Anda di halaman 1dari 70

PENURUNAN SALINITAS AIR PAYAU MENGGUNAKAN METODE

ELEKTROKOAGULASI-FILTRASI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat


Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Pada Program Studi Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

OLEH:
HARLIN KIRANA
F1B1 15 026

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul “Penurunan Salinitas Air Payau Menggunakan

Metode Elektrokoagulasi-Filtrasi” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo.

Terima kasih terisitimewa penulis sampaikan kepada ayahanda La Hari dan

ibunda Wa Pia selaku orang tua tercinta beserta saudara dan keluarga yang telah

banyak memberikan doa, motivasi dan dukungan kepada penulis secara moril

maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Proses penelitian ini, penulis menyedari adanya berbagai hambatan, akan

tetapi berkat petunjuk dari ALLAH SWT dan disertai kesabaran, terus berusaha

serta adanya bantuan dari pihak lain, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarmya dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada Bapak Dr. H. La Aba S.Si., M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Lina

Lestari S.Pd., M.Si sebagai pembimbing II untuk semua pengorbanan waktu,

pikiran dan tenaga dalam memberikan masukan dan diskusi dalam masalah

penelitian serta koreksi penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc. selaku

Rektor Universitas Halu Oleo.

iv
2. Bapak Dr. Ida Usman, S.Si., M.Si. selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.

3. Ibu Lina Lestari, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitaas Halu Oleo.

4. Ibu Wa Ode Sitti Ilmawati, S.Si., M.Sc. selaku Pembimbing Akademik

penulis dan Sekretaris Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.

5. Tim penguji yaitu Bapak Dr. Eng. I Nyoman Sudiana, S.Pd., M.Si., Ibu Dr.

Wa Ode Sukmawati Arsyad dan Ibu Wa Ode sitti Ilmawati, S.Si., M.Sc. yang

telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat serta dukungan

dalam menyelesaikan studi penulis.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Fisika, serta seluruh staf di lingkungan FMIPA

UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan selama penulis

menuntut ilmu.

7. Kepala Laboratorium II Kimia FKIP dan Kepala Laboratorium Biologi

Forensik FMIPA UHO yang telah memberi izin dan bantuan kepada penulis

selama melaksanakan penelitian.

8. Bapak Asmin dan keluarga yang telah memberi izin untuk melakukan

penelitian pada air sumur miliknya.

9. Kakak-kakak tercinta Sony Saputra, Herman Hari, Amusari, dan Eliana,

A.Md.,Keb. yang telah memberi dukungan dan semangat pada penulis serta

bantuan materiil yang tiada henti-hentinya diberikan.

v
10. Keluarga besar penulis: Kakek Nahija, om, tante, sepupu-sepupu, dan

keponakan-keponakan yang selalu menghibur penulis dalam menyusun

skripsi ini.

11. Sahabat tersayang dan tercinta penulis Maslina, Erlin Idris, Wa Ode Nili, dan

Wa Ode Weti yang selalu mendengar keluh kesah penulis selama penyusunan

skripsi ini.

12. Sahabat Fantastic 09: Dinul Jamil, Harman, S.Sos. , La Ode Mardani,

Lidawati, Novita Zulhera Jaenudin, Sadi Amalano, Yustina Damayadin,

A.Md.,Keb. , dan Yuti Sandra J yang telah memberi banyak bantuan.

13. Sahabat selama menempuh kuliah: Al Fikri Kasim, Emmi Astin, Hilma

Lestari, Muliati, Ni Made Novitasari, Ratih Syamsusih Rizki, Rusdianti, Siti

Lusiana Nurmalasari, Sulistia Ningsih, dan Wandan Niatullah.

14. Teman-teman Kambose Family IPA 1 SMANSA Wangi-Wangi: Raisyah,

Dewi, Pipin, Resky, Asuriani, Putri, Sarliana, Rusmianur, Dariyani, Wulan,

Asnawiah, Ikhe, Rahmawati, Zahra, Zuhdi, Widi, Ratu, Hermi, Maghfirah,

Dina, Ayu, Budi, Fandila, Aldy, Fenty, dan Lulu.

15. Teman-teman Squad 015 SMANSA Wangi-Wangi.

16. Teman-teman Tim Penelitian Water Treatment UHO: Hevy, Lika, Nawir,

Aliamsyah, Ardian, dan Kak Jumriadin.

17. Teman-teman Angkatan 2015: Basma La Bansa, Dicky Berthus C, Fitriani

Ahmar, Febrianti Casandra, Gede Bhakti Kusuma Yuda, Kasim, La Ardan,

La Ode Murgazali Bakasa, Monika Saleh, Sucitra, Yeni Oktaviani, M.

Gemmy Lisar, Rusdianti, Wahyudin, Yudi Pranata, Hafil Perdana Kusumah,

vi
Widya Agustini, Idrus, Fakmur Rizki Zuhri, Eva Nurfianti, Ita Satriani, Andi

Anugerah Nurfajriaman, La Ode Muh Firsyad, dan Surianti Heru yang telah

berbagi suka dan duka selama proses perkuliahan.

18. Rekan-rekan mahasiswa fisika angkatan 2016, 2017, dan 2018 yang tidak

bisa disebutkan satu per satu.

19. Teman-teman Asrama Asita yang sudah berbagi kasih sayang layaknya

keluarga.

20. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu,

terima kasih atas segala keikhlasannya.

Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak. Apabila masih terdapat kesalahan dalam skripsi ini, sudilah

kiranya mengingatkan, memberikan kritik dan saran yang sifatnya

membangun. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita

semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan shalih serta

memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Semoga tugas akhir ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua, baik penulis maupun pembaca. Aamiin.

Kendari, 16 Januari 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ..................................................... xiii
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
ABSTRACT .................................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Batasan Masalah ................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
A. Air Payau .............................................................................................. 6
B. Persyaratan Kualitas Air ....................................................................... 7
C. Air Bersih ............................................................................................. 8
D. Syarat Air Bersih .................................................................................. 9
E. Metode Pengolahan Air ........................................................................ 10
F. Elektrokoagulasi ................................................................................... 12
1. Definisi Elektrokoagulasi ............................................................... 12
2. Mekanisme Elektrokoagulasi ......................................................... 14
3. Elektroda Aluminium pada Elektrokoagulasi ................................ 15
4. Hidrolissasi Logam Aluminium Terlarut ....................................... 16
5. Kelebihan dan Kekurangan Elektrokoagulasi ................................ 17
G. Metode yang Digunakan untuk Analisis Komposisi ............................ 18
1. Atomic Absorbation Spectrofotometry (AAS) ................................ 18
2. Refraktometer 20
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 22
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 22
B. Jenis Penelitian .................................................................................... 22
C. Alat dan Bahan .................................................................................... 22
1. Alat ................................................................................................ 22
2. Bahan ............................................................................................. 23
D. Prosedur Penelitian .............................................................................. 24
1. Preparasi Sampel ........................................................................... 24
2. Preparasi Elektroda ....................................................................... 24
3. Preparasi Perangkat Filter ............................................................. 24
4. Proses Elektrokoagulasi-Filtrasi..................................................... 25
5. Prosedur Pengujian Kualitas Air Hasil Penjernihan...................... 25

viii
6. Standar Acuan Kualitas Air Bersih ............................................... 27
7. Desain Alat Penelitian ................................................................... 28
8. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 28
9. Tabel Data Pengamatan ................................................................ 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 30
A. Analisis Karakteristik Air Payau ......................................................... 30
B. Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Penurunan Natrium, Klorida,
dan Salinitas pada Proses Elektrokoagulasi ........................................ 31
C. Pengaruh Variasi Waktu Kontak Terhadap Penurunan Natrium,
Klorida, dan Salinitas pada Proses Elektrokoagulasi .......................... 35
D. Perubaha Fisis pada Elektroda Aluminium ......................................... 39
V. PENUTUP ................................................................................................ 40
A. Kesimpulan ......................................................................................... 40
B. Saran .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41
LAMPIRAN ................................................................................................. 44

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Hal


2.1 Mekanisme Elektrokoagulasi 14
2.2 Spektroskopi Serapan Atom (SSA) 19
2.3 Refraktometer 20
3.1 Desain Alat Proses Elektrokoagulasi-Filtrasi 28
3.2 Diagram Alir Penelitian 28
4.1 Reaktor Elektrokoagulasi 31
4.2 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Natrium 32

ix
4.3 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Klorida 32
4.4 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Salinitas 33
4.5 Flok yang Terbentuk pada Proses Elektrokoagulasi 34
4.6 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Natrium 35
4.7 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Klorida 35
4.8 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Salinitas 36

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Hal


2.1 Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Bersih 10
3.1 Alat yang Digunakan pada Penelitian 23
3.2 Bahan yang Digunakan pada Penelitian 23
3.3 Standar Acuan Kualitas Air 27
Data pengamatan variasi kuat arus terhadap penurunan
3.4 kandungan natrium (Na), Klorida (Cl), dan salinitas dalam 29
air payau
3.5 Data pengamatan variasi waktu kontak terhadap penurunan 29

x
kandungan natrium (Na), Klorida (Cl), dan salinitas dalam
air payau
4.1 Karakteristik Air Payau 30

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Hal


1 Data Pengamatan 45
2 Hasil Uji Laboratorium Biologi Unit Forensik dan 46
Biomolekuler
3 Perhitungan Efektivitas Elektrokoagulasi untuk 47
Menurunkan Kadar Natrium (Na), Klorida (Cl), dan
Salinitas
4 Dokumentasi Penelitian 50

xi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Singkatan Keterangan

% Persen
± Kurang Lebih
°C Derajat Celcius
A Ampere
AAS Atomic Absorbtion Spectrofotometry
Al Aluminium

xii
Al(OH)3 Aluminium Hidroksida
As Arsenic
Ca Kalsium
Cl Klorida
Cm Centimeter
Fe Besi
L Liter
Menkes Menteri Kesehatan
Mg Magnesium
mg/L Miligram per liter
mL Mili liter
Mn Mangan
Na Natrium
NO3 Nitrat
pH Power of Hydrogen
Ppt Part Per Thousand
SSA Spektrofotometri Serapan Atom
TDS Total Dissolve Solid

PENURUNAN SALINITAS AIR PAYAU MENGGUNAKAN METODE


ELEKTROKOAGULASI-FILTRASI
Oleh

Harlin Kirana
F1B1 15 026

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang elektrokoagulasi untuk menurunkan


kadar natrium (Na), klorida (Cl), dan garam total (salinitas) pada air payau.

xiii
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kuat arus dan waktu kontak
dalam proses elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar natrium (Na), klorida
(Cl), dan garam total (salinitas). Pada penelitian ini digunakan reaktor
berkapasitas 1 L dan menggunakan dua elektroda aluminium berukuran 15 cm x 5
cm x 0,2 cm. Variasi kuat arus yang digunakan pada penelitian ini antara lain 2 A,
4 A, dan 6 A dengan variasi waktu kontak 20 menit, 40 menit, dan 60 menit. Air
hasil proses elektrokoagulasi selanjutnya difiltrasi menggunakan pasir untuk
menghilangkan partikel yang tidak diinginkan. Setelah proses elektrokoagulasi-
filtrasi dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap kadar natrium (Na),
klorida (Cl) menggunakan AAS, dan garam total (salinitas) menggunakan
refraktometer. Hasil uji kadar awal air payau untuk natrium menghasilkan
747,807 mg/L, klorida 1081,131 mg/L dan salinitas 2 ppt. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variasi kuat arus dan waktu kontak berpengaruh terhadap
penurunan natrium, klorida, dan salinitas. Penurunan terbesar natrium, klorida,
dan salinitas terjadi pada arus 6 A dan waktu kontak 60 menit masing-masing
sebesar 84,211 mg/L, 96,438 mg/L, dan 0,1 ppt.
Kata kunci: Air Payau, Elektrokoagulasi, Elektroda Aluminium, Kuat Arus,
Waktu Kontak, Natrium (Na), Klorida (Cl), Salinitas.

Removal Salinity of Brackish Water Using The Electrocoagulation-Filtration


Method
By
Harlin Kirana
F1B1 15 026

Abstract

Research on electrocoagulation has been carried out to reduce levels of


sodium (Na), chloride (Cl), and total salt (salinity) in brackish water. This
research aims to analyze the effect of strong currents and contact time in the

xiv
electrocoagulation process on decreasing levels of sodium (Na), chloride (Cl),
and total salt (salinity). In this research were used a reactor with capacity of 1 L
and two aluminum electrodes measuring 15 cm x 5 cm x 0.2 cm. Current strength
variations used in this research were include 2 A, 4 A, and 6 A with variations in
contact time of 20 minutes, 40 minutes and 60 minutes. Electrocoagulation
process water then filtered using sand to remove unwanted particles. After the
electrocoagulation-filtration process is carried out, an analysis was carried out
on the levels of sodium (Na), chloride (Cl) using AAS, and total salt (salinity) by
using a refractometer. The initial test results of brackish water for sodium
produce 747.807 mg/L, chloride 1081.131 mg/L and salinity 2 ppt. The results
showed that variations current strength and contact time affected sodium,
chloride, and salinity removal. The largest allowance for sodium, chloride, and
salinity occurs at a current of 6 A and a contact time of 60 minutes, respectively
84.211 mg/L, 96.438 mg/L, and 0.1 ppt.
Keywords: Brackish Water, Electrocoagulation, Aluminium Electrodes, Current
Strength, Contact Time, Sodium (Na), Chloride (Cl), Salinity.

xv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Dalam segala kegiatan yang dilakukannya manusia membutuhkan

ketersediaan air terutama air bersih. Untuk itu sangat penting adanya penyediaan

air bersih, sehingga adalah hal yang wajar jika sektor air bersih mendapatkan

prioritas penanganan utama karena menyangkut kehidupan orang banyak.

Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan

mahluk hidup (Kaunang, 2015).

Situasi kelangkaan air ini akan terus memburuk seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk, perubahan iklim dan pertumbuhan investasi. Peningkatan

jumlah penduduk akan diiringi dengan peningkatan jumlah penggunaan air, baik

sektor pertanian, industri, maupun sektor rumah tangga. Perubahan iklim

mengakibatkan fenomena kekeringan yang berkepanjangan dan hujan badai yang

secara tidak langsung berpengaruh pada ketersediaan air di muka bumi (Yunanda,

2017). Air bersih yang digunakan sehari-hari harus memiliki kualitas yang baik

untuk digunakan sesuai dengan standar air bersih di Indonesia. Berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.416/MENKES/PER/IX/1990

tentang persyaratan air bersih, kandungan natrium (Na) yang diperbolehkan dalam

air maksimum 200 mg/L dan kadar klorida (Cl) maksimum 250 mg/L.

Pada awalnya manusia mengandalkan air dari sumber konvensional atau

tradisionil yang berupa air permukaan dan air tanah. Namun dewasa ini, sumber

1
2

konvensional ini semakin sulit didapatkan karena cadangan air yang semakin

menipis dan pencemaran yang semakin berat oleh beragam polutan, sehingga air

tersebut tidak layak untuk digunakan. Air yang berasal dari alam umumnya ada

yang sudah murni dan ada yang belum memenuhi persyaratan yang diperlukan

sehingga harus menjalani proses pengolahan terlebih dahulu. Misalnya air sumur

yang berwarna kuning kecoklatan karena mengandung besi dan mangan, air sadah

atau air yang berkapur, dan air payau (Heriani, 2012). Namun, dalam penelitian

akan digunakan air payau sebagai sampel penelitian karena air payau mengandung

kadar garam (salinitas) yang cukup tinggi.

Salinity (salinitas) adalah jumlah garam yang terkandung dalam satu

kilogram air. Kandungan garam dalam air ini dinyatakan dalam ppt atau part per

thousand karena satu kilogram sama dengan 1000 gram. Air tawar maksimal

mempunyai salinitas 1 ppt sedangkan air minum 0,5 ppt. Pada umumnya

komposisi kimia air payau yang perlu diperhatikan adalah kandungan Cl, Ca, Mg,

dan Na. Air payau yang mengandung Na melebihi batas, misalnya lebih dari 200

mg/L, jika dikonsumsi dalam waktu lama dapat mengganggu kesehatan.

Demikian pula jika air tersebut digunakan untuk menyiram tanaman misalnya

sayuran, maka hasil panen yang diperoleh berkurang jika dibandingkan dengan

hasil penyiraman air tawar. Untuk keperluan indutri, salinitas yang tinggi juga

akan menyebabkan korosi pada pipa-pipa (Elsya, 2017).

Kondisi air payau yang seperti ini, maka diperlukan pengolahan terlebih

dahulu sebelum digunakan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk

menurunkan kandungan garam dan mineral dalam air payau yaitu menggunakan
3

proses penyulingan (destilasi), reverse osmosis, dan proses elektrokoagulasi

(Wijayanto, 2013). Dalam penelitian ini digunakan metode elektrokoagulasi.

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel

halus yang terdapat dalam air dengan menggunakan energi listrik. Prinsip dasar

elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu

sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di anoda dan sekaligus berfungsi

sebagai koagulan, sedangkan reduksi dan pengendapan terjadi di katoda. Yang

terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektroda adalah air yang diolah yang

berfungsi sebagai larutan elektrolit. Untuk proses elektrokoagulasi digunakan

elektroda yang terbuat dari aluminium (Al), karena logam ini mempunyai sifat

sebagai koagulan yang baik (Fitri, 2007). Teknik elektrokoagulasi sebelumnya

telah digunakan untuk berbagai pengolahan air bersih diantaranya: penurunan Fe,

warna dan kekeruhan air gambut (Suwanto, 2017), pengolahan air payau

(Wijayanto, 2013); (Alperdo, 2019).

Alperdo (2019) melakukan penelitian untuk menurunkan TDS dan kadar

besi (Fe) pada air payau dengan konsentrasi awal TDS 480 mg/L dan besi (Fe)

0,5971 mg/L. Penelitian ini menggunakan elektroda aluminium sepanjang 2 meter

dengan jarak antar elekroda 0,5 inch. Dilakukan variasi kuat arus yaitu 1,4 A; 2 A;

dan 2,6 A. Metode ini mampu menyisihkan kandungan logam Fe pada air payau

dengan percent removal mencapai 66,97% dari 0,5971 mg/L menjadi 0,1972

mg/L, menurunkan kadar TDS dari 480 mg/L menjadi 295 mg/L pada arus

optimum 2,6 A. Wijayanto (2013) melakukan penelitian untuk pengolahan air

payau membuktikan metode elektrokoagulasi dengan elektroda aluminium


4

mampu menurunkan kadar logam pada air payau dengan menggunakan arus 3

ampere yaitu magnesium dari 9.600 mg/L menjadi 185 mg/L, dan natrium dari

100.000 mg/L menjadi 81 mg/L dengan waktu operasi 400 menit.

Penerapan metode elektrokoagulasi ini bertujuan untuk memisahkan

partikel-partikel pengganggu yang tidak dibutuhkan dalam air. Elektrokoagulasi

mampu menyisihkan berbagai jenis polutan dalam air, yaitu partikel tersuspensi,

logam-logam berat, zat pewarna dan lain-lain (Wahyulis, 2014). Partikel-partikel

tersebut dapat dipisahkan dengan cara diendapkan dan difiltrasi sehingga air yang

dihasilkan tidak mengandung partikel–partikel yang tidak diinginkan. Filtrasi

adalah proses yang digunakan pada pengolahan air bersih untuk memisahkan

bahan pengotor (partikulat) yang terdapat dalam air.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian

mengenai “Penurunan Salinitas Air Payau Menggunakan Metode

Elektrokoagulasi-Filtrasi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik yang dialirkan ke elektroda dalam proses

elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar garam (salinitas) pada air payau?

2. Bagaimana pengaruh waktu kontak pada proses elektrokoagulasi terhadap

penurunan kadar garam (salinitas) pada air payau?


5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik yang dialirkan ke elektroda dalam proses

elektrokoagulasi terhadap penurunan salinitas.

2. Mengetahui pengaruh lama waktu kontak pada proses elektrokoagulasi

terhadap penurunan kadar garam (salinitas) pada air payau.

D. Batasan Masalah

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium.

2. Elektroda yang digunakan adalah elektroda aluminium.

3. Arus yang digunakan divariasikan dari 2 ampere, 4 ampere dan 6 ampere.

4. Waktu kontak divariasikan dari 20 menit, 40 menit, dan 60 menit.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan keilmuan peneliti di bidang material serta dapat

digunakan sebagai rujukan penelitian berikutnya.

2. Memberi informasi tentang pengolahan air payau kepada masyarakat dengan

menggunakan metode elektrokoagulasi-filtrasi.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Payau

Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu

kehidupan manusia, maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Air adalah bahan yang sangat vital bagi kehidupan dan juga merupakan

sumber dasar untuk kelangsungan kehidupan di atas bumi. Selain itu air

merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama

hidupnya selalu memerlukan air (Soemirat, 2002). Air dapat berupa air

tawar (fresh water), air payau dan air asin (air laut) yang merupakan

bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan

wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di

udara) dan jenis air mengikuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal

dengan istilah siklus hidrologi (Destrina, 2015).

Perairan payau adalah suatu badan air setengah tertutup yang

berhubungan langsung dengan laut terbuka, dipengaruhi oleh gerakan

pasang surut, dimana air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air

daratan, perairan terbuka yang memiliki arus, serta masih terpengaruh oleh

proses-proses yang terjadi di darat (Pangesti, 2013). Menurut Soedjono

(2002), Air payau terjadi karena intrusi air asin ke air tawar. Hal ini

dikarenakan adanya degradasi lingkungan. Pencemaran air tawar

juga dapat terjadi karena fenomena air pasang naik. Saat air laut meluap,

masuk ke median sungai kemudian terjadi pendangkalan disekitar

sungai sehingga air asin ini masuk ke dalam air tanah dangkal dan menjadi

6
payau. Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin).

Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5

sampai 30

7
8

gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika konsentasi garam melebihi 30

gram dalam satu liter air disebut air asin (Darmawansa, 2014).

Air payau merupakan air yang terbentuk dari pertemuan antara air

sungai dan air laut serta mempunyai ciri khusus secara fisik, kimia dan

biologis. Dari ciri-ciri fisik air payau ada yang jernih dan berwarna coklat

kehitaman, dari segi kimia terutama sudah mengandung kadar garam

tinggi dibanding air tawar, dari ciri biologis terutama terdapatnya ikan-

ikan air payau (Putra, 2013). Air payau dapat memiliki range kadar TDS

yang cukup panjang yakni 1000-10.000 mg/L (Dewi, 2011).

B. Persyaratan Kualitas Air

Menurut Waluyo (2009), persyaratan kesehatan untuk air bersih dan air

minum meliputi persyaratan baketriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik.

1. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni

derajat keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini

sesungguhnya selain penting untuk aspek eksehatan juga langsung dapat terkait

dengan kualitas fisik air seperti suhu dan keasaman. Selain itu sifat fisik air

juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis

dan kimia, seperti warna air dan bau.

2. Persyaratan Bakteriologis

Persyaratan biologis berarti air bersih tersebut tidak mengandung

mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran dalam tubuh manusia.

Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat jenis, yaitu parasit, bakteri,
9

virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut, umumnya yang

menjadi parameter kualitas air adalah bakteri, seperti Eschericia coli.

3. Persyaratan Radioaktif

Apapun bentuk radioaktifitas efeknya sama, yakni menimbulkan kerusakan

pada sel yang terpapar. Kerussakan dapat berupa kematian sel, perubahan

komposisi genetik dan lain-lain. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel

bergenerasi dari sel tidak mati sepenuhnya. Persyaratan radioaktif sering juga

dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan fisik, namun sering dipisahkan

karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda. Pada wilayah tertentu seperti

wilayah disekitar reaktor nuklir, isu radioaktif menjadi penting untuk kualitas

air.

4. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menajdi sangat penting karena banyak sekali kandungan

kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan, karena tidak sesuai

dengan proses biokimia tubuh. Bahan kimia seperti nitrat (NO3), arsenic (As),

dan berbagai macam logam berat khusunya mangan (Mn) dan besi (Fe) yang

berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada tubuh manusia karena dapat

berubah menjadi racun dalam tubuh.

C. Air Bersih

Air bersih ialah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

dimasak. Air bersih dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia

(Dhani,2015). Standar kualitas air bersih sebagai acuan dalam penelitan ini
10

yaitu berdasarkan keputusan dalam menteri kesehatan RI

No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang air bersih, kadar maksimum yang

diperbolehkan untuk natrium 200 mg/L, dan untuk klorida 250 mg/L.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 menyebutkan air

adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,

kecuali air laut dan air fosil. Peraturan Pemerintah tersebut juga

menjelaskan bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang

memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan

manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga

merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Berdasarkan

definisi dan penjelasan mengenai air tersebut diketahui bahwa air

memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup.

Dalam kehidupan sehari-hari, air dipergunakan antara lain untuk keperluan

minum, mandi, memasak, mencuci, membersihkan rumah, pelarut obat,

dan pembawa bahan buangan industri (Sutrisno, 2004).

D. Syarat Air Bersih

Air bersih aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan

fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam

parameter wajib dan parameter tambahan, berdasarkan Permenkes RI No.

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih.


11

Tabel 2.1 Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Bersih


Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang
diperbolehkan
a. Fisika
Bau Tidak berbau
Rasa Tidak berasa
Suhu °C Suhu udara ± 3 °C
b. Kimia Anorganik
Klorida mg/L 250
Natrium mg/L 200

E. Metode Pengolahan Air

Dalam mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih

diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi

sumber air baku, kondisi sosial budaya, ekonomi, dan SDM masyarakat

setempat.

1. Metode Oksidasi

Proses menggunakan ozon ini pertama kali diperkenalkan oleh Nies

dari Perancis sebagai metode sterilisasi air minum pada tahun 1906.

Aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet

atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan

didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat

dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini

tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam

air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat dapat

diminimalisasi hingga mendekati 100%.

2. Filtrasi (Penyaringan)
12

Filtrasi merupakan proses pemisahan antara padatan dan koloid dengan

cairan. Proses penyaringan bisa juga merupakan proses awal (primary treatment).

Media filter biasanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite, garnet, ilmenite,

polystyrene dan beads. Secara umum filtrasi adalah proses yang digunakan pada

pengolahan air bersih untuk memisahkan bahan pengotor (partikulat) yang

terdapat dalam air. Pada prosesnya air merembes dan melewati media filter

sehingga akan terakumulasi pada permukaan filter dan terkumpul sepanjang

kedalaman media yang dilewatinya. Filter juga mempunyai kemampuan untuk

memisahkan partikulat semua ukuran termasuk didalamnya algae, virus, dan

koloid-koloid tanah (Kusnaedi, 2010).

3. Metode Flokulasi

Menurut Hadi (1997), Flokulasi adalah proses penggabungan

partikel-partikel yang tidak stabil setelah proses koagulasi melalui proses

pengadukan lambat sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat

diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya.

4. Metode Destilasi

Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan

suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk

memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair

ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian

mendinginkan gas hasil pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan

cairan yang mengembun.

5. Metode Reverse Osmosis


13

Proses reverse osmosis menggunakan membran selektif yang dapat

ditembus oleh air dari kadar garam rendah ke kadar garam yang lebih tinggi.

Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah dipaksa mengalir menembus

membran dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan

(Hidayat, 2011).

6. Metode Koagulasi

Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan

menggunakan sistem pengadukan cepat sehingga dapat mereaksikan bahan

kimia (koagulan) secara seragam ke seluruh bagian air di dalam suatu

reaktor sehingga dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar

dan dapat diendapkan diproses sedimentasi. Pada dasarnya proses

koagulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara

fisika. Koagulasi cara kimia yaitu proses penjernihan air dilakukan dengan

memberikan penambahan bahan kimia sebagai koagulan berbentuk garam

(aluminium sulfat) untuk mempercepat terjadinya pembentukan flok yang

dapat diendapkan. Sedangkan koagulasi secara fisika yang sering

dinamakan dengan elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air

secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif

berupa ion logam (biasanya aluminium atau besi) ke dalam larutan,

sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas

hidrogen (Holt, 2004).

F. Elektrokoagulasi

1. Definisi Elektrokoagulasi
14

Proses elektrokoagulasi merupakan gabungan dari proses

elektrokimia dan proses koagulasi-flokulasi. Elektrokoagulasi adalah

proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus yang

terdapat dalam air dengan menggunakan energi listrik. Proses

elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya

terdapat dua buah penghantar arus listrik searah yang kita kenal sebagai

elektroda (Ridantami, 2016).

Adapun prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan

dua buah lempeng elektroda yang dimasukkan kedalam bejana yang telah

diisi dengan air yang akan dijernihkan. Selanjutnya kedua elektroda dialiri

arus listrik searah sehingga terjadilah proses elektrokimia yang

menyebabkan kation bergerak menuju katoda dan anion bergerak menuju

anoda. Dan pada akhirnya akan terbentuk suatu flokulan yang akan

mengikat kontaminan maupun partikel-partikel dari air baku tersebut.

Interaksi – interaksi yang terjadi dalam larutan yaitu :

1. Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan

netralisasi muatan.

2. Kation ataupun ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor.

3. Interaksi kation logam dengan OH membentuk sebuah hidroksida dengan sifat

adsorbsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan.

4. Senyawa hidroksida yang terbentuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih

besar.
15

5. Gas hidrogen membantu flotasi dengan membawa polutan ke permukaan

cairan (Holt, 2006).

2. Mekanisme Elektrokoagulasi

Apabila dalam suatu larutan elektrolit ditempatkan dua elektroda dan

dialiri arus listrik searah, maka terjadi peristiwa elektrolisis yaitu gejala

dekomposisi elektrolit, dimana ion positif (kation) bergerak ke katoda dan

menerima elektron yaitu yang direduksi sedangkan ion negatif (anion)

bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yaitu oksidasi. Mekanisme

yang mungkin terjadi pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu

arus dialirkan melalui suatu elektroda logam, yang mengoksidasi logam

(M) menjadi kationnya. Secara simultan, air tereduksi menjadi gas

hidrogen dan ion hidroksil (OH-). Dengan demikian elektrokoagulasi

menghasilkan kation logam in situ secara elektrokimia, dengan

menggunakan anoda yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi).

Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan

spesies-pesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Kation bermuatan

tinggi mendestabilisasi setiap partikel koloid dengan pembentukan

komplek polihidroksida. Adanya gas hidrogen dapat membantu membawa

ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan (Purwaningsih,

2008).
16

Gambar 2.1 Mekanisme elektrokoagulasi (Holt, 2006)

Reaksi yang terjadi pada proses elektrokoagulasi yaitu:

1. Reaksi di Anoda

Reaksi yang terjadi di anoda adalah reaksi oksidasi, dimana logam yang

digunakan pada elektroda akan mengalami oksidasi. Reaksi yang terjadi di

anoda adalah sebagai berikut:

M → Mn+ + ne-

2H2O → 4H+ + O2 + 4e-

2. Reaksi di Katoda

Ion H+ yang berasal dari senyawa asam akan direduksi menjadi suatu gas yang

bebas dengan bentuk gelembung-gelembung gas. Berikut ini adalah persamaan

reaksinya:

4H+ + 4e → 2H2

Air yang menjadi pelarut akan mengalami reduksi sehingga membentuk gas

hidrogen (H2) di katoda. Berikut ini adalah persamaan reaksinya (Malakootion,

2009):

2H2O + 2e- → 2OH- +H2


17

3. Elektroda Aluminium pada Elektrokoagulasi

Aluminium (Al) merupakan logam ringan yang mempunyai sifat tahan

terhadap korosi dan hantaran listrik yang baik.aluminium biasa dipergunakan

untuk peralatan rumah tangga, material pesawat terbang, otomotif, kontruksi, dan

lain-lain. Aluminium adalah salah satu logam yang baik digunakan sebagai

elektroda pada metode elektrokoagulasi. Pada penelitian ini, aluminium berperan

sebagai anoda dan katoda yang nantinya pada elektroda tersebut akan terjadi

pengendapan berupa Al(OH)3 yang fungsinya sebagai koagulan dan pengendap

polutan (Bazrafshan, 2014).

Menurut Holt (2006) dalam proses elektrokoagulasi yang menggunakan

bahan anoda dan katoda dari bahan aluminium terjadi reaksi sebagai berikut:

Reaksi pada anoda (oksidasi)

2Al → 2Al3+ + 6e-

Reaksi pada katoda (reduksi)

6H2O +6e- → 6OH- +3H2 +

2Al + 6H2O → 2 Al(OH)3 + 3H2

Dari reaksi di atas nampak terbentuk Al(OH)3 yang berperan sebagai bahan

koagulan, sehingga akan memudahkan polutan dalam air terperangkap

membentuk flok atau gumpalan yang mudah terendapkan.

4. Hidrolisasi Logam Aluminium Terlarut

Pada proses elektrokoagulasi, logam anoda yang telah terlarut dalam

media cair, akan terhidrolisasi dengan cepat, reaksi cepat tersebut

menghasilkan berbagai senyawa hidroksida dan/atau polyhidroksida.


18

Untuk aluminium senyawa hidroksida yang dihasilkan seperti Al(OH) 2+,

Al(OH)4-, Al6(OH)153+, Al7(OH)174+, Al8(OH)204+, Al13(OH)244+, dan

Al13(OH)345+. Senyawa-senyawa ini kemudian bertransformasi menjadi

Al(OH)3 berdasarkan kinetika pengendapan kompleks (Mollah, 2004).

Secara teoritis, massa dari logam anoda yang terlarut dapat dihitung

menggunakan persamaan hukum Faraday:

Ar . I .t
m Al=
n. F

Dimana:

I = Kuat arus listrik (Ampere)

t = Waktu pegolahan (sekon)

Ar = Massa atom relatif

n = Valensi ion.

F = Bilangan Faraday (96500 C)

5. Kelebihan dan Kekurangan Elektrokoagulasi

Menurut Purwaningsih (2008) terdapat banyak kelebihan dalam

pengolahan air dengan metode elektrokoagulasi, begitu pula dengan

kekurangannya, berikut ini penjelasan dari keduanya.

a. Kelebihan Elektrokoagulasi

Adapun kelebihan dari proses elektrokoagulasi yaitu:

1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk

dioperasikan.
19

2. Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling

kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat

pergerakan parikel didalam air.

3. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini

dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.

4. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi,

dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.

5. Tidak diperlukan pengaturan pH.

6. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan.

7. Endapan yang terbentuk dari proses elektrokoagulasi lebih mudah dipisahkan

dari air.

8. Dapat memindahkan partikel-partikel koloid yang lebih kecil

b. Kelemahan Elektrokoagulasi

Adapun kekurangan dari proses elektrokoagulasi yaitu:

1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah cairan yang mempunyai sifat elektrolit

cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.

2. Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya

arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak

elektroda dan jarak antar elektroda.

3. Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi.

4. Penggunaan listrik yang mungkin mahal.

G. Metode yang Digunakan untuk Analisis Komposisi

1. Atomic Absorbtion Spectrofotometry (AAS)


20

Atomic Absorbtion Spectrofotometry (AAS) adalah spektroskopi

yang berprinsip pada serapan cahaya oleh atom. Atom–atom menyerap

cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.

Cahaya pada panjang gelombang tersebut mempunyai cukup energi untuk

mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur

bersifat spesifik (Wiryawan, 2007). AAS berprinsip pada absorpsi

cahaya oleh atom. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) meliputi

absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada

dalam keadaan dasarnya (Ground state).

Pada alat AAS terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya, dan suatu

sistem optik untuk pengukuran sinyal. Dalam metode AAS, sebagaimana

dalam metode spektrometri atomik yang lain, sampel harus diubah ke

dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah

atomisasi, pada proses ini sampel diuapkan dan didekomposisi untuk

membentuk atom dalam bentuk uap (Anshori, 2005).

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu metoda analisis

untuk penentuan konsentrasi suatu unsur dalam suatu sampel yang

didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang

berada pada tingkat dasar (ground state), untuk mengeksitasi elektron

terluar proses penyerapan energi terjadi pada panjang gelombang yang

spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Intensitas radiasi yang diserap

sebanding dengan jumlah atom dalam sampel sehingga dengan mengukur


21

intensitas radiasi yang diserap (absorbance) atau mengukur intensitas

radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka konsentrasi unsur di dalam

sampel dapat ditentukan. Gambar spektroskopi serapan atom (AAS) dapat

dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom

menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung

pada sifat unsurnya. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi

untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Apabila cahaya

dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang

mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus

dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari Hukum Lambert

yang menyatakan bila suatu sumber sinar monokromatik melewati

medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang

dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi

(Wiryawan,2007).
22

2. Refraktometer

Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur

kadar/konsentrasi bahan terlarut. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan

namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya.

Gambar 2.3 Refraktometer

Adapun prinsip kerja dari refraktometer dapat digambarkan sebagai berikut

(Septianti, 2014):

1. Terdapat 3 bagian yaitu: sampel, prisma, dan papan skala. Refractive index

prisma jauh lebih besar dibandingkan dengan sampel.

2. Jika sampel merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi

akan lebar dikarenakan perbedaan rafraksi dari prisma dan sampel besar. Maka

pada papan skala sinar akan jatuh pada skala rendah.

3. Jika sampel merupakan larutan pekat/konsentrasi tinggi, maka sudut refraksi

akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sampel kecil. Maka pada

papan skala sinar akan jatuh pada skala besar.


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2019 - sampai selesai,

bertempat :

1. Laboratorium Forensik Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Halu Oleo Kendari, dilakukan proses analisis

sampel air payau.

2. Laboratorim II Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Halu Oleo Kendari, untuk melakukan proses elektrokoagulasi-filtrasi.

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dalam bidang material

dengan judul penelitian “Penurunan Salinitas Air Payau Menggunakan Metode

Elektrokoagulasi-Filtrasi”.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

22
Tabel 3.1 Alat yang Digunakan dalam Penelitian
No Alat Spesifikasi Fungsi
Untuk menghubungkan pipa
1. Bahan perekat -
dengan alat yang lain
Untuk menghubungkan power
2. Kabel penghubung -
supply ke penjepit buaya
Untuk mengukur salinitas air
3. Refraktometer 0 -100 ‰
sampel
Sebagai tempat proses
4. Bak elektrokoagulasi 1000 ml
elektrokoagulasi
5. Power supply 30 A, 20 V Sebagai sumber arus dan tegangan
Untuk menghubungkan power
6. Penjepit buaya -
supply ke elektroda
7. Stopwatch 0,1 det Sebagai pengatur waktu
Sebagai tempat penampungan air
8. Ember -
hasil olahan
5 cm x 15
9. Plat aluminium Sebagai plat elektroda
cm x 0,2 cm
Untuk menganalisis kandungan
10. AAS Type1475
logam air sampel
1,5 inch dan Sebagai tempat aliran air dan
11. Pipa PVC
3 inch tempat filtrasi
Sebagai tempat air sampel hasil
12. Botol -
proses elektrokoagulasi-filtrasi

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat padal tabel
berikut ini :

Tabel 3.2 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian


No Bahan Fungsi
1. Air payau Sebagai sampel penelitian
2. Pasir Sebagai media filter air
3. Kain kasa Sebagai media filter air
24

D. Prosedur Penelitian

Sebelum melakukan percobaan, sampel air terlebih dahulu dianalisis

parameter-parameternya, yaitu : kadar natrium, klorida, dan garam total (salinitas)

I. Preparasi Sampel

Sampel air payau diambil langsung dari sumur warga.

II. Preparasi Elektroda

Sebelum memulai proses elektrokoagulasi terlebih dahulu disiapkan

elektroda yang akan digunakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyiapkan elektroda dari aluminium yang akan digunakan untuk proses

elektrokoagulasi dengan ukuran lebar 5 cm dan panjang 15 cm.

b. Mencuci elektroda aluminium.

c. Mengeringkan elektroda aluminium.

d. Memasang elektroda pada elektrokoagulator dengan jarak antara anoda dan

katoda 1,5 cm.

3. Preparasi Perangkat Filter

Adapun langkah-langkah pembuatan perangkat filter adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan pasir kemudian dicuci hingga bersih.

b. Mengeringkan pasir.

c. Memotong pipa PVC sepanjang 40 cm sebagai tempat filtrasi.


25

4. Proses Elektrokoagulasi-Filtrasi

Adapun langkah-langkah melakukan proses elektrokoagulasi-filtrasi adalah

sebagai berikut:

a. Memasukkan air sebanyak 1 liter ke dalam bak proses elektrokoagulasi.

b. Memasukkan elektroda ke dalam bak proses elektrokoagulasi.

c. Menyalakan power supply kemudian mengatur arus sebesar 2 ampere dan

tegangan 9 volt untuk memulai proses elektrokoagulasi .

d. Mematikan power supply setelah proses elektrokoagulasi berlangsung selama

20 menit.

e. Semua air dari bak elektrokoagulasi dialirkan ke bak filtrasi untuk memisahkan

kotorannya.

f. Mengukur salinitas pada air menggunakan refraktometer.

g. Menganalisis kandungan logam yang ada dalam air olahan dengan

menggunakan AAS.

h. Mengulangi langkah a sampai dengan g dengan kuat arus 4 ampere dan 6

ampere.

i. Mengulangi langkah a sampai dengan g dengan waktu pengamatan 40 dan 60

menit.

5. Prosedur Pengujian Kualitas Air Hasil Penjernihan

Pengujian kualitas air hasil penjernihan dilakukan dalam 3 tahap

pengamatan yaitu :

c. Uji kadar salinitas (Na) yang dilakukan dengan menggunakan metode AAS.

Prosedur pengujiannya sebagai berikut :


26

1. Menyiapkan sampel air yang akan diuji.

2. Memasukkan sampel air pada gelas ukur dan dimasukkan kedalam atomic

absorption spectrofhotometer (AAS).

3. Mengamati angka yang tertera pada alat dan dicatat.

4. Mengulangi langkah 1, 2 dan 3 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi kuat arus.

5. Mengulangi langkah 1, 2 dan 3 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi waktu kontak.

d. Uji kadar salinitas (Cl) yang dilakukan dengan menggunakan metode AAS.

Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

1. Menyiapkan sampel air yang akan diuji.

2. Memasukkan sampel air pada gelas ukur dan dimasukkan kedalam atomic

absorption spectrofhotometer (AAS).

3. Mengamati angka yang tertera pada alat dan dicatat.

4. Mengulangi langkah 1, 2 dan 3 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi kuat arus.

5. Mengulangi langkah 1, 2 dan 3 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi waktu kontak.

e. Uji kadar salinitas yang dilakukan dengan menggunakan refraktometer.

Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

1. Menyiapkan sampel air yang akan diuji.

2. Membersihkan refraktometer sebelum digunakan menggunakan tisu.


27

3. Refkraktometer ditetesi dengan aquadest pada bagian prisma dan day light

plate kemudian dibersihkan kembali dengan tisu.

4. Meneteskan 1-3 tetes air sampel pada prisma.

5. Mengamati skala yang ditunjukkan oleh alat.

6. Membersihkan kembali prisma dan day light plate dengan aquadest lalu

dikeringkkan dengan tisu.

7. Mengulangi langkah 1 sampai 6 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi kuat arus.

8. Mengulangi langkah 1 sampai 6 untuk sampel air dari hasil elektrokoagulasi-

filtrasi dengan variasi waktu kontak.

6. Standar Acuan Kualitas Air Bersih

Standar kualitas air bersih sebagai acuan dalam penelitian ini yaitu

berdasarkan keputusan dalam Menteri Kesehatan RI

No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang air bersih layak pakai. Berdasarkan

indikator di atas standar acuannya yaitu :

Tabel 3.3 Standar Acuan Kualitas Air


Parameter Kadar Maksimum yang Diperbolehkan
Natrium (Na) 200 mg/L
Klorida (Cl) 250 mg/L

7. Desain Alat Penelitian


28

Adapun desain alat penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1 Desain Alat Proses Elektrokoagulasi-Fitrasi

8. Diagram Alir Penelitian

Pengambilan Sampel Air Payau

Analisis Sampel Air Sebelum Treatment (Na, Cl, dan


salinitas)

Preparasi Elektroda

Preparasi Media Filter

Proses Elektrokoagulasi

Proses Filtrasi

Analisis Air Sampel Setelah Treatment

Standar Air Bersih Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990


Tentang Persyaratan Air Bersih

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

9. Tabel Data Pengamatan

Adapun tabel data pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut:


29

Tabel 3.4 Tabel pengamatan variasi kuat arus terhadap penurunan kandungan
natrium (Na), Klorida (Cl), dan salinitas dalam air payau
Waktu (menit) Arus (Ampere) Na (mg/L) Cl (mg/L) Salinitas (ppt)
2
20 4
6
2
40 4
6
2
60 4
6

Tabel 3.5 Tabel pengamatan variasi waktu kontak terhadap penurunan kandungan
natrium (Na), Klorida (Cl), dan salinitas dalam air payau

Waktu (menit) Arus (Ampere) Na (mg/L) Cl (mg/L) Salinitas (ppt)


20
40 2
60
20
40 4
60
20
40 6
60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Karakterisik Air Payau

Dalam penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan kuat arus dan waktu

kontak pada proses elektrokoagulasi. Namun, sebelum proses elektrokoagulasi-

filtrasi dilakukan air payau yang akan dijadikan sebagai sampel di uji terlebih

dahulu, sehingga dapat diketahui karakteristiknya.

Tabel 4.1 Karakteristik Air Payau


Kadar
Parameter Satuan Nilai Keterangan
Maksimum*
Natrium mg/L 747,807 200 Melebihi
Klorida mg/L 1081,131 250 Melebihi
Salinitas ppt 2 - -
*Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/Menkes/Per/IX/1990

Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi parameter yang akan

diuji telah melebihi baku mutu yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan

No 416/Menkes/Per/IX/1990.

Pada penelitian ini digunakan kuat arus yang berasal dari DC Power Supply

dengan kapasitas 0-30 A dan tegangan 0-20 Volt. Kuat arus yang dialirkan ke

elektroda aluminium sebesar 2 A, 4 A, dan 6 A. Reaktor yang digunakan dengan

kapasitas 1000 mL, dapat dilihat pada Gambar 4.1

30
31

Gambar 4.1 Reaktor Elektrokoagulasi

Elektroda aluminium dengan dimensi 15 cm x 5 cm dengan jarak antar

elektroda 1,5 cm. Proses elektrokoagulasi dilakukan selama waktu kontak yang

telah ditetapkan yaitu 20 menit, 40 menit, dan 60 menit. Sampel yang telah

melalui proses elektrokoagulasi kemudian di filter menggunakan pasir kemudian

dimasukkan ke dalam botol sampel dan kemudian di analisis kadar garam total

(salinitas), kadar natrium (Na) dan klorida (Cl).

B. Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Penurunan Natrium, Klorida,


dan Salinitas pada Proses Elektrokoagulasi
Analisis kadar logam pada penelitian ini menggunakan metode AAS

(Atomic Absorption Spectrophotometry) dan metode refraktometri. Hasil analisis

penurunan natrium, klorida, dan garam total dari sampel dapat dilihat pada

Gambar 4.2 berikut.


32

800
747.81
700 706.58
Penurunan Natrium (mg/L)

632.9
600
571.05 571.05
500
20 menit
400 389.74
351.03 40 menit
300 298.84 60 menit
200 189.05
100 84.21
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Arus (Ampere)

Gambar 4.2 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Natrium

Berdasarkan Gambar 4.2 penurunan terbesar natrium terjadi pada kuat arus

6 A pada waktu kontak 60 menit dengan efisiensi sebesar 88,7% dari konsentrasi

awal natrium 747,807 mg/L menurun menjadi 84,211 mg/L. Untuk penurunan

klorida dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

1200
1081.131
Penurunan Klorida (mg/L)

1000
887.160
800 774.622

600 625.880 615.880


20 menit
445.793 466.462 40 menit
400
293.580 60 menit
200 233.580
96.438
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Arus (ampere)

Gambar 4.3 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Klorida


33

Pada grafik penurunan klorida, dapat dilihat bahwa penurunan terbesar

terjadi pada kuat arus 6 ampere pada waktu kontak 60 menit dengan efisiensi

sebesar 91,1% dari konsentrasi awal 1081,131 mg/L menurun menjadi 96,438

mg/L. Hasil analisis pengaruh kuat arus terhadap penurunan garam total (salinitas)

dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.

2.5

2 2
Penurunan Salinitas (ppt)

1.8
1.6
1.5 1.5
1.3
1.1 20 menit
1 40 menit
0.9
60 menit
0.5 0.5
0.4
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Arus (ampere)
Gamb

ar 4.4 Pengaruh Kuat Arus Terhadap Penurunan Salinitas

Dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa terjadi penurunan garam total

(salinitas) pada semua perlakuan. Penurunan terbesar terjadi pada arus 6 ampere

pada waktu kontak 60 menit dari konsentrasi awal 2 ppt menurun menjadi 0,1 ppt

dengan efisiensi sebesar 95%.

Pada proses elektrokoagulasi pembentukan ion Al3+ sebagai koagulan dapat

terjadi karena adanya reaksi yang terjadi pada anoda dan katoda sebagai pasangan

elektroda selama proses elektrokoagulasi. Pelepasan ion Al3+ yang berasal dari

elektroda sangatlah dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengalir pada elektroda.
34

Semakin besar arus yang mengalir pada elektroda maka akan semakin banyak

pula ion Al3+ yang dilepaskan dari anoda sebagai agen koagulan. Sehingga

pengikatan polutan pengikat air menjadi semakin banyak (Novita, 2012). Pada

saat yang sama, adanya arus listrik di anoda akan terjadi reaksi oksidasi terhadap

anion (ion negatif), anoda yang terbuat dari logam aluminium akan mengalami

reaksi oksidasi membentuk Al3+ dan akan mengikat ion (OH-) membentuk flok

Al(OH)3. Gas hidrogen dari katoda membantu flok Al(OH)3 dalam larutan

terangkat ke permukaan. Dalam hal ini Al(OH) 3 merupakan senyawa koagulan

yang berperan sebagai bahan penggumpal dan penyerap berbagai polutan (logam

berat, padatan tersuspensi, senyawa organik, dan lain-lain). Mekanisme

pengendapan flok Al(OH)3 pada proses elektrokoagulasi mengikuti prinsip

koagulasi flokulasi karena adanya pertumbuhan massa flok sehingga berat jenis

flok menjadi besar dan akhirnya mengendap (Yulianto, 2009). Endapan flok yang

terbentuk dari proses elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Flok yang Terbentuk pada Proses Elektokoagulasi

C. Pengaruh Variasi Waktu Kontak Terhadap Penurunan Natrium, Klorida,


dan Salinitas pada Proses Elektrokoagulasi
35

Hasil penurunan natrium, klorida, dan salinitas pada masing-masing waktu

kontak dapat dilihat pada gambar berikut.

800
747.81
706.58
Penurunan Natrium (mg/L)

700 632.9
571.05
600 571.05
500
2 ampere
400 389.74
298.84 351.03 4 ampere
300
6 ampere
200 189.05
100 84.21
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Kontak (menit)
Gambar 4.6 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Natrium

1200
1081.131
Penurunan Klorida (mg/L)

1000
887.160
774.622
800
615.880
600 625.880
466.462 2 ampere
400 293.580 445.793 4 ampere
6 ampere
200 233.580
96.438
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Kontak (menit)

Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Klorida


36

2.5

Penurunan Salinitas (ppt) 2 2


1.8
1.6
1.5 1.5
1.3
1.1 2 ampere
1 4 ampere
0.9
6 ampere
0.5 0.55
0.4
0.19
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Kontak (menit)

Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Salinitas

Dari gambar diatas terlihat bahwa pada waktu kontak 60 menit dan kuat arus 6

ampere terjadi penurunan yang besar pada natrium, klorida, dan juga garam

totalnya dengan efisiensi penurunan berturut-turut sebesar 88,7% ; 91,1% ; 95%.

Sama halnya dengan kuat arus yang digunakan, waktu kontak juga

mempengaruhi penurunan natrium, klorida, dan salinitasnya. Hal ini disebabkan

semakin banyaknya pembentukan senyawa koagulan Al(OH)3 pada saat arus

ditingkatkan atau waktu proses yang semakin lama. Dengan semakin

bertambahnya pembentukan Al(OH)3 membawa dampak semakin banyak natrium

(Na) dan klorida (Cl) yang dapat diikat oleh Al(OH)3 dan membentuk senyawa

yang lebih berat, sehingga mudah diendapkan atau dipisahkan. Garam total

(salinitas) air juga mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu kontak

dan juga besarnya arus yang digunakan pada proses elektrokoagulasi. Penurunan

salinitas juga dipengaruhi oleh penurunan beberapa logam yang terdapat dalam air

sampel dalam hal ini klorida dan natrium.


37

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1990

tentang persyaratan air bersih, kandungan natrium (Na) yang diperbolehkan dalam

air maksimum 200 mg/L dan kadar klorida (Cl) maksimum 250 mg/L. Dari hasil

analisis yang telah dilakukan bahwa untuk mencapai kadar natrium 200 mg/L dan

kadar klorida 250 mg/L atau dibawahnya, maka proses elektrokoagulasi harus

dioperasikan dengan arus 6 ampere selama 60 menit dengan penurunan kadar

natrium (Na) dan klorida (Cl) masing-masing sebesar 84,211 mg/L, kadar klorida

(Cl) sebesar 96,438 mg/L, dan salinitas 0,1 ppt.

Pada prinsip kerjanya, ion-ion alumunium inilah yang berperan aktif sebagai

koagulan untuk mengikat partikel-partikel koloid yang terdapat dalam air. Setelah

ion alumunium berikatan dengan partikel-partikel pengganggu tersebut, maka

keduanya akan membentuk suatu flok. Semakin lama flok-flok tersebut akan

bergabung dengan flok lainnya sehingga membentuk flok yang lebih besar.

Pada air hasil elektrokoagulasi, terdapat dua jenis flok yang terbentuk. Flok

pertama adalah flok yang mengendap pada dasar wadah dan flok kedua adalah

flok yang berada pada permukaan air hasil elektrokoagulasi. Adapun flok yang

mengendap pada dasar wadah merupakan flok-flok yang berukuran besar

sehingga pada saat air didiamkan maka flok tersebut akan bersedimentasi pada

dasar wadah. Sedangkan flok yang terdapat pada permukaan air disebabkan

karena adanya gas hidrogen yang dilepaskan dari katoda yang mengangkat flok

yang masih melayang pada air menuju permukaan air. Adapun peristiwa ini

dikenal dengan flotasi. Flotasi adalah peristiwa terangkatnya flok-flok yang

terbentuk pada proses elektrokoagulasi oleh gas hidrogen yang dihasilkan katoda
38

menuju permukaan air. Keberadaan kedua jenis flok yang terbentuk merupakan

salah satu kelebihan dari penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi, karena

dengan adanya flok yang terdapat pada permukaan air akan mempermudah proses

pemisahan air hasil penjernihan dengan flok yang terbentuk.

Secara umum, efisiensi penurunan natrium, klorida, dan salinitas terlihat

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya arus dan waktu kontak yang

digunakan. Pada arus yang tinggi, ukuran dan rata-rata pertumbuhan flok yang

dihasilkan meningkat dan akan mempengaruhi efisiensi pada proses

elektrokoagulasi. Arus dan waktu yang digunakan dapat meningkatkan jumlah

teroksidasi aluminium. Dengan demikian, arus dan waktu yang digunakan

memberikan pengaruh positif karena semakin besar arus dan waktu yang

diberikan maka semakin besar logam yang terambil dan menempel pada katoda.

Hal ini mengakibatkan kinerja alat selama proses elektrokoagulasi semakin baik.

Dengan berkurangnya arus yang digunakan, maka waktu yang diperlukan

untuk mencapai efisiensi yang sama pula akan meningkat. Sebaliknya jika arus

yang digunakan besar maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi

yang sama akan semakin kecil pula. Dengan meningkatnya arus listrik maka akan

meningkatkan oksidasi pada elektroda. Hal tersebut sesuai dengan hukum Faraday

I, dimana massa zat yang dihasilkan di elektroda selama proses elektrolisis akan

berbanding lurus dengan banyaknya arus yang diberikan pada elektroda.


39

D. Perubahan Fisis pada Elektroda Aluminium

Percobaan elektrokoagulasi ini menggunakan dua elektroda aluminium

(anoda dan katoda) jenis aluminium dengan ukuran 15 cm x 5 cm x 0,2 cm

dengan menggunakan wadah berkapasitas 1000 mL. Kedua plat elektroda ini

dimasukkan ke dalam sampel air payau dan dialiri arus listrik selama proses

elektrokoagulasi dengan tegangan 9 volt. Pada proses ini terjadi reaksi kimia yang

berada pada permukaan dua elektroda. Pada bagian katoda terjadi penyerapan

permukaan elektroda atau umumnya disebut absorpsi sedangkan pada anoda

terjadi penurunan ion positif (Siringo-ringo, 2013).

Anoda akan melepaskan ion-ion positif sehingga ion-ion positifnya akan

terus berkurang saat dialiri arus listrik, sedangkan pada katoda akan menghasilkan

lapisan baru di atas permukaan platnya.

Al → Al3+ + 3 e

Hal ini terjadi karena adanya absorpsi dari interaksi antara ion-ion yang ada

pada air payau. Lapisan baru ini akan mengubah permukaan plat elektroda secara

signifikan dan meningkatkan daya potensial listrik untuk mengalirkan arus listrik.

Reaksi di atas menunjukkan bahwa anoda (Al) melepaskan ion Al3+ . Ion-ion yang

terlepas akan menyebabkan pengikisan pada permukaan elektroda, berlawanan

terjadinya pada permukaan katoda. Ketika Al3+ bertemu dengan polutan air akan

membentuk endapan dan gas. Endapan inilah yang terlihat pada elektroda

sedangkan gas dapat terlihat beberapa buih di sekeliling plat elektroda selama

berlangsungnya proses elektrokoagulasi (Siringo-ringo, 2013).


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini, antara lain:

1. Kuat arus yang digunakan menunjukkan semakin besar arus yang digunakan

maka semakin besar pula penurunan kadar natrium, klorida, dan kadar garam

total pada air payau.

2. Waktu kontak pada proses elektrokoagulasi juga berpengaruh terhadap

penurunan salinitas pada air payau, dimana semakin lama waktu kontak maka

semakin besar pula penurunannya.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian selanjutnya,

yaitu:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menguji parameter pecemar lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis elektroda

yang berbeda dan penambahan jumlah elektroda.

3. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini dalam skala komersil.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alperdo, John., Amri, Idral., Drastinawati. 2019. Pengaruh Kuat Arus dan aju
Alir pada Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih dengan Metode
Elektrokoagulasi Menggunakan Reaktor Listrik Kontinyu. JOM FTEKNIK
Vol. 6 edisi 2 Juli s/d Desember 2019.
Anshori.J. 2015. Spektrometri Serapan Atom. Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Padjajaran.Bandung.
Astuti, Yuli. 2014. Alat Ukur Salinitas Air (Salinometer).
http://chuyupetrucy.blogspot.com/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[Diakses pada 16 Januari 2019].
Bazrafshan,E, dan Mahvi,A.H. 2014. Textile Wastewater Treatment by
Electrocoagulation process Using Aluminium Electrodes. Iranian Journal of
Health Sciences. IJHS 2014;2(1): 16-29.
Darmawansa, Wahyuni N., Jati, D.R. 2014. Desalinasi Air Payau Dengan Media
Adsorben Zeolit di Daerah Pesisir Pantai Sungan Kunyit Kabupaten
Mempawah. Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Departemen Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No
416/Menkes/Per/IX/1990. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Destrina, Zefrina. 2015. Prototype Alat Pengolahan Air Laut Menjadi Air Minum
(Pengaruh Variasi Koagulan dan Packing Filter Terhadap Kualitas Air
Dengan Analisa TDS, DO, Salinitas, dan Kandungan Logam Mg2+ dan
Ca2+). Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang.
Dewi, LK., Azfah R.A., Soedjono E.S. 2011. Rancang Bangun Alat Pemurni Air
Payau Sederhana Dengan Membran Reverse Osmosis Untuk Memenuhi
Kebutuhan Air Minum Masyarakat Miskin Daerah Pesisir. Institut Negeri
Sepuluh November. Surabaya.
Dhani, Hapsari. 2015. Kajian Kualitas Air Sumur Gali dan Perilaku Masyarakat
di Sekitar Pabrik Semen Kelurahan Karangtalun Kecamatan Cilacap Utara.
Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 7 No. 1.
Fitri,A.A., dan Ismawati,D. 2007. Penanganan Limbah Cair Rumah Pemotongan
Hewan dengan Metode Elektrokoagulasi. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Hadi, W. 1997. Perancangan Pengolahan Air Minum. FTSP-ITS. Surabaya.
Heriani, Eni. 2012. Optimalisasi Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih
Dengan Metoda Kombinasi Elektrokoagulasi dan Adsorpsi menggunakan
Karbosil. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hidayat, Rizqi Rizaldi. 2011. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam Dan Air
Tawar Dengan Menggunakan Energi Matahari. Skripsi Institut Pertanian
Bogor.Bogor.

41
42

Holt, PK., Barton, GW., and Mitchell, CA. 2004. The Future For
Electrocoagulation As a Localised Water Treatment Technology. University
Of Sydney. Australia.
Holt, PK., Barton, GW., and Mitchell, CA. 2006. Electrocoagulation As Waste-
Water Treatment. The Third Annual Australia Envirometal Engineering
Research Event. 1:23-26.
Kaunang, Chiriansen Dirk. 2015. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih
di Desa Maliambo Kec. Likupang Barat Kab. Minahasa Utara. Jurnal Sipit
Statistik. Vol. 3 No. 6. ISSN 2337-6732.
Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya.
Depok.
Malakootian,M, dan Yousefi,N. 2009. The Efficiency of Electrocoagulation
Process Using Aluminium Electrodes In Removal Of Hardness From Water.
Departement Of Environmental Healt. Iran.
Mollah,M.Y.A., Schennach, Robert., Parga JR., Cocke, DL. 2001.
Electrocoagulation(EC)-Science and Aplications. Journal Hazard Material.
B84 (2001) 29-41.
Novita, Sovia. 2012. Pengaruh Variasi Kuat Arus Listrik dan Waktu Pengadukan
Pada Proses Elektrokoagulasi Untuk Penjernihan Air Baku PDAM
Tirtanadi IPA Sunggal. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara.
Pangesti, Ana. 2013. Ekosistem Air Payau dan Permasalahannya.
http://anapangesti.blogspot.co.id [Diakses 27 Desember 2018].
Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik
Indah Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi
Ditinjau Dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dam Warna.
Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Putra, Reza Rammiko., dkk. 2013. Studi Kualitas Air Payau Untuk Budidaya
Perikanan di Kawasan Pesisir Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten
Pesisir Selatan. STKIP PGRI. Sumatera Barat.
Ridantami, Vemi., Wasito, Bangun., Prayitno. 2016. Pengaruh Tegangan dan
Waktu Pada Pengolahan Limbah Radioaktif Uranium dan Torium Dengan
Proses Elektrokoagulasi. Jurnal Forum Nuklir (JFN) Vol. 10 No. 2.
Septianti, Any. 2014. Alat Refraktometer. https://www.slideshare.net/refraktometer
[Diakses 10 November 2019].
Siringo-ringo, Efridawati., Kusrijadi A., Sunarya Y. 2013. Penggunaan Metode
Elektrokoagulasi pada Pengolaha Limbah Industri Penyamakan Kulit
Menggunakan Aluminium Sebagai Sacrificial Electrode. ISSN 2087-7412.
Soedjono, Eddy. 2002. Diktat Kuliah: Pengelolaan Penyediaan Air Bersih.
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Soemirat, Juli. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sutrisno, Totok, dan Suwastuti, Eni. 2011. Teknologi Penyediaan Air Bersih.
Rineka Cipta. Jakarta.
43

Suwanto, Nandar., Sudarno., Sari A.A., Harimawan. 2017. Penurunan Fe, Warna,
dan Kekeruhan pada Elektrokoagulasi pada Air Gambut Menggunakan
Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Teknik Lingkungan Vol 6 No 2.
Wahyulis, N.C., Ulfin, Ita., HArmawi. 2014. Optimasi Tegangan Pada Proses
Elektrokoagulasi Penurunan Kadar Kromium dan Filtrat Hasil Hidrolisis
Limbah Padat Penyamakan Kulit. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 3 No.
2 ISSN 2337-3520. Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press. Malang.
Wijayanto, Danang, dan Sutanto. 2013. Model Alat Pemurnian Air Tanah
Terinterusi Air Laut (Air Payau) Dengan Proses Elektrokoagulasi. Jurnal
Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta. Jakarta.
Wiryawan, Adam, dkk. 2007. Kimia Analitik. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Yulianto,A, Hakim L., Purwaningsih, Indah., Pravitasari,VA. 2009. Pengolahan
Limbah Cair Industri Batik pada Skala Laboratorium dengan
Menggunakan Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Jurusan Teknik
Lingkungan. UII. Yogyakarta.
Yunanda, Elsya A. 2017. Desalinasi Air Payau Menjadi Air Bersih dengan
Menggunakan Metode Reverse Osmosis. Program Studi DIII Teknik Kimia.
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya
LAMPIRA
N
45

Lampiran 1 Data Pengamatan

a. Variasi Kuat Arus


Tabel 1 Hasil pengukuran kadar Na, Cl, dan Salinitas untuk Variasi Kuat Arus
Waktu Arus Salinitas
Na (mg/L) Cl (mg/L)
(menit) (Ampere) (ppt)
0 0 747,807 1081,131 2
20 2 706,579 887,160 1,8
20 4 632,895 774,622 1,5
20 6 571,053 615,880 1,3
40 2 571,053 625,880 1,6
40 4 389,737 466,462 0,9
40 6 298,842 293,580 0,5
60 2 351,032 445,793 1,1
60 4 189,048 233,580 0,4
60 6 84,211 96,438 0,1

b. Variasi Waktu Kontak

Tabel 2 Hasil pengukuran kadar Na, Cl, dan Salinitas untuk Variasi Waktu
Kontak
Waktu Arus Salinitas
Na (mg/L) Cl (mg/L)
(menit) (Ampere) (ppt)
0 0 747,807 1081,131 2
20 2 706,579 887,160 1,8
40 2 571,053 625,880 1,6
60 2 351,032 445,793 1,1
20 4 632,895 774,622 1,5
40 4 389,737 466,462 0,9
60 4 189,048 233,580 0,4
20 6 571,053 615,880 1,3
40 6 298,842 293,580 0,5
60 6 84,211 96,438 0,1
46

Lampiran 2 Hasil Uji Laboratorium Biologi Unit Forensik dan Biomolekuler

a. Hasil Uji Awal Sampel Air

Nama Pemesan : Harlin Kirana

Jenis Sampel : Air Payau

Tabel 1 Hasil Analisis awal Sampel Air Payau


No
Parameter Satuan Awal Baku Mutu
.
1 Natrium mg/L 747,807 200
2 Klorida mg/L 1081,131 250
3 Salinitas Ppt 2 -

b. Hasil Uji Sampel Setelah Proses Elektrokoagulasi-Filtrasi

Tabel 2 Hasil Analisis Sampel Air Payau Setelah Proses Elektrokoagulasi-Filtrasi


Kode Sampel
Parameter Satuan
I II III IV V VI VII VIII IX
Klorida mg/L 887,160 625,880 445,793 774,622 466,462 233,580 615,880 293,580 96,438
Natrium mg/L 706,579 571,053 351,032 632,895 389,737 189,048 571,053 298,842 84,211
Salinitas ppt 1,8 1,6 1,1 1,5 0,9 0,4 1,3 0,5 0,1
Keterangan :
Sampel I = Perlakuan 2 Ampere, 20 menit
Sampel II = Perlakuan 2 Ampere, 40 menit
Sampel III = Perlakuan 2 Ampere, 60 menit
Sampel IV = Perlakuan 4 Ampere, 20 menit
Sampel V = Perlakuan 4 Ampere, 40 menit
Sampel VI = Perlakuan 4 Ampere, 60 menit
Sampel VII = Perlakuan 6 Ampere, 20 menit
Sampel VIII = Perlakuan 6 Ampere, 40 menit
Sampel IX = Perlakuan 6 Ampere, 60 menit

Lampiran 3 Perhitungan Efektivitas Elektrokoagulasi untuk Menurunkan


Kadar Natrium (Na), Klorida (Cl), dan Salinitas
47

Perhitungan efektivitas elektrokoagulasi untuk kadar Na, Cl, dan Salinitas

A−B
∑ p= X 100 %
A
Keterangan :

A = Kadar (Na, Cl, salinitas) air sebelum elektrokoagulasi

B = Kadar (Na, Cl, salinitas) air setelah elektrokoagulasi

Σp = Efektivitas Pengolahan
a. Variasi Kuat Arus

(*) Kuat Arus 2 Ampere

Dik : A = 747,807 mg/L

B = 706,579 mg/L

Dit : Σp = ....?

Peny :

A−B
∑ p= X 100 %
A

747,807−706,579
¿ x 100
747,807

41,228
¿ x 100
747,807

= 0,055 x 100

= 5,5%
48

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil Perhitungan Efektivitas Pengolahan Air Payau untuk Variasi Kuat
Arus
Arus
Waktu Na Efisiensi Cl Efisiensi Salinitas Efisiensi
(Ampere
(menit) (mg/L) (%) (mg/L) (%) (ppt) (%)
)
706,57
2 5,5 887,160 17,9 1,8 10
9
632,89
4 20 15,4 774,622 28,4 1,5 25
5
571,05
6 23,6 615,880 43,0 1,3 35
3
571,05
2 23,6 625,880 42,1 1,6 20
3
389,73
4 40 47,9 466,462 56,9 0,9 55
7
298,84
6 60,0 293,580 72,8 0,5 75
2
351,03
2 53,1 445,793 58,8 1,1 45
2
60 189,04
4 74,7 233,580 78,4 0,4 80
8
6 84,211 88,7 96,438 91,1 0,1 95

b. Variasi waktu kontak

(*) Waktu kontak 20 menit

Dik : A = 747,807 mg/L

B = 706,579 mg/L

Dit : Σp = ....?

Peny :

A−B
∑ p= X 100 %
A

747,807−706,579
¿ x 100
747,807

41,228
¿ x 100
747,807
49

= 0,055 x 100

= 5,5%

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Hasil Perhitungan Efektivitas Pengolahan Air Payau untuk Variasi


Waktu Kontak
Arus
Waktu Na Efisiens Cl Efisiens Salinita Efisiens
(Ampere
(menit) (mg/L) i (%) (mg/L) i (%) s (ppt) i (%)
)
20 706,579 5,5 887,160 17,9 1,8 10
40 2 571,053 23,6 625,880 42,1 1,6 20
60 351,032 53,1 445,793 58,8 1,1 45
20 632,895 15,4 774,622 28,4 1,5 25
40 4 389,737 47,9 466,462 56,9 0,9 55
60 189,048 74,7 233,580 78,4 0,4 80
20 571,053 23,6 615,880 43,0 1,3 35
40 6 298,842 60,0 293,580 72,8 0,5 75
60 84,211 88,7 96,438 91,1 0,1 95
50

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

a. Perangkat Elektrokoagulasi-Filtrasi
51

b. Reaktor Elektrokoagulasi c. Alat Filtrasi

Anoda

Katoda

d. Elektroda Aluminium e. Pasir


52

f. Pencucian Pasir g. Penjemuran Pasir

h. Proses Elektrokoagulasi i. Flok yang Mengapung


53

Katoda Anoda

j. Flok yang Mengendap k. Elektroda setelah digunakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9. 10.
. . . . . .

l. Hasil air (1). Sampel Air, (2). 2 Ampere 20 menit, (3). 2 Ampere 40 menit,
(4). 2 Ampere 60 menit, (5). 4 Ampere 20 menit, (6). 4 Ampere 40 menit,
(7). 4 Ampere 60 menit, (8). 6 Ampere 20 menit, (9). 6 Ampere 40 menit,
(10). 6 Ampere 60 menit
54

Anda mungkin juga menyukai