A. Latar Belakang
Penanganan limbah merupakan tanggung jawab bagi semua orang khususnya untuk kegiatan yang
memiliki potensi pencemaran lingkungan. Penanganan limbah yang dimaksud tidak hanya untuk limbah
padat tapi yang terpenting juga adalah limbah cairnya. Limbah cair yang berasal dari layanan
kesehatan/rumah sakit berdasarkan kualitas dan kuantitasnya mempunyai “potential hazard” terhadap
manusia dan lingkungan dikarenakan oleh adanya bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terkandung di
dalamnya terutama apabila dalam pembuangannya tidak dikelola dengan baik sehingga menjadi sebuah
kewajiban untuk berbagai instansi terkhusus pelayanan kesehatan dalam menangani limbahnya yang
berpotensi mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia (Fruss)
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, akan menimbulkan berbagai
bahan buangan yang bersifat infeksius ataupun non infeksius baik dalam bentuk gas, cair, dan padat.
Bahan buangan tersebut timbul dari kegiatan tiap unit seperti ruang perawatan, ruang poliklinik,
laboratorium, tempat cuci linen, dapur, kamar mandi , dan kamar mayat (Said)
Air limbah adalah salah satu bahan buangan cair yang timbul dari berbagai aktivitas rumah sakit. Air
limbah rumah sakit memiliki potensi yang berbahaya bagi kesehatan karena kemungkinan mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi
dan tersebar ke lingkungan (Said, 1999). Mikroorganisme pathogen dalam air limbah rumah sakit tersebut
bisa menimbulkan risiko terjadinya penularan penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada karyawan, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit. Disamping itu kuman dalam air
limbah rumah sakit yang dibuang ke lingkungan akan terbawa oleh aliran permukaan sehingga berpotensi
untuk menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan yakni tanah dan badan air penerima. Dengan
demikian maka air limbah rumah sakit harus dikelola dengan baik. Air limbah rumah sakit yang akan
dibuang ke lingkungan kualitasnya dikendalikan melalui pengolahan dalam instalasi pengolahan air
limbah rumah sakit (IPAL).
Kualitas air limbah rumah sakit meliputi kualitas fisik, kimia, mikrobiologis dan radio aktivitas. Kualitas
mikrobiologis ditunjukkan dengan indikator angka kuman (MPN koliform). Pengendalian kualitas
mikrobiologis air limbah rumah sakit dilakukan dengan cara desinfeksi. Salah satu cara desinfeksi adalah
dengan cara khlorinasi menggunakan khlor dioksida, natrium hipoklorit atau gas khlor dan pilihan lainnya
adalah dengan melakukan desinfeksi sinar ultraviolet (Fruss). Pembubuhan bahan desinfektan terhadap air
limbah hasil olahan diharapkan dapat membunuh kuman yang masih tersisa pada akhir proses pengolahan
sehingga diperoleh buangan yang memenuhi standar baku mutu. Khlorinasi terhadap air limbah yang akan
dibuang ke lingkungan dilakukan dalam bak khlorinasi (Said)
Kualitas air limbah hasil olahan dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah sakit yang dibuang ke
lingkungan tidak selamanya memenuhi syarat sesuai dengan standar mutu yang diperbolehkan menurut
aturan yang berlaku. Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa masih ada buangan air
limbah rumah sakit (efluen) yang telah memiliki IPAL belum memenuhi syarat.
Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV, 2
di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya
pengelolaan limbah yang baik tidak hanya pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit
secara keseluruhan (Djaja dan Maniksulist).
Kendati Departemen Kesehatan telah menyusun Standar Pelayanan Minimal untuk mengukur kualitas
pelayanan kesehatan dasar yang salah satunya adalah kewajiban rumah sakit dan Puskesmas untuk
mengolah limbahnya, namun Menteri Kesehatan mengakui bahwa penerapannya masih belum baik.
Berdasarkan hasil assesment tahun 2002, diketahui bahwa baru 49 % dari 1.176 rumah sakit (526 rumah
sakit pemerintah dan 652 rumah sakit milik swasta) di 30 provinsi, baru 648 Rumah Sakit yang memiliki
incinerator dan 36% memiliki IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) dengan kondisi sebagian diantaranya
tidak berfungsi .
Menurut penelitian dan hasil analisa limbah cair (Influent dan effluent) di Rumah Sakit Nganjuk tahun
2005 mengenai perbedaan kadar khusus MPN koliform sebelum dan sesudah pengolahan bila
dibandingkan dengan baku mutu yang dipersyaratkan belum memenuhi syarat, dimana kandungan total
koliform sebelum pengolahan 10.486 koloni/100 ml dan setelah pengolahan kandungan total koliform
menjadi 9.943 koloni/100 ml atau terjadi penurunan kandungan total koliform sebesar 5,17%, hal ini
menunjukkan bahwa IPAL RSUD Nganjuk tidak efektif dalam menurunkan kandungan MPN Koliform
disebabkan oleh bak khlorinasi yang tidak berfungsi (Rahmawati dan Azizah)
Begitu pula dengan hasil penelitian Alkatiri dkk, tentang efektifitas hasil pengolahan air limbah Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soepomo yang menggunakan bahan khlor untuk menurunkan kandungan
bakteri dalam limbah, dengan hasil pemeriksaan yaitu MPN 6.160.000 koloni/100 ml sebelum pengolahan
dan setelah diolah kandungan MPN menjadi 11.206 koloni/100 ml Namun effluent yang dihasilkan masih
diatas batas maksimum, karena tidak memiliki bak khlorinasi.(Rukmanasari)
penelitian yang telah dilakukan di beberapa Rumah Sakit di Propinsi Sulawesi Selatan, khususnya Kota
Makassar, menunjukkan bahwa tidak semua rumah sakit yang telah memiliki IPAL efluennya memenuhi
syarat baku mutu sesuai standar baku mutu yang berlaku. .Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Labuang Baji menunjukkan bahwa kadar MPN Koliform sebelum pengolahan 16.000.000
koloni/100ml, sesudah pengolahan (Effluen) 9.200.000 koloni/100 ml dan di Rumah Sakit Dadi Makassar
Influent=24.000.000 koloni/100 ml dan Effluen=16.00.000 koloni/100 ml semuanya melebihi standar
kadar MPN Koliform baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit, kondisi ini dapat terjadi karena bak
khlorinasi IPAL tidak diaktifkan, sehingga air limbah hasil olahan yang siap untuk dibuang ke lingkungan
tidak mendapat cairan khlor yang tujuannnya untuk membunuh kuman yang terkandung dalam air limbah
tersebut ( Laharisi)
Disamping itu hasil penelitian Lasandang juga menunjukkan bahwa kemampuan IPAL Rumah Sakit Tk.
II Pelamonia untuk menurunkan MPN Koliform sebesar 23,53% sedangkan IPAL RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar sebesar 29,41%. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa IPAL di Rumah Sakit
Tk. II Pelamonia dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tidak efektif dalam menurunkan
kandungan MPN Koliform dimana persentase penurunan ≤ 85%, karena tidak dilakukan pembubuhan
desinfektan, air limbah yang berasal dari bak pengendap akhir langsung dialirkan ke tempat pembuangan
akhir. Untuk mencegah dampak yang timbul akibat penanganan limbah yang kurang baik maka Limbah
cair yang berasal dari berbagai kegiatan misalnya laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya
dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan
gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan
membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Alamsyah, 2007)
Kemudian penelitian yang dilakukan Rukmanasari di Rumah Sakit Pertiwi dan rumah sakit Ibu dan Anak
Sitti Khadijah Makassar menunjukkan kadar MPN Koliform di Rumah sakit Bersalin Pertiwi Makassar
pada influent adalah 2.400.000 koloni/100ml dan pada effluent berkisar antara 1.300.000 – 1.800.000
koloni/100ml atau mengalami penurunan antara 25,00 % – 45,83 % sedangkan di rumah sakit St. Hadija
pada influent terendah 31.000 koloni/100 ml dan tertinggi 2.400.000 Koloni/100 ml; pada effluent
terendah 11.000 koloni/100 ml dan tertinggi 1.400.000 koloni/100 ml atau mengalami penurunan antara
41,67 % – 65,83 %. Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pengolahan air limbah ke dua rumah sakit
tersebut tidak efektif dalam menurunkan kadar MPN Koliform dimana tingkat penurunannya kurang dari
95 %, karena pengolahan air limbah pada kedua rumah sakit ini terdapat bak khlorinasi (pembubuhan
chlor) namun tidak difungsikan, sehingga air limbah yang dibuang ke badan air tidak dikhlorinasi.
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Lestari pada effluent Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid
didapatkan kandungan rata-rata MPN Koliform 891333,3 koloni /100 ml dan di effluent IPAL Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan kandungan rata-rata MPN Koliform 424966,7
koloni/100 ml. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa IPAL di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid dan
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tidak efektif dalam menurunkan kandungan MPN
Koliform karena jauh dari standar baku mutu, keadaan ini terjadi juga karena kurang efektifnya kerja
IPAL di dua Rumah Sakit ini disebabkan karena bak khlorinasi yang tidak berfungsi.
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan terhadap individu pasien, keluarga dan masyarakat
dengan inti pelayanan medik, baik preventif, kuratif maupun promotif yang diselenggarakan secara terpadu
agar mencapai pelayanan kesehatan paripurna. Seiring dengan perkembangan yang terjadi, rumah sakit
juga merupakan institusi yang mengembangkan pelayanan kompetitif yaitu dengan menyediakan pelayanan
yang cepat, akurat, manusiawi, aman dan nyaman (Depkes, RI).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dengan karakteristik tersendiri
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan
social ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkauoleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU RI, 2009)
Menurut surat keputusan Gubernur Sulawesi Selatan nomor14/GUB.SULSEL/2003 Tentang Pengelolaan,
Pengendalian Pencemaran Air, Udara, Penetapan Baku Mutu Limbah Cair, Baku Mutu Udara Ambien dan
Emisi Serta Baku Tingkat Gangguan Kegiatan yang beroperasi di Propinsi Sulawesi Selatan, rumah sakit
adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat
berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian (Bapedalda SulSel). Sedangkan
menurut Undang- undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa Rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Dengan rujukan tersebut maka Rumah Sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta dapat
berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Kegiatan yang ada di rumah sakit
cukup kompleks meliputi pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, dan pelayanan non medis yang
dalam melaksanakan fungsinya tersebut menghasilkan buangan yang berupa limbah padat, limbah cair dan
gas (Sanropie ).
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga , industry maupun
tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat – zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan ini menyatakan
bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari industry, bersama-sama
dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Notoatmodjo).
Menurut Daud, Air Limbah adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga yang juga berasal dari
industry, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan
manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industry, perhotelan, dan sebagainya.
Meskipun merupkan air sisa, namun volumenya besar, karena lbih kurang 80 % dari air yang digunakan
bagi kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar).Selanjutnya air limbah ini akhirnya mengalir ke sungair dan laut serta akan digunakan oleh
manusia lagi.Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola dan atau diolah secara baik. (Notoatmodjo)
Secara umum yang dimaksud dengan air limbah (sewage) adalah excreta manusia, air kotor dari dapur,
kamar mandi dari WC, dari perusahaan-perusahaan termasuk pula air kotor dari permukaan tanah dan air
hujan. Sewage dibedakan menjadi domestic sewage yang berasal dari rumah-rumah dan industryal sewage
yang berasal dari sisa-sisa proses industri (Entjang).
Air Limbah rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif (Sanropie). Limbah cair yang
dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-
obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakit tersebut.
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil seluruh kegiatan rumah sakit
yang meliputi limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian;
limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian
luka, cucian darah. dll; air limbah laboratorium; dan lainnya. Sumber-sumber pencemaran dari limbah cair
rumah sakit tentunya sangat berpotensi mengganggu kesehatan lingkungan maupun kesehatan manusia.
Sumber air limbah bervariasi sesuai dengan tipe rumah sakit. Adapun sumber air limbah rumah sakit pada
umumnya adalah:
1. 1) Dapur
2. 2) Pencucian linen
3. 3) Ruang perawatan
4. 4) Ruang poliklinik
5. 5) Laboratorium
6. 6) WC dan kamar mandi
7. 7) Kamar mayat
8. 8) Unit lain sesuai tipe rumah sakit
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair rumah sakit yang berasap dari hasil proses kegiatan
rumah sakit, secara umum limbah rumah sakit dapat dibedakan sesuai dengan kegiatan yang
memproduksinya Yaitu :
Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga ,parameter dalam air limbah kamar mandi
adalah zat padat, BOD, COD, Nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis
Air limbah dari unit dapur rumah sakit umumnya hamper sama limbah rumah tangga denga kandungan
BOD, COD, Total Solid, minyak-lemak, nitrogen dan phospat. Bahan padatan yang terkandung berupa sisa
makanan,sisa potongan sayuran dan lain-lain.
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan kain yang umumnya bersifat basa dengan kandungan
zat padat total berkisar antara 800- 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400-450 mg/l.
2) Limbah cair klinis yakni air limbah yang barasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas
cucian luka,cucian darah dan lain-lain
Air limbah rumah sakit dari kegiatan domestic maupun klinis umumnya mengandung senyawa polutan
oragnik yang tinggi
Air Limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium dan bahan buangan hasil
pemeriksaan contah darah dan lain-lain. Air limbah ini umumnya banyak mengandung berbagai senyawa
kimia sebagai bahan pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan lain.
Air limbah laboratorium mengandung bahan antiseptic dan antibiotic sehingga bersifat toksik terhadap
mikroorganisme juga mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam
poses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat mengganggu proses kerja dari pengolahan
secara biologis.,oleh karena itu untuk air limbah yang berasal dari laboratorium diolah tersendiri secara
fisika dan kimia selanjutnya hasil olahannya dialirkan bersama limbah lainnya.(Said)
Pada awalnya tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi
dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradableserta mengurangi organisme patogen, namun
sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan aspek
estetika dan lingkungan (Mulia)
Notoatmojo mengatakan, Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel
tercampur serta membunuh organisme pathogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan untuk
menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar
konsentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut
dapat dikurangi
Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap (Syawal) :
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan
minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen
and grit removal (bak penangkap dan penyedot pasir), equalization and storage (pengumpulan dan
pengendapan pasir di dasar bak pengolahan), serta oil separation (pemisahan minyak).
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal.
Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap
pertama ialah neutralization (penetralan/menyortir kerikil, lumpur dan menghilangkan zat padat), chemical
addition and coagulation (penambahan zat kimia dan koagulasi/pengentalan), flotation (pengapungan),
sedimentation (sedimentasi/pengendapan), dan filtration (filtrasi/penyaringan).
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat
dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap
ini ialah activated sludge (penggunaan lumpur aktif), anaerobic lagoon (pertumbuhan bakteri dalam bak
reaktor), tricking filter (penyaringan dengan cara pengentalan), aerated lagoon (aerasi/proses penambahan
oksigen), stabilization basin (stabilisasi pada bak reaktor), rotating biological contactor (metode
pemanfaatan kemampuan mikroba untuk merombak bahan cemaran menjadi senyawa yang stabil), serta
anaerobic contactor and filter (metode pemanfaatan mikroba dan penyaringan).
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation
(pengentalan dan pengendapan), filtration (penyaringan), carbon adsorption (penyerapan dengan
penggunaan karbon aktif/arang batok kelapa), ion exchange (pergantian ion), membrane separation
(pemisahan membran), serta thickening gravity or flotation (pengentalan dan pengapungan).
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali
melalui proses digestion or wet combustion (pencernaan lumpur aktif guna menstabilkan lumpur melalui
pembusukan zat organik dan anorganik yang bebas dari molekul oksigen), pressure filtration (penyaringan
dengan tekanan), vacuum filtration (penyaringann hampa udara), centrifugation (pemutaran sentrifugal),
lagooning or drying bed (pengeringan dan pembuangan di tanah), incineration (meliputi pembakaran,
oksidasi basah, dan pengeringan dengan panas ), atau landfill (pengisian tanah dari pembuangan lumpur).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah
sakit yang meliputi limbah domestik cair, limbah cair klinis, air limbah laboratorium dan
lainnya(Alamsyah). Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah
cair klinis umunya mengandung senyawa organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses
pengolahan secara biologis. Sedangkan air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya
banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan kedalam proses pengolahan
biologis, logam berat tersebut dapat mengganggu proses pengolahannya.(Said)
Oleh karena itu untuk pengelolaan limbah rumah sakit, air limbah yang berasal dari laboratorium dipisah
dan ditampung kemudian diolah secara kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama
limbah lainnya dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. (Said),
Menurut Dit. Jen. PPM & PLP, Depkes (1996) Prinsip Pengolahan limbah cair rumah sakit adalah :
1. 1. Saluran pembuangan air limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan
limbah harus mengalir dengan lancar.
2. 2. Rumah sakit harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri atau bersama-sama secara kolektif
dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak
terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
3. 3. Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi
persyaratan baku mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Said dan Wahjono, untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya
menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis
dengan proses kimia-fisika. Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan
biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Teknologi
proses pengolahan air limbah rumah sakit secara biologis aerobic yang sering digunakan antara lain: Proses
Lumpur Aktif/Konvensional (Actived Sludge Process), Reaktor Biologis Putar (Rotating Biological
Contaktor,RBC), Proses Aerasi Kontak (Contact Aeration Proces), Proses Pengolahan dengan Biofilter
“Up Flow”, serta proses pengolahan dengan system Biofilter Anaerob-Aerob.
Menurut Pruss A.pengelolaan limbah layanan kesehatan (rumah sakit) terbagi atas:
1. Pengolahan limbah berhubungan dengan instalasi pengolahan limbah cair perkotaan.
Di negara yang tidak mengalami epedemi penyakit usus dan bukan wilayah endemik kecacingan,
pembuangan limbah cair yang tidak diolah dari instansi layanan kesehatan ke saluran pembuangan
perkotaan diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan berikut :
a.Saluran pembuangan perkotaan dihubungkan dengan instalasi pengolahan limbah yang menjamin dapat
menghilangkan bakteri sampai 95%-nya.
b. Lumpur yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan limbah akan menjalani pengolahan anaerob sehingga
hanya menyisakan satu telur cacing per liter dalam lumpur yang sudah diolah.
c. Sistem pengelolaan limbah pada instansi layanan kesehatan mempertahankan standar yang tinggi dan
menjamin bahwa limbah cair yang dihasilkan tidak akan mengandung zat kimia toksik, sediaan farmasi,
radionuklida, obat- obatan sitotoksik, dan antibiotik.
d. Ekskreta yang berasal dari pasien yang menerima obat-obatan sitotoksik ditampung di tempat yang
terpisah dan menjalani pengolahan yang adekuat.
Banyak rumah sakit, terutama rumah sakit yang sistem pembuangannya tidak terhubung dengan instalasi
pengolahan limbah kota, memiliki instalasi pengolahan limbahnya sendiri.Pengolahan limbah cair rumah
sakit di tempat hanya akan efesien jika mencakup aktivitas berikut :
a. Pengolahan primer
Sebagian besar cacing akan mengendap dalam lumpur akibat proses purifikasi sekunder, demikian pula
dengan bakteri ( 90-95%) dan virus, dengan demikian walau sudah terbebas dari cacing effluent masih
mengandung bakteri dan virus dalam konsentrasi yang infektif.
c. Pengolahan tersier
Effluent sekunder kemungkinan akan mengandung minimal 20 mg/liter zat organik terlarut yang jika
didesinfeksi dengan khlor hasilnya tidak akan efisien. Dengan demikian, effluent harus menjalani
pengolahan tersier, misalnya pengolaman, jika tidak tersedia cukup ruang untuk membuat kolam, teknik
filtrasi pasir cepat dapat menghasilkan efluen tersier dengan kadar zat organik yang jauh lebih berkurang
(< 10 mg/liter).
d. Desinfeksi khlor
Agar konsentrasi pathogen sebanding dengan konsentrasi yang ditemukan dalam air di alam, effluent
tersier harus menjalani desinfeksi klor sampai mencapai kadar yang ditetapkan. Desinfeksi tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan khlor dioksida (paling efesien), natrium hipoklorit, atau gas khlor. Pilihan
lainnya adalah dengan melakukan desinfeksi sinar ultraviolet.
a. Pengumpulan meliputi: sumber, bak kontrol, sistem perpipaan menuju instalasi pengolahan
b. Pengolahan : Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sesuai kebutuhan rumah sakit
c.Pembuangan : pembuangan air limbah dari efluen IPAL ke saluran air limbah umum atau ke badan air.
Menurut Dit. Jen. PPM & PLP, Depkes, Prinsip Pengolahan limbah cair rumah sakit adalah :
1. Saluran pembuangan air limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan limbah
harus mengalir dengan lancar.
2. Rumah sakit harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan
bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem
pengolahan air limbah perkotaan.
3. Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi persyaratan
baku mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit berfungsi untuk memproses limbah cair
rumah sakit secara fisik dan biologis.
1. Proses pengolahan fisik meliputi : Penyaringan dengan screen, sedimetasi, penghancuran padata-
padatan dengan menggunakan comminutor yang bertujuan agar kandungan limbah cair yang terdiri dari
bahan-bahan organik dapat didegradasi. Limbah cair sebelum memasuki unit IPAL utama melalui bak
control terlebih dahulu untuk memisahkan padatan-padatan kasar yang ikut bersama dengan air limbah.
2. Proses pengolahan biologis : dengan menggunakan jasa mikroba (Syroby atau Biodetex) pendegradasi
limbah cair.
Setelah melalui proses pengolahan limbah cair dalam unit pengolahan limbah, maka hasil buangan yang
dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.
. Berdasarkan proses pengolahannya, maka sistem IPAL dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :
Merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum limbah cair masuk ke dalam proses pengolahan utama.
Dalam tahap pretreatment ini beban kandungan limbah cair akan direduksi (COD dan BOD direduksi 20-
35 %, suspended solid direduksi 60-70 %)
a. Mengurangi beban limbah cair yang akan masuk ke dalam proses pengolahan utama.
c.Memisahkan/menyaring bahan-bahan atau padatan-padatan atau sampah yang dapat mengganggu proses
pengolahan utama maupun mengganggu peralatan yang ada.
d. Memisahkan pemantauan/pengecekan limbah cair sebelum masuk dalam proses pengolahan utama.
e.Mengatur jumlah limbah perjamnya yang akan diolah sehingga tidak terjadi “over loading” yang dapat
menggangu proses pengolahan limbah cair.
Dalam proses pretreatment ini dibagi dalam beberapa bagian sebagai berikut :
Bertujuan untuk memisahkan lemak ataupun padatan/sampah yang terbawa dalam aliran limbah cair dalam
pipa, sehingga dengan demikian dapat menghindarkan penyempitan/penyumbatan pipa dan menurunkan
beban polutan yang akan diolah.
-Pretreatment Laundry
Bertujuan untuk memisahkan padatan (suspended solid), lemak, dan kotoran-kotoran lainnya sehingga
dapat menurunkan beban limbah cair yang akan masuk ke dalam unit pengolahan limbah cair.
-Screening Treatment
Bertujuan menyaring padatan/sampah yang terbawa dalam limbah cair sehingga proses pengolahan utama
tidak terganggu dan tidak terjadi penyumbatan pipa-pipa air limbah.
Bertujuan untuk menetralisir dan mereduksi kandungan logam berat yang ada dalam limbah cair yang
bersal dari laboratorium sehingga tidak mengganggu pada unit IPAL utama.
-Ekualisasi
Bertujuan menghomogenkan kondisi limbah cair dan menetralkan pH limbah yang ada dengan
menggunakan H2SO4 atau NaOH. Setelah dihomogenkan dan dinetralkan, maka limbah cair tersebut siap
untuk diolah biologis.
-Aero-Reactor
Setelah melalui tahap pretreatment, kemudian limbah cair dialirkan ke unit aero-eactor untuk diproses
secara biologis menggunakan jasa mikroba (bakteri) aerobic pendegradasi polutan sehingga hasil olahan
limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sudah memenuhi syarat standar baku mutu pemerintah.
Reduksi beban polutan limbah cair di dalam tahap ini dapat mencapai 70-90 % (COD dan BOD).
Mikroba (bakteri) pendegradasi limbah kemudian ditumbuhkembangkan pada packing media khusus untuk
optimalisasi aktifitasnya dalam limbah cair.
-Khlorinasi
Bertujuan untuk limbah cair yang sudah melalui proses pengolahan dan sudah layak dibuang ke
lingkungan/badan air akan melalui proses desinfektan dengan menggunakan khlorin untuk membunuh
bakteri-bakteri yang tersisa
Pada dasarnya sumber air limbah rumah sakit berfariasi sesuai dengan jenis dan tipe rumah sakit.
Umumnya sumber air limbah rumah sakit berasal dari dapur, ruang bersalin, ruang operasi, ruang
perawatan, ruang poliklinik, kamar mandi, kamar mayat dan unit lain sesuai kelas rumah sakit (Sutriani).
Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Yogyakarta, jumlah dan volume limbah cair yang dihasilkan
per satuan waktu (debit) dan jenis limbah cair yang dihasilkan tergantung pada ukuran, fungsi dan jenis
kegiatan pelayanan rumah sakit. Debit limbah cair yang dihasilkan dari rumah sakit dapat diperhitungkan
dari jumlah karyawan, jumlah tempat tidur (Bed), tingkat hunian rata-rata per hari dan ada tidaknya sarana
penunjang lain seperti asrama perawat dan lain-lain yang biasanya limbah cairnya dialirkan dan diolah
menjadi satu.
Debit limbah cair tersebut dapat diperkirakan lebih kurang 85 – 95% dari jumlah air yang dipergunakan
dalam kegiatan pelayanan yaitu diperhitungkan dari jumlah karyawan dan jumlah tempat tidur/bed yang
ada.
Standar kualitas fisika, kimia dan mikrobiologis air limbah rumah sakit untuk Propinsi Sulawesi Selatan
diatur dalam Keputusan Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 14 tahun 2003 sesuai tabel berikut:
Tabel 1. Standar kualitas air limbah rumah sakit Propinsi Sulawesi Selatan
Kadar
Parameter
maksimum
FISIKA
Suhu 30oC
KIMIA
pH 6–9
BOD5 30 mg/L
COD 70 mg/L
Phosfat 2 mg/L
MIKROBIOLOGIS
. Kualitas mikrobiologis diukur berdasarkan indikator MPN kuman golongan koli. Adapun MPN kuman
golongan koli tertinggi yang diperbolehkan berdasarkan aturan tersebut adalah 10.000 koloni/100ml.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi mahluk hidup dan
lingkungannya beberapa dampak yang akan timbul sebagai berikut :
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air ( Watwrborne
Disease), selain itu didalam air limbah mungkin mengadnung juga terdapat zat-zat yang berbahaya dan
beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia.
Adakalanya air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit
misalnya nyamuk, kecoa, lalat dan lain-lain.
2. Penurunan kualitas lingkungan
Air limbah yang dibuang lansung ke air permukaan misalnya ke sungai dan danau dapat mengakibatkan
pencemaran air permukaan tersebut, Misalnya bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang
langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yanf terlarut (DO) di dalam sungai
tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan
tenganggu, sehingga mengurangi perkembangannya. Dan kadang air limbah juga dapat merembes ke dalam
air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan
menurun dan tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya.
Bila air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air
penerima, walaupun tidak menimbulkan gangguan kesehatan akan tetapi terjadi gangguan keindahan
terhadap badan air penerima tersebut. Dan juga bila air limbah mengandung bahan yang bila terurai akan
menimbulkan gas-gas yang berbau, Bila air limbah semacam ini mencemari badan air maka dapat
menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakterianaerob menjadi gas yang
agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi
misalnya saluran air limbah dan banguan air kotor lainnya, sehingga juga menibulkan kerugian ekonomi
dengan besarnya biaya pemeliharaan.
Air limbah yang mengandung mikroorganisme pathogen dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Hal
tersebut dapat dilihat pada berikut:
Tabel 2 : Jenis Penyakit, penyebab infeksi dan cara penularan berbagai macam penyakit menular yang
ditimbulkan oleh air limbah
1.
Entamoeba Histolitica-
Proto yang dikeluarkan
Air, tangan ke mulut, sayuran dan buah
bersama tinja
yang terkontaminasi lalat dan tangan
yang kotor dan food handler.
Ascariasis(Penyakit
usus) Penularan langsung dan tidak langsung
Ascaris Lumbricoides-
2. dari telur cacing, infeksi dari tanah ke
Cacing gelang yang
mulut juga penularannya melelui debu
keluar bersama tinja
Air dan makanan yang terkontaminasi
lalat dan tanah.
Vibrio Cholera Bacteri
yang keluar bersama
Cholera(Penyakit
tinja dan air muntahan
3. systemic)
yang akut 4
3
1 2
4. Hookworm/cacing Necator Amercanus dan Larvae pada tanah lembab masuk melalui
tambang(Infeksi saluran Ancylostoma Duodenale- kulit,biasanya kulit kaki
pencernaan oleh cacing cacing yang dikeluarkan
tambang dengan bersama tinja dari orang
pengisian darah yang menderita tersebut
Leptospirosis (Infeksi Leptospira
systemic yang akut) icerohaerhagiae-keluar Kontak dengan air,Lumpur dan tanah
bersama air kencing yang terkontaminasi oleh kencing
binatang(sapi,anjing,tiku binatang tersebut
s & babi) yang sakit
5.
27 Serotype dari Genus
Shigella – Bakteri
dikeluarkan bersama
tinja orang sakit
9.
10.
L. Tinjauan Tentang Mpn Koliform dalam limbah cair rumah sakit
Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Sebenarnya bakteri coliform
fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi
indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi
bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah Esherichia coli dan Enterobacter aerogenes.
Coliform merupakan indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya kualitas air semakin
baik.
Banyaknya kontaminan dalam air memerlukan standar tertentu untuk menjamin kebersihannya. Air yang
terkontaminasi oleh bakteri patogen saluran cerna sangat berbahaya untuk diminum. Hal ini dapat
dipastikan dengan penemuan organisme yang ada dalam tinja manusia atau hewan dan yang tidak pernah
terdapat bebas di alam. Ada beberapa organisme yang termasuk kategori ini, yaitu bakteri coliform E. coli,
Enterococcus faecalis, dan Clostridium sp. Di Indonesia, bakteri indikator air terkontaminasi adalah E. coli.
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas air minum. Kelompok bakteri
coliform terdiri atas Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Citrobacter fruendii, dan bakteri lainnya.
Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, keberadaannya di dalam
air minum menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, air bersih harus bebas dari semua jenis
coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran
bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri
pathogen yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah
panas adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, deman, kram perut, dan muntah-muntah. Jenis
bakteri coliform tertentu, misalnya E. coli yang bersifat patogen dan juga dapat menyebabkan diare atau
diare berdarah, kram perut, mual, dan rasa tidak enak badan (Tamyis Ali Imron, 2008). Patogen yang
sering ditemukan didalam air terutama adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti
Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysentriae penyebab penyakit disentri basiler dan lain-
lain
1. Khlorinasi
Khlorinasi merupakan proses pembubuhan senyawa chlorine ke dalam air limbah dengan dosis dan waktu
tertentu, dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air limbah. Dengan
khlorinasi, air olahan (air limbah) yang mengandung bakteri pathogen, bakteri coli atau virus yang sangat
berpotensi menyebabkan penyakit ke masyarakat dapat dimatikan sebelum dibuang ke badan air (Said &
Wahjono).
Mekanisme pembubuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu
sendiri. Banyak zat pembunuh kimia termasuk chlorine dan komponennya mematikan bakteri dengan cara
merusak atau mengaktifkan enzim utama, sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Mekanisme lain dari
desinfeksi yaitu dengan merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila menggunakan bahan
radiasi ataupun panas (Sugiharto, 2005), sehingga seharusnya dengan adanya khlorinasi bakteri dalam hal
ini E.coli akan mati dan kadar MPN Koliform juga akan turun.
Menurut Djabu dkk, khlor bebas (Cl2) Dalam air bila melebihi 0.05 mg/l akan menimbulkan dampak
terhadap kesehatan dan lingkungan, khlor bebas merupakan gas bertekanan, beracun, korosif, iritasi dan
dapat menimbulkan rasa tidak enak (rasa asin). Khlor bebas dalam air bersifat racun terhadap ikan dan
kehidupan lain di air, berbau merangsang. Sedangkan berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Sulawesi
Selatan Nomor 14 Tahun 2003, menetapkan nilai kadar maksimal yang diperbolehkan untuk khlorin bebas
(Cl2) sebesar 1 mg/L untuk baku mutu limbah cair golongan I dan 2 mg/L untuk baku mutu limbah cair
golongan II.
Dari hasil penelitian yang meneliti tentang Kualitas Limbah Cair dan kandungan mpn coliforam pd air
limbah rumag sakit beberapa diantaranya adalah seperti pada table berikut :
Tabel 3. Sintesa penelitian tentang Efektifitas pengolahan limbah cair dan kualitas limbah cair rumah sakit