Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia
Sehat 2025”. Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan
kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan
yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum
dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman
yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025
adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi
aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan
masyarakat sehat dan aman (safe community).
Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki
kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga
memperoleh jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan
bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar
dan etika profesi.
Salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu
penyakit Tuberkulosis (TBC), hal itu berdasarkan pada hasil survey kesehatan
rumah tangga ( SKRT ) tahun 1995 yang menunjukan bahwa penyakit TBC
merupakan penyakit penyebab kematian nomor tiga ( 3 ) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia,

1
2

dan merupakan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. (Depkes
RI,Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis , Jakarta 2002 )
Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus
baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru
TBC dengan BTA positif. Ditambah lagi dengan meningkatnya kasus AIDS 1
2 dan HIV yang menyebabkan peningkatan kasus penyakit TBC hal tersebut
disebabkan oleh penderita dengan kasus HIV dan AIDS akan mudah tertular
penyakit TBC akibat penurunan kekebalan tubuh. (Depkes RI,Pedoman
nasional penanggulangan Tuberkulosis , Jakarta 2002 )
Program pemberantasan penyakit TBC bertujuan untuk menurunkan
prevalensi penderita dengan cara pemutusan rantai penularan melalui
penemuan dini, pengobatan secara tepat baik waktu maupun dosisnya.Hal itu
perlu dilakukan karena penyakit TBC ini merupakan penyakit yang sangat
mudah menyebar dan menular.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, maka pengetahuan tentang segala
hal yang berkaitan dengan penyakit TBC baik tentang kuman, cara penularan
maupun pengobatan yang seharusnya diberikan pada penderita TBC,
merupakan hal mendasar yang harus dikuasai setiap pelaksana program TBC
dilapangan.
Dari hal di atas dapat diketahui bahwa penyakit TBC merupakan
penyakit yang memerlukan penanganan dan perhatian yang khusus dari
pemerintah, para pengelola program TBC di lapangan, maupun masyarakat
Indonesia. Dan penulis merasa penting dan menarik untuk mengetahui lebih
dalam lagi tentang pelaksanaan program TBC di Puskesmas. Dengan begitu
penulis akan mendapatkan informasi yang lebih detail dan terperinci lagi
tentang pelaksanaan program TBC di lapangan, salah satunya di Puskesmas.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum untuk menjadi pengalaman bekerja dan kesempatan
untuk mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat dan mendapatkan
gambaran yang utuh tentang penatalaksanaan pelayanan kesehatan
3

masyarakat terpadu dan terdepan dimasyarakat khususnya tentang


penanggulangan penyakit TBC di Puskesmas Pahandut.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui cara pemeriksaan untuk diagnosis TBC
2. Mengetahui cara pengobatan kepada pasien TBC di wilayah
Puskesmas Pahandut
3. Mengetahui cara pencatatan dan pelaporan program TBC di
Puskesmas Pahandut
4. Mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat pelaksanaan
penanggulangan penyakit TBC di Puskesmas Pahandut

C. Manfaat
1. Bagi instansi
a. Terciptanya kerjasama antara petugas puskesmas dengan mahasiswa
yang sedang magang
b. Mendapatkan masukan ataupun saran dari mahasiswa yang sedang
praktek untuk membantu dalam pemecahan masalah yang dihadapi
khusunya yang berkaitan dengan program TBC di puskesmas
2. Bagi mahasiswa
a. Dapat memperoleh pengalaman belajar dan bekerja untuk menjadi
seorang sarjana kesehatan masyarakat yang profesional dalam ruang
lingkup masyarakat luas.
b. Menumbuhkan sikap saling menolong dalam lingkungan kerja
c. Dapat menilai kepribadian masing-masing individu dalam lingkungan
puskesmas
d. Mengetahui cara kerja atau penatalaksanaan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Pahandut
4

BAB II
GAMBARAN UMUM TEMPAT MAGANG

A. Analisis Situasi Umum


Puskesmas ini resmi mulai menjalankan fungsinya sebagai Puskesmas
Pada tanggal 1 April tahun 1975 dengan pimpinan pertama dr.Soekismo.
Wilayah kerja Puskesmas Pahandut saat itu mencakup seluruh kecamatan
Pahandut yaitu Pahandut, Langkai, serta Tumbang Rungan.Sejak 1 Januari
tahun 2001 Puskesmas Pahandut diujicoba menjadi Puskesmas Unit Swadana.
Setelah melalui uji coba selama 2 tahun Puskesmas Pahandut ditetapkan
sebagai Puskesmas Unit Swadana berdasarkan Keputusan Walikota Palngka
Raya Nomor 7 Tahun 2003.Dalam rangka penyelenggaraan tata kelola
Pemerintahan yang baik ( good governance), pemerintah menyelenggarakan
Pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan mutunya dengan
menyelenggarakan Pelayanan kesehatan gratis Puskesmas (peraturan Daerah
Kota Palangka Raya No.12 Tahun 2006) Puskesmas Pahandut berubah
menjadi Puskesmas Rawat Inap sejak September Tahun 2006 sampai sekarang
dan sudah 16 kali terjadi pergantian Pimpinan. Adapun nama Pimpinan
Puskesmas dari tahun 1975 sampai sekarang :
1. Dr.Soekismo Tahun 1975-1979 ( 1 April 1975 )
2. Dr.MariaGunadi 1979-1980
3. Dr.WidiasRini 1980-1983
4. Dr.SetiawanSoeparan 1983-1984
5. Drg.RumiaTobing 1984-1986
6. Dr.AgungHadiyono 1986-1988
7. Dr.BambangHariyadi 1988-1990
8. Dr.Sanyoto 1990-1993
9. Dr.YunaBinti 1993-1994
10. Dr.Suprastija Budi 1994-1999
11. Dr.RianTangkudung 1999-2001
12. Drg.SaritaAritonang 2001-2002
13. Dr.Linae Victoria Aden 2002-2007

4
5

14. Dr.DamarPramusinta 2007-2009


15. Dr.Enricko M.S Djangkan 2009-2011
(2-11-2009 s/d 12-1-2011)
16. Dr.OskaRuji Abel 2011 - 2018
17. H.Riduan,SKM.M,M.Kes 5 mei 2018

1. Geografis
Puskesmas Pahandut adalah salah satu Puskesmas tertua di
Provinsi Kalimantan Tengah dan berada diwilayah Kota Palangka Raya.
Puskesmas ini resmi mulai menjalankan fungsinya sebagai Puskesmas
Pada tanggal 1 April tahun 1975 dengan pimpinan pertama dr.Soekismo.
Wilayah kerja Puskesmas Pahandut saat itu mencakup seluruh kecamatan
Pahandut yaitu Pahandut, Langkai, serta Tumbang Rungan.
Seperti juga Puskesmas-Puseksmas tua lainnya Puskesmas
Pahandut bercikal bakal sebagai Balai Pengobatan milik pemerintah
dengan Fokus pelayanan kepada pengobatan rawat jalan, dengan lokasinya
yang cukup strategis yaitu di Jl.Let.Kol.Darmosugondo no.1 dan mudah
terjangkau oleh sarana transportasi, Puskesmas ini berkembang menjadi
tumpuan masyarakat Kota Palangka Raya yang memerlukan pelayanan
kesehatan rawat jalan tingkat pertama. Sebagai akibatnya, beban
pelayanan kesehatan langsung Puskesmas cukup tinggi yang berkisar
antara 150 s/d 200 pengunjung perhari yang terdiri dari pengunjung
umum, Askes dan keluarga miskin.
Sejak mulai beroperasinya puskesmas ini telah mengalami 4 kali
renovasi gedung yaitu pertama tahun 1987, kedua tahun 1996, ketiga tahun
2000 dan yang keempat tahun 2006. Renovasi dilakukan untuk mengatasi
pertumbuhan pelayanan kesehatan baik bersifat pelayanan langsung
maupun pelayanan program-program kesehatan. Disamping itu tuntutan
akan penerapan mutu telah mendorong penyelenggara pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta untuk mulai masuk pada era baru
sistem pembiayaan kesehatan dengan swadanisasi (self finance) dimana
Puskesmas diberi wewenang mengelola sendiri penerimaan fungsionalnya
6

untuk keperluan operasional secara langsung dan mengoptimalkan


mobilisasi potensi pembiayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan.
Sejak 1 Januari tahun 2001 Puskesmas Pahandut diujicoba menjadi
Puskesmas Unit Swadana. Setelah melalui uji coba selama 2 tahun
Puskesmas Pahandut ditetapkan sebagai Puskesmas Unit Swadana
berdasarkan Keputusan Walikota Palngka Raya Nomor 7 Tahun
2003.Dalam rangka penyelenggaraan tata kelola Pemerintahan yang baik (
good governance), pemerintah menyelenggarakan Pelayanan kesehatan
yang terkendali biaya dan mutunya dengan menyelenggarakan Pelayanan
kesehatan gratis Puskesmas (peraturan Daerah Kota Palangka Raya No.12
Tahun 2006) Puskesmas Pahandut berubah menjadi Puskesmas Rawat
Inap sejak September Tahun 2006 sampai sekarang.
Secara administrative, UPT Puskesmas Pahandut memiliki batas-
batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bukit Rawi
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Panarung
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Pinang
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Palangka
Dengan wilayah kerja seluas Luas Wilayah : 53 Km2 Puskesmas
ini meliputi 3 Kelurahan
a. Pahandut
b. Pahandut Seberang
c. Tumbang Rungan
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pahandut
terdiri dari Sektor Perdagangan, Sektor Pertanian, Sektor Jasa, Sektor
Industri Pengolahan, ABRI, Pegawai Pemerintah, Wiraswasta, Buruh.
7

PETA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAHANDUT


8

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Tahun 2017

Jumlah Penduduk wilayah UPT Puskesmas


Pahandut Tahun 2017
18,000

16,000

14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000

2,000

0
Pahandut Pahandut Seberang Tumbang Rungan
9

Moto, visi, misi puskesmas pahandut


 Moto
Konsep pelayanan UPT Puskesmas Pahandut sebagai berikut :
“ Pelayanan yang terbaik untuk masyarakat.”
 visi
“MENJADIKAN PUSKESMAS PAHANDUT SEBAGAI PUSAT
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERKUALITAS PRIMA”

 misi
- MEMBERIKAN PELAYANAN YANG MEMENUHI
STANDART PELAYANAN KESEHATAN
- MENJALANKAN PROGRAM-PROGRAM KESEHATAN
DENGAN KINERJA TERBAIK

2. Sarana dan Prasarana


Puskesmas adalah organisasi Pelayanan kesehatan milik
pemerintah yang melayani kebutuhan dasar masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. Didalam menjalankan tugasnya, Puskesmas
Pahandut terbagi dalam 3 sistem pelayanan yaitu :
a. Pelayanan kesehatan secara langsung
Pelayanan kesehatan secara langsung di Puskesmas merupakan
salah satu dari tugas Puskesmas yang berhubungan langsung dengan
masyarakat,yaitu Rawat jalan, Pemeriksaan Ibu hamil
(KIA/Kesehatan Ibu dan Anak), Gigi, Laboratorium, dan lain-lain.
Sebagian besar kegiatan Pelayanan kesehatan secara langsung
merupakan kegiatan Preventif dan Kuratif.
b. Pelayanan Kesehatan melalui Kegiatan program
Kegiatan ini merupakan penjabaran dari fungsi puskesmas
yang kedua yaitu dalam pembinaan peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya,
Sebagian besar kegiatan program mencakup kegiatan promotif dan
preventif.
10

c. Kegiatan Adminstrasi
Dalam melaksanakan tugas, manajemen puskesmas
menjalankan kegiatan administrasi baik ketatausahaan maupun dalam
bentuk pelaporan-pelaporan hasil kegiatan, dikenal dengan nama
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang dulu lebih
dikenal sebagai SP2TP.
Puskesmas merupakan andalan pemerintah dalam memberikan
pelayanan sosial bidang kesehatan terhadap seluruh lapisan masyarakat
dalam bentuk pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP).
Seluruh rangkaian pelayanan kesehatan berupa kegiatan promotif,
Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif menjadi beban tugas Puskesmas.
Untuk mendukung semua pelayanan tersebut harus di dukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai.
a. Kendaraan Puskesmas
Kendaraan Puskesmas terdiri dari:
- 2 buah Mobil Pusling.
- 7 Unit Sepeda Motor yang tersebar di Puskesmas Induk dan
Puskesmas Pembantu di Wilayah kerja Puskesmas Pahandut.
b. Sumber Air
Sumber air Di Puskesmas Pahandut adalah menggunakan
PDAM dan Sumur Boor (Hitachi)
3. Pengorganisasian
Kepala Puskesmas dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh
bagian Tata Usaha dan beberapa orang Koordinator sesuai dengan
Program yang ada di Puskesmas. Kepala Puskesmas membawahi langsung
Kepala Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya, Yaitu 4 (empat) Kepala
Puskesmas Pembantu, yaitu, Puskesmas Pembantu Murjani, Puskesmas
Pembantu Rindang Benua, Puskesmas Pembantu Pahandut Seberang dan
Puskesmas Pembantu Tumbang Rungan.
Didalam melakukan Pelayanan kesehatan/menjalankan program-
program kesehatan, Puskesmas Pahandut telah melaksanakan sejumlah
11

kegiatan kesehatan di dalam wilayah kerjanya termasuk kegiatan


pembinaan Peran Serta Masyarakat di bidang Kesehatan.
Sasaran dan program-program kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Pahandut adalah kelompok masyarakat tertentu ataupun
keseluruhan anggota masyarakat beserta lingkungan di mana sasaran ini di
capai melalui kegiatan-kegiatan yang merupakan perpanjangan dari
program-program di dalam gedung Puskesmas dengan berpedoman pada 3
hal yaitu, Ditekankan pada kegiatan Pencegahan/Preventif
a. Diperioritaskan pada masyarakat golongan tertentu
b. Melibatkan peran serta masyarakat
Agar program tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuannya,
maka dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan, Puskesmas
Pahandut mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM ) yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.
Adapun standar pelayanan medik yang di jalankan meliputi
beberpa pendekatan:
a. Pendekatan Paripurna, menyeluruh terpadu dengan memperhatikan
hak, kebutuhan, dan faktor lingkungan.
b. Pendekatan keluarga, yaitu serangkaian kegiatan kesehatan yang
terencana dan terarah untuk menggali, meningkatkan dan
mengarahkan peran serta keluarga agar dapat memanfaatkan potensi
yang ada guna menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi.
c. Pendekatan prosedural Medik, yaitu bertujuan agar pelayanan
kesehatan yang di berikan kepada masyarakat dengan seefisien
mungkin sehingga efektifitas pelayanan kesehatan tepat guna.
d. Standar Administrasi
e. Standar Epidemiologi.
Program Kesehatan pokok/kegiatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Pahandut tahun 2017 meliputi :
a. Upaya kesehatan Wajib meliputi:
1) Upaya Promosi Kesehatan
2) Upaya Kesehatan Lingkungan
12

3) Upaya Kesehatan Ibu Anak dan KB


4) Upaya perbaikan Gizi masyarakat
5) Upaya Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular
6) Upaya Pengobatan
b. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan
yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan
Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan yang ada di Puskesmas
Pahandut,
1) Usaha Kesehatan Sekolah
2) Perawatan Kesehatan Masyarakat
3) Kesehatan Gigi dan mulut
4) Kesehatan Jiwa
5) Kesehatan Usia lanjut
c. Upaya Pelayanan Penunjangterdiri dari;
1) Laboratorium sederhana
2) Pencatatan dan pelaporan

4. Manajemen Puskesmas
a. Perencanaan
Perencanaan tingkat Puskesmas memuat petunjuk dalam
menyusun rencana kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh
Puskesmas.Perencanaan tingkat Puskesmas di artikan sebagai suatu
proses yang sistimatis untuk menyusun atau mempersiapkan kegiatan
yang akan di laksanakan oleh Puskesmas pada tahun yang akan
datang.
Untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dalam upaya mengatasi masalah-masalah
kesehatan setempat termasuk keluhan–keluhan pelanggan, Puskesmas
Pahandut telah membentuk Tim Jaminan Mutu (Tim Quality
Assurance).
b. Lokakarya Mini/Pertemuan Bulanan
13

Lokakarya mini diselenggarakan setiap bulan dengan seluruh


tenaga Puskesmas baik yang ada di Puskesmas Induk maupun
Puskesmas Pembantu untuk menyusun rencana berikutnya.
c. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan program kegiatan yang ada di
puskesmas,setiap petugas mempunyai tanggung jawab terhadap tugas
yang diatur dalam uraian tugas masing-masing, menjalankan kegiatan
yang diatur dalam perencanaan bulanan.
d. Evaluasi
Laporan hasil kegiatan bulan lalu pada waktu lokakarya mini
bulanan puskesmas. Rapat bulanan di hadiri oleh seluruh staf
Puskesmas baik yang ada di Puskesmas induk maupun puskesmas
pembantu. Evaluasi tahunan dengan menggunakan hasil kegiatan
tahunan dan stratifikasi.
Selain kegiatan kesehatan secara langsung program kegiatan
yang dilakukan oleh puskesmas Pahandut adalah pembinaan
kemasyarakatan dan kegiatan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat.

B. Lingkungan Internal
UPT Puskesmas pahandut ber motokan “ memberikan pelayanan
terbaik” terus berusaha memenuhi standard dipelayanan dimana standard
pelayanan minimal ( SPM ) menjadi acuan dalam melayani pasien hak dan
keawajiban pasien lebih di utamakan:
1. Kewajiban Pasien :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana kesehatan puskesmas
Pahandut
d. Membayar distribusi atas pelayanan yang diterima sesuia dengan
peraturan yang berlaku.
2. Hak Pasien :
14

Setiap pasien yang dating berobat ke UPT Puskesmas Pahandut


memiliki hak sebagaimana pada umumnya pasien yang ada di fasilitas
kesehatan lainnya,hak-hak tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis.
b. Hak untuk minta pendapat dokter lain
c. Hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Hak untuk menolak tindakan medis
Dengan adanya acuan tersebut diharapkan aktivitas pelayanan
kesehatan yang berada di UPT Puskesmas Pahandut dalam berjalan secara
maksimal sehingga moto yang melekat dalam UPT Puskesmas pahandut
terwujud nyata dalam pelayanan pelayanan yang diberikan.
Tabel. 2.2 Rekapitulasi Kunjungan Pasien
C. Analisis situasi khusus
1. Deskripsi Singkat

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman tuberkulosis (TB) yang dikenal dengan nama M tuberculosis.

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

organ tubuh lainnya. Penularan terutama sekali secara aerogen. Pasien TB

paru menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA postif yang saat batuk,

bersin atau berbicara mengeluarkan droplet (percikan dahak) yang

mengandung kuman M. tuberculosis.

Pencegahan utama agar seseorang tidak terpapar dengan M.

tuberculosis adalah dengan menemukan Pasien TB secara dini serta

mengobati dengan tuntas, sehingga bahaya penularan tidak ada lagi.

Penemuan Pasien TB paru adalah dengan cara menemukan pasien

yang mempunyai gejala mengarah ke TB yaitu batuk lama, 2 minggu atau

lebih, berdahak, dapat disertai darah, panas badan, nyeri dada dan gejala

penyakit paru lainnya. Diagnosis Pasien TB terkonfirmasi bakteriotogis

adalah dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan dan Test Cepat Molekuler

(TCM). Cara diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis yaitu dengan

menemukan kuman TB terduga TB melalui pemeriksaan dahak secara

konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik dengan pengecatan Ziehl

Neelsen (ZN) apusan dahak dan biakan, serta identifikasi M. tuberculosis

dengan tes cepat. Tes cepat saat ini yang digunakan adalah tes blo-

molekuler menggunakan alat Xpert/MTB Rif.


Jika konfirmasi bakteriologis tidak diperoleh, maka diagnosis TB

ditegakkan secara klinis mengacu pada hasil pemeriksaan penunjang yang

sesuai. Modul penemuan Pasien TB akan membahas tentang strategi

penemuan, diagnosis TB Paru pada orang dewasa, diagnosis TB anak,

diagnosis TB Resistan OAT, diagnosis TB Ekstraparu, diagnosis TB

dengan Komorbid, dan definisi kasus TB serta klasifikasi pasien TB.

2. Strategi penemuan terduga TB.

Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif,

intensif, aktif, dan masif. Upaya penemuan pasien TB harus didukung

dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat

ditemukan secara dini. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan

Peraturan Menteri Kesehatan no. 67/2016 tentang Penanggulangan TB

yang mengatur strategi penemuan tarduga dan pasien TB.

a. Penemuan pasien TB secara –intens

Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan

dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui public-private mix

(PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan.

1) Jejaring layanan

Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan PPM.

Penemuan pasien TB di fasyankes dilakukan melalui penguatan

jejaring layanan antar fasyankes yang memberikan layanan

diagnosis TB, untuk menghindari terjadinya miss-opportunity yang

disebabkan keterbatasan sarana kontak pertama dengan pasien TB.


Dalam kegiatan ini fasyankes yang tidak memiliki alat TCM akan

merujuk pemeriksaan ke fasyankes yang memiliki alat TCM.

2) Kolaborasi layanan

Berupa kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien

TB ke dalam layanan kesehatan lain yang tersedia di fasyankes,

misalnya di poliklinik umum, unit layanan HIV, DM (Diabetes

Mellitus), Gizi, Lansia. klinik berhenti merokok, klinik KIA dan

ANC. Secara manajemen layanan, penemuan pasien TB juga harus

diintegrasikan kedalam strategi atau sistem manajemen kesehatan

yang diterapkan di fasyankes misalnya: Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru/ PPKP (PAL Practical Approach to Lung health),

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu

Dewasa Sakit (MTDS).

Penjaringan terduga TB di faskes dapat juga dilakukan

melalui penapisan batuk oleh petugas yang meregistrasi pasien atau

perawat yang memberi layanan pada pasien. Upaya penemuan

pasien TB harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif

sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.

b. Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau massif berbasis keluarga

dan masyarakat.

Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga/pasien TB yang

dilakukan di luar fasyankes. Kegiatan ini bisa melibatkan secara aktif


semua potensi masyarakat yang ada antara lain: kader kesehatan, kader

Posyandu, post b desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Kegiatan

ini dapat berupa:

1) Investigasi kontak

Dilakukan pada paling sedikit 10 -15 orang kontak erat

dengan pasien TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah

(kontak serumah) maupun orang yang berada di ruangan yang ada

pasien TB dewasa aktif (index case) sekurang-kurangnya 8 jam

sehari minimal satu bulan berturutan. Prioritas investigasi kontak

dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia <5

tahun, orang dengan gangguan sistem imupitas malnutrisi, lansia,

wanita hamil, perokok dan mantan penderita TB. Investigasi

kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk

mencari sumber penularan.

2) Penemuan di tempat khusus

Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di

lingkungan yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan,

RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, panti

jompo. Kegiatan penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan

dengan skrining masa tahunan, skrining kesehatan warga baru,

skrining kontak dan pemantauan batuk secara rutin

3) Penemuan di populasi berisiko:

Kegiatan penemuan aktif yang diakukan pada tempat yang

memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat


penampungan pengungsi, daerah kumuh dan DTPK (Daerah

terpencil, perbatasan dan kepulauan).

4) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun

kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang

yang tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan

batuk untuk memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan

pemantuan batuk ini dapat diintegrasikan pada kegiatan kader

kesehatan yang sudah rutin berjalan misalnya kegiatan ketuk pintu

kader kesehatan, kegiatan jumantik, kader posyandu dan kegiatan

upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) lain.

5) Penemuan aktif berkala

Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang

teridentifikasi sebagai daerah kantung TB, yaitu RT yang

berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat) dan

analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.

Penemuan aktif berkala dilakukan dengan kegiatan skrining aktif

setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada

kegiatan penemuan aktif berkala 2 kali berturut-turut.

6) Skrining masal

Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun

untuk meningkatkan penemuan pasien TP di wilayah yang

penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja sama

dengan aparat desa/kelurahan, kader kesehatan dan potensi


masyarakat melakukan skrining gejala TB secara masif di

masyarakat dan membawanya ke layanan kesehatan luar gedung.

D. Definisi kasus
Definisi kasus TB didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologis

TB. Kepada semua terduga TB dewasa wajib dilakukan pemeriksaan

bakteriologis TB terlebih dahulu. Sesuai dengan hasil pemeriksaan

bakteriologis maka definisi pasien TB terdiri dari dua, yaitu:

1. Pasien TB terkonfirmasi Bakteriologi

Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan

contoh uji biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan

mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan.

Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

1) Pasien TB paru OTA positif

2) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif

3) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif

4) Pasien TB Ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan

BTA, biakan maupun tes cepat dan contoh uji jaringan yang terkena.

5) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut di atas harus

dicatat dan dilaporkan tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah

dimulai atau belum.

2. Pasien TB terdiagnosis secara Klinis


Adalah pasien yang tidak memenuhi kritena terdiagnosis secara

bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan

diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.

Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

1) Pasien TB paru BTA negatif/tes cepat M.tb negatif dengan hasil

pemeriksaan foto toraks mendukung TB.

2) Pasien TB paru BTA negatif/tes cepat M.tb negatif dengan tidak ada

perbaikan kilnis setelah diberikan antibiotika non OAT, dan

mempunyai faktor risiko TB

3) Pasien TB Ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun

taboratoris dan histopatologis tanpa ada konfirrnasi bakteriologis.

4) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

Catatan: Pasien TB yang terdignosis secara klinis dan kemudian

terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai

pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi

bakteriologis.

Pasien yang mendapatkan pengobatan pencegahan TB tidak

termasuk definisi kasus TB sehingga tidak dilaporkan dalam laporan

penemuan kasus TB.

E. Penegakan diagnosis TB
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis,

pemeriksaan Minis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang

lainnya.

1. Identifikasi Terduga TB
Petugas kesehatan menjaring terduga TB dengan melakukan

skrining gejala maupun dengan melihat hasil foto toraks pasien yang

bersangkutan.

Skrining Gejala:

Identifikasi terduga TB dilakukan berdasarkan keluhan gejala dan

tanda TB yang disampaikan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala

dan tanda TB yang meliputi:

a) Gejala utama: batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan

gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2

minggu atau lebih.

b) Gejala tambahan: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas

dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan

turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari

walaupun tanpa kegiatan, demam meriang yang berulang lebih dari

sebulan.

Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru

selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan

lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi maka

setiap orang yang datang ke Faskes dengan gejala tersebut diatas dianggap

sebagai terduga pasien TB dan perlu dilakukan pemeniksaan dahak secara

mikroskopis langsung. Selain identifikasi pada orang dengan gejala

tersebut, perlu dipertimbangkan pula pemeriksaan pada orang dengan


faktor risiko TB, seperti: kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah

padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang

bekerja dengan bahan kimia yang beresiko menimbulkan paparan infeksi

paru. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium TB

untuk pasien yang memiliki faktor risiko dan memiliki gejala tambahan

meskipun tanpa batuk berdahak >2 minggu.

Skrining Radiologis:

Identifikasi terduga TB juga bisa diperoleh dari hasil evaluasi

pemeriksaan foto toraks. Semua kelainan yang tidak diketahui

penyebabnya yang mendukung ke arah TB harus di evaluasi TB. Skrining

radiologis dapat dilakukan terhadap foto toraks yang diperoleh dan proses

penegakan diagnosis TB maupun pada proses penegakan diagnosis

penyakit yang lain, juga bisa dilakukan pada hasil foto toraks pada

pemeriksaan kesehatan rutin umum (general check-up) dan pemeriksaan

kesehatan khusus. Pasien yang teridentifikasi sebagai terduga TB baik dari

skrining gejala maupun skrining radiologis harus di evaluasi untuk

menegakkan diagnosis TB secara bakteriologis maupun klinis.

a. Identifikasi Terduga TB Anak

Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum

atau sesuai organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering

dijumpai adalah batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh,

demam lama serta lesu dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering

dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun

demikian, sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap (lebih


dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi yang ade kuat

(misalnya antibiotika atau anti malaria untuk demam, antiiotika atau

obat asma untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat

untuk masalah berat badan).

Gejala sistemik/umum TB pada anak sebagai berikut:

1) Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau

terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan

upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.

2) Demam lama (> 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang

jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan

lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja

bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak

disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

3) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain

Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang

adekuat.

b. Identifikasi Terduga TB Resistan OAT (TB-RO)

Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko tinggi

resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TB yang

memiliki riwayat satu atau lebih di bawah ini:

1) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2.

2) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3

bulan pengobatan.
3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak

standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua

paling sedikit selama 1 bulan.

4) Pasien TB

5) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2

bulan pengobatan.

6) Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT

kategori 1 dan kategori 2.

7) Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai

berobat/default).

8) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien

TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di

lapas/rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik

9) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis

maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan

diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).

2. Jenis Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga

dapat menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan

pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak

Sewaktu-Pagi dan Sewaktu-Sewaktu (SS):

2) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media (Lowenstein-

Jensen) dan media car (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk

identifikasi Mycobacterium tuberculosis (M.tb)

Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium yang

terpantau mutunya.

3) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler dengan metode Xpert MTB/RIE.

TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak

dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

Untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh

uji dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak memiliki akses

langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji kepekaan,

diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan untuk

menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan

tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian

langsung ke laboratorium,
3. Penegakan Diagnosis TB pada Orang Dewasa

a. Prinsip penegakan diagnosis TB:

1) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih

dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan

bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, Tes

cepat molekuler TB dan biakan.

2) Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB,

sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan

dengan pemeriksaan mikroskopis.

3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan

gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat

menyebabkan terjadi over diagnosis ataupun under diagnosis.

4) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.

b. Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia:

1) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat Tes Cepat

Molekuler

2) Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak

memiliki akses ke tes cepat molekuker.

F. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi kasus TB tersebut di

atas, pasien TB juga diklasifikasikan menurut lokasi anatomis penyakit,

riwayat pengobatan sebelumnya, status resistensi OAT dan status HIV.

Klasifikasi pasien TB tersebut bertujuan untuk:

1. Pencatatan dan pelaporan pasien yang akurat


2. Penetapan paduan pengobatan yang tepat

3. Standarisasi proses pengumpulan data untuk program penanggulangan TB

4. Analisis kohort hasil pengobatan

5. Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara tepat

baik dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional dan global.

G. Upaya Pengendalian Faktor Resiko


Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis (M.tb).

Seorang pasien TB, khususnya TB paru pada saat dia bicara, batuk dan bersin

dapat mengeluarkan percikan dahak yang mengandung M.tb. Orang-orang di

sekeliling pasien TB tsb dapat terpapar dengan cara menghirup percikan

dahak. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik

yang mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan

atas, bronkhus hingga mencapai alveoli.

1. Faktor risiko terjadinya TB

a. Faktor kuman TB.

Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan

penularan dibandingkan dengan BTA negatif. Makin tinggi jumlah

kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko terjadi penularan.

Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar

risiko terjadi penularan.

b. Faktor individu.
Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko

menjadi sakit TB adalah:

1) Faktor usia dan jenis kelamin:

Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa

muda yang juga merupakan kelompok usia produktif. Menurut

hasil survei prevalensi TB, laki-laki lebih banyak terkena TB dari

pada wanita.

2) Daya tahan tubuh:

Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab

apapun, misalnya usia lanjut, Ibu hamil, ko-infeksi dengan HIV,

penyandang diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan

immunosupresif, bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih mudah

jatuh sakit.

3) Perilaku:

a) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai

etika akan meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.

b) Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2

kali.

c) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan

cara pengobatan.

4) Status sosial ekonomi:

TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.

c. Faktor lingkungan:
Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan

penularan TB.

Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya

matahari akan meningkatkan risiko penularan.

2. Upaya Pengendalian Faktor Risiko TB

Pencegahan dan pengendalian risiko bertujuan mengurangi sampai

dengan mengeliminasi penularan dan kejadian sakit TB di masyarakat.

Upaya yang dilakukan adalah:

a. Pengendalian Kuman Penyebab TB

1) Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan

pengobatan tetap tinggi

2) Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta (komorbid TB)

yang mempermudah terjangkitnya TB, misalnya HIV, diabetes, dll.

b. Pengendalian Faktor Risiko Individu

1) Membudayakan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,

makan makanan bergizi, dan tidak merokok.

2) Membudayakan perilaku etika berbatuk dan cara membuang dahak

bagi pasien TB.

3) Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi

bagi populasi terdampak TB.

4) Pencegahan bagi populasi rentan melalui vaksinasi dan pengobatan

pencegahan.

c. Pengendalian Faktor Lingkungan


1) Mengupayakan lingkungan sehat.

2) Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan

lingkungannya sesuai persyaratan baku rumah sehat.

d. Pengendalian Intervensi daerah berisiko penularan

1) Kelompok khusus maupun masyarakat umum yang beresiko tinggi

penularan TB (lapas/rutan, masyarakat pelabuhan, tempat kerja,

institusi pendidikan berasrama, dan tempat lain yang teridentifikasi

beresiko.

2) Penemuan aktif dan masif di masyarakat (daerah terpencil, belum

ada program, padat penduduk).

e. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

Mencegah penularan TB pada semua orang yang terlibat dalam

pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.

Semua fasyankes yang memberi layanan TB harus menerapkan PPI

TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan

pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan

menderita TB. Materi PPI TB akan dibahas lebih lanjut pada modul

Manajemen.
BAB III
HASIL KEGIATAN

A. Uraian kegiatan
Kegiatan magang di Puskesmas Pahandut yang terletak dijalan di
Jl.Let.Kol.Darmosugondo pada tanggal 05 desember – 31 desember.
Pelayanan rawat jalan dari jam 08.00 s/d jam 13.00 wita pada hari senin –
kamis dan hari jum’at dimulai dari jam 08.00s/d jam 11.30 wita dan hari sabtu
di mulai dari jam 08.00 s/d 12.00 wita. Adapun pelayanan rawat inap 24 jam.
Magang merupakan kegiatan kurikulum wajib dengan beban studi
sebesar 3 sks yang dilaksanakan 4 minggu dengan rincian sebagai berikut :
1. Persiapan, orientasi lapangan dan pembekalan selama 1 minggu.
2. Pelaksanaan kerja magang efektif dilapangan selama 4 minggu,pelaksanaan
magang disesuaikan dengan jam kerja ditempat magang.
3. Konsultasi laporan magang pada pembimbing isntansi dan pembimbing
fakultas dilaksanakan pada minggu ke-4.
4. Pembuatan laporan dilaksanakan mulai minggu ke 3sampai minggu ke-4

35
B. Dokumentasi kegiatan dan kegiatan selama magang
Minggu pertama diberikan pengarahan untuk melakuakan kegiatan
kerja di ruang tb paru disana ditugaskan untuk mengolah data seperti mengisi
nomor BPJS pasien.

Minggu 1

Tanggal 05-12-2018 Ruang Keterangan


05-12-2018 TB PARU Mengolah data seperti
S/D mengisi nomor BPJS
13-12-2018 pasien

Minggu kedua di tugaskan untuk menjaga loket pelayanan TB paru


kegiatan disini mendata pasien masuk, mencatat di buku register, mengisi
identitas pasien dikartu berobat pasien TB.

Minggu 2

Tanggal Ruang Keterangan


13-12-2018 TB PARU Mendata pasien masuk,
S/D mencatat di buku
21-12-2018 register, mengisi
identitas pasien dikartu
berobat pasien TB.
Minggu ketiga di tugaskan untuk menjaga loket pelayanan TB paru
kegiatan disini mendata pasien masuk, mencatat di buku register, mengisi
identitas pasien dikartu berobat pasien TB.

Minggu 3

Tanggal Ruang Keterangan


22-12-2018 TB PARU Mendata pasien masuk,
S/D mencatat di buku
29-12-2018 register, mengisi
identitas pasien dikartu
berobat pasien TB.

Minggu keempat di tugaskan untuk menjaga loket pelayanan TB paru


kegiatan disini mendata pasien masuk, mencatat di buku register, mengisi
identitas pasien dikartu berobat pasien TB dan konsultasi laporan magang
pada pembimbing instansi.

Minggu 3

Tanggal Ruang Keterangan


29-12-2018 TB PARU Mendata pasien masuk,
S/D mencatat di buku
31-12-2018 register, mengisi
identitas pasien dikartu
berobat pasien TB dan
konsultasi laporan
magang pada
pembimbing instansi.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada : Berdasarkan data yang
diperoleh saat magang di Puskesmas Pahandut, maka penulis mengidentifikasi
beberapa permasalahan di bidang Penyakit Tuberkulosis.
Adapun permasalahan yang didapat adalah :
1. Tingkat kepatuhan pasien berkunjung secara rutin
2. Kendala distribusi obat sempat tertunda dari Dinas Kesehatan
3. Pasien banyak berdomisili dari luar wilayah puskesmas pahandut
4. Ruang pelayanan yang masih belum memenuhi standar
5. PMO yang tidak atau belum berperan aktif

D. Prioritas masalah
Penentuan prioritas masalah dapat dilakukan menggunkan metode
Kriteria Matrik untuk mencari penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Efektifitas program,
Yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab
masalh yang ditemukan . Makin tinggi kemampuan ,makin efektif cara
penyelesaian tersebut.
2. Efesiensi program
Yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya . bila cara
penyelesaian dengan biaya (cost) yang kecil maka cara tersebut disebut
efisien
Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat beberapa
pedoman yaitu :
a. Berdasarkan besarnya penyebab masalh/ Magnitude
Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat
diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin
banyak penyebab masalh yang dapat diselesaikan , maka semakin
besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
b. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy
Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab
masalah maka semakin efektif. . Kriteria ini bernilai 1-5, semakin
banyak penyebab masalh yang dapat diselesaikan , maka semakin
besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
c. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah / Vulne rability
Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif .
Kriteria ini bernilai 1-5, semakin banyak penyebab masalh yang dapat
diselesaikan , maka semakin besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
d. Berdasarkan biaya dalam menyesaikan masalah/ Cost
Kriteria ini bernilai 1-5,nilai mendekati 1 bila biaya ( sumber daya )
yang digunakan semakin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya
( sumber daya) makin besar.

Berdasarkan penjelasan diatas , matrik prioritas penyelesaian


masalah untuk mengatasi masalah tidak tercapainya target CDR TB Paru
di wilayah kerja Puskesmas Pahandut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1
Matrik Prioritas Pemecahan Masalah tidak tercapainya target CDR 2018
TB Paru diwilayah kerja puskesmas Pahandut

Nilai Kriteria Hasil Akhir


No Prioritas pemecah masalah Prioritas
M I C V (MxLxV)/C
1. Disarankan agar
penjaringan kasus
ditingkatkan melalui ACF (
4 3 1 5 60
Actife Case Finding) dan
Deteksi Dini Kasus TB
oleh kader posyandu.
2. Membuat advokasi disertai
dengan data/informasi yang
baru tentang pencapaian
program penanggulangan
TB 3 3 1 4 36

3. Meningkatkan pengadaan
penyuluhan tentang
masalah TB paru dan 4 4 1 5 80
membuat media promosi
deteksi dini TB Paru
4. Perlu dicari prosedur
alternative pemeriksaan
dahak yang bias dilakukan 2 2 1 4 16

di tingkat primer.

5. Menggerakan partisipasi
masyarakat. Sebagai 5 5 1 4 100
contoh posyandu Mandiri
6. Disarankan agar membuat
jejaring eksternal antara
DKK sebagai regulator dan
UPK (RS,dokter umum,
spesialis) sebagai penyedia
pelayanan kesehatan ,
3 3 2 2 6
ikatan profesi misalnya
Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) serta puskesmas
sebagai unit pelayanan
primer serta membuat nota
kesepakatan
Setelah melakukan penentun prioritas alternatif pemecahan
masalah dengan menggukan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan
prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target
CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pahandut. Berdasarkan prioritas
alternatif pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif
pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Menggerakan partisipasi masyarakat . Sebagai contoh, status posyandu
Mandiri dapat ditingkatkan peranya menjadi Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB
2. Meningkatkan pengadaan penyulah tentang masalah TB Paru dan
membuat media promosi deteksi dini TB Paru.
E. Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah diperoleh daftar penyebab masalah paling mungkin, langkah
selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Daftar Alternatif Pemecahan Masalah

No MASALAH PEMECAHAN MASALAH


1. Penjaringan suspek TB Disarankan agar penjaringan kasus
hanya dilakukan difasilitas ditingkatkan melalui AFC ( Actife
pelayanaan kesehatan ( Case Finding ) dan Deteksi Dini
Passive Case Finding,PCF) Kasus TB oleh kader posyandu
2. Dana yang diturunkan Kemitraan dan dukungan pemerintah
untuk kegiatan P2TB masih daerah ( Kota dan Kabupaten)
kurang kurang dalam pembiayaan program
pengendalian TB
3. Kurangnya pengetahuan Membuat advokasi disertai dengan
masyarakat tentang data /informasi yang bar tentang
kesehatan pencapaian program penangulangan
( khususnya masalah TB TB didaerah untuk meyakinkan para
Paru ) pengambil keputusan anggaran pada
Pemda dan DPRD
4. Kesulitan suspek kasus Perlu dicari prosedur alternatif
mengeluarkan dahak, pemeriksaan dahak yang bias
meskipun telah diberikan dilakukan ditingkkat primer.
mukolitik- ekspektoran
( terutama pasien suspek TB
yang telah di obati
sebelumnya dengan obat
anti tuberculosis/ OAT yang
tidak standar)
5. Penjaringan terlalu longgar Menggerakan partisipasi masyarakat
( terlalu sensitif ) untuk meningkatkan penjaringan
kasus TB. Sebagai contoh,
statusPosyandu Mandiri
dapatditingkatkan peranya menjadi
Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB untuk
meningkatkan penjaringan kasus
6. Belum terdapat komitmen Disarankan agar dibuat jejaring
yang kuat dari pihak eksternal antara DKK sebagai
manajemenUPK ( pimpinan regulator dan UPK 9 RS, dokter
RS ) dan tenaga medis umum, spesialis ) sebagai penyedia
(dokter umumdan spesialis ) pelayanan kesehatan, ikatan profesi
serta paramedic dan seluruh misalnya Ikatan Dokter Indonesia
petugas terkait dalam (IDI), serta puskesms sebagai unit
penanggulangan. pelayanana primer serta membuat
nota kesepakatan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan penemuan penderita TBC di Puskesmas Pahandut dilakukan
melalui Passive promotive case finding artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang berkunjung ke Puskesmas
Pahandut. Semua kontak penderita TBC BTA Positif yang memiliki gejala
yang sama dengan penderita TBC juga diperiksa dahaknya dan untuk
pasien balita seringkali petugas Puskesmas maupun kader melakukan
penjaringan di Posyandu- Posyandu
2. Untuk mendiagnosis TBC Paru pada orang dewasa diantaranya petugas
melakukan anamnesa terhadap keluhan- keluhan yang dirasakan oleh
tersangka penderita TBC , kemuadian petugas melakukan pemeriksaan
fisik, dan juga petugas melakukan pemeriksaan laboratorium dahak
mikroskopis.
3. Pengobatan TBC yang diberikan pada penderita TBC dewasa adalah
berupa OAT FDC sedangkan untuk penderita TBC anak diberikan
kombipak anak dan untuk pasien yang memerlukan tambahan pengobatan
dari yang sudah di jadwalkan penderita tersebut diberikan OAT FDC
sisipan.
B. SARAN
1. Perlunya restrukturisasi ketenagaan dengan cara penambahan tenaga
kesehatan agar pelaksanaan program penanggulangan TBC di Puskesmas
Pahandut dapat dilaksanakan dengan lebih optimal.
2. Perlu adanya peningkatan kuantitas supervisi yang dilaksanakan oleh dinas
kesehatan sehingga pelaksanaan program penanggulangan TBC dapat
terpantau dengan baik
3. Kegiatan di luar gedung dalam upaya penggulangan penyakit TBC harus
lebih ditingkatkan dalam rangka penemuan kasus sedini mungkin,
misalnya melalui kegiatan penyuluhan massal dan pemeriksaan dahak
secara gratis yang dilaksanakan di tingkat RW .

28
4. Meningkatkan peran serta petugas kesehatan, yang diperlukan dalam
rangka meningkatkan program penanggulangan penyakit TB Paru yang
dilakukan dengan memberikan dorongan dan bimbingan bagi masyarakat
dan penderita TB Paru untuk dapat menjaga kesehatan dan kebersihan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R.I, Pedoman pemberantasan Tuberkulosis Paru, cetakan 3, Jakarta :


1992

Depkes R.I, Pedoman Penemuan dan pengobatan penderita Tuberkulosis Paru ,


Jakarta : 1992

Depkes R.I, petunjuk penggunaan obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose


Combination (OAT FDC ) , Jakarta : 2004

Aditma,Chandra yoga,Tuberkulosis diagnosis , terapi dan masalahnya, edisi V,


Jakarta,2005, YP IDI Jakarta

Depkes RI., Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ,cetakan8. Jakarta


2002. A.Price Sylvia,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
EGC, Jakarta, 1995.

Soeperman Sarwono, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta,1998.
LAPORAN MAGANG

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM


PENANGGULANGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS PAHANDUT PALANGKA RAYA

TANGGAL 05 DESEMBER – 31 DESEMBER 2018

Oleh :
REZA PRATAMA ARIF NORAHMAN
NPM : 17.07.0499

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD


ARSYAD AL-BANJARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BANJARMASIN
2018

Anda mungkin juga menyukai