Anda di halaman 1dari 24

1

Text Book Reading

VERTIGO PADA USIA LANJUT


2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo sering terjadi pada pasien lanjut usia. Vertigo pada usia lanjut
dapat mempunyai banyak penyebab dan merupakan salah satu gejala yang
mendasari berbagai macam diagnosis. Berbagai macam mekanisme dapat
mendasari terjadinya vertigo, misalnya sistem vestibular, visual, maupun
proprioseptif. Gangguan penurunan salah satu fungsi tersebut biasanya masih
dapat dikompensasi, namun gangguan penurunan fungsi pada dua sistem atau
lebih tidak mampu dikompensasi sehingga terjadi vertigo kronis/
disekuilibrium. Hal ini sering terjadi pada orangtua karena berkaitan dengan
proses degenerasi.
Sebanyak 30 % orang yang berusia lebih dari 65 tahun pernah
mengalami nyeri kepala berputar dalam berbagai macam bentuk dan persentase
tersebut meningkat hingga 50% pada orang yang berusia lebih dari 85 tahun.
Sekitar dua pertiga pasien vertigo usia lanjut mengalami nyeri kepala selama
lebih dari 6 bulan. Vertigo tersebut dapat berupa disekuilibrium, inaktivitas,
dan meningkatkan risiko terjatuh. Di Amerika Serikat, sepertiga usia lanjut
mempunyai riwayat terjatuh setiap tahunnya. Pasien usia lanjut yang terjatuh
berisiko untuk mengalami berbagai macam luka dari ringan sampai berat,
misalnya fraktur, cedera kepala. Hal ini dapat berakibat pada keterbatasan
aktivitas, ketergantungan dengan bantuan orang lain, sampai kematian.
Terjatuh merupakan penyebab kematian nomor enam pada golongan usia lebih
dari 65 tahun dan penyebab 70% kematian pada golongan usia lebih dari 75
tahun.
Bagi seorang dokter, vertigo pada usia lanjut memiliki tantangan
tersendiri karena dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mendasarinya.
Penyebab vertigo pada usia lanjut dapat multikausal dan seringkali bukan hal
yang mudah untuk mengidentifikasi etiologi spesifiknya. Padahal apabila
diketahui penyakit spesifiknya pasien dapat diberikan terapi yang efektif.
Vertigo dapat menjadi masalah serius bagi lanjut usia, mempengaruhi fungsi
sosial, aktivitas sehari-hari, dan kualitas hidup.
3

B. Tujuan
Tujuan penulisan text book reading tersebut antara lain:
1. Mahasiswa mengetahui penegakan diagnosis vertigo.
2. Mahasiswa mengetahui jenis vertigo yang dapat terjadi pada lanjut usia.
3. Mahasiswa mengatahui beberapa penatalaksanaan pada pasien vertigo.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” artinya memutar. Vertigo
adalah suatu bentuk gangguan orientasi di ruangan dimana perasaan dirinya
bergerak berputar ataupun bergelombang terhadap ruangan sekitarnya (vertigo
subyektif) atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya (vertigo obyektif).
Nama lainnya dizziness yaitu gangguan perasaan keseimbangan tubuh terhadap
ruangan sekitarnya.

B. Epidemiologi
Vertigo bukan hal yang normal pada proses penuaan, tetapi seringkali
dikeluhkan oleh pasien lanjut usia yang datang ke dokter. Prevalensi vertigo
pada usia lebih dari 65 tahun adalah 8,3% dan meningkat seiring bertambahnya
usia. Prevalensi vertigo pada usia 65-84 tahun secara signifikan lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sedangkan usia lebih dari 84 tahun
prevalensi vertigo pada perempuan sama dengan laki-laki.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan terjadinya vertigo antara
lain indeks massa tubuh, kadar High Density Lipoprotein (HDL), asam urat,
dan lingkar pinggang.

C. Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi:
1. Vertigo vestibularis
a. Vertigo sentral (secondary vestibular disorders): kelainan di batang
otak, serebelum, otak.
1) Stroke batang otak atau transient ischaemic attack vertebrobasiler
2) Neoplasma (cerebellopontin angle tumor)
3) Migrain basiler
4) Trauma
5) Perdarahan serebellum
6) Infark batang otak, serebellum
7) Degenerasi spinoserebelar
b. Vertigo perifer (primary vestibular disorders): kelainan di telinga
dalam atau n. vestibular
1) Vertigo posisional paroksismal benigna (kupulolitiasis)
5

2) Penyakit Meniere
3) Labirintitis (viral, bakterial)
4) Toksik obat-obatan (aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
5) Neuronitis vestibular
6) Tumor di fossa posterior (neuroma akustik)
7) Oklusi vaskular di labirin
8) Neuritis iskemik akibat DM, infeksi lues, herpes.
9) Fistula labirin
10) Fisiologis (misalnya mabuk kendaraan, motion sickness)
11) Otitis media
2. Vertigo non vestibularis
a. Cerebellar disorder
b. Hyperventilation syndrome: anxiety
c. Vertigo psikogenik: histeria
d. Hipotensi postural, sinus takikardi paroksismal
e. Anemia, dehidrasi
f. Subclavian steal syndrome
Pembagian vertigo secara klinis, yaitu :
1. Vertigo paroksismal : serangan vertigo mendadak muncul, sangat
mengganggu, dan hilangnya juga mendadak.
2. Vertigo kronis : vertigo terus menerus dan konstan.
3. Vertigo akut : vertigo yang berangur-angsur berkurang secara bertahap.

Kriteria Vertigo Non-vestibuler Vertigo Vestibuler


Vertigo Melayang Berputar

Serangan Kontinu Episodik


Pencetus Visual Gerakan kepala

Gangguan pendengaran - -/+


Mual muntah - +

Kriteria Vertigo Vertigo Vestibuler


Vestibuler Sentral Perifer
Lesi Otak, medula spinalis, Vestibuler, n. vestibuler
infratentorial
Bangkitan Lebih lambat Mendadak
Derajat Ringan Berat
Gejala otonom (mual -/+ ++
muntah)
Gangguan - +
pendengaran
Gerakan kepala - +
6

Tanda fokal otak + -

D. Neuropatofisiologi
Keseimbangan adalah kemampuan untuk menyadari kedudukan kita
terhadap lingkungan sekitarnya, diatur oleh integrasi beberapa sistem yaitu
sistem vestibular (sistem statokinetik), sistem visual (sistem optokinetik =
visio-okulomotorik), sistem proprioseptif, serebelar, di samping itu peranan
sistemik-hemostatik dan psikogenik juga mempengaruhinya.
1. Sistem vestibuler
Ada dua macam sistem vestibular, yaitu:
a. Sistem vestibuler sentral yaitu inti-inti vestibuler di medula oblongata,
serebelum beserta connecting central pathway.
b. Sistem vestibuler perifer terdiri dari end organ vestibuler (kanalis
semisirkularis, utrikulus, sakulus dan sakusendolimpatikus), ganglia
vestibularis Scarpey dan nervus vetibuler.
Sumber informasi yang terbesar terutama adalah pada alat vestibuler
beserta reseptor-reseptor di dalamnya berusaha untuk mempertahankan
sikap badan dan kepala terhadap perubahan posisi. Reseptor ini terdapat
pada labirin. Tiap sel reseptor yang terletak di tempat pelebaran/ makula
utrikulus dan sakulus mempunyai rambut (=stereosilia, mikrosilia) yang
ujung-ujungnya terendam dalam membran gelatin (membran otolith yang
mengandung CaCO3 yang disebut otolith/ otokonia/ statolith yang peka
terhadap gerakan percepatan linier gaya vertikal atau horizontal (misalnya
saat tubuh tergelincir, jatuh, atau pada saat kepala tiba-tiba menunduk,
menggunakan lift). Pergeseran membran akibat perubahan posisi kepala
akan merangsang reseptor.
Setelah itu dari sumber informasi kedua yaitu visual dan yang terkecil
adalah proprioseptif.
2. Labirin
Ada 2 macam labirin, yaitu :
a. Statis labirin terdiri dari utrikulus dan sakulus yang merupakan alat
utama untuk mencetuskan rangsang postural yang diteruskan oleh n.
7

vestibularis yang berintegrasi dengan keseimbangan dan gravitasi. Dalam


keadaan statis, makula utrikulus terangsang minimal bila otokonia berada
di atas dan terangsang maksimal bila otokonia berasa di bawah. Makula
mulai merasakan perubahan bila kepala miring 1,5 derajat. Dalam
keadaan gerak makula terangsang bila perubahan gravitasi mencapai 0,01
g.
b. Kinetik labirin yang terdiri dari 3 kanalis semisirkularis yang mempunyai
hubungan dengan utrikulus. Daerah pelebaran kanalis semisirkularis
yang berhubungan dengan utrikulus disebut ampula yang di dalamnya
ada krista ampularis yang mengandung sel rambut reseptor yang tertutup
oleh selaput gelatin yang disebut kupula. Krista ampularis bergerak pada
aliran endolimfe yang peka terhadap gerak percepatan sirkuler/ anguler
(rotasi kepala). Perubahan-perubahan yang terjadi mempengaruhi
reseptor. Hal ini berperan dalam integrasi posisi bola mata, visual, dan
proprioseptif.
3. Nistagmus
Nistagmus adalah suatu gerakan bola mata bersama dengan komponen
cepat menunjuk satu arah disertai komponen lambat ke arah berlawanan.
Gangguan vestibuler biasanya mempunyai gejala nistagmus. Nistagmus
adalah suatu gejala obyektif dapat digunakan sebagai parameter untuk
menentukan aktivitas vestibuler. Komponen cepatnya ke arah telinga yang
sehat sedangkan komponen lambatnya ke arah telinga yang sakit. Arah
nistagmus dinamai sesuai dengan arah komponen cepatnya.
a. Nistagmus yang bersifat sentral (misalnya pada penyakit serebelar) tidak
akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual, yaitu mata memandang
kepada satu benda yang bergerak. Nistagmus dapat berubah arah bila
arah pandangan berubah dan biasanya geraknya beberapa arah tidak
menentu dan tidak simetris kanan dan kiri.
b. Nistagmus yang bersifat perifer pada neuritis vestibuler lebih meningkat
bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan mengurang
bila dilakukan fiksasi visual. Pada nistagmus perifer, nistagmus akan
berkurang bila memfiksasi pandangan ke suatu benda.
8

Menurut onset serangan, nistagmus terdiri dari:


a. Nistagmus spontan adalah nistagmus yang timbul tanpa ada rangsangan
terlebih dahulu.
b. Nistagmus provokasi/ kalori adalah nistagmus yang timbul karena
rangsangan dan menetap saat sesudah rangsangan selesai (misalnya tes
kalori).
c. Nistagmus posisi adalah nistagmus yang timbul karena perubahan posisi
kepala/ labirin (Nylen).
1) Nylen tipe 1: arah berubah sesuai dengan perubahan posisi.
2) Nylen tipe 2: arah tetap meskipun posisi berubah.
3) Nylen tipe 3: nistagmus berubah meskipun posisi tetap
4) Tipikal (nistagmus posisi paroksismal jinak), dengan tanda antara lain
mempunyai masa laten, hilang timbul, disertai vertigo hebat.
5) Atipikal.
Nylen tipe 2 dan tipikal biasanya berasal kelainan perifer, sedangkan
Nylen tipe 1 dan atipikal berasal dari kelainan sentral.
Telinga dalam/ labirin terletak di bagian petrosa os temporalis. Labirin
terdiri dari 2 bagian:
a. Labirin anterior, terdiri dari koklea (untuk pendengaran).
b. Labirin posterior, terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan
sakulus. Masing-masing mempunyai reseptor untuk mengatur
keseimbangan yang selanjutnya berpusat di ganglion vestibular Scarpey
dan berlanjut sebagai n. vestibular memasuki batang otak di batas pons-
medula oblongata dan berakhir di inti vestibular yaitu nukleus
vestibularis lateral (Deiters), nukleus vestibularis medial (Schwalbe), dan
nukleus vestibularis superior (Bechterew).
Sel-sel di inti vestibular batang otak berhubungan dengan :
a. Serebelum: dari nuklei vestibularis superior menuju serebelum ipsilateral
via traktus vestibuloserebelaris.
b. Bagian-bagian batang otak lainnya: inti N. III, IV, VI melalui fasikulus
longitudinalis medialis dan N. optikus sebagai busur vestibulo okular.
9

c. Medula spinalis (refleks vestibulo okuli, vestibula spinal) untuk kontrol


sikap leher kepala dan sikap badan dan gravitasi sehingga berperan
sebagai penjaga tegaknya tubuh bila pada saat posisi berdiri tiba-tiba
terpeleset/ tidak stabil.
d. Korteks otak: dari nuklei vestibularis medial menuju thalamus ke daerah
vestibular girus postsentralis lobus parietalis dan lobus temporalis
posterior superior yang berguna untuk orientasi ruangan dan
keseimbangan.
4. Tinnitus
Peranan telinga adalah mengubah getaran bunyi (energi mekanik) di
koklea menjadi listrik potensial (energi listrik) supaya dapat diteruskan oleh
sistem auditorius dan dicerna ke otak yaitu di korteks area auditoria lobus
temporalis.
Impuls bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan
melainkan berasal dari sumber impuls abnormal dari dalam tubuh sendiri.
Jadi, tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran berupa keluhan perasaan
mendengar suara bising tanpa ada rangsang bunyi dari luar.
Impuls abnormal tersebut bisa berasal dari kelainan patologik atau
penyakit dari bagian perifer yang mengenai telinga luar, telinga tengah,
telinga dalam, ganglion spiralis Corti dan N. VIII. Misalnya sumbatan
serumen, otitis media, gangguan fungsi tuba eustachius, ankilosis stapes
akibat otosklerosis, penyakit Meniere, degeneratif sel sensorik akibat
intoksikasi obat-obatan, diabetes mellitus, hipertensi, dan neurinoma
akustikus) ataupun kelainan sentral (dari jalur medula oblongata sampai
korteks) dari sistem auditori.
Tinnitus sering dijumpai pada umur 50-70 tahun dan pria lebih banyak
dijumpai daripada wanita. Tinnitus yang berlangsung kurang dari 5 menit
biasanya tidak patologis, sedangkan jika berlangsung lebih lama dari 5
menit maka biasanya patologis.
Unilateral tinnitus kemungkinan karena tumor neurinoma akustik atau
trauma kapitis. Sedangkan bila tinnitus terjadi bilateral maka penyebab
10

kemungkinannya adalah intoksikasi obat-obatan, presbiakusis, atau penyakit


sistemik.
Patofisiologi yang mendasari vertigo adalah gangguan di alat
keseimbangan. Susunan saraf mempunyai bagian-bagian yang mengurus
soal keseimbangan (ekuilibrium), antara lain:
1. Susunan vestibular yang terdiri dari utrikulus, ampula, dan kanalis
semisirkularis. Di alat-alat tersebut terdapat reseptor:
a. Makula utrikuli yang terangsang oleh gaya sentrifugal yang terjadi
pada perubahan sikap kepala, atau oleh gaya tarik bumi bila tubuh
naik/ turun.
b. Krista ampularis dari kanalis semisirkularis yang peka terhadap gaya
gerakan endolimfe akibat akselerasi baik yang angular maupun yang
rotatorik.
c. Otolit sakuli yang terangsang oleh gaya tarik bumi dan gaya yang
melawan gaya tarik bumi.
Perangsangan ini menimbulkan impuls keseimbangan yang
dihantarkan oleh nervus vestibularis ke inti-inti vestibularis di bagian
dorsolateral dari medula oblongata dan sebagian juga disampaikan secara
langsung ke serebelum.
2. Serebelum menerima impuls proprioseptif yang dicetuskan oleh berbagai
reseptor di sendi-sendi dan otot-otot pada waktu suatu gerakan
berlangsung. Melalui nodulus, flokulus, uvula, dan piramis dan nukleus
fastigii impuls proprioseptif itu mempengaruhi sistem vestibular.
3. Korteks serebri dan batang otak. Impuls-impuls keseimbangan yang
disampaikan ke serebelum dan inti-inti vestibularis merupakan informasi
yang akan diteruskan kepada pusat pola gerakan voluntar dan reflektorik
di tingkat korteks serebri. Berdasarkan informasi tersebut gerakan dan
sikap tubuh yang mendahuluinya. Dengan demikian stabilitas tubuh
dengan semua bagian-bagiannya terpelihara. Adapun 3 macam gerakan
yang dikendalikan dalam pemeliharaan keseimbangan tubuh adalah:
a. Gerakan voluntar dan reflektorik dari kepala, leher, badan, dan
keempat anggota gerak.
b. Gerakan voluntar dan reflektorik kedua bola mata.
c. Gerakan involuntar viseral.
11

E. Penyebab
Vertigo pada lanjut usia jarang disebabkan oleh sebuah penyebab, dan
biasanya disebabkan oleh beberapa penyebab. Sebanyak 62% pasien lanjut usia
mempunyai lebih dari sebuah penyebab vertigo. Penyakit cardiovaskular
seperti penyakit serebrovaskular, aritmia jantung, stroke, transient ischemic
attack, hipertension, dan hipotensi ortostatik menjadi penyebab utama (57%).
Penyebab lainnya antara lain penyakit vestibular perifer (14%), psikiatris
sebanyak 10% (dementia, ansietas, panik, agoraphobia, dan stress), obat-obatan
(23%) termasuk antihipertensi dan sedatif.
1. Benigna paroksismal posisional vertigo
Vertigo jenis benigna paroksismal posisional vertigo (BPPV) atau
vertigo postural ini dapat berupa kelainan perifer atau kelainan sentral.
Vertigo tersebut seringkali terjadi dan dicetuskan dengan perubahan posisi
kepala terutama sikap berbaring pada sisi telinga sakit berada di bawah.
Vertigo berlangsung beberapa detik paling lama 1 menit kemudian reda
kembali terutama ketika pasien menghindari posisi tubuh yang menjadi
pemicunya. Vertigo ini berlangsung episodik, sporadik, terjadi tiba-tiba,
dan dipicu oleh perubahan posisi kepala.
Penyebab biasanya tidak diketahui/ idiopatik (50%) diduga adanya
deposit batu di kupula bejana semisirkularis posterior (kupulotiasis)
sehingga bejana menjadi hipersensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala, namun dapat disebabkan post trauma
kapitis, infeksi telinga tengah, pasca operasi telinga, neuronitis vestibuler
atau minor stroke pada anterior inferior cerebellar artery.
Penderita sering dijumpai pada usia menengah 40-50 tahun dan sekitar
70 tahun. Wanita lebih sering daripada pria. Perjalanan penyakit bervariasi,
bisa hanya sekali serangan bisa menghilang beberapa minggu atau dapat
menjadi kronis. Pada pasien usia lanjut terdapat kemungkinan terdapat
penyebab neurologis dan serebrovaskular yang menyertai.
2. Meniere’s Disease
Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Prosper Meniere pada
tahun 1861. Penyakit meniere mempunyai trias gejala, yaitu:
12

a. Ketajaman pendengaran menurun yang berfluktuasi


b. Episodik
c. Tinnitus
Vertigo berserangan berulang dan berlangsung dari beberapa menit
sampai beberapa hari. Pasien bisa sampai muntah dan berkeringat dingin.
Ini disebabkan gangguan otonom yang terkait dengan labirin.
Serangan biasanya mula-mula satu telinga (90%) yang lama kelamaan
bisa menyerang kedua telinga. Pria lebih sering diserang daripada wanita.
Tinnitus lebih sering timbul pada fase dini mendahului vertigonya, bersifat
intermiten yang lama kelamaan menjadi konstan dengan intensitas
bervariasi. Penyebabnya kemungkinan oleh meningkatnya volume
endolimfe yang berlebihan (hidrops endolimfe) mengakibatkan membran
labirin robek dan endolimfe yang mempunyai kadar kalium tinggi
bercampur dengan cairan perilimfe yang kadar kalium rendah.
Akhir-akhir ini diketahui bahwa penyakit meniere ada faktor genetik
dimana ada lesi/ gangguan gen carried pada short arm chromosom 6.
Penderita mengambil sikap tidur diam menghindari gerakan kepala.
Pada serangan akut tampak timbul adanya nistagmus spontan horisontal
atau rotatoar. Sedangkan di antara serangan/ di luar serangan tidak tampak
adanya nistagmus.
Pada awal serangan gerak nistagmus bergerak ke arah telinga yang
terlibat (iritatif) dan kemudian pada tahap lanjut maka arah nistagmus
menjauhi telinga yang terlibat (paralitik). Bila serangan mereda maka tidak
dijumpai lagi nistagmus. Pada tes kalori tampak ada gangguan vestibuler.
3. Neuronitis vestibuler (neuropati vestibuler)
Penyebabnya kemungkinan infeksi virus pada n. vestibuler. Gejala
berupa vertigo hebat, mendadak, mual dan muntah. Gejala memburuk bila
kepala bergerak, berlangsung beberapa hari sampai minggu. Terdapat
nistagmus spontan dengan fase lambat ke arah telinga yang sakit. Vertigo
yang ditimbulkan disebabkan adanya asimetri dari fungsi sistem vestibuler
oleh karena menurunnya fungsi vestibuler pada satu sisi. Pada tes kalori
didapatkan respon yang menurun atau negatif pada satu sisi. Insidensi
13

infeksi virus herpes simplek yang meningkat pada pasien yang berusia
lebih dari 50 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya neuritis vestibuler.
Ketajaman pendengaran tidak terganggu. Penyakit ini jarang berulang
meskipun ada beberapa pasien yang mengalami kambuh kembali. Jika
pasien sudah sembuh terkadang dapat muncul BPPV.
4. Presbystasis
Presbystasis atau disekuilibrium pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun).
Penyebabnya adalah degenerasi statokonia (sakulus, utrikulus), neuroepitel
vestibular, ganglion vestibular, dan serebelum. Seiring bertambahnya usia
terjadi disfungsi keseimbangan. Gangguan keseimbangan terdiri dari
beberapa sistem organ yang berbeda, yaitu :
a. Gangguan mata misalnya glaukoma, katarak, degenerasi makular
b. Gangguan organ sensorik perifer misalnya penyakit vaskular perifer
c. Gangguan artritik misalnya spinal cervikalis
d. Gangguan multisensorik misalnya diabetes mellitus
Gejala yang timbul pada presbystasis adalah kesulitan berjalan yang
terjadi secara bertahap. Pasien mengeluh merasa goyah ketika berjalan dan
berusaha meraih dinding atau benda di sekitarnya untuk menstabilkan
posisinya. Selain itu, seringkali mereka terjatuh ketika berjalan. Saat
duduk atau berbaring pasien tidak merasa goyah maupun pusing. Tujuan
dari terapi presbystasis adalah melakukan rehabilitasi secara maksimal dan
mengkombinasikan rehabilitasi dengan cara lain misalnya menggunakan
tongkat atau alat bantu berjalan.
5. Trauma kapitis
Trauma kapitis dapat berupa vertigo akut atau vertigo posisional pasca
trauma. Vertigo akut disertai mual muntah karena konkusio labirin
sehingga mengakibatkan paresis vestibular unilateral. Nistagmus dapat
terjadi dimana komponen cepat menjauhi sisi yang terkena.
Vertigo posisional pasca trauma: timbul vertigo mendadak dan
berlangsung singkat disertai nausea yang dicetuskan dengan perubahan
posisi kepala. Prognosis umumnya baik dapat membaik sesudah lebih 2
bulan sampai 2 tahun.
14

6. Obat-obatan
Terdapat beberapa obat yang mempunyai efek samping berupa vertigo
dan mempunyai sifat vestibulotoksik. Pasien lanjut usia seringkali
mendapatkan obat-obatan karena berbagai penyakit yang dialaminya.
Interaksi obat dan efek polifarmasi dapat meningkatkan risiko tersebut.
Beberapa obat-obatan yang bersifat vestibulotoksik antara lain :
a. Antibiotik: aminoglikosida: gentamisin, amikasin, tobramisin,
streptomisin, terutama bila dikombinasi dengan diuretik maka sifat
vestibulotoksik dan ototoksik meningkat dan menetap.
b. Antikonvulsan: fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, primidone,
ethosuxamide.
c. Antiaritmia, misalnya amiodaron
d. Antidepresan, misalnya amitriptilin, imipramin
e. Antihipertesi
1) Diuretik, misalnya hidroklorotiazid, furosemid, ethacrynic acid.
2) Alpha-blockers, misalnya prazosin, terazosin
3) Beta-blockers, misalnya atenolol, propanolol
4) Calcium channel blockers, misalnya verapamil, nifedipin
f. Antiinflamasi, misalnya aspirin, indometasin, ibuprofen
g. Agen kemoterapi, misalnya cisplatin
h. Muskulorelaksan, misalnya siklobenzapin, orphenadrin,
methacarbamol
i. Transquilizers, misalnya klordiazepoksid, meprobromat
j. Vestibular supresan, misalnya meklizin, scopolamin, klordiazepozid,
diazepam
7. Tumor
Serebellopontin tumor, misalnya neuroma akustik, meningioma, tumor
epidermoid, dan lain-lain. Akustik neurinoma biasanya terdapat di kanalis
auditori interna, dan menekan saraf vestibuler menyebabkan gangguan
persepsi keseimbangan dan juga menekan n. cochlearis, menimbulkan
gejala tinnitus dan gangguan pendengaran. Gejala: gangguan ketajaman
pendengaran, tinnitus, vertigo, nyeri kepala, gangguan keseimbangan
(disekuilibrium), gangguan koordinasi, bisa melibatkan saraf otak yang
berdekatan, dan peninggian tekanan intrakranial. Angka kejadian sangat
kecil yaitu 0,16 per 100.000 penduduk.
15

8. Stroke
Vertigo dan gangguan bicara terutama dijumpai pada gangguan sistem
vertebrobasiler yang melayani batang otak dan serebelum. Dapat berupa
TIA, RIND, maupun komplet stroke. Angka kejadian stroke
vertebrobasiler yaitu 0,1 per 1000 penduduk pertahun (jauh lebih kecil
daripada stroke karotis). Gejala penyerta lainnya biasanya adalah perasaan
parestesi pada wajah, anggota gerak, dan gangguan bicara.

F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
a. Anamnesis yang teliti mengenai gejala vertigonya, pengaruh terhadap
perubahan posisi.
b. Adanya gejala telinga, mata, psikis, sistem saraf, penyakit interna.
c. Riwayat adanya keracunan, penggunaan obat-obatan waktu lama.
d. Riwayat penyakit kronis.
2. Pemeriksaan neurologis: terutama saraf kranial dan fungsi serebellar.
a. Pemeriksaan mata, bertujuan untuk mencari adanya nistagmus dan atau
gerak mata mirip nistagmus (nistag moid jerk)
1) Mata pada posisi netral midline
a) Pendular nistagmus (kongenital, multiple sklerosis)
b) Square wave jerks (tegang, lesi sentral)
c) Ocular bobbing (lesi batang otak)
d) Ocular flutter (lesi batang otak)
2) Mata melirik ke kiri kanan, atas bawah, bergantian secara cepat
(saccadic test)
a) Okular dismetria, dapat berupa hipometria atau hipermetria
(serebellum)
b) Kelambatan gerak mata adduksi dan nistagmus dari mata yang
abduksi (internuklear ophtalmo plegia)
3) Mata melirik seperti pada 2), akan tetapi dipertahankan selama 20
detik saat mata dalam tiap posisi lirikan (gaze test).
a) Nistagmus unilateral horisontalis (lesi sentral atau perifer)
b) Nistagmus bilateral horisontalis (lesi batang otak atau
gangguan visus)
c) Nistagmus ke atas (lesi pons varolli)
d) Nistagmus ke bawah (lesi di bagian bawah batang otak atau
bagian atas medulla servikalis)
e) Nistagmus sirkularis (lesi batang otak atau serebelum)
16

4) Mata bergerak melirik seperti pada 2) akan tetapi dilakukan dengan


lambat (eye tracking, smooth eye movement, persuit tests).
a) Saccadic tracking
b) Ataxic tracking
Kedua jenis tersebut menunjukkan kelainan di batang otak dan atau
serebelum.
5) Pemeriksaan mata dengan perubahan posisi tubuh dan atau kepala
(positional test)
Nistagmus yang timbul bisa bersumber dari kelainan sentral atau
perifer. Ciri nistagmus yang berasal dari perifer:
a) Onsetnya lambat (20 detik atau lebih)
b) Durasinya sebentar (kurang dari 2 menit)
c) Peningkatan keluhan vertigo
d) Respon nistagmus terhadap respon ulangan mudah capai,
makin lama makin berkurang/ hilang.
Lesi sentral bila respon nistagmus mempunyai ciri-ciri yang
berlawanan dengan lesi perifer.
b. Tes pendengaran dengan gesekan jari, berbisik atau garpu penala.
3. Pemeriksaan khusus/ spesifik
a. Balancing test
1) Tes menulis vertikal
Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan
tangan yang satu berada di atas lutut, penderita diminta menulis
selajur huruf dari atas ke bawah, mula-mula dengan mata terbuka
lalu dengan mata tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan
terjadi deviasi tulisan dari atas ke bawah sebesar 10 derajat atau
lebih. Sedangkan penderita kelainan serebelum, tulisannya akan
semakin besar (makrographia) atau tulisan menjadi kacau
2) Tes Romberg
Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan, lalu mata
dipejamkan. Apabila ada gangguan vestibuler pasien tidak dapat
mempertahankan posisinya, ia akan bergoyang menjauhi garis
tengah dan akan kembali ke posisi semula karena pengaruh
‘righting reflex’.
Atau dengan posisi tersebut, tangan dipegang di depan dada
kemudian posisi duduk dan berdiri seketika. Pasien akan terjatuh ke
sisi lesi (tes Unterberger)
3) Tes Tandem Gait
17

Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang di dada. Pasien


disuruh berjalan lurus, pada saat melangkah tumit kiri diletakkan
pada ujung jari kaki kanan dan seterusnya. Adanya gangguan
vestibuler akan menyebabkan arah jalannya menyimpang.
4) Tes berdiri
Tes berdiri pada kedua atau satu kaki, mata terbuka dan kemudian
tertutup dan kedua lengan ke muka. Pada kelainan labirin satu sisi,
misalnya sisi kiri maka posisinya akan berubah sebagai berikut :
a) Nistagmus ke kanan (fase lambat ke kiri)
b) Kepala memutar ke kiri
c) Tubuh terpilin ke kiri
d) Deviasi arah kedua lengan ke kiri, bersamaan dengan
penurunan lengan kiri, kenaikan lengan kanan
e) Berjalan sempoyongan ke kiri dan deviasi ke kiri.
Bila seseorang mampu berdiri pada salah satu kaki dalam keadaan
mata tertutup, keseimbangan dianggap normal, dan pasien tidak
perlu melakukan tes vestibuler lainnya (tes Uemura).
5) Stepping test
Berjalan di tempat dengan mata terbuka lalu tertutup sebanyak 50
langkah. Tes dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien
berjalan beranjak miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih
dari 30 derajat.
Jika penderita stabil, tes diulang dengan tangan terentang. Penderita
dengan kelainan vestibuler bilateral yang disebabkan intoksikasi
obat-obatan dapat berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit
dengan mata tertutup
6) Past pointing test
Pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas dengan
telunjuk ekstensi dalam keadaan mata terbuka. Kemudian lengan
tersebut diturunkan sampai menyentuh telunjuk pemeriksa. Dalam
keadaan mata tertutup, pasien diminta mengulang gerakan tersebut.
Adanya gangguan vestibuler menyebabkan penyimpangan lengan
pasien sehingga telunjuknya tidak dapat menyentuh telunjuk
pemeriksa.

7) Finger to finger test


18

Bila kelainan labirin satu/ dua sisi maka kelainan tes ini selalu pada
kedua jari kiri dan kanan. Bila sumber kelainannya dari serebelum
satu sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya apda sisi
yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.
8) Manuver Nylen-Barany (Hallpike manouver/ tes positional
vertigo)
Pasien posisi duduk kemudian digerakkan secepatnya ke posisi
tidur dengan kepala ekstensi 30-45 derajat atau dengan cara: pasien
direbahkan dengan kepala tergantung di pinggir, pasien disuruh
menoleh 30 derajat ke kiri, lurus dan ke kanan, perhatikan matanya
apakah ada muncul nistagmus dan apakah timbul vertigo dan
intensitasnya. Pada lesi perifer vertigo terasa lebih berat. Pada lesi
vestibuler yang perifer timbulnya nistagmus mempunyai masa laten
dan berlangsung sebentar. Sedangkan lesi vestibuler sentral tidak
mempunyai masa laten, nistagmus muncul dengan cepat dan timbul
terus menerus lama.
b. Tes kalori
Tes kalori dilakukan dengan syarat membran timpani harus utuh. Pasien
tidur terlentang dengan kepala fleksi 30 derajat atau dengn cara pasien
duduk dengn kepala pasien menengadah ke belakang

G. Penegakan Diagnosis
Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari
vertigo. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi
telingan bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak.
Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke
bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan
diagnosa.
Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita
secara tiba-tiba atau meneteskan air dingin ke dalam telinga. Untuk menguji
keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu
garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
19

Tes pendengaran seringkali bisa menentukan adanya kelainan telinga


yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran. Pemeriksaan lainnya
adalah CT scan atau MRI kepala, yang bisa menunjukkan kelainan tulang atau
tumor yang menekan saraf. Jika di duga suatu infeksi, bisa diambil contoh
cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang. Jika di duga terdapat
penurunan aliran darah ke otak, maka dilakukan pemeriksaan angiogram, untuk
melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak

H. Diagnosis Banding
Lama Episode Gangguan Pendengaran (-) Gangguan Pendengaran (+)
Beberapa detik BPPV Fistula perilipatik
Insufisiensi vertebrobasiler
Vertigo servikal
Berjam-jam Migrain vestibular Hidrops endolimfe (Meniere
Vestibulopati berulang
syndrome)
Lues
Berhari-hari Neuritis vestibular Labirintitis
Kontusio labirin
Berbulan-bulan Degenerasi serebelar Neuroma akustikus
Toksisitas

I. Penatalaksanaan
1. Obat-obatan
a. Antihistamin-antiemetik-antikolinergik
Dimenhydrinate, betahistine, difenhidramin, meklisin
b. Kalsium antagonis, vestibular supresan
Cinnarizine, flunarizine
c. Fenotiazine
Promethazine 25-50 mg/ kali
Chlorpromazine 10-25 mg/ kali
d. Simpatomimetik
D amphetamine dosis 10 mg/ hari
Efedrine 25-50 mg tiap pemberian
e. Minor tranquilizer
Obat Dosis Dewasa Catatan
Supresan Labirin
Antihistamin
Sinarizin 15 mg/ 4-6 jam
Sklizin 50 mg/ 4-6 jam
Dimenhidrinat 50 mg/ 4-6 jam
Prometazin 25 mg/ 12 jam
20

Antiemetik *bila mual muntah


menonjol
Proklorazin 3 mg/ 6 jam
Skopolamin 0,6 mg/ 3 jam
Vasodilator
Histamin 2,5 mg dalam 250 cc
NaCl intravena
Betahistin 32-48 mg/ hari
Flunarizin 10-60 mg/ hari
Papaverin 0,5 mg/ kg/ menit
intravena atau peroral
150 mg/ 12 jam
Diuretik
Asetazolamid 250 mg/ hari (untuk 2-
3 hari)
Hidroklortiazid 25 mg/ 12 jam
Psikotropik
Antiansietas *jika ansietasnya
menonjol
Klordiazepoksid 30 mg/ hari
Diazepam 6-10 mg/ hari
Antidepresan *jika depresinya
menonjol
Amitriptilin 75 mg/ hari
Nortriptilin 75 mg/ hari
Kortikosteroid
Metilprednisolon 40-80 mg/ hari (5 *mensupresi edema
hari) labirin dan gejala
Tappering off
infeksi virus

2. Fisik: tirah baring


Latihan:
a. Duduk
1) Gerakkan mata seluas-luasnya ke atas, bawah, dan samping kanan
kiri.
2) Lihat ikuti sebuah objek yang bergerak
3) Latihan fiksasi dengan cara :
a) Lihat gambar dalam satu halaman, tapi kepala digerakkan ke
samping.
b) Kemudian perhatikan jari bergerak ke kiri sambil kemudian
gerakkan kepala ke kanan.
21

c) Gerakkan leher ke depan, belakang, ke kiri, dan ke kanan sambil


buka mata dan tutup.
d) Latihan posisional: tiap hari 2-3 kali sehari dengan cara penderita
duduk di pinggir tempat tidur kemudian merebahkan dirinya pada
sisinya untuk membangkitkan vertigo lalu sesudah vertigonya
reda kemudian kembali ke posisi duduk tegak lagi. Gerakan ini
diulangi 2-3 kali sampai vertigonya menghilang. Percobaan ini
diulang mata buka dan tutup.
b. Berdiri
Ulangi kegiatan tersebut di atas sambil berdiri kemudian duduk mata buka
dan tutup
c. Berjalan
1) Latihan jalan mata buka dan tutup
2) Tandem walking test (police drunk test)
3) Berjalan menaiki dan menurun bukit
Diet rendah natrium dan tinggi kalium (dengan cara rendah garam dan
perbanyak makan buah-buahan, pisang, jeruk, kiwi) dapat mencegah
terjadinya hidrops endolimfe.
3. Bedah
Tindakan bedah adalah alternatif terakhir bila serangan vertigo sering terjadi
dan tidak dapat diredakan dengan jalan tersebut di atas. Tindakan bedah
dengan cara merusak labirin (labirinektomi), dekompresi drainage sakus
endolimpatikus atau dengan disertai pemotongan saraf N. VIII.
Gejala meniere yang berterusan dengan gangguan pendengaran, vertigo,
kemungkinan dapat disebabkan penekanan pembuluh darah terhadap kedua
saraf tersebut, jika tidak dapat diatasi oleh obat-obatan maka dapatlah
dianjurkan bedah mikrosvaskular dekompresi. Prognosis hasil operasi dapat
pulih kembali jika dilakukan sebelum masa 4 tahun menderita tinitus.
Akumulasi cairan endolimfe (endolymphatic hydrops) yang tidak dapat
sembuh dengan diet rendah garam. Oleh karena itu, dilakukan endolymphatic
sac surgery, yaitu membuat drain buangan.
22

KESIMPULAN

1. Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi di ruangan dimana perasaan


dirinya bergerak berputar ataupun bergelombang terhadap ruangan sekitarnya
(vertigo subyektif) atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya (vertigo
obyektif).
2. Vertigo pada usia lanjut dapat mempunyai banyak penyebab dan merupakan
salah satu gejala yang mendasari berbagai macam diagnosis.
3. Beberapa penyebab vertigo antara lain benigna paroksismal posisional
vertigo, meniere’s disease, neuronitis vestibuler (neuropati vestibuler),
presbystasis, trauma kapitis, obat-obatan vestibulotoksik, tumor, dan stroke.
4. Vertigo pasien lanjut usia mempunyai lebih dari 1 penyebab (62%), antara
lain 57% penyakit cardiovaskular, 14% penyakit vestibular perifer, 10%
psikiatris, dan 23% obat-obatan.
5. Penatalaksanaan vertigo antara lain obat-obatan, latihan fisik, tindakan bedah.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Chang, Chia-Chen Wen-Neng Chang, Chi-Ren Huang, Chia-Wei Liou, Tsu-


Kung Lin, Chen-Hsien Lu. 2011. The Relationship between Isolated
Dizziness/Vertigo and the Risk Factors of Ischemic Stroke: A Case Control
Study. Acta Neurol Taiwan Vol 20: 101-106.
2. Ganança, Fernando Freitas, Juliana Maria Gazzola, Cristina Freitas Ganança,
Heloísa Helena Caovilla, Maurício Malavasi Ganança, Oswaldo Laércio
Mendonça Cruz. 2010. Elderly falls associated with benign paroxysmal
positional vertigo. Braz J Otorhinolaryngol Vol 76(1): 113-20.
3. Maarsingh, Otto R, Jacquelien Dros, François G Schellevis, Henk C van
Weert, Patrick J Bindels, dan Henriette E van der Horst. 2010. Dizziness
Reported by Elderly Patients in Family Practice: Prevalence, Incidence, and
Clinical Characteristics. Bio Med Central Vol. 11 (2). Department of Family
Practice and Institute for Research in Extramural Medicine, VU University
Medical Center, Amsterdam, The Netherlands.
4. Dros, Jacquelien, Otto R Maarsingh, Leo Beem, Henriëtte E van der Horst,
Gerben ter Riet, François G Schellevis and Henk CPM van Weert. 2011.
Impact of Dizziness on Everyday Life in Older Primary Care Patients: a
Cross-Sectional Study. Health and Quality of Life Outcomes Vol 9 (44).
Department of Family Practice and Institute for Research in Extramural
Medicine, VU University Medical Center, Amsterdam, The Netherlands
24

5. Wetmore, Stephen J., Michael E. Hoffer, Joel A. Goebel, Kim R. Gottshall,


Måns Magnusson, Yael Raz, David E. Eibling. 2010. Challenges and
Opportunities in Managing the Dizzy Older Adult. American Academy of
Otolaryngology/Head and Neck Surgery.
6. Garcia, Fernando Vaz. 2009. Disequilibrium and Its Management in Elderly
Patients. International Tinnitus Journal Vol. 15 (1): 83–90.
7. Jung, Jae Yun, Ji-Sun Kim, Phil Sang Chung, Seung Hoon Woo, Chung Ku
Rhee 2009. Effect of Vestibular Rehabilitation on Dizziness in the Elderly.
American Journal of Otolaryngology Vol 30: 295-299.
8. Maarsingh, Otto R., Jacquelien Dros, François G. Schellevis, Henk C. van
Weert, Danielle A. van der Windt, Gerben ter Riet, Henriette E. van der Horst.
2010. Causes of Persistent Dizziness in Elderly Patients in Primary Care.
Annals of Family Medicine Vol. 8 (3): 195-205.
9. Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo: Spesifikasi, Terapi, dan
Pengobatannya. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press
10. Sidharta, Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Jakarta:
Dian Rakyat.
11. Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: FKUI.
12. Israr, Yayan A. 2008. Vertigo. Pekanbaru: Faculty of Medicine, University of
Riau.

Anda mungkin juga menyukai