Anda di halaman 1dari 5

Nama : Yessica Rosinta Gracella pardede (175020301111013)

Review Artikel Kayes dan Paine

BUILDING ORGANIZATIONAL INTEGRITY

Public backlash to ethical lapses

Serangan publik menentang ini penyimpangan etika telah menghasilkan lingkungan


peraturan baru yang keras, yang pada gilirannya telah menimbulkan semakin banyak program
perubahan etika-driven dalam organisasi. Masyarakat yang tentunya menentang adanya praktik
yang menyimpang dari etika telah menjadi suatu alat kontrol yang ketat sehingga menciptakan
suatu perubahan lingkungan yang berujung pada perubahan aturan-aturan etika yang berlaku
dalam organisasi. Sentiment negatif yang berasal dari masyarakat terhadap kepercayaan kepada
oragnisasi, khususnya organisasi bisnis, telah berubah menjadi keraguan terhada bagaimana
perusahaan mengabaikan hukum kontrak masyarakat.

Building integrity

Organisasi dapat menumbuhkan prilaku etis dan menekankan integritas dengan


memperlihatkan bagaimana organisasi tersebut dapat berprilaku etis dan menjaga integritas
karyawan yang dimulai dari manajemen level atas sehingga dapat menjadi sebuah teladan bagi
para manajemen tingkat bawah.

Characteristics of integrity

1. Pengambilan keputusan etis yang dilakukan.


2. Dukungan struktural dan prosedur yang memfasilitasi pembuatan keputusan etis telah
dikembangkan.
3. Sebuah budaya keterbukaan, tanggung jawab, dan komitmen untuk beberapa tujuan
bisnis telah diciptakan dan dipertahankan.
4. Perkembangan karyawan dihargai.

The four practices of organizational integrity

1. Operating Controls

Semua organisasi memerlukan kontrol formal seperti fungsi kepatuhan, pengawasan, dan
akuntansi dan audit. Kontrol ini membentuk dasar untuk pendekatan yang komprehensif untuk
integritas organisasi.

2. Principle and Purpose

Prinsip dan tujuan organisasi haruslah transparan dalam segala jenis aktivitas dan
operasional perusahaan. Kedua hal tersebut haruslah dijunjung oleh setiap lapisan manajerial
perusahaan untuk meciptakan satu budaya organisasi yang etis dan terbuka sehingga dapat
diterima oleh publik.

3. Core values

Perusahaan Gillette berfokus pada tiga nilai inti: prestasi, integritas, dan kolaborasi. Yang
pertama, prestasi, menekankan dedikasi untuk standar tertinggi prestasi dan melebihi harapan
pelanggan internal dan eksternal. Nilai inti kedua, integritas, menandakan pentingnya saling
menghormati dan perilaku etis sebagai dasar hubungan dengan rekan kerja, pelanggan, dan
masyarakat. Terakhir, kolaborasi berfokus pada bekerja sama sebagai satu tim dengan
menekankan komunikasi terbuka, membangun akuntabilitas yang jelas untuk keputusan,
mengidentifikasi masalah dan solusi, dan memaksimalkan peluang bisnis.

4. Culture

Budaya muncul tidak dalam kontrol organisasi formal, tetapi dalam tindakan informal
dan nilai praktek bisnis yang mendasari. Seperti kontrol formal, budaya dapat mengontrol
perilaku, tetapi melalui keyakinan tidak dapat dideskripsikan atau tersembunyi dari praktik
organisasi.

Building a culture of integrity

Salah satu upaya perubahan budaya yang dilakukan di Best Buy (Gibson & Billings,
2003) mengungkapkan tiga fase penting dari upaya perubahan perilaku yang sukses antara lain:

Phase 1: Understanding the “why” of integrity

Pertama, karyawan harus memahami mengapa integritas diperlukan. Organisasi harus


menggunakan pendekatan yang komprehensif untuk menanamkan kepada karyawan tentang
pentingnya etika dan integritas dalam segala sesuatu yang mereka lakukan.

Phase 2: Understanding the “why not” of integrity

Kedua, reward untuk perubahan, dan konsekuensi dari tidak adanya penyesuaian, budaya
integritas harus diartikulasikan dengan baik dan dipahami. Fase ini melibatkan peningkatan
komitmen emosional individu dan tim untuk terus terlibat dalam perilaku etis.

Phase 3: Understanding the practices of integrity

Terakhir, karyawan harus memahami perilaku baru mereka diharapkan untuk mengadopsi
dan proses baru yang mereka harus mematuhi. Tahap akhir dari membangun budaya integritas
melibatkan menyediakan karyawan dengan pengetahuan dan alat yang diperlukan untuk, melalui
perilaku yang tepat, menolak penyimpangan etika.

Barriers to building organizational integrity


Beberapa hambatan yang mungkin terjadi di lapangan sehingga menghalangi
pembentukan integritas organisasi diantaranya:

1. Ketakutan akan dikucilkan ketika menjadi seorang whistleblower.


2. Ukuran perusahaan, menyebabkan sulitnya penyebaran informasi terkait penekanan
terhadap integritas karyawan dan sulitnya pengawasan dalam praktik etis dalam
organisasi.
3. Tujuan organisasi, terkadang kepentingan untuk pemenuhan tujuan organisasi menjadi
satu-satunya focus dalam praktik operasional sehingga tidak melihat apakah jalan
ditempuh sudah etis ataukah belum.
4. Demografi karyawan, bagi karyawan yang berusia masih muda memiliki kepribadian
yang belum terkontaminasi sehingga penekanan terkait prilaku etis dan integritas dapat
dilakukan lebih optimal.
5. Keadaan organisasi. Keadaan organisasi akibat merger atau akuisis dapat memengaruhi
moral dari para karyawan. Beralihnya suatu perusahaan dapat juga berarti budaya
organisasi tersebut akan bercampur dengan perusahaan induknya atau perusahaan
leburannya.
6. Sinisme. Hal ini terkait ketidakpercayaan bawahan terhadap atasan mereka, sehingga hal
ini akan menghambat proses pengkomunikasian terkait prilaku etis dan integritas kepada
manajemen tingkat bawah.

Review Kasus Bank Mandiri Syariah Bogor

Berikut resume dari informasi melalui media terkait kasus tersebut, antara lain :

1. Pada 2012, tim audit internal BSM menemukan pelanggaran tindak pidana perbankan yang
dilakukan pegawainya. Hasil audit internal ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri pada
September 2012. “Untuk memproses, BSM melapor ke Mabes Polri September 2012. Dengan
pelaporan ini BSM menyerahkan penanganan pada proses hukum” ujar Corporate Secretary
BSM, Taufik Markus di Wisma Mandiri, Jl. MH. Thamrin,Jakpus. (detik.com tanggal
24/10/2013)

2. Bambang Sulistyo (kuasa hukum BSM) menjelaskan bahwa BSM memiliki direktorat
kepatuhan yang selalu memantau penyaluran kredit di setiap cabang. Jika ada hal yang
mencurigakan, maka tim audit khusus akan bekerja. “Dengan adanya ini menunjukkan BSM
punya sistem internal kontrol yang bagus”, ungkapnya. (detik.com tanggal 24/10/2013)

3. “Jumlah penyaluran Rp102 M. Kerugian masih dalam proses penyidikan, yang belum kembali
sekitar Rp50 M. Sisanya sudah kembali, tapi itu angka Rp50 M masih proses, bukan kerugian
yang pasti”, jelas Bambang. (detik.com 24/10/2013)

4. Dari 197 pengajuan kredit, 113 di antaranya fiktif. Akibat kredit fiktif itu, BSM sudah
menggelontorkan dana sebesar Rp102 Miliar, namun Rp50 Miliar diantaranya sudah
dikembalikan ke BSM. “Sehingga total kerugian saat ini sekitar Rp52 Milyar”, pungkas Arif
Sulistyo Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri. (detik.com tanggal 25/10/2013)

5. Pengajuan kredit ini sudah dimulai sejak Juli 2012. Akibat kredit fiktif ini, BSM Bogor
menggelontorkan dana Rp102 Miliar. Baru Rp50 Miliar dana yang dikembalikan pada pihak
BSM. (detik.com tanggal 25/10/2013)

6. Keempat tersangka adalah Kepala Cabang BSM Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang
Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM cabang pembantu Bogor
John Lopulisa, dan seorang debitur, Iyan Permana. (kompas.com tanggal 25/10/2013)

7. Penyidik, kata Arief, menduga telah terjadi persengkongkolan antara Iyan dengan tiga
pegawai BSM cabang Bogor. Pasalnya, ada dugaan pemberian kompensasi kepada pegawai
perbankan. Ada pun bentuk kompensasi itu, kata Arief, berbentuk uang dan mobil.(kompas.com
tanggal 25/10/2013)

8. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, proses pengajuan dan pencairan kredit
tersebut terjadi antara Juli 2011 - Mei 2012 dengan plafon kredit antara Rp 100 juta - Rp 200
juta. Pencairan kredit tersebut diajukan untuk pembiayaan perumahan. Rupanya, kata Arief,
proses pencairan kredit itu tidak melewati mekanisme perbankan yang semestinya.(kompas.com
tanggal 25/10/2013)

9.Rupanya, kata Arief, proses pencairan kredit itu tidak melewati mekanisme perbankan yang
semestinya. Pihak perbankan, yang seharusnya melakukan cross-check terhadap data yang
diberikan debitor, meniadakan hal tersebut.(kompas.com tanggal 25/10/2013)

10. “Dia yang ngajukan kredit pembiayaan akad mudharabah untuk pembiayaan bangun rumah,”
ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto
di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 25/10/2013. (tribunnews.com)

Audit forensik yang biasa dilakukan oleh auditor adalah kegiatan untuk melakukan
pembuktian atas segala sesuatu yang terkait dengan fraud. Sehingga dengan kata lain auditor
harus memperoleh bukti audit yang relevan dan kompeten. Bukti Audit yang relevan, kompeten
dan cukup harus diperoleh sebagai dasar yang memadai untuk mendukung pendapat simpulan
dan saran. Maknanya Relevan yaitu logis mendukung pendapat/kesimpulan; Kompeten yaitu sah
dan dapat diandalkan menjamin kesesuaian dengan fakta, dan Cukup dalam arti jumlah bukti
untuk menarik kesimpulan. Bukti audit yang relevan dan kompeten bisa didapat dengan
melakukan teknik audit. Namun demikian banyak auditor yang sudah berpengalaman merasa
ragu untuk terjun dalam bidang investigasi. Sehingga auditor dalam melaksanakan pengauditan
agar berhasil harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut

a) Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi
b) Kuasai dengan baik teknik- teknik investigasi
c) Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih
d) Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang kita pilih

Potongan berita yang disajikan di atas menunjukkan bahwa tim internal audit telah
menemukan adanya kasus fraud berupa kredit fiktif pada September 2012. Seharusnya tim
internal auditor memberikan informasi terkait kasus ini kepada tim eksternal auditor yang
melakukan audit atas laporan keuangan 2012. Hal ini sesuai dengan yang diatur di ISA 610
(Revised) yang menyatakan :

“ISA 315 (Revised) addresses how the knowledge and experience of the internal audit
function can inform the external auditor’s understanding of the entity and its environment and
identification and assessment of risks of material misstatement. ISA 315 (Revised) also explains
how effective communication between the internal and external auditors also creates an
environment in which the external auditor can be informed of significant matters that may affect
the external auditor’s work.”

Jika auditor internal telah menyampaikan kasus kredit fiktif tersebut ke auditor eksternal
maka seharusnya auditor eksternal melakukan jurnal koreksi untuk kredit fiktif (pembiayaan
mudharabah) tersebut. Caranya dengan membebankan penyisihan kerugian aset produktif
pembiayaan mudhrabah sebesar Rp50 Milyar atau senilai kerugian yang ditanggung BSM
(walaupun dengan prinsip konservatisme akuntansi lebih memilih untuk membebankan sebesar
Rp102 Milyar). Faktanya ketika kita membaca laporan keuangan BSM tahun 2012 beban
penyisihan kerugian pembiayaan mudharabah adalah sebesar Rp31.900.238.975,00. Masih
belum mencukupi untuk meng-cover nilai kerugian yang sebesar Rp50 Milyar. Namun, perlu
dipastikan juga apakah benar kredit yang dilakukan melalui pembiayaan mudharabah. Jika
melalui akun lain maka bisa jadi analisa ini gugur. Misalnya melalui akun piutang dimana
penyisihannya adalah sebesar Rp226.151.228.835,00. Maka bisa jadi angka Rp50 Milyar itu
termasuk di dalam akun penyisihan kerugian piutang.

Anda mungkin juga menyukai