Anda di halaman 1dari 12

HAL.

29
PENGARUH PENERAPAN STANDAR PELAPORAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
DAN PENGAWASAN KUALITAS PELAPORAN KEUANGAN TERHADAP
AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU
(Studi Kasus : BPKD, Inspektorat, DPMD dan DPRD
di Provinsi Bengkulu)
Veny Marlena, Subaeti
Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu

Latar Belakang
Setiap pemerintahan akuntabilitas kinerja sangat diperlukan,dikarenakan akuntabilitas kinerja
merupakan suatu perwujudan pemerintah dalam mewujudkan perencanaan kinerja dalam
peningkatan kualitas penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,
setiap pemerintah wajib membuat penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
disetiap akhir tahun. Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)tersebut
merupakan bentuk pertanggungjawaban penyelenggaran tugas pemerintahan dan pembangunan
yang menggambarkan tentang keberhasilan atau kegagalan dalam usaha mencapai visi dan misi
yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan daerah. Salah satu rangkaian kegiatan
dilakukan selama 1 (satu) tahun anggaran yang bertujuan sebagai bahan pijakan pemerintah
dalam menyusun langkah-langkah pada tahun berikutnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, pemerintah menerbitkan tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan prinsip-
prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah. Dengan demikian, Sistem Akuntansi Pemerintahan merupakan rangkaian sistematik
dari prosedur, penyelenggaraan, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi
sejak analisis transaksi sampai pelaporan keuangan dilingkungan organisasi pemerintah.
Pemerintah Provinsi Bengkulu menerapkan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pada
pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah.

Landasan Teori
a. Pelaporan Keuangan
American Accounting Association di kutip oleh Renyowijoyo (2013:9)
menyatakan bahwa akuntansi sektor publik memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat,
efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian
manajemen.
2. Untuk memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk
melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif.
Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas.
b. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan bahwa laporan keuangan dikatakan berkualitas
apabila laporan tersebut:
1. Andal
2. Relevan
3. Dapat Dipahami
4. Dapat Dibandingkan

c. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)


Menurut Sinaga (2010:8) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
merupakan pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna
dan auditor. Adanya penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) diyakini
akan berdampak pada kualitas pelaporan keuangan di pemerintah baik pusat
maupun daerah yang ini berarti informasi keuangan pemerintah akan dapat
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan terwujudnya transparasi dan
akuntabilitas.

d. Akuntabilitas Kinerja Pemerintah


Menurud Ellwood dikutipan Renyowijoyo (2013:14) Akuntabilitas
merupakan konsep yang lebih luas yang mengacu pada pengelolaan suatu
aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa di bebani kewajiban untuk
melaporkannya. Setiap sektor publik harus memiliki empat dimensi akuntabilitas
yang harus dipenuhi yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum
Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaaan
jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan hukum
yang telah diterapkan.
2. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses ini berkaitan pada prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan dalam
pengelolah sistem informasi.
3. Akuntabilitas program
Akuntabilitas ini berkaitan pada pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat tercapai maksimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas ini berkaitan dengan pertanggungjawaban pemerintah atas
kebijakan yang diambil terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

e. Pengawasan
Menurut Schermerhorn (2002:12) pengawasan merupakan proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai kinerja yang telah ditetapkan. Dalam
konteks membangun manajemen pemerintahan publik, pengawasan merupakan
aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana
mestinya untuk menerapkan good governance (pemerintahan baik).

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat penjelasan (eksplanasi) dan jenis data dalam
penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil
penyebaran kuesioner kepada para pejabat/eselon 4 dan staf yang terkait dengan
akuntansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah di BPKD, Inspektorat, DPMD dan
DPRD Provinsi Bengkulu. Populasi dalam penelitian ini yang diambil adalah
seluruh pejabat/eselon 4 dan staf yang berkaitan langsung dengan akuntansi atau
keuangan pemerintahan, yaitu:
No Instansi Pemerintah Jumlah
1 BPKD Provinsi Bengkulu 13 Orang
2 Inspektorat Provinsi Bengkulu 10 Orang
3 DPMD Provinsi Bengkulu 10 Orang
4 DPRD Provinsi Bengkulu 10 Orang
Total Populasi 43 Orang
Sampel jenuh/sensus adalahteknik penentuan sampel apabila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel,dengan jumlah sampel yaitu
sebanyak 43 orang pejabat/eselon 4 dan staf akuntansi yang bekerja di BPKD,
Inspektorat, DPMD dan DPRD Provinsi Bengkulu.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode studi lapangan dan studi pustaka yaitu ;Studi lapangan
(field research) merupakan teknik pengumpulan data langsung dari sumber
peneliti dan Studi pustaka, teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan sumber data dari laporan penelitian, buku-buku ilmiah, artikel dan
juga situs web yang berhubungan dengan penelitian.

a. Uji Validitas
Uji validitas menggunakan aplikasi SPSS 24 dengan tingkat signifikan 5%
atau 0,05 yang dilihat dari rhitung dari n=43 ,df=n-2 atau 43-2=41
maka rtabel statistiknya adalah 0,3008. variabelPenerapan Standar Pelaporan
Akuntansi Sektor Publik (X1) dapat disimpulkan seluruh itemnya dinyatakan
valid karena nilai rhitung lebih besar dari pada rtabel (0,3008). Variabel
Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) dapat disimpulkan seluruh
itemnya dinyatakan valid karena nilai rhitung lebih besar dari pada rtabel (0,3008).
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menggunakan nilai konstruk atau variabel memberikan
nilaicronbach alpha (α) > 0,60 maka dikategorikan handal atau reliable. Nilai
cronbach’s alpha dari variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi
Sektor Publik (X1), Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) dan
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y) lebih besar dari yang dibandingkan skor
penentuan peneliti (0,60), maka data yang digunakan reliabel dan layak untuk
digunakan pada analisis selanjutnya.
Hasil dan Pembahasan
a. Uji Hipotesis
Uji regresi linear berganda diperoleh suatu persamaan regresi Y= 6,903 +
0,274X1 + 0,371X2 dengan uji parsial dilakukan untuk menentukan signifikan
atau tidak masing-masing nilai koefisien regresi (𝛽1 dan𝛽2) secara sendiri
sendiri terhadap variabel terikat (Y). Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan SPSS 24 dengan taraf signifikan 5% atau 0,05 menggunakan
(df) = n-k atau 43-2=41 jadi nilai ttabel yang diperoleh sebesar 1,6828 .
1. Pengaruh Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik (X1)
terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y).
Berdasarkan hasil uji thitung variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi
Sektor Publik (X1) sebesar 2,965 dan ttabel sebesar 1.6828 maka thitung> ttabel
(2,965 > 1.6828 ) Sedangkan berdasarkan perbandingan derajat signifikan
5% atau 0.05 maka variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor
Publik (X1) sebesar 0.005 < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik (X1) berpengaruh
signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y) dikarenakan
thitung>ttabel atau sighitung<derajat signifikan ini berarti Ha diterima Hoditolak.
2. Pengaruh Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) terhadap
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y)
Berdasarkan hasil uji thitung variabel Pengawasan Kualitas Pelaporan
Keuangan (X2) sebesar 2,364 dan ttabel sebesar 1,6828 maka thitung> ttabel
(2,364 > 1,6828 ) Sedangkan berdasarkan perbandingan derajat signifikan
5% atau 0,05 maka variabel Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2)
sebesar 0,023 < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Pengawasan
Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) berpengaruh signifikan terhadap
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y) dikarenakan thitung>ttabel atau
sighitung<derajat signifikan ini berarti Ha diterima Hoditolak.

3. Uji f-simultan
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 24 dengan taraf
signifikan 5% atau 0,05 menggunakan (df) = n-k-1 atau 43-2-1=40 jadi nilai
ftabel yang diperoleh sebesar 3,23,
Berdasarkan hasil uji fhitung variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi
Sektor Publik (X1) dan Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2)
sebesar 156,768 dan ftabel sebesar 3.23 maka fhitung> ftabel (156,768 >3,23)
Sedangkan berdasarkan perbandingan derajat signifikan 5% atau 0,05 maka
variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik (X1) dan
Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) sebesar 0,000 < 0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi
Sektor Publik (X1) dan Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2)
berpengaruh signifikan secara simultan atau bersama-sama terhadap
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y) dikarenakan fhitung>ftabel atau
sighitung<derajat signifikan ini berarti Ha diterima Ho ditolak.
4. Uji Koefisien Determinasi (R2 ) Koefisien korelasi sebesar 0,942, ini menyatakan bahwa
hubungan antara
Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik (X1) dan
Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) terhadap Akuntabilitas
Kinerja Pemerintah (Y) mempunyai hubungan Sangat Kuat. R square
dimana nilai koefisien determinasi berganda sebesar 0,887 yang mempunyai
arti bahwa secara bersama-sama analisis Penerapan Standar Pelaporan
Akuntansi Sektor Publik (X1) dan Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan
(X2) terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y) pada BPKD, Inspektorat,
DPMD dan DPRD Provinsi Bengkulusebesar 88,7% sedangkan sisanya
11,3% adalah dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian
ini.

Kesimpulan
Penelitian ini dapat di simpulkan bahwa :
1. Secara parsial variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik
(X1) dan Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) berpengaruh
signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Y).
2. Secara simultan variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor
Publik (X1) dan Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) berpengaruh
signifikan secara simultan atau bersama-sama terhadap Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah (Y).
3. Variabel Penerapan Standar Pelaporan Akuntansi Sektor Publik (X1) dan
Pengawasan Kualitas Pelaporan Keuangan (X2) terhadap Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah (Y) memiliki koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,887 atau 88,7%
sedangkan sisanya 11,3% adalah dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk
dalam penelitian.
HAL 78
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI SEKTOR PUBLIK
(Perbandingan Beberapa Negara)
Wiwin Kurniasari
STAIN SALATIGA
E-mail: wiwinkurniasari@yahoo.com

Latar Belakang
Informasi keuangan merupakan suatu kebutuhan bagi para pengguna (stakeholders) yang
disajikan untuk membantu dalam pengambilan keputusan sosial, politik, dan ekonomi, sehingga
keputusan yang diambil lebih berkualitasa dan tepat sasaran. Laporan keuangan ini juga
merupakan cermin untuk melihat kondisi keuangan Republik tercinta ini. Tujuan pelaporan
keuangan pemerintah adalah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna dalam
menilai akuntabilitas dan membuat keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan
menyediakan informasi mengenai: 1) kecukupan penerimaan selama periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran; 2) kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan
alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundangan; 3)jumlah sumberdaya
ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4)
bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 5)
posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya,
baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan
pinjaman; 6) perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau
penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan peranan pelaporan keuangan Pemerintah Indonesia
tersebut maka dibutuhkan laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan konsolidasian pada
Pemerintah Indonesia sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas
akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. Penyajian laporan keuangan
konsolidasian meliputi: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK),
dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-
akun timbal balik (reciprocal accounts), misalnya jika terdapat sisa uang yang harus
dipertanggungjawakan yang belum dipertangungjawabkan oleh Bendaharawan pembayar sampai
dengan akhir periode akuntansi.Namun demikian apabila eliminasi dimaksud belum
memungkinkan, maka dimungkinan dalam CaLK.

Landasan Teori
Artikel ini menyoroti fitur dari konsolidasi pendekatan di sektor publik, di hal standar akuntansi,
konsolidasi aturan dan standar akuntansi, konteks yang standar akuntansi telah dibentuk (publik
atau swasta), dan kriteria untuk mengidentifikasi area konsolidasi di negara-negara lain maupun
konsolidasi standar internasional.
1.Internasional
IPSASB adalah penetapan standar independen dari the International Federation of Accountants
(IFAC) dan mengumumkan standar akuntansi untuk sektor publik yang didasarkan pada standar
sektor swasta (IPSASB, 2008). Pada bulan Juli 2000, Komite Sektor Publik yaitu the Public
Sector Committee (PSC) dikembangkan, atas dasar IAS 27, IPSAS 6, "Consolidated Financial
Statements and (direvisi 2007). Standar ini berlaku untuk semua tingkat pemerintah (nasional,
regional, lokal pemerintah dan unit komponen).

2. Swedia
Pada tingkat pusat dan lembaga, mengikuti pengaruh sektor swasta, Badan Pemerintah untuk
otoritas Manajemen Keuangan Nasional, di Swedia dikembangkan GAAP untuk pemerintah
pusat (ESV, 2001, 2002,. Mattisson et al, 2003). Pemerintah Swedia, dengan profesional dan
akademisi, juga telah menciptakan kerangka aturan khusus untuk Pemerintah Daerah Swedia.
Setelah suatu badan penetapan standar, yang Swedia Dewan Kota Akuntansi (SCMA) telah
dibentuk oleh Pemerintah Swedia dan Asosiasi Pemerintah Daerah. SCMA bertanggung jawab
untuk mengembangkan dan menafsirkan standar akuntansi yang berlaku umum dalam sektor
kota (Falkman dan Tagesson 2008). Peraturan dari CFR untuk kota dan dewan daerah disediakan
oleh Undang-Undang Akuntansi 1998 dan oleh standar SCMA s RKR 8.1.

3. Inggris (UK)
Whole of Government Financial Reporting (WGFR) Departemen Pemerintah Inggris mengikuti
panduan Pelaporan Keuangan yang disusun berdasarkan Government Financial Reporting
Manual (FReM) dan GAAP Inggris dengan beberapa adaptasi dan interprestasi dalam
menyelaraskan standar akuntansi di Inggris dengan standar akuntansi Internasional
(International Accounting Standards (IAS), dari 2009/10 FreM menerapkan standar konsolidasi
IAS 27, menggantikan Inggris Standard FRS 2.

4. Amerika Serikat
Financial Accounting Standards Board (FASAB) Amerika Serikat didirikan pada awal 1990.
FASAB telah diterima oleh AICPA sebagai badan yang mengurus akuntansi standar untuk
entitas federal. Untuk Pemerintah federal, Laporan FASAB s (SFFAC 2) (1995) peran atribut
pelaporan entitas hanya untuk bagian eksekutif pemerintah federal, termasuk departemen dan
Badan-badan independen. Tapi standar yang sama menegaskan bahwa entitas pemerintah federal
mencakup semua sumber daya dan tanggung jawab yang ada dalam komponen entitas, apakah
mereka bagian dari, eksekutif, legislatif, atau yudikatif dari pemerintah (meskipun Rekomendasi
FASAB yang berhubungan hanya untuk eksekutif). Meskipun SFFAC 2 memiliki berperan
penting dalam menentukan ruang lingkup konsolidasi, Kongres dan otoritas lainnya memiliki
aturan batas konsolidasi yang dimasukkan ke dalam pemerintah federal (GAO, 2005).

5. Kanada
Di Kanada Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik, yaitu Public Sector Accounting Board
(PSAB) telah menetapkan standar untuk sektor publik sejak tahun 2004. PASB adalah bagian
dari Canadian Institute of Chartered Accountants yang telah menerbitkan standar yang berlaku
di semua sektor publik yaitu PS 1300 (CICA, 2008) yang mengidentifikasi pengawasan sebagai
kriteria utama pada area konsolidasi. Pengawasan didefinisikan sebagai kekuasaan untuk
mengatur keuangan dan kebijakan operasi organisasi lain yang diharapkan bermanfaat dan
mengurangi resiko kerugian pemerintah dari kegiatan organisasi.

6. Selandia Baru (New Zealand)


The Financial Standards Reporting Board (FRSB) yaitu dewan standar pelaporan keuangan
yang merupakan bagian dari the New Zealand Institute of Chartered Accountants (NZICA)
mengumumkan standar akuntansi untuk sektor publik dan swasta yang disesuaikan dengan IAS-
IFRS. Berdasarkan UU Keuangan Tahun 1989 Pemerintah Selandia Baru menyusun seluruh
pelaporan keuangan pemerintah melalui Government Financial Reporting (WGFR) dan struktur
pelaporan entitas mengikuti GAAP Selandia Baru. WGFR di Selandia Baru belum mampu
menawarkan representasi dari sektor publik secara keseluruhan sejak baik kriteria kontrol,
maupun yang ada tindakan normatif, termasuk badan-badan publik independen seperti
universitas atau pemerintah daerah dalam konsolidasi.

7. Australia
Dewan Standar Akuntansi Australia yang tergabung ke dalam The Australian Accounting
Standards Board (AASB) telah menyusun Undang-undang standar akuntansi yang telah
disesuaikan dengan IAS-IFRS untuk sektor publik dan swasta pada tahun 2000. Semua tingkatan
di pemerintahan-persemakmuran, negara bagian dan lokal mengikuti AASB 127 yang didirikan
pada tahun 2004 untuk mengadaptasi laporan konsolidasi standar sebelumnya berdasarkan IFRS,
dan kemudian diubah tahun 2008 dengan menerima standar pemerintah AAS 27, 29, dan 31.
Selain AASB 127 pemerintah juga mengkompilasi AASB 1049 (yang diterbitkan tahun 2007
untuk pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya yaitu Government and General
Government Sector Financial Reporting) yang bertujuanmenyelaraskan ekonomi mikro dari
fungsi GAAP berbasis WGFR dengan fungsi ekonomi makro berdasarkan laporan statistik
keuangan pemerintah pada the Government Financial Statistics (GFS) yang merupakan kerangka
kerja dari (ABS, 2006).
Hasil Perbandingan

Tabel Perbandingan Pelaporan Keuangan Konsolidasi Akuntansi Sektor Publik di


Beberapa Negara

Indonesia Internasiona Inggris Inggris Amerika Serikat


l (Lokal) (Pusat)
Standars International IPSASB CIPFA+AS ASB + GASB + FASAB
Setting Public B HM
Body Sector Treasur
Accounting y
Standards (FRAB)
(IPSAS)
yang
diterbitkan
oleh
International
Federation
of
Accountant
(IFAC)
Standars SAP IPSAS 6-7-8 SORP UK GASB SFFAC
2006+ GAAP 14-39-34 1-2-4
FRS berdasar
WGA
Sector of Publik Public Swasta yg di adapatasi Publik Publik
Aplicatio utk
n sektor publik
Reporting Pemerintah Semua Lokal Pusat Negara, Pemerinta
Entity Pusat, Lokal, & h
Pemerintah Pemerinta USA
Daerah, h
Kementerian Tujuan
/ Khusus
Lembaga,
Satuan
Organisasi
wajib
sesuai UU
Kanada Swedia Selandia Baru Australia Prancis
Standars PSAB SCMA ESV NC ICA AASB OEC
Setting
Body
Standars PS 1300- RKR 8.1 ESV NZ IAS 27- AASB 127 Manual
2500- (Peraturan 28-31 AASB 1049 (OES,
2510 & AAS 27-29- 1992)
Rekomendasi) 31
Sector of Publik Publik Publik/Swast Publik/Swasta Publik
Aplication a
Reporting Semua Lokal Pusat Semua Semua Lokal
Entity

KESIMPULAN
Artikel ini telah menganalisis penetapan standar, aturan konsolidasi dan aplikasi standar
akuntansi sektor publik, kriteria untuk menentukan daerah konsolidasi dan indikator relatif pada
berbagai negara, dan di konteks internasional. Secara substansial tidak banyak perbedaan antara
berbagai standar atau dengan kriteria indikator konsolidasi. Seperti ditunjukkan oleh Wise
(2006), ada beberapa subjektivitas dalam menafsirkan kriteria kontrol atau pengawasan dalam
menentukan area konsolidasi, sehingga meninggalkan ruang untuk pertimbangan selain yang
yang bersifat ekonomi, subjektivitas tersebut memungkinkan untuk adaptasi alat keuangan
(obyektif serupa dalam setiap konteks) ke sejarah politik dan konteks fitur sosial. Untuk alasan
ini masingmasing negara telah diartikulasikan dengan CFR sesuai dengan karakteristik yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai