hipotensi postural, sinus takikardi paroksismal
e. Anemia, dehidrasi
f. Subclavian steal syndrome
Pembagian vertigo secara klinis, yaitu :
1. Vertigo paroksismal : serangan vertigo mendadak muncul, sangat
mengganggu, dan hilangnya juga mendadak.
2. Vertigo kronis : vertigo terus menerus dan konstan.
3. Vertigo akut : vertigo yang berangur-angsur berkurang secara bertahap.
D. Neuropatofisiologi
Keseimbangan adalah kemampuan untuk menyadari kedudukan kita
terhadap lingkungan sekitarnya, diatur oleh integrasi beberapa sistem yaitu
sistem vestibular (sistem statokinetik), sistem visual (sistem optokinetik =
visio-okulomotorik), sistem proprioseptif, serebelar, di samping itu peranan
sistemik-hemostatik dan psikogenik juga mempengaruhinya.
1. Sistem vestibuler
Ada dua macam sistem vestibular, yaitu:
a. Sistem vestibuler sentral yaitu inti-inti vestibuler di medula oblongata,
serebelum beserta connecting central pathway.
b. Sistem vestibuler perifer terdiri dari end organ vestibuler (kanalis
semisirkularis, utrikulus, sakulus dan sakusendolimpatikus), ganglia
vestibularis Scarpey dan nervus vetibuler.
Sumber informasi yang terbesar terutama adalah pada alat vestibuler
beserta reseptor-reseptor di dalamnya berusaha untuk mempertahankan
sikap badan dan kepala terhadap perubahan posisi. Reseptor ini terdapat
pada labirin. Tiap sel reseptor yang terletak di tempat pelebaran/ makula
utrikulus dan sakulus mempunyai rambut (=stereosilia, mikrosilia) yang
ujung-ujungnya terendam dalam membran gelatin (membran otolith yang
mengandung CaCO3 yang disebut otolith/ otokonia/ statolith yang peka
terhadap gerakan percepatan linier gaya vertikal atau horizontal (misalnya
saat tubuh tergelincir, jatuh, atau pada saat kepala tiba-tiba menunduk,
menggunakan lift). Pergeseran membran akibat perubahan posisi kepala
akan merangsang reseptor.
Setelah itu dari sumber informasi kedua yaitu visual dan yang terkecil
adalah proprioseptif.
2. Labirin
Ada 2 macam labirin, yaitu :
a. Statis labirin terdiri dari utrikulus dan sakulus yang merupakan alat
utama untuk mencetuskan rangsang postural yang diteruskan oleh n.
7
E. Penyebab
Vertigo pada lanjut usia jarang disebabkan oleh sebuah penyebab, dan
biasanya disebabkan oleh beberapa penyebab. Sebanyak 62% pasien lanjut usia
mempunyai lebih dari sebuah penyebab vertigo. Penyakit cardiovaskular
seperti penyakit serebrovaskular, aritmia jantung, stroke, transient ischemic
attack, hipertension, dan hipotensi ortostatik menjadi penyebab utama (57%).
Penyebab lainnya antara lain penyakit vestibular perifer (14%), psikiatris
sebanyak 10% (dementia, ansietas, panik, agoraphobia, dan stress), obat-obatan
(23%) termasuk antihipertensi dan sedatif.
1. Benigna paroksismal posisional vertigo
Vertigo jenis benigna paroksismal posisional vertigo (BPPV) atau
vertigo postural ini dapat berupa kelainan perifer atau kelainan sentral.
Vertigo tersebut seringkali terjadi dan dicetuskan dengan perubahan posisi
kepala terutama sikap berbaring pada sisi telinga sakit berada di bawah.
Vertigo berlangsung beberapa detik paling lama 1 menit kemudian reda
kembali terutama ketika pasien menghindari posisi tubuh yang menjadi
pemicunya. Vertigo ini berlangsung episodik, sporadik, terjadi tiba-tiba,
dan dipicu oleh perubahan posisi kepala.
Penyebab biasanya tidak diketahui/ idiopatik (50%) diduga adanya
deposit batu di kupula bejana semisirkularis posterior (kupulotiasis)
sehingga bejana menjadi hipersensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala, namun dapat disebabkan post trauma
kapitis, infeksi telinga tengah, pasca operasi telinga, neuronitis vestibuler
atau minor stroke pada anterior inferior cerebellar artery.
Penderita sering dijumpai pada usia menengah 40-50 tahun dan sekitar
70 tahun. Wanita lebih sering daripada pria. Perjalanan penyakit bervariasi,
bisa hanya sekali serangan bisa menghilang beberapa minggu atau dapat
menjadi kronis. Pada pasien usia lanjut terdapat kemungkinan terdapat
penyebab neurologis dan serebrovaskular yang menyertai.
2. Meniere’s Disease
Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Prosper Meniere pada
tahun 1861. Penyakit meniere mempunyai trias gejala, yaitu:
12
infeksi virus herpes simplek yang meningkat pada pasien yang berusia
lebih dari 50 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya neuritis vestibuler.
Ketajaman pendengaran tidak terganggu. Penyakit ini jarang berulang
meskipun ada beberapa pasien yang mengalami kambuh kembali. Jika
pasien sudah sembuh terkadang dapat muncul BPPV.
4. Presbystasis
Presbystasis atau disekuilibrium pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun).
Penyebabnya adalah degenerasi statokonia (sakulus, utrikulus), neuroepitel
vestibular, ganglion vestibular, dan serebelum. Seiring bertambahnya usia
terjadi disfungsi keseimbangan. Gangguan keseimbangan terdiri dari
beberapa sistem organ yang berbeda, yaitu :
a. Gangguan mata misalnya glaukoma, katarak, degenerasi makular
b. Gangguan organ sensorik perifer misalnya penyakit vaskular perifer
c. Gangguan artritik misalnya spinal cervikalis
d. Gangguan multisensorik misalnya diabetes mellitus
Gejala yang timbul pada presbystasis adalah kesulitan berjalan yang
terjadi secara bertahap. Pasien mengeluh merasa goyah ketika berjalan dan
berusaha meraih dinding atau benda di sekitarnya untuk menstabilkan
posisinya. Selain itu, seringkali mereka terjatuh ketika berjalan. Saat
duduk atau berbaring pasien tidak merasa goyah maupun pusing. Tujuan
dari terapi presbystasis adalah melakukan rehabilitasi secara maksimal dan
mengkombinasikan rehabilitasi dengan cara lain misalnya menggunakan
tongkat atau alat bantu berjalan.
5. Trauma kapitis
Trauma kapitis dapat berupa vertigo akut atau vertigo posisional pasca
trauma. Vertigo akut disertai mual muntah karena konkusio labirin
sehingga mengakibatkan paresis vestibular unilateral. Nistagmus dapat
terjadi dimana komponen cepat menjauhi sisi yang terkena.
Vertigo posisional pasca trauma: timbul vertigo mendadak dan
berlangsung singkat disertai nausea yang dicetuskan dengan perubahan
posisi kepala. Prognosis umumnya baik dapat membaik sesudah lebih 2
bulan sampai 2 tahun.
14
6. Obat-obatan
Terdapat beberapa obat yang mempunyai efek samping berupa vertigo
dan mempunyai sifat vestibulotoksik. Pasien lanjut usia seringkali
mendapatkan obat-obatan karena berbagai penyakit yang dialaminya.
Interaksi obat dan efek polifarmasi dapat meningkatkan risiko tersebut.
Beberapa obat-obatan yang bersifat vestibulotoksik antara lain :
a. Antibiotik: aminoglikosida: gentamisin, amikasin, tobramisin,
streptomisin, terutama bila dikombinasi dengan diuretik maka sifat
vestibulotoksik dan ototoksik meningkat dan menetap.
b. Antikonvulsan: fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, primidone,
ethosuxamide.
c. Antiaritmia, misalnya amiodaron
d. Antidepresan, misalnya amitriptilin, imipramin
e. Antihipertesi
1) Diuretik, misalnya hidroklorotiazid, furosemid, ethacrynic acid.
2) Alpha-blockers, misalnya prazosin, terazosin
3) Beta-blockers, misalnya atenolol, propanolol
4) Calcium channel blockers, misalnya verapamil, nifedipin
f. Antiinflamasi, misalnya aspirin, indometasin, ibuprofen
g. Agen kemoterapi, misalnya cisplatin
h. Muskulorelaksan, misalnya siklobenzapin, orphenadrin,
methacarbamol
i. Transquilizers, misalnya klordiazepoksid, meprobromat
j. Vestibular supresan, misalnya meklizin, scopolamin, klordiazepozid,
diazepam
7. Tumor
Serebellopontin tumor, misalnya neuroma akustik, meningioma, tumor
epidermoid, dan lain-lain. Akustik neurinoma biasanya terdapat di kanalis
auditori interna, dan menekan saraf vestibuler menyebabkan gangguan
persepsi keseimbangan dan juga menekan n. cochlearis, menimbulkan
gejala tinnitus dan gangguan pendengaran. Gejala: gangguan ketajaman
pendengaran, tinnitus, vertigo, nyeri kepala, gangguan keseimbangan
(disekuilibrium), gangguan koordinasi, bisa melibatkan saraf otak yang
berdekatan, dan peninggian tekanan intrakranial. Angka kejadian sangat
kecil yaitu 0,16 per 100.000 penduduk.
15
8. Stroke
Vertigo dan gangguan bicara terutama dijumpai pada gangguan sistem
vertebrobasiler yang melayani batang otak dan serebelum. Dapat berupa
TIA, RIND, maupun komplet stroke. Angka kejadian stroke
vertebrobasiler yaitu 0,1 per 1000 penduduk pertahun (jauh lebih kecil
daripada stroke karotis). Gejala penyerta lainnya biasanya adalah perasaan
parestesi pada wajah, anggota gerak, dan gangguan bicara.
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
a. Anamnesis yang teliti mengenai gejala vertigonya, pengaruh terhadap
perubahan posisi.
b. Adanya gejala telinga, mata, psikis, sistem saraf, penyakit interna.
c. Riwayat adanya keracunan, penggunaan obat-obatan waktu lama.
d. Riwayat penyakit kronis.
2. Pemeriksaan neurologis: terutama saraf kranial dan fungsi serebellar.
a. Pemeriksaan mata, bertujuan untuk mencari adanya nistagmus dan atau
gerak mata mirip nistagmus (nistag moid jerk)
1) Mata pada posisi netral midline
a) Pendular nistagmus (kongenital, multiple sklerosis)
b) Square wave jerks (tegang, lesi sentral)
c) Ocular bobbing (lesi batang otak)
d) Ocular flutter (lesi batang otak)
2) Mata melirik ke kiri kanan, atas bawah, bergantian secara cepat
(saccadic test)
a) Okular dismetria, dapat berupa hipometria atau hipermetria
(serebellum)
b) Kelambatan gerak mata adduksi dan nistagmus dari mata yang
abduksi (internuklear ophtalmo plegia)
3) Mata melirik seperti pada 2), akan tetapi dipertahankan selama 20
detik saat mata dalam tiap posisi lirikan (gaze test).
a) Nistagmus unilateral horisontalis (lesi sentral atau perifer)
b) Nistagmus bilateral horisontalis (lesi batang otak atau
gangguan visus)
c) Nistagmus ke atas (lesi pons varolli)
d) Nistagmus ke bawah (lesi di bagian bawah batang otak atau
bagian atas medulla servikalis)
e) Nistagmus sirkularis (lesi batang otak atau serebelum)
16
Bila kelainan labirin satu/ dua sisi maka kelainan tes ini selalu pada
kedua jari kiri dan kanan. Bila sumber kelainannya dari serebelum
satu sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya apda sisi
yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.
8) Manuver Nylen-Barany (Hallpike manouver/ tes positional
vertigo)
Pasien posisi duduk kemudian digerakkan secepatnya ke posisi
tidur dengan kepala ekstensi 30-45 derajat atau dengan cara: pasien
direbahkan dengan kepala tergantung di pinggir, pasien disuruh
menoleh 30 derajat ke kiri, lurus dan ke kanan, perhatikan matanya
apakah ada muncul nistagmus dan apakah timbul vertigo dan
intensitasnya. Pada lesi perifer vertigo terasa lebih berat. Pada lesi
vestibuler yang perifer timbulnya nistagmus mempunyai masa laten
dan berlangsung sebentar. Sedangkan lesi vestibuler sentral tidak
mempunyai masa laten, nistagmus muncul dengan cepat dan timbul
terus menerus lama.
b. Tes kalori
Tes kalori dilakukan dengan syarat membran timpani harus utuh. Pasien
tidur terlentang dengan kepala fleksi 30 derajat atau dengn cara pasien
duduk dengn kepala pasien menengadah ke belakang
G. Penegakan Diagnosis
Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari
vertigo. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi
telingan bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak.
Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke
bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan
diagnosa.
Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita
secara tiba-tiba atau meneteskan air dingin ke dalam telinga. Untuk menguji
keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu
garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
19
H. Diagnosis Banding
Lama Episode Gangguan Pendengaran (-) Gangguan Pendengaran (+)
Beberapa detik BPPV Fistula perilipatik
Insufisiensi vertebrobasiler
Vertigo servikal
Berjam-jam Migrain vestibular Hidrops endolimfe (Meniere
Vestibulopati berulang
syndrome)
Lues
Berhari-hari Neuritis vestibular Labirintitis
Kontusio labirin
Berbulan-bulan Degenerasi serebelar Neuroma akustikus
Toksisitas
I. Penatalaksanaan
1. Obat-obatan
a. Antihistamin-antiemetik-antikolinergik
Dimenhydrinate, betahistine, difenhidramin, meklisin
b. Kalsium antagonis, vestibular supresan
Cinnarizine, flunarizine
c. Fenotiazine
Promethazine 25-50 mg/ kali
Chlorpromazine 10-25 mg/ kali
d. Simpatomimetik
D amphetamine dosis 10 mg/ hari
Efedrine 25-50 mg tiap pemberian
e. Minor tranquilizer
Obat Dosis Dewasa Catatan
Supresan Labirin
Antihistamin
Sinarizin 15 mg/ 4-6 jam
Sklizin 50 mg/ 4-6 jam
Dimenhidrinat 50 mg/ 4-6 jam
Prometazin 25 mg/ 12 jam
20
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA