Anda di halaman 1dari 6

JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO.

EFISIENSI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DALAM


MENURUNKAN PARAMETER KIMIA TERHADAP BAU DI SALAH
SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI MADIUN
Muslikha Nourma Rhomadhoni1
1
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email: muslikhanourma@unusa.ac.id

ABSTRAK

Bau outlet IPAL rumah sakit secara fluktuatif tercium di ruang perawatan bahkan sampai
di tempat parkir rumah sakit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
petugas dan keluarga pasien pada tanggal 20–29 Maret 2009 di ruang perawatan yang
paling dekat dengan IPAL, mereka merasa menghirup bau menyengat, mengeluh pusing,
dan mual-mual. Hasil pemeriksaan awal tanggal 30 Maret 2009 parameter tidak
memenuhi syarat mengacu SK Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 1999, antara
lain klor bebas, BOD, COD, NH3, NH4, dan H2S. Penelitian ini bertujuan menghitung
efisiensi rata-rata IPAL dalam menurunkan parameter kimia NH3, NH4, H2S. Metode
penelitian adalah penelitian deskriptif bertujuan melakukan deskripsi faktor resiko
maupun efek atau hasil. Pengambilan sampel dengan composite sampling, sampel
diambil pada reaktor inlet dan outlet selama lima hari berturut-turut pada jam yang
sama yaitu jam 09.00 WIB. Analisis data menggunakan rumus efisiensi kemudian
dibandingkan dengan standar efisiensi removal NH3N. Hasil penelitian diperoleh
efisiensi rata-rata NH3 37%, efisiensi rata-rata NH4 36,9%, dan efisiensi rata-rata H2S
39,6%. Efisiensi removal NH3–N adalah 90–95% sehingga IPAL rumah sakit tersebut
tidak efisien dalam mengolah limbah cair.

Kata kunci: Efisiensi, IPAL, Rumah Sakit

ABSTRACT

The hospital smell WWTP outlet fluctuated in the treatment room smelled even in the
hospital parking lot. Based on observations and interviews with officers and the
patient's family on March 20 to 29, 2009 in the treatment room closest to the WWTP
they are inhaled the pungent smell, complained of dizziness and nausea. The results of
the initial inspection parameter dated March 30, 2009 are not eligible referred East
Java Governor Decree No. 61, 1999, include: chlorine-free, BOD, COD, NH3, NH4,
H2S. This study aims to calculate the average efficiency of the WWTP in reduced
chemical parameters NH3, NH4, H2S.The research method was a descriptive study aims
to conduct a description of risk factors and effects or results. Sample methode used
Composite sampled, sample taken at reactor inlet and outlet for five consecutive days at
the same hour that is: at 09.00 am. Analysis of data used formula of efficiency and
compared with standard NH3N removal efficiency. The results were obtained an
average efficiency of 37% NH3, NH4 average efficiency of 36.9%, and the average
efficiency of 39.6% H2S. NH3-N removal efficiency is 90–95%, so the hospital WWTP is
not efficient in treated wastewater.

Keyword: Eficiency,WWTP, Hospital.


JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO. 2

PENDAHULUAN Karakteristik limbah cair dari reaktor aerasi


Setiap penanggungjawab kegiatan atau berwarna putih, berbusa, dan berbau
pengelola rumah sakit wajib melakukan menyengat.
pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke
lingkungan sehingga mutu limbah cair Tahap selanjutnya adalah proses klorinasi
melampaui baku mutu yang telah ditetapkan menggunakan kaporit. Proses klorinasi yang
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup diterapkan adalah melarutkan kaporit
Nomor 58 Tahun 1995 (pasal 7). Pengelolaan kemudian disiramkan ke reaktor klorinator.
limbah cair bertujuan untuk menurunkan Proses selanjutnya limbah cair difiltrasi
kandungan bahan pencemar limbah cair menggunakan multimedia filter dan carbon
sehingga diperoleh efluen yang dapat diterima filter. Setelah filtrasi, limbah cair masuk ke
oleh badan air. Kandungan bahan pencemar reaktor indikator yang berisi ikan lele dan ikan
limbah cair dapat diturunkan apabila sapu-sapu. Berdasarkan pengamatan peneliti
pengelolaan limbah cair yang digunakan pada tanggal 20–29 Maret 2009, karakteristik
sesuai dengan karakteristik. Limbah rumah limbah cair outlet IPAL masih sama dengan
sakit mempunyai karakteristik toksik dan non limbah cair setelah aerasi yaitu berwarna putih,
toksik dan mengandung buangan dari berbusa, dan berbau menyengat. Karakteristik
laboratorium (Purwanto, 2004). limbah cair seperti di atas dibuang menuju riol
kota dengan kondisi air menggenang (aliran
Rumah sakit pada penelitian ini mempunyai tidak lancar).
sarana penunjang berupa IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah) yang dibangun Dengan kapasitas IPAL 42 m3/hari dan debit
bersamaan dengan pembangunan rumah sakit limbah cair 18700 l/hari (18,7 m³/hari), IPAL
dengan sistem anaerob-aerob kapasitas 42 diperkirakan sangat cukup untuk menampung
m3/hari. Pada awal operasional rumah sakit, dan mengolah limbah cair yang dihasilkan.
jumlah tempat tidur 28 bed sampai dengan Hasil pemeriksaan kimia limbah cair pada
sekarang jumlah tempat tidur bertambah tanggal 30 Maret 2009 sebagai berikut pH
menjadi 44 bed dengan BOR tahun 2006 (7,5), suhu (22oC), klor bebas (0,000 mg/l),
(20,59%), tahun 2007 (40,98%), dan tahun BOD (41,5 mg/l), COD (83,7 mg/l), TSS (20
2008 (64,21%). Produksi limbah cair rumah mg/l), NH3 (0,644 mg/l), NH4 (0,683 mg/l),
sakit dari laundry, pantry atau gizi, ruang dan H2S (0,207 mg/l). Beberapa parameter
perawatan, kamar jenazah, ruang operasi, tidak memenuhi baku mutu lingkungan
laboratorium, ruang radiologi, dan kamar mengacu Surat Keputusan Gubernur Jawa
bersalin. Volume limbah cair yang dihasilkan Timur Nomor 61 Tahun 1999 antara lain klor
adalah 18700 l/hari. bebas, BOD, COD, NH3, NH4, dan H2S. Bau
outlet IPAL secara fluktuatif tercium di ruang
Tahapan pengolahan limbah cair meliputi perawatan bahkan sampai di tempat parkir
tahap pengolahan utama (secondary treatment) rumah sakit. Berdasarkan hasil observasi dan
dan pengolahan lanjutan (advanced treatment). wawancara dengan petugas dan keluarga pasien
Sistem pengolahan tidak menerapkan tahap pada tanggal 20–29 Maret 2009 di ruang
pretreatment yaitu untuk memisahkan benda- perawatan yang paling dekat dengan IPAL,
benda yang terapung dan penangkap lemak mereka merasa menghirup bau menyengat,
sehingga sering terjadi penyumbatan pada mengeluh pusing, dan mual-mual. Dengan
pipa. Limbah cair masuk reaktor kontrol kondisi tersebut, beberapa petugas berjalan
dilanjutkan ke reaktor terminal kemudian lebih cepat dan menahan untuk tidak bernafas
masuk ke reaktor pengolahan utama dan selama beberapa detik terutama saat melintasi
dibuang ke riol kota. ruangan sekitar IPAL.

Tahap pengolahan utama yaitu berupa proses Sesuai dengan KEPMENKES RI Nomor:
anaerob dan aerob. Proses aerob dengan 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
penambahan oksigen (aerasi) dimana blower persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
dioperasionalkan pada pukul 07.30–12.00 bahwa kualitas udara ruang perawatan adalah
WIB. Letak blower untuk aerasi sangat tidak berbau (terutama bebas dari ammonia
berdekatan dengan ruang perawatan (± 2–3 m) dan H2S). Kondisi demikian dapat
sehingga blower sering dimatikan. menimbulkan dampak antara lain
JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO. 2

ketidaknyamanan pasien dalam beristirahat Metode pengumpulan data melalui


sehingga proses penyembuhan menjadi lama pemeriksaan sampel untuk parameter NH3,
bahkan pasien menderita penyakit baru pada NH4, dan H2S yang diambil di reaktor inlet dan
saat dirawat. Keluarga pasien yang tidak outlet IPAL rumah sakit. Observasi dilakukan
menghendaki kondisi demikian mengambil dengan cara melihat kondisi air buangan di
keputusan untuk memindahkan pasien secara outlet IPAL sejauh mana bau yang
paksa untuk dirawat di rumah sakit lain yang ditimbulkan dari reaktor outlet IPAL di
lebih representatif. ruangan rumah sakit. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui sistem IPAL, pemantauan
Dampak yang lebih luas lagi apabila keluarga yang dilakukan berkaitan dengan sistem
pasien menceritakan hal ini kepada kerabat dan pengolahan IPAL, debit limbah cair, kapasitas
keluarga akan mengakibatkan terjadinya IPAL, sumber limbah cair yang diolah di
penurunan pasien secara signifikan bahkan IPAL, dan keluhan pasien maupun petugas
rumah sakit terancam tidak memiliki pasien. atau karyawan terhadap bau outlet IPAL di
Selain itu, masyarakat sekitar rumah sakit akan rumah sakit.
melakukan aksi protes kepada rumah sakit
karena telah mengetahui adanya pencemaran Analisis data pertama dengan menghitung
bau limbah cair berasal dari rumah sakit dan efisiensi dengan rumus efisiensi sebagai
bahkan memperoleh sanksi hukum karena telah berikut:
melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun (1)
1997 tentang Lingkungan Hidup. Ketersediaan
dan kelengkapan fasilitas rumah sakit apabila
Keterangan:
tidak memberikan tanda-tanda penyembuhan
E = Kualitas
penyakit pasien tanpa didukung dengan kondisi
lingkungan yang aman, nyaman, dan
Kedua, menghitung rata-rata efisiensi dari
menyehatkan.
parameter untuk memperoleh nilai efisiensi
dengan rumus:
Penelitian ini bertujuan menghitung efisiensi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
dalam menurunkan parameter kimia (NH3, (2)
NH4, dan H2S) di rumah sakit melalui
pengukuran parameter kimia (NH3, NH4, dan
H2S) sebelum dana sesudah masuk IPAL. Keterangan :
Er : Nilai rata-rata efisiensi
METODE PENELITIAN ∑ : Jumlah
Penelitian ini menggunakan metode penelitian E : Kualitas
deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan n : Banyaknya perhitungan efisiensi
melakukan deskripsi mengenai fenomena yang
ditemukan baik berupa faktor resiko maupun Ketiga, membandingkan hasil pemeriksaan
efek atau hasil. Desain penelitian ini laboratorium dengan Surat Keputusan
menggunakan desain pretest dan posttest. Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 1999.
Adapun desain penelitiannya dapat
digambarkan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS NH3 (AMMONIA)
X1 Z X2 Hasil perhitungan rata-rata NH3 pada reaktor
inlet adalah 0,622 mg/l dan pada reaktor outlet
Gambar -1: Desain Penelitian adalah 0,392 mg/l dengan efisiensi removal
sebesar 37%. Efisiensi removal NH3 adalah
Keterangan: 90–95% sehingga dapat disimpulkan bahwa
X1 = Kandungan NH3, NH4, dan H2S kondisi IPAL rumah sakit tersebut tidak
sebelum proses pengolahan. efisien dalam mengolah limbah cair sehingga
Z = Proses pengolahan. timbul pencemaran bau pada outlet IPAL.
X2 = Kandungan NH3, NH4, dan H2S
sesudah proses pengolahan. Batas maksimum NH3 yang diperbolehkan
menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa
JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO. 2

Timur Nomor 61 Tahun 1999 sebelum dibuang parameter indikator bau yaitu NH3, NH4, dan
adalah 0,1 mg/l. Hal ini menunjukkan hasil H2S pada outlet IPAL Rumah Sakit Griya
pemeriksaan laboratorium NH3 dan perhitungan Husada dimungkinkan oleh dua faktor antara
rata-rata kualitas limbah cair inlet dan outlet lain faktor teknis dan faktor non teknis.
IPAL rumah sakit tersebut tidak memenuhi a. Faktor Teknis
syarat sehingga timbul pencemaran bau pada Faktor teknis adalah faktor yang berkaitan
outlet IPAL. dengan sistem pengolahan limbah cair yang
mempengaruhi tidak efisiennya IPAL rumah
ANALISIS NH4 (ION AMMONIUM) Ssakit dalam menurunkan parameter NH3,
Hasil perhitungan rata-rata NH4 pada reaktor NH4, dan H2S sebagai parameter indikator bau.
inlet adalah 0,659 mg/l dan pada reaktor outlet Kemungkinan bau pada outlet IPAL Rumah
adalah 0,416 mg/l dengan efisiensi removal Sakit Griya Husada disebabkan karena
sebesar 36,9%. Efisiensi removal NH3 adalah beberapa faktor sebagai berikut:
90–95% sehingga dapat disimpulkan bahwa 1) Tidak terdapat reaktor penangkap lemak
kondisi IPAL rumah sakit tersebut tidak (grease trap)
efisien dalam mengolah limbah cair sehingga Menurut Purwanto (2006), lemak atau minyak
timbul pencemaran bau pada outlet IPAL. yang tidak ditangkap atau langsung dialirkan
pada pengolah selanjutnya mengakibatkan
Batas maksimum NH3 yang diperbolehkan matinya mikroorganisme karena terjadi proses
menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa pembusukan sehingga berbau. Pembusukan
Timur Nomor 61 Tahun 1999 sebelum dibuang terjadi karena peningkatan suhu (>55oC),
adalah 0,1 mg/l. Hal ini menunjukkan hasil adanya zat toksik dan kadar garam, dan
pemeriksaan laboratorium NH4 dan perhitungan oksigen yang akan merusak enzim dan bahan-
rata-rata kualitas limbah cair inlet dan outlet bahan sel. Selain itu, lemak akan mengganggu
IPAL rumah sakit tersebut tidak memenuhi aliran air karena tersumbat oleh gumpalan
syarat sehingga timbul pencemaran bau pada lemak dan minyak (Sugiharto, 1987).
outlet IPAL. Upaya yang dapat dilakukan adalah
pemasangan penangkap lemak (grease trap)
ANALISIS H2S (HIDROGEN SULFIDA) karena lemak akan mengapung dan membeku
Hasil perhitungan rata-rata H2S pada reaktor pada suhu >20oC, sehingga memudahkan
inlet adalah 0,624 mg/l dan pada reaktor outlet pembersihan secara berkala dengan cara
adalah 0,377 mg/l dengan efisiensi removal manual atau mekanik (Purwanto, 2006).
sebesar 39,58%. Efisiensi removal NH3 adalah 2) Reaktor kontrol sebagai pengendap awal
90–95% sehingga dapat disimpulkan bahwa kurang berfungsi
kondisi IPAL rumah sakit tersebut tidak efisien Pengendap awal yang kurang berfungsi
dalam mengolah limbah cair sehingga timbul dengan baik dimungkinkan pada proses
pencemaran bau pada outlet IPAL. pengolahan masih ada limbah cair dari dapur,
laundry, laboratorium, dan kamar mandi yang
Batas maksimum NH3 yang diperbolehkan berfungsi sebagai desinfektan sehingga terjadi
menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa pembusukan. Sebanyak 40% limbah cair
Timur Nomor 61 Tahun 1999 sebelum dibuang rumah sakit berasal dari laundry dimana
adalah 0,1 mg/L. Hal ini menunjukkan hasil mengandung bahan kimia yang sangat
pemeriksaan laboratorium H2S dan perhitungan berbahaya apabila dalam jumlah tertentu
rata-rata kualitas limbah cair inlet dan outlet dibuang ke IPAL atau dalam jumlah tertentu
IPAL rumah sakit tersebut tidak memenuhi terdapat atom bebas yang mengalir di IPAL.
syarat, sehingga timbul pencemaran bau pada
outlet IPAL. Penggunaan deterjen dan sabun cuci
mengandung bahan aktif LAS dan ABS.
Dapat disimpulkan bahwa analisis diatas Menurut hasil penelitian, alam mampu
memiliki efisiensi rata-rata antara 37% sampai menguraikan LAS (Linear Alkyl Sulfonate)
dengan 39,6% artinya tidak efisien dalam selama 9 hari namun hanya 50% sedangkan
mengolah limbah cair yang dihasilkan. ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) bersifat non-
biodegradable dan sekitar 50% bahan aktif
ANALISIS PENYEBAB DAN UPAYA ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam
Tidak efisiennya IPAL dalam menurunkan sistem pembuangan. Hal ini dapat
JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO. 2

menimbulkan masalah keracunan pada biota Kondisi limbah cair sebelum diklorinasi pada
air dan penurunan kualitas air. IPAL adalah berwarna putih, berbusa, dan
berbau. Penambahan kaporit tidak kontinyu
Upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan (kaporit dilarutkan dalam air kemudian
pengendap awal atau reaktor kontrol yang disiramkan pada reaktor klorinasi) dan terletak
berfungsi untuk proses pengendapan dan antara reaktor aerob dan filtrasi.
proses penguraian awal oleh bakteri sehingga
menurunkan beban pencemar limbah cair agar Menurut Depkes RI, limbah cair yang belum
proses pengolahan selanjutnya sempurna. jernih, masih mengandung lumpur dan bahan-
Pengendap awal dirancang untuk mengurangi bahan yang belum terurai sempurna tidak
zat padat tersuspensi 50–65% dan mengurangi dapat diklorinasi dengan maksimal. Bau yang
BOD 30–40%. timbul akibat tingginya parameter NH4 dapat
mengkonsumsi klor untuk desinfektan dalam
Desain reaktor pengendap awal dengan jumlah besar terutama jika pemberian klor
kedalaman sekurang-kurangnya 1 m dan tidak secara kontinyu. Penambahan kaporit
paling dalam 1,8 m untuk ukuran tangki besar. dengan melarutkannya ke dalam air dan
Hal ini akan berpengaruh pada dimensi disiramkan pada reaktor klorinasi akan
lainnya, limbah yang baru masuk dapat membawa dampak pada jumlah klor bebas pada
langsung menuju outlet sehingga outlet IPAL. Kaporit bersifat mudah menguap
mempengaruhi waktu tinggal limbah cair jika terkena sinar matahari sehingga sisa klor
dalam reaktor. Perbandingan dimensi lebar : limbah cair adalah 0 mg/l.
panjang adalah 1 : (2-3), freeboard 0,3 m,
lebar minimum 0,75 m, dan panjang Menurut Sugiharto (1987), penambahan klor
maksimum 1,50 m (Purwanto, 2006). secara kontinyu akan dapat menghasilkan klor
3) Proses Aerasi bebas. Mekanisme pembunuhan bakteri sangat
Aerasi IPAL Rumah Sakit Griya Husada dipengaruhi oleh kondisi air dari zat
dilaksanakan setiap pukul 07.30–12.00 WIB pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri.
dan reaktor aerasi tertutup sehingga limbah Upaya yang dapat dilakukan adalah
cair tidak kontak dengan udara. Berdasarkan pengolahan sebelum klorinasi (aerasi) lebih
pengamatan, peneliti mengindikasikan secara dioptimalkan sehingga diperoleh limbah cair
manual bau menyengat setelah limbah cair yang jernih sebelum diklorinasi (sebelum
keluar dari reaktor aerasi. Hal ini diklorinasi limbah difiltrasi terlebih dahulu),
menunjukkan kelangsungan hidup bakteri penambahan kaporit dilakukan secara
aerob kurang terjamin karena suplai oksigen kontinyu atau tetesan sehingga diperoleh klor
kurang maksimal. Upaya yang dapat dilakukan bebas sebelum dibuang, desain reaktor adalah
adalah proses aerasi dilakukan selama 8 jam terhindar dari sinar matahari agar klor tidak
sehingga dengan waktu tinggal yang lebih lama menguap, dan pemindahan aliran reaktor
dimungkinkan hasil limbah cair lebih klorinasi setelah reaktor filtrasi sehingga
maksimal. Dengan waktu tinggal 8 jam dan setelah dilakukan penyaringan dimungkinkan
kapasitas IPAL 42 m3/hari, debit dapat diatur limbah cair lebih jernih dan proses klorinasi
menjadi 0,2 m3 (200 liter). sempurna.

Untuk meniadakan timbulnya getaran pada b. Faktor Non Teknis


peletakkan blower, maka diberikan penghantar 1) Biaya
karet agar getaran tertahan pada karet sehingga Biaya operasional dan pemeliharaan IPAL
mengurangi getaran di ruang perawatan. Agar melalui usulan atau proposal dana yang
tidak menimbulkan bising, blower diajukan setiap tahun dapat keluar jika
dimodifikasi dan ruang penyimpan blower permasalahan sangat urgent dan berdampak
dibuat kedap suara (dicor). Proses aerasi luas (prioritas masalah). Hal ini
sebaiknya terbuka agar gas NH3, NH4, dan H2S mengakibatkan apabila terjadi kerusakan-
yang diuraikan terbawa keluar bersama-sama kerusakan pada unit-unit operasi dan unit
udara (tidak keluar bersama-sama limbah cair proses IPAL tidak dapat segera ditangani
pada outlet). sehingga kerusakan semakin meluas. Upaya
4) Proses klorinasi kurang maksimal (sisa yang dapat dilakukan adalah tersedianya dana
klor = 0 mg/l) operasional dan pemeliharaan (maintenance)
JURNAL ENVIROTEK VOL. 8 NO. 2

IPAL yang cukup sehingga apabila terjadi DAFTAR PUSTAKA


kerusakan dapat segera ditanggani tanpa Purwanto, Didik Sugeng. (2004). Pengelolaan
menunggu dampak yang ditimbulkan meluas. Limbah Cair Teori Praktis Untuk
2) Manusia Tenaga Sanitasi. Surabaya: Jurusan
Terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang Kesehatan Lingkungan
mempunyai latar belakang bidang kesehatan Purwanto, Didik Sugeng. (2006). Pengelolaan
lingkungan. Seorang sanitarian harus Limbah Cair. Surabaya: Duatujuh
menangani seluruh aspek kesehatan lingkungan Sugiharto. (1987). Dasar-Dasar Pengelolaan
di rumah sakit mulai dari penyediaan air bersih, Air Limbah. Jakarta: Universitas
pengelolaan sampah (medis dan non medis), Indonesia
penyehatan ruangan dan bangunan,
pengendalian vektor dan binatang pengganggu,
dan lain-lain sehingga apabila terjadi kerusakan
atau masalah pada satu bidang atau aspek maka
akan terabaikan karena tidak terfokus dalam
satu aspek yang ditangani (seorang petugas
bertanggungjawab terhadap seluruh bidang
kesehatan lingkungan).

Upaya yang dapat dilakukan adalah


penambahan jumlah tenaga kerja khusus yang
menangani IPAL yang mempunyai latar
belakang bidang kesehatan lingkungan sesuai
dengan KEPMENKES RI Nomor :
1204/SK/MENKES/X/2004 (Lampiran II
tentang persyaratan tenaga, kurikulum dan
pemeriksaan kesehatan lingkungan rumah
sakit) yaitu penanggungjawab kesehatan
lingkungan di rumah sakit kelas C dan D
(rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat
adalah seorang tenaga yang memiliki
kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya
berijazah diploma (D3) di bidang kesehatan
lingkungan. Selain itu, dapat mengadakan
pelatihan, studi banding maupun kegiatan lain
yang bersifat menambah ilmu petugas
sanitarian mengenai limbah cair rumah sakit
dan IPAL.

KESIMPULAN
Hasil perhitungan efisiensi rata-rata parameter
NH3 37%, NH4 36,9%, dan H2S 39,6%.
Efisiensi removal NH3 adalah 90–95%
sehingga IPAL rumah sakit tidak efisien dalam
mengolah limbah cair dan menimbulkan bau
pada outlet IPAL. Alternatif penyebab bau
sebagai dampak operasional dan pemeliharaan
IPAL adalah tidak terdapat penangkap lemak,
reaktor pengendap awal kurang berfungsi
dengan baik, proses aerasi yang kurang
sempurna, dan proses klorinasi kurang
maksimal.

Anda mungkin juga menyukai