Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR


(OCB), JOB SATISFACTION, DAN AFFECTIVE
COMMITMENT TERHADAP TURNOVER INTENTION
KARYAWAN PT. SUZUKI FINANCE

Felia Glory Muaja


NIM. 16061102117

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020

i
PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
(OCB), JOB SATISFACTION, DAN AFFECTIVE
COMMITMENT TERHADAP TURNOVER INTENTION
KARYAWAN PT. SUZUKI FINANCE

Felia Glory Muaja


NIM. 16061102117

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO

2020

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR i
SAMPUL DALAM II
DAFTAR ISI III
DAFTAR TABEL V
DAFTAR GAMBAR VI

BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH PENELITAN 1
1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.4.1 Secara Praktis 4
1.4.2 Secara Akademik 4

BAB II 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 KAJIAN TEORITIK 5
2.1. Turnover Intention (Niat Berpindah) 5
2.1.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB) 8
2.1.3 Job Satisfaction ( Kepuasan Kerja) 11
2.1.4 Affective Commitment (Komitmen Afektif) 13
2.2 KAJIAN EMPIRIK 14
2.2.1 Harif Amali Rifai (2005) 14
2.2.2 A’yuninnisa, Rizqi N. (2015) 15
2.2.3 Gusti Putu Evan Berta Manuel, Agoes Ganesha Rahyuda (2015) 16
2.2.4 Tiara Dean Risa1, Debora E. Purba (2019) 16
2.2.5 Supriadi, et. al. (2019) 17
2.2.6 Pandu Satrio Wibowo (2015) 17
2.2.7 Saoula et. al. (2019) 18
2.2.8 B achruddin Saleh Luturlean, Arif Partono Prasetio (2019) 19
2.2.9 I Wayan Suana et al (2020) 19
2.2.10 Kuswanto et al (2018) 20
2.2.11 Farlianto (2014) 21
2.2.12 Budi Artiningrum, Aryana Satrya (2015) 21
2.2.13 Ni Made Tiya Jumani Monica, Made Surya Putra (2017) 22
2.2.14 Rita Andini (2006) 23
2.2.15 Rindi Sari (2014) 24

iii
iv

2.3 HIPOTESIS/PREPOSISI DAN MODEL PENELITIAN 25


2.3.1 Organisational Citizenship Behaviour (OCB) dan Turnover Intention 25
2.3.2 Job Satisfaction dan Turnover Intention 26
2.3.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB), Job Satisfaction dan Affective
Commitment 27
2.3.4 Affective Commitment dan Turnover Intention 32

BAB III 41
METODE PENELITIAN 41
3.1 PENDEKATAN PENELITIAN 41
3.2 POPULASI, BESARAN SAMPEL, DAN TEKNIK SAMPLING 41
3.3 DATA DAN SUMBER 41
3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA 42
3.5 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 42
3.5.1 Organizational citizenship behavior (ocb) 42
3.5.2 Job satisfaction (kepuasan kerja) 43
3.5.3 Affective commitment (komitmen afektif) 44
3.5.4 Turnover intention (niat berpindah) 44
3.6P ENGUJIAN INSTRUMEN PENELITIAN 45
3.6.1 uji validitas 45
3.6.2 uji reliabilitas 46
3.7TE KNIK ANALISIS 46
DAFTAR PUSTAKA 48
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 – Penelitian terdahulu 35

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 – Model Penelitian 34

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitan

Sumber daya manusia sebagai salah satu elemen utama dari perusahaan

merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam

mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia tidak saja membantu organisasi

dalam mencapai tujuannya tetapi juga membantu menentukan apa yang benar-

benar dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Perusahaan yang memiliki

sumber daya manusia yang baik adalah sebagai modal agar dapat bersaing dengan

perusahaan lain yang lebih maju. Kompetisi antar perusahaan semakin ketat,

karena perusahaan tidak hanya dihadapkan pada persaingan dalam negeri, tetapi

juga luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut, perusahaan harus

menentukan strategi dan kebijakan manajemennya, khususnya dalam bidang

Sumber Daya Manusia (SDM). Organisasi yang memiliki SDM yang baik akan

menjadikan organisasi memiliki kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway,

2002).

Kinerja karyawan banyak dipenuhi dengan fenomena dari sikap karyawan,

salah satu diantaranya adalah turnover intention. Turnover intention diartikan

sebagai keinginan seseorang untuk tetap tinggal atau pindah dari organisasinya

(Lum et al., 1998). Turnover intention juga didefinisikan sebagai faktor yang

memediasi keinginan dan tindakan berhenti dari organisasi itu sendiri (Glissmeyer

et. al., 2008). Turnover intention menjadi masalah yang cukup serius didalam

lingkungan organisasi. Turnover yang tinggi memperlihatkan bahwa sebuah

1
2

organisasi tidak mampu untuk mempertahankan kenyamanan dari karyawannya.

Turnover perlu diperhatikan oleh perusahaan karena akan mempengaruhi aktivitas

dan jalannya sebuah perusahaan. Tingginya tingkat turnover berarti perusahaan

akan mengeluarkan kembali biaya untuk proses rekruitmen dan pelatihan. George

dan Jones (2007:11) menyebutkan kerugian dari turnover yang terjadi selain akan

membuat peningkatan biaya, manajer akan sulit untuk menciptakan hubungan

kerja yang lebih dekat dengan karyawannya yang berimplikasi pada memberikan

semangat untuk meningkatkan performa dari karyawan.

Banyak faktor yang memiliki hubungan dengan turnover intention,

beberapa diantaranya adalah OCB, job satisfaction, dan affective commitment.

Intensitas OCB dapat menunjukkan kesediaan dan kecenderungan karyawan untuk

lebih terikat pada organisasi (Chen et al., 1998); karenanya, tingkat turnover yang

rendah. (Saifudin et al2016) menambahkan bahwa semakin tinggi tingkat OCB

karyawan, semakin tinggi keinginan karyawan untuk menjadi bagian dari

organisasi, maka semakin rendah peluang mereka untuk meninggalkan organisasi.

Komitmen organisasi didefinisikan sebagai kondisi psikologis yang dirasakan

oleh anggota organisasi yang dapat dilihat berdasarkan loyalitas, dan fokus

terhadap tujuan yang ditetapkan oleh organisasi (Crow et al., 2012). Kepuasan

kerja juga memiliki hubungan dengan turnover intention. Ketika kepuasan kerja

tidak terpenuhi akan menyebabkan masalah yang serius dalam perusahaan.

Misalnya; mengakibatkan tingginya tingkat turnover, absensi dari karyawan yang

cenderung tinggi dan pada akhirnya akan memiliki efek pada kinerja dari

perusahaan itu sendiri (Kasimati, 2011; Ejaz, 2008). Kepuasan kerja menjadi

prediktor yang tepat untuk mengukur turnover intention karyawan dan kepuasan
3

kerja selalu memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention dari karyawan

(Chen, 2006; Yucel, 2012; Faisal et al., 2012). Komitmen afektif biasanya

diartikan sebagai bagaimana seseorang individu merasa terhubung dengan

organisasi secara emosional. Azeem (2010) mengatakan turnover intention

berkaitan dengan komitmen organisasi dimana akan mempengaruhi masa kerja,

biaya pelatihan dan peningkatan kepuasan kerja.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan,

maka penulis membatasi masalah tentang “Pengaruh Organizational Citizenship

Behavior (OCB), Job Satisfaction, Affective Commitment, terhadap Turnover

Intention”. Turnover dipilih karena adanya tingkat turnover yang tinggi dapat

menimbulkan kerugian dari sisi moral maupun finansial. Sebagaimana telah

dijelaskan pada latar belakang masalah, penelitian ini bermaksud menguji

pengaruh OCB, Job Satisfaction, Affective Commitment terhadap Turnover

Intention. Secara spesifik, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaruh OCB terhadap Turnover Intention pada karyawan PT.

Suzuki Finance?

2. Bagaimana pengaruh Job satisfaction terhadap Turnover Intention pada

karyawan PT. Suzuki Finance?

3. Bagaimana pengaruh OCB dan Job Satisfaction terhadap Affective

Commitment karyawan PT. Suzuki Finance?


4

4. Bagaimana pengaruh Affective Commitment terhadap Turnover Intention

pada karyawan PT. Suzuki Finance?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka penelitian ini bertujuan,

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh OCB terhadap Turnover Intention

2. Untuk mengetahui pengaruh Job Satisfaction terhadap Turnover

Intention

3. Untuk mengetahui pengaruh OCB dan Job satisfaction terhadap

Affective Commitment

4. Untuk mengetahui pengaruh Affective Commitment terhadap Turnover

Intention

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bisa dijadikan landasan dalam mengembangkan model

penelitian mengenai OCB, Job Satisfaction, dan Affective Commitment serta

Turnover Intention yang lebih komprehensif dengan objek yang lebih luas.

1.4.1 Secara Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi

pihak manajemen PT. Suzuki Finance.

1.4.2 Secara Akademik


5

Penelitian ini memberikan kontribusi yang berarti bagi peneliti dalam

mengembangkan wacana dunia organisasi khususnya dalam pengaruh tingkat

OCB, Job Satisfaction, dan Affective Commitment terhadap Turnover Intention.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritik

2.1.1 Turnover Intention (Niat Berpindah)

Turnover intention, didefinisikan sebagai pemikiran dan keinginan

karyawan untuk meninggalkan organisasi dalam periode waktu tertentu,

merupakan sinyal awal dari turnover karyawan aktual dalam organisasi (Mobley,

2011; Purba, Oostrom, Born, & Van der Molen, 2016). Tett dan Meyer (1993)

mendefinisikan niat berpindah sebagai "keinginan sadar untuk meninggalkan

organisasi, yang mencakup pemikiran atau gagasan untuk pergi, perilaku mencari

pekerjaan baru, dan perilaku memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan" (hal.

262). Ongori (2007) berpendapat bahwa setiap rencana oleh karyawan untuk

meninggalkan organisasi berarti niat berpindah yang dianggap sebagai pendahulu

langsung terhadap perilaku berhenti yang sebenarnya. Turnover Intention

diartikan sebagai kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari

pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja

yang lain menurut pilihannya sendiri (Mobley, 1986). Turnover mengarah pada

kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang

meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan turnover intention

mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan

organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan

organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit

organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi.

5
6

Robbins (2006), menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari

suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara 2 sebab, yaitu:

1. Sukarela (voluntary turnover)

Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk

meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor

seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif

pekerjaan lain.

2. Tidak sukarela (involuntary turnover)

Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan

keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja

dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya (Shaw et

al., 1998)

Turnover perlu diperhatikan oleh perusahaan karena turnover akan

mempengaruhi aktivitas dan jalannya sebuah perusahaan. Tingginya tingkat

turnover berarti perusahaan akan mengeluarkan kembali biaya untuk proses

rekruitmen dan pelatihan. George dan Jones (2007:11) menyebutkan kerugian dari

turnover yang terjadi selain akan membuat peningkatan biaya, manajer akan sulit

untuk menciptakan hubungan kerja yang lebih dekat dengan karyawannya yang

berimplikasi pada memberikan semangat untuk meningkatkan performa dari

karyawan. Karena efeknya yang merusak pada organisasi, fenomena pergantian

karyawan, menjadi minat utama para profesional, akademisi, praktisi dan manajer

organisasi yang telah menghabiskan cukup banyak perhatian untuk itu (Abid &
7

Butt, 2017; Muqadas, Rehman, & Aslam , 2017; Sumaira Khalid et al., 2018; Ton

& Huckman, 2008)

Banyak faktor yang memiliki hubungan dengan turnover intention,

beberapa diantaranya adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB),

Affective Commitment, dan Job Satisfaction. OCB dapat menunjukkan kesediaan

dan kecenderungan karyawan untuk lebih terikat pada organisasi (Chen et al.,

1998); karenanya, tingkat niat turnover yang rendah. Saifudin, Ishfaq dan Adeel

(2016) menambahkan bahwa semakin rendah OCB karyawan, semakin tinggi

keengganan karyawan untuk menjadi bagian dari organisasi dan semakin tinggi

peluang mereka untuk meninggalkan organisasi. Serta affective commitment

biasanya diartikan sebagai bagaimana seseorang individu merasa terhubung

dengan organisasi secara emosional. Azeem (2010) mengatakan turnover

intention berkaitan dengan komitmen organisasi dimana akan mempengaruhi

masa kerja, biaya pelatihan dan peningkatan kepuasan kerja. Karyawan yang tidak

puas dengan aspek-aspek pekerjaannya dan tidak memiliki komitmen terhadap

organisasinya akan cenderung mencari pekerjaan pada organisasi lainnya (Andini,

2013).

Kepuasan kerja juga memiliki hubungan dengan turnover intention. Ketika

kepuasan kerja tidak terpenuhi, Hal ini menyebabkan masalah yang serius ketika

kepuasan seseorang di dalam perusahaan tersebut tidak dipenuhi, misalnya

mengakibatkan tingginya tingkat turnover, absensi dari karyawan yang cenderung

tinggi dan pada akhirnya akan memiliki efek kepada kinerja dari perusahaan itu

sendiri (Kasimati, 2011; Ejaz, 2008). Kepuasan kerja menjadi prediktor yang tepat

untuk mengukur turnover intention karyawan dan kepuasan kerja selalu memiliki
8

pengaruh negatif terhadap turnover intention dari karyawan (Chen, 2006; Yucel,

2012; Faisal et al., 2012).

2.1.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior menurut Mohammad (2011), OCB

didefinisikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku yang tidak

mengikat, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi, dan secara

keseluruhan mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi. Selain itu OCB

dapat melampaui indikator kinerja yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi serta

mencerminkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh karyawan yang melampaui

ketentuan minimum yang diharapkan oleh organisasi serta dapat meningkatkan

kesejahteraan rekan kerja, kelompok kerja, dan perusahaan (Lovell, Kahn, Anton,

Davidson, Dowling, et al, Mohammad 2011).

Dimensi OCB

Terdapat dua dimensi perilaku karyawan yaitu general compliance

(kepatuhan umum),dimana karyawan akan melakukan apa yang harus lakukan dan

altruism yaitu bersedia membantu orang lain. Dalam perkembangannya konsep

OCB mengalami beberapa perubahan. Diantaranya Dennis W. Mohammad

(2011) di dalam penelitiannya mengungkapkan ada lima dimensi dalam OCB

yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue.

Penelitian dari Organ ini merupakan salah satu penelitian yang dilakukan oleh

para peneliti yang mempelajari dan menguji OCB pada pekerja dalam sebuah

perusahaan. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan adanya hubungan

positif antara OCB dengan aspek-aspek pekerjaan lainnya, seperti job satisfaction
9

dan job characteristic. Karyawan yang sudah merasa puas dengan pekerjaannya

mempunyai potensi yang lebih besar untuk menunjukkan OCB. Hal tersebut

disebabkan oleh kepuasan dan rasa nyaman yang sudah diperoleh dalam

menjalani pekerjaannya. Lima Dimensi dalam Organizational Citizenship

Behavior meliputi :

Pertama, dimensi altruism yaitu tindakan suka rela yang dilakukan oleh

seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan

perbuatan baik (Sears et al, Irfa 2012). Sedangkan menurut Walstern dan Piliavin

dalam artikel Irfa (2012), perilaku altruistik ditunjukkan melalui perilaku

menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan

bersifat suka rela dan tidak berdasarkan normanorma tertentu. Refleks menolong

akan muncul apabila individu yang altruistif melihat seseorang yang perlu untuk

dibantu, baik orang yang sudah dikenal maupun orang asing yang belum dikenal

(stranger). Ciri-ciri lain dari perilaku ini adalah ketika seseorang melakukan

tindakan altruisme pada beberapa orang, tindakan altruisme tersebut tidak

berhubungan dengan tindakan altruismenya yang lain, karena individu yang

altruistif tersebut memang tidak mengharapkan ada imbalan dari tindakannya

tersebut di masa depan.

Kedua, dimensi conscientiousness mengacu pada sikap lebih berhati-hati

dan mendengarkan kata hati. Big Five Teori memaparkan individu yang

mempunyai skor tinggi pada traits conscientiousness memiliki kontrol diri yang

bagus, terorganisir, memprioritaskan tugas, mengikuti norma dan peraturan.

Adanya perilaku tersebut dapat mengindikasikan bahwa para pekerja telah


10

menerima dan mematuhi aturan dan prosedur yang ada di dalam perusahaan. Bila

dilihat dari konteks sebuah perusahaan dengan adanya perilaku ini akan sangat

menguntungkan, karena pekerja dengan conscientiousness yang tinggi akan

memiliki sikap yang lebih baik daripada rekan-rekan kerjanya yang lain yaitu

ditunjukkan dengan ketaatan pada regulasi dan prosedur perusahaan yang lebih

baik.

Ketiga, dimensi courtesy digambarkan dengan sebuah bentuk tindakan

yang bertujuan untuk mencegah munculnya masalah. Secara arti kata courtesy

dapat diartikan dengan sikap sopan dan mempertimbangkan orang lain. Contoh

tindakan Courtesy dalam dunia kerja antara lain menawari teman kerja untuk

makan bersama, apabila sedang memiliki tugas yang sama selalu mengingatkan

teman kerjanya agar tidak lupa atau mungkin menawarinya untuk saling sharing

dan bertukar pikiran menyelesaikan tugas tersebut.

Keempat, dimensi sportsmanship yang dapat dilihat dari aspek toleransi

dan keluhan (complain) individu dalam melakukan pekerjaannya. Individu dengan

sikap sportsmanship yang tinggi akan sangat memperhatikan hal-hal detail dalam

pekerjaannya, melakukan pekerjaan dengan fair dan tidak banyak mengeluh serta

memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Dalam konteks sebuah perusahaan

sikap ini tentunya akan sangat menguntungkan karena para pekerja akan dengan

mudah beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di perusahaan. Hal tersebut

terlihat bila perusahaan mengeluarkan kebijakan baru mengenai suatu hal, pekerja

yang memiliki sikap sportsmanship tinggi akan dengan mudah menerima

kebijakan baru itu dan mengesampingkan masalah-masalah kecil yang mungkin

akan muncul.
11

Kelima, dimensi civic virtue ditunjukkan dengan perilaku turut serta

secara penuh (self involvement) dan lebih perhatian terhadap perusahaan. Individu

dengan civic virtue yang tinggi akan sangat memperhatikan kepentingan

perusahaannya. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan selalu berperan aktif dalam

semua kegiatan yang ada dalam perusahaan, seperti training pegawai, workshop,

dan lain sebagainya. Selain itu juga selalu memperhatikan informasi penting baik

dari luar ataupun dari dalam perusahaan yang dapat bermanfaat bagi

perusahaannya.

2.1.3 Job Satisfaction ( Kepuasan Kerja)

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja.

Menurut Setiawan dan Ghozali (2016:159) kepuasan kerja merupakan kondisi

menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang

atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya. Sedangkan menurut Handoko

(2001:193) kepuasan kerja merupakan keadaan emosional bagaimana seorang

karyawan memandang pekerjaannya apakah menyenangkan atau tidak

menyenangkan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

mencerminkan persaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Ada lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu

1. pemenuhan kebutuhan dimana kepuasan ditentukan oleh tingkatan

karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu

untuk memenuhi kebutuhannya;


12

2. perbedaan yaitu perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang

diperoleh individu dari pekerjaan;

3. pencapaian nilai, bahwa kepuasan adalah merupakan hasil dari

persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan kebutuhan nilai kerja

individual yang penting;

4. keadilan, bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil

individu diperlakukan di tempat kerja;

5. komponen genetik yang menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagian

merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetic ( Kreitner dan

Kinicki dalam Wibowo, 2011:504).

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Robins (2002:45) meliputi

1. Pekerjaan itu sendiri yaitu pandangan karyawan mengenai

pekerjaannya sebagai sesuatu yang menarik dan melalui pekerjaan

tersebut karyawan memperoleh kesempatan untuk belajar;

2. Pengawasan yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui

proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan

organisasi;

3. Imbalan yaitu bila imbalan dipersepsikan adil yang didasarkan pada

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar

pengupahan komunitas maka kemungkinan besar akan menimbulkan

kepuasan

4. Kesempatan promosi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang diberikan.

Promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang
13

lebih tinggi sehingga perusahaan akan memperoleh kestabilan dan

moral karyawan lebih terjamin

5. Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja adalah sumber

kepuasan kerja bagi pekerja secara individual sedangkan kelompok

kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran kepada sesama

rekan kerja.

2.1.4 Affective Commitment (Komitmen Afektif)

Menurut Meyer dan Allen (1991), komitmen organisasi adalah perasaan

dan / atau kepercayaan mengenai hubungan karyawan dengan suatu organisasi.

Mereka mengusulkan bahwa komitmen organisasi memiliki beberapa komponen,

yang disebut sebagai model tiga komponen. Komitmen afektif mencerminkan

keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komitmen

normatif mencerminkan perasaan kewajiban untuk melanjutkan pekerjaan.

Terakhir, komitmen kelanjutan adalah kesadaran akan biaya yang terkait dengan

meninggalkan organisasi. Komitmen organisasi mencerminkan hubungan

karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi pada keputusan untuk

melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Seseorang yang berkomitmen pada

organisasi, lebih cenderung untuk tetap di organisasi dan tidak memiliki niat

untuk pergi (Steers & Porter, 1983; Meyer & Allen, 1991).

Komitmen afektif (affective commitment) adalah suatu pendekatan

emosional dari individu dalam keterlibatan dengan organisasi, sehingga individu

akan merasa dihubungkan dengan organisasi. Komponen afektif berkaitan dengan

emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.

Karyawan yang komitmen organisasinya berdasarkan komitmen afektif yang kuat


14

akan meneruskan bekerja dengan perusahaan karena keinginan mereka sendiri,

berdasarkan tingkat identifikasinya dengan perusahaan dan kesediannya untuk

membantu organisasi dalam mencapai tujuan (Hackett et al., 1994).

Jadi, seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi

terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada

loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu, tampak tingkah laku

berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan

organisasi dalam jangka waktu lama. Luthans (2006) menjelaskan bahwa

komitmen organisasi membawa hasil positif seperti kinerja tinggi, tingkat

turnover yang rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah. Selain itu,

komitmen karyawan juga berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan, seperti

persepsi iklim organisasi, yaitu organisasi yang hangat dan mendukung dan

menjadi anggota tim yang baik dan siap membantu.

2.2 Kajian Empirik

Secara empiris dalam studi ini mengacu pada beberapa hasil studi

sebelumnya yang relevan dengan skripsi ini

2.2.1 Harif Amali Rifai (2005)

Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

kewarganegaraa norganisasi dalam suatu organisasi. Faktor-faktor ini termasuk

keadilan prosedural, keadilan distributif, kepuasan kerja dan komitmen. Meskipun

penelitian sebelumnya telah menyelidiki komitmen sebagai anteseden dari OCB,

kebanyakan dari mereka tidak secara spesifik menjelaskan jenis komitmen yang

dihipotesiskan. Dalam hal komitmen, penelitian ini menggunakan jenis komitmen


15

tertentu, yaitu komitmen afektif. Model teoritis mengusulkan keadilan distributif

dan keadilan prosedural sebagai anteseden kepuasan kerja dan kepuasan kerja

memiliki efek pada perilaku kewarganegaraan organisasi (OCB) melalui

komitmen afektif. Analisis SEM dari data survei dari 383 perawat yang bekerja

untuk rumah sakit swasta di Indonesia mendukung bahwa model teoritis telah

memenuhi kriteria good-of-fit. Temuan menyimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara keadilan prosedural dan keadilan distributif dan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja memiliki dampak signifikan untuk mengembangkan komitmen

afektif. Hasil juga mendukung bahwa komitmen afektif adalah prediktor

signifikan OCB

2.2.2 A’yuninnisa, Rizqi N. (2015)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek langsung dan tidak langsung

dari kepuasan pembayaran terhadap turnover intention, yang dimediasi oleh

komitmen afektif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi

Indonesia dari Pay Satisfaction Questionnaire (Heneman & Schwab, 1985), Skala

Komitmen Afektif (Allen & Meyer, 1990), dan Turnover Intention Scale, yang

dikirimkan kepada 183 karyawan perusahaan manufaktur otomotif di Indonesia .

Data 150 responden yang terlibat dianalisis menggunakan analisis jalur dengan

variabel laten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensi turnover secara

signifikan diprediksi oleh kepuasan pembayaran (γ1 = -.19, p <.05) dan komitmen

afektif (β = -.77, p <.05), sedangkan komitmen afektif secara signifikan diprediksi

oleh kepuasan membayar (γ2 = .32, p <.05). Model ini mendukung mediasi parsial

dan ada pengaruh langsung dan tidak langsung dari kepuasan pembayaran
16

terhadap turnover. Komitmen afektif memainkan peran yang efektif dalam

memediasi hubungan antara kepuasan gaji dan turnover intention.

2.2.3 Gusti Putu Evan Berta Manuel, Agoes Ganesha Rahyuda (2015)

Penelitian dilakukan di sebuah hotel bernama Ayodya Resort Bali. Jumlah

sampel yang diambil sebanyak 96 responden dengan metode proportionate

stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran

kuesioner dengan menggunakan skala Likert 5 poin untuk mengukur 16 indikator.

Teknik analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan Path

Analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja, komitmen

afektif, komitmen kalkulatif dan komitmen normatif berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap turnover intention. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan

kerja, komitmen afektif, komitmen kalkulatif, dan komitmen normatif dapat

menekan turnover intention. Penelitian ini juga menemukan bahwa komitmen

afektif, komitmen kalkulatif, dan komitmen normatif memiliki peran mediasi

antara hubungan kepuasan kerja dengan turnover intention dengan peran mediasi

terkuat adalah komitmen kalkulatif.

2.2.4 Tiara Dean Risa1, Debora E. Purba (2019)

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki efek mediasi dari perilaku

warga organisasi (OCB) dalam hubungan antara kepuasan kerja & niat turnover.

Menggambar pada teori pertukaran sosial, diharapkan bahwa individu dengan

kepuasan kerja yang tinggi, ditunjukkan oleh emosi positif terhadap aspek

pekerjaan, akan menunjukkan OCB tingkat tinggi dengan membantu rekan kerja
17

dan organisasi mereka, dan pada gilirannya menunjukkan niat turnover yang

rendah. Data diambil dari guru di Sekolah Internasional di Jakarta (N = 80). Hasil

menunjukkan bahwa OCB ditemukan untuk memediasi sepenuhnya hubungan

antara kepuasan kerja dan intensi turnover, yang menunjukkan bahwa semua

varian kepuasan kerja diterjemahkan ke intensi turnover melalui OCB. Implikasi

teoretis dan praktis dibahas lebih lanjut.

2.2.5 Supriadi, et. al. (2019)

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dihadapi

perusahaan saat ini dengan menguji perilaku kewarganegaraan organisasi dari

proses turnover. Sebanyak 210 kuesioner dikumpulkan untuk pekerja di industri

alas kaki di Indonesia dengan memodelkan penelitian menggunakan persamaan

struktural dengan analisis struktur sesaat (Amos) 23. Pentingnya penelitian ini

karena dapat memiliki implikasi besar dalam berkontribusi pada pola penelitian

baru dan memberikan input untuk pengusaha. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa komitmen organisasi karyawan dan perilaku warga negara dapat

mempengaruhi proses pergantian karyawan.

2.2.6 Pandu Satrio Wibowo (2015)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh secara

parsial maupun simultan antara kepuasan kerja (X1) dan organizational

citizenship behavior (OCB) (X2) terhadap turnover intention (Y) pada karyawan

divisi produksi sektor manufaktur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional kausal. Penelitian

ini melibatkan 50 karyawan divisi produksi PT. Laju Usaha Gemilang. Subjek

diminta untuk mengisi skala turnover intention, skala kepuasan kerja, dan skala
18

organizational citizenship behavior (OCB). Berdasarkan analisis yang dilakukan

menggunakan uji regresi linier berganda didapatkan hasil berupa nilai t hitung

pada X1 sebesar -4.392 dan nilai Sig. 0.000<0.05, yang berarti ada pengaruh

negatif dan signifikan antara X1 terhadap Y. Nilai t hitung pada X2 sebesar -0.909

dan nilai Sig. 0.368>0.05, yang berarti tidak ada pengaruh antara X2 terhadap Y.

Sementara itu, didapatkan hasil berupa nilai F hitung sebesar 9.826, nilai Sig.

0.000<0.05, dan R Square 0.295 atau 29.5%, yang berarti ada pengaruh antara X1

dan X2 secara simultan terhadap Y sebesar 29.5%.

2.2.7 Saoula et. al. (2019)

Mempertimbangkan karyawan adalah aset paling berharga, sebagian besar

perusahaan saat ini memberikan banyak upaya dan memanfaatkan sumber daya

vital untuk melestarikannya. Pergantian karyawan tersebut akan mempengaruhi

pencapaian tujuan organisasi serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Oleh

karena itu, sangat penting untuk menyerukan penelitian lebih lanjut untuk

memahami faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena ini dalam pengaturan dan

konteks penelitian yang berbeda, terutama dalam perspektif non-barat seperti

Malaysia yang menghadapi tantangan besar terhadap pergantian karyawan di

banyak sektor. Oleh karena itu, dorongan dari makalah ini adalah untuk menguji

hubungan antara keadilan organisasi (OJ), perilaku warga organisasi (OCB)

(menguntungkan individu OCB-I dan menguntungkan organisasi OCB-O) dan

niat turnover (TI). Akibatnya, penelitian ini mengusulkan kerangka kerja untuk

mempelajari pengaruh keadilan organisasi terhadap turnover intention melalui

peran mediasi perilaku kewargaan organisasional (OCB-I, OCB-O). Juga, dampak

langsung antara variabel telah dibahas. Oleh karena itu makalah ini diharapkan
19

untuk mengisi kesenjangan penelitian dan berkontribusi pada pengetahuan di

bidang penelitian ini.

2.2.8 Bachruddin Saleh Luturlean, Arif Partono Prasetio (2019)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres kerja terhadap

komitmen afektif secara langsung dan tidak langsung melalui mediasi kepuasan

kerja. Organisasi perlu mengembangkan komitmen afektif karyawan. Keterikatan

emosional ini diyakini memiliki dampak positif pada kinerja organisasi. Studi saat

ini meneliti 428 peserta dari berbagai industri di Indonesia. Menggunakan analisis

jalur penelitian mengungkapkan bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif

yang sangat kecil pada kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh positif

signifikan terhadap komitmen afektif, tetapi stres kerja tidak berpengaruh

signifikan terhadap komitmen afektif. Dengan demikian kepuasan kerja tidak

memediasi pengaruh stres kerja pada komitmen afektif. Temuan menunjukkan

bahwa organisasi masih perlu menemukan faktor-faktor lain yang berdampak

pada komitmen afektif karyawan, sementara mereka masih dapat mencapai

komitmen afektif dengan menyediakan program yang meningkatkan kepuasan

kerja. Kontribusi dari makalah ini adalah untuk memberikan analisis yang lebih

luas mengenai stres dan sikap kerja untuk meningkatkan kebijakan organisasi

dalam mengelola sumber daya manusia.

2.2.9 I Wayan Suana et al (2020)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepuasan kerja, stres

kerja, lingkungan kerja terhadap turnover intention. Penelitian ini dilakukan di

PT. Kwalita Bali Kabupaten Gianyar. Jumlah responden pada penelitaian ini

adalah sebanyak 35 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
20

penyebaran kuesioner menggunakan Skala Likert 5 poin untuk mengukur 17

indikator dan empat variabel penelitian penelitian dan teknik analisis data yang

digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian ini membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap

turnover intention artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan maka

tingkat turnover intention semakin rendah. Selanjutnya stres kerja berpengaruh

positif terhadap turnover intention artinya semakin tinggi tingkat stres yang

dialami karyawan maka turnover intention akan semakin meningkat. Terakhir

lingkungan kerja non fisik berpengaruh negatif terhadap turnover intention

dimana semakin baik dan nyaman lingkungan kerja maka tingkat turnover

intention semakin rendah.

2.2.10 Kuswanto et al (2018)

PT X merupakan perusahaan farmasi regional utama yang

mengembangkan dan memasarkan produk inovatif di Indonesia dan negara-negara

lain di Asia Tenggara. Tingkat turnover yang tinggi di PT X menunjukkan

perlunya untuk lebih lanjut ditelusuri mengenai kondisi tersebut dan melihat

apakah hal itu dipengaruhi oleh kohesivitas karyawan dan kepuasan kerja.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan kuesioner yang

disebarkan kepada 120 pegawai kantor pusat dengan metode convenience

sampling. Hasil analisis pemodelan persamaan struktural menunjukkan bahwa

kohesivitas karyawan yang lebih baik akan meningkatkan kepuasan kerja

sehingga dapat menurunkan keinginan karyawan untuk mengundurkan diri dari

perusahaan. Kohesivitas memiliki efek positif yang signifikan terhadap kepuasan

kerja. Dalam hal ini kohesivitas memegang peranan penting dalam meningkatkan
21

kepuasan kerja karena memiliki kelompok yang kohesif akan memengaruhi

kepuasan kerja karyawan. Kohesivitas dan kepuasan kerja memiliki pengaruh

negatif yang signifikan terhadap niat berpindah. Hal ini menunjukkan bahwa

kekompakan dan kepuasan kerja berperan penting dalam menurunkan turnover

intention karyawan, walaupun pengaruh kekompakan kurang dari pengaruh

kepuasan kerja terhadap niat berpindah.

2.2.11 Farlianto (2014)

Tingkat turnover yang tinggi menyebabkan efek yang merugikan bagi

suatu organisasi. Masalah seperti itu kemungkinan menghasilkan ketidakstabilan

dan ketidakpastian terhadap kondisi pekerjaan dan kenaikan biaya sumber daya

manusia dalam bentuk pelatihan yang diinvestasikan kepada mereka, perekrutan

dan program pelatihan yang baru dibangun. Omset tinggi, di samping itu, juga

mengakibatkan ketidakefektifan organisasi karena kehilangan karyawan

berpengalaman serta menghabiskan banyak waktu dalam pelatihan karyawan baru

yang tidak berpengalaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh

kepuasan pembayaran, kerja shift malam, dan bekerja terhadap intensi turnover.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 76 call center karyawan PT

Vads Indonesia dengan menggunakan simple random sampling, metode analisis

data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, menggunakan

program SPSS. Hasil pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa variabel: kepuasan

gaji berpengaruh negatif terhadap intensi turnover, kerja shift malam berpengaruh

negatif terhadap kepuasan kerja, kerja shift malam berpengaruh positif terhadap

intensi turnover, kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap intensi turnover dan
22

pekerjaan kepuasan sebagian memediasi antara kerja shift malam pada niat

turnover.

2.2.12 Budi Artiningrum, Aryana Satrya (2015)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis

pengaruh manajemen karir, kepuasan pelatihan, kepuasan pembayaran terhadap

intensi turnover karyawan di sektor perbankan. Sebanyak 265 responden yang

bekerja di Bank Umum berpartisipasi, dengan pemodelan persamaan struktural

sebagai metode pemrosesan data. Akibatnya, ditemukan bahwa manajemen karier

langsung tidak berpengaruh pada niat turnover. Sementara pelatihan membuktikan

kepuasan dapat memengaruhi intensi turnover melalui peran mediasi penuh

keterlibatan organisasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa keterlibatan

organisasi memberikan peran mediasi parsial dalam hubungan antara kepuasan

gaji dan intensi turnover. Dengan demikian, penelitian ini mampu membuktikan

pentingnya peran kepuasan pelatihan dan membayar kepuasan dalam

meningkatkan keterlibatan organisasi, yang pada gilirannya dapat mengurangi

intensi turnover karyawan di sektor perbankan. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa perusahaan yang memiliki manajemen karir yang baik tentu dapat

mendorong karyawan untuk tetap, fenomena perang untuk bakat adalah salah satu

pemicu karyawan yang tertarik bergerak. Jadi perusahaan perlu merumuskan

strategi manajemen karier yang baik untuk memelihara keterlibatan karyawan,

misalnya, dengan fungsi pembinaan dan pendampingan.

2.2.13 Ni Made Tiya Jumani Monica, Made Surya Putra (2017)

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh stres kerja terhadap

turnover intention, 2) mengetahui pengaruh komitmen organisasional terhadap


23

turnover intention, dan 3) mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover

intention. Penelitian dilakukan pada dua hotel di Desa Mas, Kecamatan Ubud,

Kabupaten Gianyar, Bali yaitu Hotel Taman Harum dan Hotel Bali Spirit. Jumlah

responden pada penelitian ini sebanyak 83 orang. Pengumpulan data dengan

penyebaran kuesioner yang menggunakan skala likert 5 poin untuk mengukur 30

indikator. Teknik analisis data adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian membuktikan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap turnover

intention. Hasil yang didapatkan selanjutnya yaitu, komitmen organisasional

berpengaruh negatif terhadap turnover intention. Penelitian juga mendapatkan

hasil bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention.

2.2.14 Rita Andini (2006)

Tingkat turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi

organisasi, hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian

(uncertainity) terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya

manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada

karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Turnover yang tinggi

juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan kehilangan

karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel kepuasan gaji,

kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap intensi keluar serta

menganalisis variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap intensi keluar.

Sampel yang digunakan sebanyak 115 responden. Analisis data menggunakan

SEM dengan program AMOS 5. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan kepuasan

kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi terbukti melalui


24

pengujian yang menghasilkan nilai CR = 6,066. Kepuasan gaji berpengaruh

negative terhadap turnover terbukti melalui pengujian yang menghasilkan nilai

CR = -4,308. Kepuasan kerja berpengaruh negative terhadap turnover terbukti

melalui pengujian yang menghasilkan nilai CR = -4,875 serta komitmen

organisasi berpengaruh negative terhadap turnover terbukti melalui pengujian

yang menghasilkan nilai CR = 2,852.

2.2.15 Rindi Sari (2014)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja, Stres

Kerja dan Komitmen Organisasi baik secara parsial maupun simultan terhadap

Turnover Intention pada Hotel Ibis Yogyakarta. Penelitian ini merupakan

penelitian asosiatif kausal dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian

ini adalah penelitian populasi dengan jumlah responden sebanyak 130 karyawan.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara, sedangkan analisis

data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dan

berganda. Hasil penelitian pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa: 1)

Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention,

yang ditunjukkan dari hasil β = -0,347 (**p<0.01; p=0,000), dengan ∆R2

kepuasan kerja terhadap turnover intention sebesar 0,093. 2) Stres kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention, yang ditunjukkan

dari hasil β = -0,329 (**p<0.01; p=0,000), dengan ∆R2 stres kerja terhadap

turnover intention sebesar 0,073. 3) Komitmen organisasi berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap turnover intention, yang ditunjukkan dari hasil β = -0,240

(**p<0.01; p=0,000), 0,041. dengan ∆R2 komitmen organisasi terhadap Turnover

Intention sebesar 0,041. 4) Kepuasan kerja, stres kerja dan komitmen organisasi
25

secara simultan berpengaruh terhadap turnover intention, dengan ∆R2 kepuasan

kerja, stres kerja dan komitmen organisasi terhadap turnover intention sebesar

0,133.

2.3 Hipotesis/Preposisi dan Model Penelitian

2.3.1 Organisational Citizenship Behaviour (OCB) dan Turnover Intention

Menurut Harrison, Newman, dan Roth (2006), OCB dapat diamati sebagai

salah satu tahap utama dari proses penarikan. Proses ini mencakup berbagai

perilaku, masing-masing mencerminkan praktik reaksi yang disengaja oleh

karyawan untuk menghadapi lingkungan kerja yang tidak menyenangkan. Oleh

karena itu OCB dianggap sebagai salah satu perilaku yang terkait dengan proses

berhenti (Berry, Lelchook, & Clark, 2012). Menurut temuan dari studi

sebelumnya tentang pengaruh OCB pada intensi turnover karyawan, hasil

campuran telah dilaporkan pada hubungan antara dua variabel. Perilaku

diskresioner (sukarela) yang tidak secara resmi diakui sebagai kontribusi bernilai

tinggi pada efektivitas fungsi organisasi yang efisien dan efektif adalah

pemahaman organisasi tentang OCB. Membangun OCB dapat melihat latar

belakang karyawan untuk terus bekerja secara sukarela. Karyawan yang memiliki

dedikasi tinggi pada organisasi tanpa disertai kepentingan pribadi, karyawan

dalam pekerjaan mereka akan melaksanakan tujuan pribadi mereka selaras dengan

tujuan perusahaan. Dengan demikian perilaku ini akan bermanfaat bagi diri

mereka sendiri dan perusahaan. Sudah saatnya bagi pengusahan untuk melakukan

OCB untuk kepentingan perusahaan dalam arah yang baik perilaku

kewarganegaraan dapat meningkat


26

1. Efisiensi dan produktivitas organisasi,

2. Koordinasi di antara anggota tim,

3. Hubungan yang harmonis antara karyawan dan manajer.

4. Perusahaan akan mempertahankan karyawan agar tidak melakukan

pergantian.

Hipotesis 1 : OCB akan berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention

2.3.2 Job Satisfaction dan Turnover Intention

Selain itu juga Hullin et.al (1985) mengakui bahwa alternatif pekerjaan

dan kepuasan kerja dapat memiliki pengaruh yang substansial pada keinginan

keluar pekerja pada berbagai populasi. Ketidakpuasan kerja telah sering

diidentifikasikan sebagai suatu alasan yang penting yang menyebabkan individu

meninggalkan pekerjaannya (Price dan Muller, 1981 ; pada William dan Hazer,

1986) menyimpulkan secara empiris bahwa ketidakpuasan kerja memiliki suatu

pengaruh langsung pada pembentukan keinginan keluar. Kepuasan kerja juga

dihubungkan secara negatif dengan keluarnya (turnover) karyawan. Faktor lain

misalnya kondisi pasar tenaga kerja, pengeluaran mengenai kesempatan kerja

altenatif dan panjangnya masa kerja, pengeluaran mengenai kesempatan kerja

alternatif dan panjangnya masa kerja dalam organisasi itu sebenarnya merupakan

kendala yang penting dalam keputusan untuk meninggalkan pekerjaan (Hanif

Amali Rivai, 2001). Pada level individual, kepuasan seseorang terhadap suatu

pekerjaan paling sering diteliti menggunakan variabel psikologi dalam hubungan

antara kepuasan dan turnover (Mobley, 1979) pada Judge et al.(1993).


27

Kepuasan kerja juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan

(turnover intention) tetapi faktor-faktor lain seperti kondisi pasar kerja,

kesempatan kerja alternatif, dan panjangnya masa kerja merupakan kendala yang

penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada (Robbins, 2001). Kepuasan kerja

menyangkut seberapa jauh karyawan merasakan kesesuaian antara seberapa besar

penghargaan yang diterima dan pekerjaannya dengan ekspektasinya mengenai

seberapa besar yang seharusnya diterima. Kepuasan kerja berkaitan dengan

seberapa puas seseorang dengan aspek-aspek pekerjaannya.

Kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan senang atau emosi positif

yang diperoleh dari pengalaman kerja, yang berkenaan dengan individu, bukan

kelompok dan menyangkut masa lalu, bukan masa yang akan datang. Pekerja

yang tidak terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk melakukan cara

yang dapat mengganggu kinerja organisasi: turnover yang tinggi, tingkat absensi

yang tinggi, kelambanan dalam bekerja, keluhan atau bahkan mogok kerja. Mathis

dan Jackson (2001) mengidentifikasi bahwa masuk-keluar(turnover) tenaga kerja

berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja

seseorang, maka semakin rendah intensitasnya untuk meninggalkan pekerjaannya

itu, hal ini dibuktikan pada penelitian Lum et al., (1998); Johson (1987); Yuyetta

(2002) dan Tett & Meyer (1993)

Hipotesis 2 : Job Satisfaction akan berpengaruh negatif terhadap Turnover

Intention
28

2.3.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB), Job Satisfaction dan

Affective Commitment

Prediksi tentang pengaruh komitmen organisasi pada OCB masih

menunjukkan kurangnya konsistensi temuan. O’Reilly dan Chatman (1986)

meneliti hubungan antara dimensi komitmen yang mendasari (kepatuhan,

identifikasi, dan internalisasi) dan OCB yang melaporkan sendiri. Studi ini

menemukan bahwa internalisasi dan identifikasi, sebagai komponen komitmen

afektif, adalah prediktor signifikan dari laporan diri OCB. Dapat dikatakan bahwa

komitmen afektif lebih cenderung terkait dengan OCB. Komitmen organisasi

diyakini sebagai variabel sikap yang cenderung mempengaruhi perilaku

kewarganegaraan. Komitmen organisasi dapat dianggap sebagai 'kekuatan relatif

dari identifikasi individu dengan dan keterlibatan dalam organisasi' (Mowdayet al.

1979: 226). Wiener (1982) mencatat bahwa komitmen dapat berfungsi sebagai

kekuatan yang memungkinkan untuk mempertahankan 'arah perilaku' ketika

harapan individu tidak terpenuhi, atau ketidakadilan terjadi. OCB mencerminkan

perilaku di tempat kerja yang tidak berhubungan langsung dengan imbalan

organisasi formal (Organ 1987).

Keterkaitan antara komitmen dan OCB dapat dilihat ketika ekspektasi

penghargaan formal tidak sepenuhnya terpenuhi, namun karyawan dengan

komitmen kuat tetap menunjukkan perilaku inovatif dan spontan yang berada di

luar deskripsi pekerjaan mereka. Komitmen afektif dapat dikatakan kekuatan

keterikatan individu terhadap suatu organisasi (Meyer dan Allen 1984). Dyne dan

Ang (1998) menjelaskan bahwa keterikatan biasanya berkembang dari pertukaran


29

yang sering dan berulang yang membuat hubungan berkelanjutan menjadi

mungkin.

Komitmen efektif terhadap organisasi dipengaruhi oleh persepsi pekerja

terhadap dukungan yang mereka terima dari organisasi mereka. Ketika individu

merasa diperlakukan dengan baik oleh organisasi mereka, mereka membalas dan

melampaui persyaratan minimum pekerjaan mereka dengan membantu orang lain

serta organisasi (Konovsky dan Pugh 1994; Organ 1988). Dengan demikian,

dalam pengertian keterikatan psikologis ini, komitmen afektif dapat dipandang

sebagai anteseden OCB. Shore dan Wayne (1993) mencatat bahwa ada hubungan

antara komitmen afektif dan peringkat pengawas OCB. Temuan serupa juga

dilaporkan oleh Organ dan Ryan (1995).

Hubungan antara komitmen organisasi dan OCB juga telah

didokumentasikan oleh Meyer et al. (2000). Penelitian mereka menemukan bahwa

di antara tiga dimensi komitmen (yaitu, afektif, normatif, dan kelanjutan),

komitmen afektif memiliki korelasi positif terkuat dengan perilaku

kewarganegaraan, diikuti oleh komitmen normatif. Namun, komitmen kelanjutan

tidak terkait dengan perilaku itu. Seseorang ingin membantu orang lain dengan

organisasi tugas atau masalah yang relevan secara nasional karena tindakan

tersebut dianggap berkontribusi atau memajukan tujuan dan nilai organisasi.

O'Reilly dan Chatman (1986) mencatat bahwa ada hubungan positif antara

identifikasi, dan internalisasi dan OCB. Dengan demikian, komitmen afektif dapat

dikatakan berkorelasi positif dengan OCB. Upaya karyawan untuk berperilaku

atas nama organisasi cenderung ditentukan oleh komitmen afektif daripada


30

komitmen kelanjutan, atau komitmen normatif. meningkatkan perilaku yang

mendukung tujuan organisasi tercipta.

Angle dan Perry (1981) dan William dan Hazer (1986) mengemukakan

bahwa kepuasan kerja adalah penentu komitmen yang didasarkan pada pertukaran

sumber daya antara individu dan organisasi. Lum et al. (1998) berpendapat bahwa

meskipun fokus utama penelitian telah mengeksplorasi anteseden komitmen dari

berbagai kategori (mis. Karakteristik pribadi, pengalaman, faktor organisasi, dan

faktor terkait peran), masih belum ada hubungan yang jelas yang dapat

dihipotesiskan. Pengembangan komitmen dapat melibatkan hubungan timbal balik

yang tidak jelas antara sikap dan perilaku dari waktu ke waktu. Porter dkk. (1974)

mencatat bahwa commitment komitmen organisasi dapat mewakili hubungan

evaluatif terkait tetapi lebih global antara karyawan dan organisasi yang

mencakup kepuasan kerja di antara komponen-komponen spesifiknya '(hal. 604).

Proses di mana komitmen dikembangkan dapat mencakup 'siklus penguatan diri'

dari sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku ini akan berkembang pada pekerjaan

dan seiring waktu memperkuat komitmen karyawan terhadap organisasi (Porter et

al. 1974). DeCotiis dan Summers (1987) menyatakan pandangan yang sama

bahwa kepuasan kerja sebagai penentu komitmen. Penjelasan yang mungkin

adalah sementara itu kepuasan dan komitmen masing-masing adalah fungsi dari

korespondensi antara harapan individu (dari organisasi mereka) dan realitas

organisasi, kepuasan adalah konsekuensi yang lebih langsung dari persepsi

seseorang tentang korespondensi.

Dengan demikian, komitmen dapat mengurangi efek disfungsional dari

perilaku idiosinkratik jangka pendek pada bagian organisasi terhadap karyawan


31

individu (DeCotiis dan Summers 1987). Sebagai contoh, seorang karyawan yang

memiliki komitmen afektif tinggi tidak mungkin menunjukkan reaksi negatif

sehubungan dengan kenaikan gaji yang mereka terima tidak memadai. Meskipun

mengembangkan konsep komitmen telah mengidentifikasi tiga bentuk komitmen

(komitmen afektif, normatif, dan keberlanjutan), komitmen afektif telah

mendapatkan banyak perhatian dalam penelitian perilaku (Allen dan Meyer 1990).

Selain itu, komitmen semacam ini didasarkan pada keterikatan psikologis, oleh

karena itu, lebih tepat dimasukkan untuk menyelidiki model terintegrasi yang

berisi keadilan, kepuasan, dan perilaku kewarganegaraan organisasi.

Komitmen afektif berkembang pada dasar pengalaman psikologis yang

bermanfaat. Analisis Meta dari Mathieu dan Zajac (1990) menemukan bahwa

komitmen afektif cenderung rendah di antara karyawan yang tidak yakin tentang

apa yang diharapkan dari mereka atau yang diharapkan berperilaku dengan cara

yang tampaknya tidak sesuai dengan nilai-nilai organisasi. Dapat dikatakan bahwa

keterikatan emosional berkembang melalui efek positif yang dihasilkan dari

pengalaman suportif yang dikaitkan dengan lingkungan karyawan, termasuk

organisasi. Pengalaman yang menurut karyawan sangat memuaskan cenderung

meningkatkan komitmen afektif terhadap organisasi; pengalaman-pengalaman

yang tidak memuaskan dapat mengurangi perasaan keterikatan. Karyawan dengan

komitmen afektif yang lemah cenderung mengalami stres dan merasa tidak senang

ketika perubahan organisasi terjadi (Begley dan Czajka 1993). Dapat dikatakan

bahwa individu dengan komitmen afektif yang kuat tampaknya menjadi

penyangga terhadap dampak stres dan ketidaksenangan. Jika karyawan merasa

tidak bahagia karena perubahan kondisi dalam organisasi, pekerja dengan


32

komitmen afektif yang kuat akan dapat memperkuat sikap mereka terhadap hasil

organisasi (mis., Mengurangi niat untuk berhenti atau meningkatkan OCB).

Kualitas pekerjaan yang dipilih lebih tinggi bagi mereka yang membuat pilihan

mereka secara bebas daripada mereka yang lebih dibatasi oleh faktor lain (Meyer

et al. 1993). Wanous et al. (1992) mendukung bahwa ekspektasi karyawan

memoderasi sejauh mana pengalaman individu akan dikaitkan dengan komitmen

afektif. Meta-analisis dalam hal hubungan antara ekspektasi karyawan dan

komitmen afektif menunjukkan korelasi rata-rata 0,39 (Wanous et al. 1992). Oleh

karena itu, kepuasan kerja yang menyiratkan kesesuaian dengan harapan

seseorang dan pengalamannya sangat penting dalam membangun komitmen

afektif. Organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan memberikan

informasi yang akurat yang mencerminkan kondisi nyata dari pekerjaan (Wanous

et al. 1992), pada gilirannya, mengarah pada komitmen afektif yang tinggi.

Hipotesis 3 : OCB dan Job Satisfaction akan berpengaruh positif terhadap

Affective Commitment

2.3.4 Affective Commitment dan Turnover Intention

Menurut Meyer dan Allen (1991), komitmen organisasi adalah perasaan

dan / atau kepercayaan mengenai hubungan karyawan dengan suatu organisasi.

Mereka mengusulkan bahwa komitmen organisasi memiliki beberapa komponen,

yang disebut sebagai model tiga komponen. Komitmen afektif mencerminkan

keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komitmen

normatif mencerminkan perasaan kewajiban untuk melanjutkan pekerjaan.

Terakhir, komitmen kelanjutan adalah kesadaran akan biaya yang terkait dengan

meninggalkan organisasi. Komitmen organisasi mencerminkan hubungan


33

karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi pada keputusan untuk

melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Seseorang yang berkomitmen pada

organisasi, lebih cenderung untuk tetap di organisasi dan tidak memiliki niat

untuk pergi (Steers & Porter, 1983; Meyer & Allen, 1991).

Beberapa penelitian telah menemukan komitmen sebagai prediktor niat

berpindah. Porter, Steers, Mowday, dan Boulian (1974) mengemukakan bahwa

komitmen organisasi jelas merupakan variabel yang paling penting dalam

membedakan antara orang yang menginap dan yang keluar. Mueller dan Price

(1990) menjelaskan bahwa pergantian sukarela dipengaruhi oleh faktor ekonomi,

psikologis, dan sosial. Salah satu variabel yang disebutkan sebagai faktor yang

mempengaruhi turnover dan turnover intention adalah komitmen. Perryer, Jordan,

Firns, dan Travaglione (2010) menyelidiki bagaimana komitmen (afektif dan

kelanjutan) berinteraksi dengan persepsi dukungan organisasi dalam memprediksi

niat turnover. Mereka menemukan bahwa ketiga variabel berhubungan negatif

dengan intensi turnover, dengan komitmen afektif sebagai prediktor terbaik.

Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan oleh Meyer, Stanley, Herscovitch, dan

Topolnytsky (2002) tentang prediktor dan konsekuensi komitmen juga

menunjukkan bahwa komitmen organisasi dapat secara negatif mempengaruhi

niat berpindah.

Sangat menarik bahwa mengenai konsep model tiga komponen dari

komitmen organisasi, komitmen afektif telah banyak ditemukan sebagai prediktor

terkuat dari turnover dan intensi turnover dibandingkan dengan komponen

lainnya. Merangkum temuan dari studi sebelumnya, Meyer et al. (2002)

menunjukkan bahwa korelasi tertinggi dengan omset adalah Skala Komitmen


34

Afektif (ρ = -.19), dibandingkan dengan Skala Komitmen Normatif (ρ = -.16), dan

Skala Komitmen Berkelanjutan (ρ = -.10). Bahkan angka yang lebih tinggi

ditemukan sebagai korelasi komitmen organisasi dengan intensi turnover, dengan

Skala Komitmen Afektif sebagai yang tertinggi (ρ = -.59), relatif terhadap Skala

Komitmen Normatif (ρ = -. 39), dan Skala Komitmen Berkelanjutan (ρ = -.17).

Hipotesis 4 : Affective commitment akan berpengaruh negatif

terhadap Turnover Intention

X1
OCB Y

Affective X3 Turnover
X2 Commitment Intention
Job Satisfaction

Gambar 2. 1 – Model Penelitian


Sumber : Kerangka Pemikiran 2020

Gambar 2.1 menunjukan bahwa variabel OCB (X1), Job satisfaction (X2), dan

Affective Commitment (X3) berpengaruh langsung terhadap Turnover Intention

(Y)
35

Ta
be
l
2.
1

Pe
ne
liti Nama Metode
Judul Tujuan Hasil Peneliti
an Peneliti/Tahun Penelitian
te
rd
ah
ul
u
N
o
1 Harif Amali Rifai A Test of The Penelitian ini SEM Temuan utama d
(2005) Relationship bertujuan untuk penelitian ini ada
Among menguji model a. Keadilan
Perceptions of yang Prosedural dan
Justice Job mengidentifikas Distributif yang
Satisfaction i dampak dari memiliki efek po
Affective keadilan terhadap kepuasa
Commitment and kepuasan kerja kerja, b. Kepuasa
Organizational dan OCB Kerja berpengaru
Citizenship positif kuat terha
Behavior komitmen afektif
Komitmen afekti
memiliki efek
langsung terhada
OCB
36

2 A'Yuninnisa/Rizki N The Effects of Untuk menguji Kuantitati Hasil penelitian


(2015) Pay Satisfaction efek langsung f menunjukan bahw
and Affective dan tidak Turnover Intentio
Commitment on langsung dari secara signifikan
Turnover kepuasan diprediksi oleh
Intention pembayaran kepuasan
terhadap pembayaran,
Turnover Komitmen afekti
Intention yang memainkan peran
dimediasi yang efektif dala
komitmen memediasi hubun
afektif antara kepuasan g
dan turnover
intention.
3 Gusti Putu Pengaruh Untuk Path Hasil penelitian
Manuel/Agoes Kepuasan Kerja, mengetahui Analysis menunjukan bahw
Rahyuda (2015) Komitment bagaimana Pengaruh Kepuas
Afektif, hubungan yang Kerja, Komitmen
Komitmen terjadi antara Afektif, Komitm
Kalkultif, dan kepuasan kerja, Kalkultif, dan
Komitment komitmen Komitment Norm
Normatif afektif, berpengaruh nega
Terhadap komitmen dan signifikan
Turnover kalkulatif, terhadap Turnove
Intention komitmen Intention
normatif
terhadap
turnover
intention
4 Tiara, Rival, Debora The Role of OCB Untuk Kuantitati Menunjukan bah
Purba (2019) as a Mediator in menyelidiki f OCB sepenuhnya
Relationship efek mediasi memediasi hubun
Between JSNTI dari OCB dalam antara kepuasan k
hubungan antara dan niat berpinda
kepuasan JS dan
TI
5 Supriadi et. al., (2019) OCB Model for Dilakukan Regresi Menunjukan bah
Turnover untuk menjawab Linear komitmen
Intention masalah yang Berganda berorganisasi dan
Management dihadapi OCB dapat
perusahaan dari mempengaruhi
proses Turnover Turnover Intentio
Intention
37

6 Pandu Satrio Wibowo Pengaruh Untuk Kuantitati Kepuasan Kerja d


(2015) Kepuasan Kerja mengetahui f OCB mempunya
dan OCB apakah ada pengaruh negatif
terhadap pengaruh secara terhadap Turnove
Turnover parsial maupun Intention
Intention simultan antara
kepuasan kerja
dan OCB
terhadap
Turnover
Intention
7 Saula et. al., (2019) Conceptualizatio Menguji Kuantitati OJ dan OCB
n of The Effect of hubungan antara f mempunyai peng
OJ on TI OJ, OCB, dan negatif parsial
Turnover
Intention
8 Bachruddin, Arif Antecedents of Untuk Regresi Stres kerja memi
(2019) Employee's mengetahui Linear pengaruh negatif
Affective stres kerja Berganda pada kepuasan ke
Commitment the terhadap kepuasan kerja
Direct Effect of komitmen berpengaruh posi
Work Stress and afektif melalui terhadap komitm
the Mooediation kepuasan kerja afektif, tetapi stre
of Job kerja tidak
Satisfaction berpengaruh
signifikan terhad
komitmen afektif
9 I Wayan Suwana et. Pengaruh Untuk menguji Regresi Membuktikan ba
al., (2020) Kepuasan Kerja, pengaruh Linear kepuasan kerja
Stres Kerja, dan kepuasan kerja, Berganda berpengaruh nega
Lingkungan stres kerja, dan terhadap Turnove
Kerja Non Fisik lingkungan Intention
terhadap kerja non-fisik
Turnover terhadap
Intention Turnover
Intention
10 Uswantol et. al., Pengaruh Tingkat Kuantitati Menunjukan bah
(2018) Kohesifitas dan Turnover yang f kohesifitas karya
Kepuasan Kerja tinggi di PT. X dapat meningkatk
Terhadap menunjukan kepuasan kerja
Turnover perlunya tindak sehingga dapat
Intention lanjut ditelusuri menurunkan
Karyawan mengenai Turnover Intentio
kondisi tersebut
11 Farlianto (2014) Pengaruh Untuk Regresi Kepuasan gaji da
Kepuasan Gaji, menganalisis Linear kepuasa kerja
Shift Kerja kepuasan Berganda berpengaruh nega
38

Malam, dan pembayaran kepada Turnover


Kepuasan Kerja kerja shift Intention, kerja s
terhadap Intensi malam dan malam berpengar
Keluar Karyawan kepuasa kerja negatif terhadap
12 Budi, Aryana (2015) Analisis Untuk SEM Perusahaan yang
Pengaruh Carrer memahami dan memiliki manaje
Management, menganalisis karir yang baik te
Training pengaruh dapat mendorong
Satisfaction, Pay manajemen karyawan untuk t
Satisfaction karir, kepuasan
terhadap pelatihan dan
Turnover kepuasan
Intention pembayaran
terhadap
Turnover
Intention
13 Ni Made Monica, Pengaruh Stres Untuk Regresi Stres Kerja
Made Surya Putra Kerja, Komitmen mengetahui Linear berpengaruh posi
(2017) Organisasional, pengaruh stres Berganda terhadap TI,
dan Kepuasan kerja, komitmen Komitmen
Kerja terhadap organisasional, organisasional da
Turnover kepuasan kerja kepuasan kerja
Intention terhadap TI berpengaruh nega
terhadap Turnove
Intention
14 Rita Andini (2006) Analisis Bertujuan untuk SEM Kepuasan kerja
Pengaruh menganalisis berpengaruh posi
Kepuasan Gaji, pengaruh terhadap Komitm
Kepuasan Kerja, variabel organisasi, kepua
Komitmen kepuasan gaji, gaji, kepuasa ker
Organisasional kepuasan kerja, dan komitmen
terhadap Komitmen organisasi
Turnover Organisasional berpengaruh nega
Intention terhadap terhadap Turnove
Turnover Intention
Intention
15 Rindi Sari (2014) Pengaruh Untuk Kuantitati Kepuasan Kerja,
Kepuasan Kerja, mengetahui f Komitment
Stres Kerja, dan Pengaruh Organisasi
Komitmen Kepuasan berpengaruh nega
Organisasi Kerja, Stres terhadap Turnove
terhadap Kerja, dan Intention, Stres k
Turnover Komitmen berpengaruh posi
Intention Organisasi terhadap TI
39

terhadap
Turnover
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Umar, 2005).

Penelitian ini menjelaskan hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari

variabel-variabel yang akan diteliti. Menggunakan pendekatan kuantitatif karena

data yang akan digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dinyatakan

dengan angka atau skala numerik (Kuncoro, 2003).

3.2 Populasi, Besaran Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada PT.

Suzuki Finance Indonesia Besaran sampel; metode pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan metode Simple Random Sampling. Menurut

Sugiyono (2012:118) definisi simple random sampling adalah teknik pengambilan

anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan

strata yang ada dalam populasi itu. Pada studi ini, besaran sampel ditetapkan

sebanyak 50 responden

3.3 Data dan Sumber

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang

dilakukan berdasarkan metode pengumpulan data kuisioner maupun data yang

diperoleh sacara resmi oleh instansi yang berkompeten. Dalam penelitian ini data
41

primer diperoleh dari karyawan PT. Suzuki Finance Indonesia, berdasarkan

kuisioner mengenai penelitian ini. Data sekunder dari PT. Suzuki Finance

Indonesia

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu

metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar

pertanyaan kepada responden dengan menggunakan skala Likert. Penggunaan

kuisioner dimaksudkan untuk mendapatkan data primer dari responden yaitu

karyawan PT. Suzuki Finance Indonesia

3.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel diukur

dalam sebuah penelitian. Variabel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

landasan teori yaitu kepuasan kerja, stres kerja, komitmen organisasi dan turnover

intention. Secara operasional variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

3.5.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Menurut Podsakoff, MacKenzie, Moorman and Fetter (Organ, Podsakoff,

2006: 251), pengertian dari OCB meliputi 5 kategori mayor sikap yang dimiliki

oleh seseorang, yakni meliputi :

1. Altruism adalah keleluasaan sikap seorang karyawan dalam membantu

karyawan lain yang mengalami masalah dalam pekerjaan.

2. Conscientiousness adalah keleluasaan sikap seorang karyawan yang tetap

melaksanakan pekerjaannya dengan baik dalam situasi dan kondisi


42

minimal di dalam organisasi dengan tetap hadir, taat pada ketentuan dan

aturan yang ada, dsb.

3. Sportsmanship adalah keinginan seseorang untuk mentolelir situasi dan

kondisi yang kurang dari ideal tanpa komplain, mengeluh ataupun

memprotes kepada organisasi.

4. Courtesy adalah keleluasaan sikap dari seseorang untuk bersedia

membantu persoalan pekerjaan yang terkait dengan rekan kerjanya.

5. Civic virtue adalah perilaku seseorang yang menunujukkan sikap

partisipasi yang bertanggung jawab, melibatkan diri dan memberikan

perhatian penuh terhadap kehidupan organisasi.

3.5.2 Job Satisfaction (Kepuasan Kerja)

Luthans (2006) menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan

emosi yang senang atau emosi yang positif yang berasal dari penilaian kerja atau

pengalaman kerja seseorang. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja, yaitu (Luthans, 2006) :

1. Pekerjaan itu sendiri, dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas

yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk

menerima tanggung jawab.

2. Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa

dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang

lain dalam organisasi

3. Supervisi, kemampuan penyedia untuk memberikan bantuan teknis dan

dukungan perilaku.
43

4. Rekan kerja, tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan

mendukung secara sosial.

5. Kesempatan promosi, kesempatan untuk maju dalam organisasi.

3.5.3 Affective Commitment (Komitmen Afektif)

Meyer et al., (1993) menyebutkan bahwa komitmen perusahaan merupakan

suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota

perusahaan dengan perusahaannya dan memiliki implikasi terhadap keputusan

individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Luthans (2006)

dan Meyer et al., (1993) menggolongkan multidimensi dari komitmen perusahaan

menjadi tiga komponen model, dan salah satu dari dimensi tersebut akan

digunakan dalam penelitian ini

Komitmen afektif (affective commitment), adalah suatu pendekatan

emosional dari individu dalam keterlibatan dengan perusahaan, sehingga individu

akan merasa dihubungkan dengan perusahaan, berkaitan dengan emosional,

identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu perusahaan.

3.5.4 Turnover Intention (Niat Berpindah)

Dalam penelitian ini intensi keluar diartikan sebagai keinginan atau

kecenderungan individu untuk meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan

di organisasi lain (Mobley,1977; Abelson, 1987; Yuyetta, 2002) Turnover yang

dibahas dalam penelitian ini adalah dalam konteks model sukarela (voluntary

turnover), Variabel intensi keluar diukur dengan tiga item yang rnenggali

informasi mengenai keinginan responden untuk mencari pekerjaan lain. Item

pengukuran tersebut terdiri atas:


44

1. Kecenderungan individu berpikir untuk meninggalkan organisasi tempat ia

bekerja sekarang.

2. Kemungkinan individu akan mencari pekerjaan pada organisasi lain.

3. Kemungkinan meninggalkan organisasi.

3.6 Pengujian Instrumen Penelitian

3.6.1 Uji Validitas

Uji Validitas yang dimaksudkan adalah uji validitias item-item pertanyaan

atau uji instrumen penelitian. Dalam studi ini adalah uji validitas item, yaitu

pengujian validitas terhadap item-item pengukurannya, dengan mengkorelasikan

skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir

(Sugiyono, 2002:124). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat

mengukur apa yang akan diukur (Husein, 2002:103). Formulasi koefisien yang

digunakan adalah Product Moment Pearson. Untuk mengetahui tingkat validitas

item maka nilai r adalah lebih besar dari 0,3. Dengan demikian maka pertanyaan

yang telah disusun untuk mengumpulkan data dianggap mempunyai vadilitas

konstruk atau valid.

Untuk mengukur validitas kuesioner yang memberikan kepada responden maka

digunakan rumus korelasi Product Moment (Sugiyono, 2010) yaitu :

r xy =N ∑ xy−¿ ¿ ¿ ¿ (1)

Dimana :

- Rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

- ∑ xy = Jumlah perkalian antara variabel X dan Y

- ∑ x2 = Jumlah dari kuadrat nilai X


45

- ∑ y2 = Jumlah dari kuadrat nilai Y

2
- (∑ x ) = Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan

2
- (∑ y ) = Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan

3.6.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat

pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Untuk menguji tingkat realibilitas

instrumen dilakukan melalui Uji Internal Concistency dengan menggunakan

Koefisien Reliabilitas (Alpha Cronbach). Nilai Koefisien Alpha Cronbach

dikatakan baik bila koefisien bernilai antara 0,6 sampai 1,0 (Husein, 2002:113).

Reliabilitas yang kurang dari 0,6 dipertimbangkan kurang baik, sedangkan 0,7

dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Sekaran, 1992:91).

Uji reliabilitas dapat dihitung menggunakan persamaan Alpha Cronbach, seperti

berikut :

2
n ∑ σt
( )(
r 11 =
n−1
1−
σ t2 ) (2)

Dimana :

- r11 = Reliabilitas yang dicari

- n = Jumlah item pertanyaan yang diuji

- ∑ σ t2 = Jumlah varians skor tiap – tiap item

- σ t 2 = Varians total
46

3.7 Teknik Analisis

Data yang diperoleh dari responden yaitu karyawan PT. Suzuki Finance

melalui kuisioner yang disebarkan, akan dianalisis dengan menggunakan alat

analisis regresi untuk menemukan atau mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap pengaruh variabel terikat dengan menggunakan Program Statistical

Program for Sosial Sciences (SPSS).

Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang

seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan

meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004).

Persamaan regresi linier berganda secara matematik diekspresikan oleh :

Y =α +b 1∗X 1+b 2∗X 2+ b3∗X 3+ b 4∗X 4+e (3)

Dimana :

- Y = Variabel terikat

- α = Konstanta

- X = Variabel bebas

- B = Koefisien regresi variabel bebas

- e = Eror
47
DAFTAR PUSTAKA

A’yuninnisa, Rizqi Nur’aini, and Ridwan Saptoto. 2015. “The Effects of Pay
Satisfaction and Affective Commitment on Turnover Intention.”
International Journal of Research Studies in Psychology 4(2): 57–70.

Artiningrum, Budi, and Aryana Satrya. 2016. “Analisis Pengaruh Career


Management, Training Satisfaction, Pay Satisfaction Terhadap Turnover
Intention Dan Peran Mediasi Organizational Engagement Pada Karyawan
Sektor Perbankan.” Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya 14(3): 337–52.

Effect, T H E, O F Job, Organizational Citizenship, and Employees


Manufacturing Sector. “PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR ( OCB ) TERHADAP
TURNOVER INTENTION KARYAWAN THE EFFECT OF JOB
SATISFACTION AND ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (
OCB ) ON TURNOVER INTENTION OF THE PRODUCTION
DIVISION.” : 265–76.

Evan Berta Manuel, Gusti, and Agoes Ganesha Rahyuda. 2015. “Pengaruh
Kepuasan Kerja, Komitmen Afektif, Komitmen Kalkulatif, Dan Komitmen
Normatif Terhadap Turnover Intention Di Ayodya Resort Bali.” E-Jurnal
Manajemen Universitas Udayana 4(8): 2243–68.

Farlianto, Farlianto Farlianto. 2014. “PENGARUH KEPUASAN GAJI, SHIFT


KERJA MALAM DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI
KELUAR KARYAWAN (Studi Pada Call Center PT Vads Indonesia Kantor
Cabang Yogyakarta).” Jurnal Ilmu Manajemen 11(2): 47–66.

Ilmiah, Jurnal Psikologi. 2019. “The Role of Organizational Citizenship Behavior


as a Mediator in the Relationship between Job Satisfaction and Turnover
Intentions.” 11(1): 1–9.

Luh, Ni, and Ketut Sri. 2018. “Citizenship Behavior Pada Karyawan.”
(September): 5–6.

Luturlean, B. S., & Prasetio, A. P. 2019. “Antecedents of Employee’s Affective


Commitment the Direct Effect of Work Stress and the Mediation of Job
Satisfaction.” Journal of Applied Management 17(4): 697–712.

Monica, Ni Made Tiya Jumani, and Made Putra Surya. 2017. “KEPUASAN
KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Universitas Udayana , Bali , Indonesia Menurut Waspodo , Dkk .
( 2013 ), Tingginya Tingkat Turnover Intention Telah Menjadi Masalah Bagi
Banyak Perusahaan , Dimana Dampak Negatif Yang.” 6(3): 1644–73.
49

Organisasi, Pengaruh Komitmen et al. 2017. “Pengaruh Komitmen Organisasi,


Kepuasan Kerja, Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Kantor
Pusat Pt. Bank Sulutgo Manado.” Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 5(3): 3444–54.

Pivi, Fazi Gisele, and Zubair Hassan. 2015. “The Impact of Organizational
Citizenship Behaviour on Employee’s Job Satisfaction, Commitment and
Turnover Intention in Dining Restaurants Malaysia.” International Journal
of Accounting and Business Management 4(2): 108–25.

Putri, Novia Annisa, Nurmala Katrina Pandjaitan, and Sadikin Kuswanto. 2018.
“Pengaruh Kohesivitas Dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention
Karyawan The Effect of Cohesiveness and Job Satisfaction on Employees
Turnover Intention.” 9(1): 35–44.

Rifai, Harif Amali. 2005. “A Test of the Relationships among Perceptions of


Justice, Job Satisfaction, Affective Commitment and Organizational
Citizenship Behavior.” Gadjah Mada International Journal of Business 7(2):
131.

Rita Andini. 2006. “KEPUASAN KERJA , KOMITMEN ORGANISASIONAL


( Studi Kasus Pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang ).” : 1–
112.

Saoula, Oussama et al. 2019. “A Conceptualization of the Effect of Organisational


Justice on Turnover Intention: The Mediating Role of Organisational
Citizenship Behaviour.” International Journal of Financial Research 10(5):
327–37.

Sciences, Management, and Rabia Aslam. 2012. “INVESTIGATING THE


RELATIONSHIP OF OCB WITH JOB SATIS, OC, TI. Aslam 2012.” 1(9):
90–100.

Supriadi, Yudi Nur, Eeng Ahman, Lili Adi Wibowo, and Chairul Furqon. 2019.
“Organizational Citizenship Behavior Model for Turnover Intention
Management.” International Journal of Recent Technology and Engineering
8(2 Special Issue): 340–47.

Vincencia Maggy Luntungan, Farlane S. Rumokoy. 2016. “THE INFLUENCE


OF JOB SATISFACTION AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT TO
EMPLOYEE TURNOVER INTENTION . ( Study at PT . Kawanua Dasa
Pratama / Freshmart Superstore Manado ).” Jurnal EMBA 4(2): 86–95.

Widyadmono, V. Mardi. 2015. “Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen


Organisasi Terhadap Turnover Intention (Studi Pada Accounting Staff
Perusahaan Swasta Di DIY).” Jurnal Manajemen Indonesia 15(2): 157–68.

Anda mungkin juga menyukai