BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia
Sehat 2025”. Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan
kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan
yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum
dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman
yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025
adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi
aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan
masyarakat sehat dan aman (safe community).
Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki
kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga
memperoleh jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan
bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar
dan etika profesi.
Salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu
penyakit Tuberkulosis (TBC), hal itu berdasarkan pada hasil survey kesehatan
rumah tangga ( SKRT ) tahun 1995 yang menunjukan bahwa penyakit TBC
merupakan penyakit penyebab kematian nomor tiga ( 3 ) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia,
1
2
dan merupakan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. (Depkes
RI,Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis , Jakarta 2002 )
Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus
baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru
TBC dengan BTA positif. Ditambah lagi dengan meningkatnya kasus AIDS 1
2 dan HIV yang menyebabkan peningkatan kasus penyakit TBC hal tersebut
disebabkan oleh penderita dengan kasus HIV dan AIDS akan mudah tertular
penyakit TBC akibat penurunan kekebalan tubuh. (Depkes RI,Pedoman
nasional penanggulangan Tuberkulosis , Jakarta 2002 )
Program pemberantasan penyakit TBC bertujuan untuk menurunkan
prevalensi penderita dengan cara pemutusan rantai penularan melalui
penemuan dini, pengobatan secara tepat baik waktu maupun dosisnya.Hal itu
perlu dilakukan karena penyakit TBC ini merupakan penyakit yang sangat
mudah menyebar dan menular.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, maka pengetahuan tentang segala
hal yang berkaitan dengan penyakit TBC baik tentang kuman, cara penularan
maupun pengobatan yang seharusnya diberikan pada penderita TBC,
merupakan hal mendasar yang harus dikuasai setiap pelaksana program TBC
dilapangan.
Dari hal di atas dapat diketahui bahwa penyakit TBC merupakan
penyakit yang memerlukan penanganan dan perhatian yang khusus dari
pemerintah, para pengelola program TBC di lapangan, maupun masyarakat
Indonesia. Dan penulis merasa penting dan menarik untuk mengetahui lebih
dalam lagi tentang pelaksanaan program TBC di Puskesmas. Dengan begitu
penulis akan mendapatkan informasi yang lebih detail dan terperinci lagi
tentang pelaksanaan program TBC di lapangan, salah satunya di Puskesmas.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum untuk menjadi pengalaman bekerja dan kesempatan
untuk mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat dan mendapatkan
gambaran yang utuh tentang penatalaksanaan pelayanan kesehatan
3
C. Manfaat
1. Bagi instansi
a. Terciptanya kerjasama antara petugas puskesmas dengan mahasiswa
yang sedang magang
b. Mendapatkan masukan ataupun saran dari mahasiswa yang sedang
praktek untuk membantu dalam pemecahan masalah yang dihadapi
khusunya yang berkaitan dengan program TBC di puskesmas
2. Bagi mahasiswa
a. Dapat memperoleh pengalaman belajar dan bekerja untuk menjadi
seorang sarjana kesehatan masyarakat yang profesional dalam ruang
lingkup masyarakat luas.
b. Menumbuhkan sikap saling menolong dalam lingkungan kerja
c. Dapat menilai kepribadian masing-masing individu dalam lingkungan
puskesmas
d. Mengetahui cara kerja atau penatalaksanaan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Pahandut
4
BAB II
GAMBARAN UMUM TEMPAT MAGANG
4
5
1. Geografis
Puskesmas Pahandut adalah salah satu Puskesmas tertua di
Provinsi Kalimantan Tengah dan berada diwilayah Kota Palangka Raya.
Puskesmas ini resmi mulai menjalankan fungsinya sebagai Puskesmas
Pada tanggal 1 April tahun 1975 dengan pimpinan pertama dr.Soekismo.
Wilayah kerja Puskesmas Pahandut saat itu mencakup seluruh kecamatan
Pahandut yaitu Pahandut, Langkai, serta Tumbang Rungan.
Seperti juga Puskesmas-Puseksmas tua lainnya Puskesmas
Pahandut bercikal bakal sebagai Balai Pengobatan milik pemerintah
dengan Fokus pelayanan kepada pengobatan rawat jalan, dengan lokasinya
yang cukup strategis yaitu di Jl.Let.Kol.Darmosugondo no.1 dan mudah
terjangkau oleh sarana transportasi, Puskesmas ini berkembang menjadi
tumpuan masyarakat Kota Palangka Raya yang memerlukan pelayanan
kesehatan rawat jalan tingkat pertama. Sebagai akibatnya, beban
pelayanan kesehatan langsung Puskesmas cukup tinggi yang berkisar
antara 150 s/d 200 pengunjung perhari yang terdiri dari pengunjung
umum, Askes dan keluarga miskin.
Sejak mulai beroperasinya puskesmas ini telah mengalami 4 kali
renovasi gedung yaitu pertama tahun 1987, kedua tahun 1996, ketiga tahun
2000 dan yang keempat tahun 2006. Renovasi dilakukan untuk mengatasi
pertumbuhan pelayanan kesehatan baik bersifat pelayanan langsung
maupun pelayanan program-program kesehatan. Disamping itu tuntutan
akan penerapan mutu telah mendorong penyelenggara pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta untuk mulai masuk pada era baru
sistem pembiayaan kesehatan dengan swadanisasi (self finance) dimana
Puskesmas diberi wewenang mengelola sendiri penerimaan fungsionalnya
6
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0
Pahandut Pahandut Seberang Tumbang Rungan
9
misi
- MEMBERIKAN PELAYANAN YANG MEMENUHI
STANDART PELAYANAN KESEHATAN
- MENJALANKAN PROGRAM-PROGRAM KESEHATAN
DENGAN KINERJA TERBAIK
c. Kegiatan Adminstrasi
Dalam melaksanakan tugas, manajemen puskesmas
menjalankan kegiatan administrasi baik ketatausahaan maupun dalam
bentuk pelaporan-pelaporan hasil kegiatan, dikenal dengan nama
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang dulu lebih
dikenal sebagai SP2TP.
Puskesmas merupakan andalan pemerintah dalam memberikan
pelayanan sosial bidang kesehatan terhadap seluruh lapisan masyarakat
dalam bentuk pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP).
Seluruh rangkaian pelayanan kesehatan berupa kegiatan promotif,
Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif menjadi beban tugas Puskesmas.
Untuk mendukung semua pelayanan tersebut harus di dukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai.
a. Kendaraan Puskesmas
Kendaraan Puskesmas terdiri dari:
- 2 buah Mobil Pusling.
- 7 Unit Sepeda Motor yang tersebar di Puskesmas Induk dan
Puskesmas Pembantu di Wilayah kerja Puskesmas Pahandut.
b. Sumber Air
Sumber air Di Puskesmas Pahandut adalah menggunakan
PDAM dan Sumur Boor (Hitachi)
3. Pengorganisasian
Kepala Puskesmas dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh
bagian Tata Usaha dan beberapa orang Koordinator sesuai dengan
Program yang ada di Puskesmas. Kepala Puskesmas membawahi langsung
Kepala Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya, Yaitu 4 (empat) Kepala
Puskesmas Pembantu, yaitu, Puskesmas Pembantu Murjani, Puskesmas
Pembantu Rindang Benua, Puskesmas Pembantu Pahandut Seberang dan
Puskesmas Pembantu Tumbang Rungan.
Didalam melakukan Pelayanan kesehatan/menjalankan program-
program kesehatan, Puskesmas Pahandut telah melaksanakan sejumlah
11
4. Manajemen Puskesmas
a. Perencanaan
Perencanaan tingkat Puskesmas memuat petunjuk dalam
menyusun rencana kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh
Puskesmas.Perencanaan tingkat Puskesmas di artikan sebagai suatu
proses yang sistimatis untuk menyusun atau mempersiapkan kegiatan
yang akan di laksanakan oleh Puskesmas pada tahun yang akan
datang.
Untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dalam upaya mengatasi masalah-masalah
kesehatan setempat termasuk keluhan–keluhan pelanggan, Puskesmas
Pahandut telah membentuk Tim Jaminan Mutu (Tim Quality
Assurance).
b. Lokakarya Mini/Pertemuan Bulanan
13
B. Lingkungan Internal
UPT Puskesmas pahandut ber motokan “ memberikan pelayanan
terbaik” terus berusaha memenuhi standard dipelayanan dimana standard
pelayanan minimal ( SPM ) menjadi acuan dalam melayani pasien hak dan
keawajiban pasien lebih di utamakan:
1. Kewajiban Pasien :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana kesehatan puskesmas
Pahandut
d. Membayar distribusi atas pelayanan yang diterima sesuia dengan
peraturan yang berlaku.
2. Hak Pasien :
14
Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA postif yang saat batuk,
lebih, berdahak, dapat disertai darah, panas badan, nyeri dada dan gejala
dengan tes cepat. Tes cepat saat ini yang digunakan adalah tes blo-
1) Jejaring layanan
2) Kolaborasi layanan
dan masyarakat.
1) Investigasi kontak
dengan pasien TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah
6) Skrining masal
D. Definisi kasus
Definisi kasus TB didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologis
BTA, biakan maupun tes cepat dan contoh uji jaringan yang terkena.
2) Pasien TB paru BTA negatif/tes cepat M.tb negatif dengan tidak ada
bakteriologis.
E. Penegakan diagnosis TB
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis,
lainnya.
1. Identifikasi Terduga TB
Petugas kesehatan menjaring terduga TB dengan melakukan
skrining gejala maupun dengan melihat hasil foto toraks pasien yang
bersangkutan.
Skrining Gejala:
Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan
gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari
sebulan.
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan
lain-lain.
setiap orang yang datang ke Faskes dengan gejala tersebut diatas dianggap
untuk pasien yang memiliki faktor risiko dan memiliki gejala tambahan
Skrining Radiologis:
radiologis dapat dilakukan terhadap foto toraks yang diperoleh dan proses
penyakit yang lain, juga bisa dilakukan pada hasil foto toraks pada
atau sesuai organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering
dijumpai adalah batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh,
demam lama serta lesu dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering
dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun
obat asma untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat
1) Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
adekuat.
bulan pengobatan.
3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak
4) Pasien TB
bulan pengobatan.
berobat/default).
TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di
pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
2) Pemeriksaan Biakan
terpantau mutunya.
uji dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak memiliki akses
langsung ke laboratorium,
3. Penegakan Diagnosis TB pada Orang Dewasa
Molekuler
F. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi kasus TB tersebut di
Seorang pasien TB, khususnya TB paru pada saat dia bicara, batuk dan bersin
dahak. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik
Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar
b. Faktor individu.
Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko
pada wanita.
jatuh sakit.
3) Perilaku:
kali.
cara pengobatan.
c. Faktor lingkungan:
Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan
penularan TB.
Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya
pencegahan.
beresiko.
menderita TB. Materi PPI TB akan dibahas lebih lanjut pada modul
Manajemen.
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. Uraian kegiatan
Kegiatan magang di Puskesmas Pahandut yang terletak dijalan di
Jl.Let.Kol.Darmosugondo pada tanggal 05 desember – 31 desember.
Pelayanan rawat jalan dari jam 08.00 s/d jam 13.00 wita pada hari senin –
kamis dan hari jum’at dimulai dari jam 08.00s/d jam 11.30 wita dan hari sabtu
di mulai dari jam 08.00 s/d 12.00 wita. Adapun pelayanan rawat inap 24 jam.
Magang merupakan kegiatan kurikulum wajib dengan beban studi
sebesar 3 sks yang dilaksanakan 4 minggu dengan rincian sebagai berikut :
1. Persiapan, orientasi lapangan dan pembekalan selama 1 minggu.
2. Pelaksanaan kerja magang efektif dilapangan selama 4 minggu,pelaksanaan
magang disesuaikan dengan jam kerja ditempat magang.
3. Konsultasi laporan magang pada pembimbing isntansi dan pembimbing
fakultas dilaksanakan pada minggu ke-4.
4. Pembuatan laporan dilaksanakan mulai minggu ke 3sampai minggu ke-4
35
B. Dokumentasi kegiatan dan kegiatan selama magang
Minggu pertama diberikan pengarahan untuk melakuakan kegiatan
kerja di ruang tb paru disana ditugaskan untuk mengolah data seperti mengisi
nomor BPJS pasien.
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 3
D. Prioritas masalah
Penentuan prioritas masalah dapat dilakukan menggunkan metode
Kriteria Matrik untuk mencari penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Efektifitas program,
Yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab
masalh yang ditemukan . Makin tinggi kemampuan ,makin efektif cara
penyelesaian tersebut.
2. Efesiensi program
Yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya . bila cara
penyelesaian dengan biaya (cost) yang kecil maka cara tersebut disebut
efisien
Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat beberapa
pedoman yaitu :
a. Berdasarkan besarnya penyebab masalh/ Magnitude
Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat
diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin
banyak penyebab masalh yang dapat diselesaikan , maka semakin
besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
b. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy
Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab
masalah maka semakin efektif. . Kriteria ini bernilai 1-5, semakin
banyak penyebab masalh yang dapat diselesaikan , maka semakin
besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
c. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah / Vulne rability
Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif .
Kriteria ini bernilai 1-5, semakin banyak penyebab masalh yang dapat
diselesaikan , maka semakin besar nilainya. ( semakin mendekati 5)
d. Berdasarkan biaya dalam menyesaikan masalah/ Cost
Kriteria ini bernilai 1-5,nilai mendekati 1 bila biaya ( sumber daya )
yang digunakan semakin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya
( sumber daya) makin besar.
Tabel 3.1
Matrik Prioritas Pemecahan Masalah tidak tercapainya target CDR 2018
TB Paru diwilayah kerja puskesmas Pahandut
3. Meningkatkan pengadaan
penyuluhan tentang
masalah TB paru dan 4 4 1 5 80
membuat media promosi
deteksi dini TB Paru
4. Perlu dicari prosedur
alternative pemeriksaan
dahak yang bias dilakukan 2 2 1 4 16
di tingkat primer.
5. Menggerakan partisipasi
masyarakat. Sebagai 5 5 1 4 100
contoh posyandu Mandiri
6. Disarankan agar membuat
jejaring eksternal antara
DKK sebagai regulator dan
UPK (RS,dokter umum,
spesialis) sebagai penyedia
pelayanan kesehatan ,
3 3 2 2 6
ikatan profesi misalnya
Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) serta puskesmas
sebagai unit pelayanan
primer serta membuat nota
kesepakatan
Setelah melakukan penentun prioritas alternatif pemecahan
masalah dengan menggukan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan
prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target
CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pahandut. Berdasarkan prioritas
alternatif pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif
pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Menggerakan partisipasi masyarakat . Sebagai contoh, status posyandu
Mandiri dapat ditingkatkan peranya menjadi Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB
2. Meningkatkan pengadaan penyulah tentang masalah TB Paru dan
membuat media promosi deteksi dini TB Paru.
E. Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah diperoleh daftar penyebab masalah paling mungkin, langkah
selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Daftar Alternatif Pemecahan Masalah
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan penemuan penderita TBC di Puskesmas Pahandut dilakukan
melalui Passive promotive case finding artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang berkunjung ke Puskesmas
Pahandut. Semua kontak penderita TBC BTA Positif yang memiliki gejala
yang sama dengan penderita TBC juga diperiksa dahaknya dan untuk
pasien balita seringkali petugas Puskesmas maupun kader melakukan
penjaringan di Posyandu- Posyandu
2. Untuk mendiagnosis TBC Paru pada orang dewasa diantaranya petugas
melakukan anamnesa terhadap keluhan- keluhan yang dirasakan oleh
tersangka penderita TBC , kemuadian petugas melakukan pemeriksaan
fisik, dan juga petugas melakukan pemeriksaan laboratorium dahak
mikroskopis.
3. Pengobatan TBC yang diberikan pada penderita TBC dewasa adalah
berupa OAT FDC sedangkan untuk penderita TBC anak diberikan
kombipak anak dan untuk pasien yang memerlukan tambahan pengobatan
dari yang sudah di jadwalkan penderita tersebut diberikan OAT FDC
sisipan.
B. SARAN
1. Perlunya restrukturisasi ketenagaan dengan cara penambahan tenaga
kesehatan agar pelaksanaan program penanggulangan TBC di Puskesmas
Pahandut dapat dilaksanakan dengan lebih optimal.
2. Perlu adanya peningkatan kuantitas supervisi yang dilaksanakan oleh dinas
kesehatan sehingga pelaksanaan program penanggulangan TBC dapat
terpantau dengan baik
3. Kegiatan di luar gedung dalam upaya penggulangan penyakit TBC harus
lebih ditingkatkan dalam rangka penemuan kasus sedini mungkin,
misalnya melalui kegiatan penyuluhan massal dan pemeriksaan dahak
secara gratis yang dilaksanakan di tingkat RW .
28
4. Meningkatkan peran serta petugas kesehatan, yang diperlukan dalam
rangka meningkatkan program penanggulangan penyakit TB Paru yang
dilakukan dengan memberikan dorongan dan bimbingan bagi masyarakat
dan penderita TB Paru untuk dapat menjaga kesehatan dan kebersihan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Soeperman Sarwono, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta,1998.
LAPORAN MAGANG
Oleh :
REZA PRATAMA ARIF NORAHMAN
NPM : 17.07.0499