Anda di halaman 1dari 111

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 2

Dosen Pengampu : Dhian Luluh Rohmawati, M.Kep., Sp., KMB.

Nama : Intan Dwi Ratnasari

NIM:015.19.17.357

Tingkat 3A

YAYASAN PENDIDIKAN KESEHATAN KETONGGO

AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................i
A. PENGKAJIAN PADA SISTEM PERNAPASAN.................................................................1
B. PENGKAJIAN PADA SISTEM PERKEMIHAN..................................................................3
C. PENGKAJIAN PADA SISTEM PENCERNAAN.................................................................5
D. PENGKAJIAN PADA SISTEM INTEGUMEN...................................................................6
E. BANTUAN PERNAFASAN MELALUI BAG VALVE MASK................................................7
F. PEMASANGAN OPA (OROPHARYNGEAL AIRWAY)......................................................9
G. PERAWATAN TRAKEOSTOMI....................................................................................23
H. NEBULIZER...............................................................................................................31
I. PERAWATAN LUKA BAKAR.......................................................................................35
J. PEMASANGAN NGT..................................................................................................76
K. BILAS LAMBUNG / KUMBAH LAMBUNG..................................................................83
L. SUCCTION.................................................................................................................89
M. PEMASANGAN KATETER URIN..................................................................................94
N. BLADDER TRAINING...............................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................109

i
A. PENGKAJIAN PADA SISTEM PERNAPASAN

1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas.Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah
tampak mengalami kesukaran bernafas.Perlu diperhatikan juga apakah klien
berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak binggung
(confusion), atau mengantuk (somnolen).Yang tak kalah penting ialah
kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu.Hal ini perlu
diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan
dalam bentuk perubahan status mental.Selain itu, gangguan keadaan sering
pula dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas
beracun.Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga,
lingkungan serta habits/ kebiasaan.
2. Pengkajian Primer
a. Airway (Jalan nafas)
Kaji suara nafas, adakah suara nafas tambahan abnormal, kaji adakah
sumbatan jalan napas.
b. Breathing (pernapasan)
Kaji frekuensi napas, sesak/tidak, adakah otot bantu pernapasan, irama
napas, kedalaman dan batuk.
c. Circulation (sirkulasi)
Kaji nadi, irama, denyut, TD, akral pada ekstremitas, warna kulit, adakah
nyeri dada, CRT dan kaji adakah edema.
d. Disability
- Alert : pasien mengalami penurunan kesadaran
- Voice respon : pasien masih berespon terhadap suara
- Pain respon : pasien berespon terhadap nyeri
- Unrespon : pasien masih dapat berespon
- Reaksi pupil : membesar saat diberi rangsangan

1
e. Exposure (Environtment/Event)
- Pemeriksaan seluruh bagian tubuh : Terdapat jejas pada regio dada
kanan lateral bawah dan diarah kepada bagian belakang
- Penyebab kejadian : Kecelakaan Lalu Lintas

2
B. PENGKAJIAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam


nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.
Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-
tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada
dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas).
d. Disability
- Alert : pasien mengalami penurunan kesadaran
- Voice respon : pasien masih berespon terhadap suara
- Pain respon : pasien berespon terhadap nyeri
- Unrespon : pasien masih dapat berespon
- Reaksi pupil : membesar saat diberi rangsangan

3
e. Exposure (Environtment/Event)
- Pemeriksaan seluruh bagian tubuh : terdapat trauma tumpul maupun
non tumpul
- Penyebab kejadian : Kecelakaan Lalu Lintas, ditusuk, ditembak dll

Penanganan awal trauma non-penetrasi (trauma tumpul)


1)      Stop makanan dan minuman
2)      Imobilisasi
3)      Kirim ke rumah sakit
4)      Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)


1)      Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2)      Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3)      Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4)      Imobilisasi pasien
5)      Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
6)      Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7)      Kirim kerumah sakit

4
C. PENGKAJIAN PADA SISTEM PENCERNAAN
Pengkajian kegawatdaruratan pada sistem pencernaan dapat dilakukan dengan
ABCDE sebagai berikut :

1. Airway
Menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)
2. Breathing
Menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
3. Circulation
Dengan mengontrol pendarahan (bleeding control) dimana nadi
biasanya lemah, kecil dan cepat.Tekanan darah sistolik dan diastole
menunjukan adanya tanda syok hipovolemik, hitung MAP dan CRT
kurang atau lebih dari 3 detik.
4. Disability
Status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, respon pupil) dapat dinilai
menggunakan skala AVPU yaitu
Alert : klien masih sadar
Verbal : klien berespon dengan adanya suara
Pain : klien berespon dengan adanya rangsangan nyeri
Unrespon : klien tidak berespon baik dengan adanya suara maupun
rangsangan nyeri
5. Exposure
Buka baju penderita tetapi cegah hipotermia, lihat adanya jejas,
pendarahan dan bila adanya pendarahan segera ditangani dengan balut
tekan atau segera masuk ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy
eksplorasi.

5
D. PENGKAJIAN PADA SISTEM INTEGUMEN
Terjadinya luka pada sistem integumen seperti luka bakar dapat dilakukan
pengkajian dengan ABCDE sebagai berikut :

1. Airway
Pada kasus sistem integumen seperti luka bakar salah satunya kaji jalan
pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh inhalasi. Tanda-tanda adanya trauma
inhalasi antara lain riwayat terkurung dalam api, likaakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar dan sputum yang hitam. Kaji apakah terjadi
obstruksi jalan nafas pada pasien dengan look, listen, chin lift and jaw
thrust. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cidera tulang belakang.
2. Breathing
Look, listen and feel terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien. Kaji
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien dan masalah pernafasan
yang mengancam jiwa lainnya dan beri terapi sesuai kebutuhan.
3. Circulaation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema.Pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolemik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar
ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu dengan Formula Baxter dan
Evans. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan sampai defibrilasi
siap digunakan.
4. Disability
Cek tingkat kesadaran pasien GCS dan respon pupil. Dapat juga dinilai
dengan skala AVPU yaitu :
Alert : klien masih sadar
Verbal : klien berespon dengan adanya suara
Pain : klien berespon dengan adanya rangsangan nyeri
Unrespon : klien tidak berespon baik dengan adanya suara maupun
rangsangan nyeri

6
5. Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien, jika
memiliki luka bakar derajad tinggi maka imobilisasi in-line penting
dilakukan. Lakukan log roll ketika pemeriksaan pada punggung pasien.
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).Kontrol pendarahan dengan memberikan penekanan
secara langsung.

E. BANTUAN PERNAFASAN MELALUI BAG VALVE MASK

1. Pengertian

BVM atau Bag Valve merupakan alat bantu pernafasaan yang terdiri dari bag
yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup dan
masker yang menutupi mulut dan hidung. Ambubag ini biasanya digunakan untuk
memberikan tekanan pada sistem pernafasaan pasien yang henti nafas atau yang
nafasnya tidak ang tidak adekuat. Alat ini umumnya merupakan bagian dari
peralatan resusitasi untuk tenaga ahli, seperti pekerja ambulans. Alat ini
digunakan secara ekstensif diruang operasi untuk bantuan pernafasan pasien
pasien yang tidak sadar pada saat sebelum diberikan bantuan pernafasan mekanik.

2. Fungsi

Untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memperbaiki pernafasan


buatan untuk menjamin kebutuhan adanya oksigen, dan untuk menjamin

7
pertukaran antara oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) yang terjadi di paru-
paru secara normal.

3. Indikasi dan Kontraindikasi bantuan nafas dengan Bag Valve Mask


Indikasi bantuan napas dengan Bag Valve Mask yaitu sebagai berikut.
a. Pasien dengan gangguan sistem pernapasan dan memerlukan bantuan
pernapasan.
b. Pasien dengan henti nafas.
c. Pasien dengan cardiac arrest.
d. Pasien dengan respiratory failure.
e. Pasien yang sebelum, selama atau sesudah menjalani suction.

Kontraindikasi dilakukan bantuan napas dengan Bag Valve Mask yaitu


sebagai berikut :
a. Trauma wajah parah.
b. Cedera mata terbuka
c. Pemakaian benda asing dalam rongga mulut (Contoh: pemakaian kawat
gigi, pemakaian gigi palsu).
4. Cara kerja
a) Persiapan tempat dan alat
1) Persiapan alat Ambubag.
2) Persiapan tempat Tempat yang aman, datar, dan keras.

Persiapan Pasien
1) Memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan.
2) Menjelaskan maksud dan tujuan.
3) Menyiapkan posisi pasien terlentang di tempat yang aman, datar
dan keras.
b) Persiapan Lingkungan Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman dan
cukup penerangan.
c) Pelaksanaan
1) Perawat memeriksa pernapasan dengan cara :
o Look (Lihat) : Gerak dada, gerak cuping hidung (flaring
nostril), retraksi sela iga

8
o Listen (Dengar) : Suara nafas, suara tambahan
o Feel Rasakan : Udara nafas keluar hidung-mulut
2) Perawat menilai pernapasan.
3) Menilai tanda-tanda distress nafas, jika tanda-tanda muncul lakukan
pemberian nafas buatan menggunakan ambubag.
4) Mengangkat rahang bawah pasien untuk mempertahankan jalan
nafas terbuka.
5) Menekan sungkup pada muka pasien secara kuat.
6) Memompa udara dengan cara tangan satu memegang bag sambil
memompa udara dan yang satunya memegang dan memfiksasi
masker, pada saat memegang masker ibu jari dan jari telunjuk
membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang
bawah sekaligus membuka jalan napas dengan membentuk huruf E.
7) Lakukan sebanyak 10-12 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
8) Evaluasi pernapasan.
9) Bereskan alat-alat.
d) Sikap selama pelaksanaan Cepat, tepat, dan hati-hati.
e) Dokumentasi
1) Pastikan pernapasan pasien tetap stabil
2) Observasi pasien, bila terjadi henti nafas dan henti jantung dilakukan
resusitasi.

F. PEMASANGAN OPA (OROPHARYNGEAL AIRWAY)


A. Pengertian

Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang


dipasang antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar
yang berfungsi untuk membebaskan jalan nafas. (Medical
Dictionary)
Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara
yang ideal untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang
menjadi terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk

9
membantu ventilasi (Sally Betty,2005)
Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok
atau plastik yang dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk
menetapkan atau memelihara kepatenan jalan nafas.(William dan
Wilkins).

Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya jatuh ke bagian


pharynx posterior sehingga menghalangi jalan nafas, sehingga
pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah disesuaikan
dengan palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan dan
mengedarkan jalan nafas melalui tabung / lubang pipa.Dapat juga
berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan suction. Pembebasan jalan
nafas dengan oropharingeal tube digunakan dalam jangka waktu pendek
pada post anastesi atau langkah postictal. Penggunaan jangka panjang
dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube untuk
menghindari gigitan pada selang endotraceal.trakea.Pada penderita
dengan bantuan jalan nafas oropharyngeal ini merupakan benda asing
dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai
koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus
gram positif.Pada fiksasi oropharyngeal tube juga sering kali
menimbulkanpenekanan pada salah satu sisi bibir pasien sehingga bisa
menyebabkan luka/nekrotik sebagai penyebab masuknya kuman ke
dalam tubuh pasien.

B. Organ-organ yang terlibat dalam oropharyngealairway

1. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan TubaEustachius)

2.Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan


faring,terdapat pangkal lidah)
3. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliranmakan

10
C. Indikasi dan Kontra Indikasi

1. Indikasi

Adapun indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai berikut :

a. Pemeliharaan jalan nafas pasien dalamketidaksadaran,

b. Melindungi endotracheal tube darigigitan,

c. Memfasilitasi suction pada jalan nafas

2. Kontra indikasi

Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar
karena dapat merangsang muntah, spasme laring.
Harus berhati-hati bila terdapat trauma oral.

D. Konsep Fisiologi / Pengaruh TerhadapTubuh

Pemasangan oropharengeal tube meniadakan proses pemanasan dan


pelembaban udara inspirasi kecuali pasien dipasang ventilasi mekanik dengan
humidifikasi yang baik. Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mukosa
bronkus mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru.Discharge trakea
berkurang dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epite

E. Prinsip PencegahanInfeksi

Untuk pencegahan infeksi, digunakan prosedur yang bersih baik itu dari
peralatan dan juga lingkungan bersih dalam melakukan prosedur tindakan. Untuk
perawatan, jaga kebersihan mulut setiap 2 sampai 4 jam jika dibutuhkan.
Oropharyngeal tube dapat direndam di baskom yang telah diisi air kemudian
dibilas dengan larutan hydrogen peroxida dan air.

F. Prinsip / Hal Lain Untuk Pemasangan Oropharyngealtube

11
− Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang
atau apabila ukuran terlampau panjang, epiglotis akan tertekan sehingga
menyebabkan jalan nafastersumbat
− Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi danalat

− Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada
karena dapat menyebabkan muntah dan spasmelaring.

G. Hal Yang Dikaji SebelumTindakan

Hal yang dikaji sebelum tindakan pemasangan oropharyngeal tube

Pastikan pasien dalam keadaan tidak sadar. Pemaksaan pemasangan alat ini akan
menimbulkan “gag reflek” atau muntah yang mungkin menyebabkan aspirasi.
Perhatikan dan ukur besarnya oropharyngeal tube yang akan dipakai

H. Diagnosa Keperawatan Yang MungkinMuncul

1) Kerusakan pertukaran gas spontan

2) Ketidakefektifan bersihan jalannafas

3) Kerusakanmenelan

4) Resiko infeksi

I. Outcome YangIngin Dicapai Dari Pemasangan Oropharingeal Tube Tujuan


pemasangan oropharyngeal tube adalah:
Menjaga kepatenan jalan nafas pasien,

12
Tujuan perawatan orupharyngeal tube adalah :

Menjaga jalan nafas tetap paten


Mencegah terjadinya infeksi

J. Persiapan Alat, Lingkungan dan Pasien Sebelum Terapi OksigenDiberikan

1. PersiapanAlat
− Mayo / Guidel / oropharyngeal tube berbagaiukuran
− Sarungtangan
− Plaster
− Bengkok
− Toungespatel
− Kasa
− Suction
− Selang penghisap
2. Persiapan Lingkungan
− Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyamanserta

kooperatif
− Siapkan sampiran atau sketsel

3. Persiapan Pasien
− Informasikan keluarga tentang tindakan yang akandilakukan
− Posisikanklienterlentang,upayakansedekatmungkundenganbagian

atas empat tidur


− Pastikan pasien dalm keadaan aman untuk dilakukantindakan
− Pastikan tidak terdapat reflekfaring
Prosedur Tindakan Pemasangan oropharyngealtube

1) cuci tangan, gunakan sarungtangan.

2) pilihlah ukuran airway yang sesuai dengan pasien. Hal ini mungkin dilakukan
dengan menempatkan jalan napas di pipi pasien dengan bagian datar di bibir.
Ujung dari jalan napas harus ada di dagupasien.
3) Masukkan jalan napas dengan mengikuti salah satu cara dibawahini.

Balik jalan napas sehingga bagian atasnya menghadap kemuka.Mulai untuk

13
memasukkan jalan napas ke mulut. Sebagaimana jalan napas mendekati
dinding posterior Faring dekat lidah belakang, putar jalan napas pada posisi
yang seharusnya (180 º)Gunakan penekan lidah , gerakkan lidah keluar untuk
menghindari terdorong ke belakangmasuk faring posterior. Masukkan jalan
napas oral ke dalam posisiyang seharusnya dengan bagian atas masuk
kebawah dan tidak perlu diputar.

14
4) Jika reflek cegukan pasien terangsang, cabut jalan nafas dengan
segera dan masukkankembali.
5) Fiksasi jalan napas dengan plester dan letakkan di pipi dan melintasi
bagian datar dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi
bagian terbuka dari jalan napas. Harus berhati- hati untuk menjamin
pasien tidak cegukan terhadap jalan napas ketika direkatkan pada
tempatnya. Perekatan dapat mencegah pasien dari dislokasi jalan
napas dan karena itu pasien muntah segera setelah ia sadar kembali

Prosedur perawatan oropharyngeal tube

1.cuci tangan , gunakan sarung tangan, lakuka perawatan oral pada sisi
rongga mulut yang tidak terhalang olehpipa
2. Perhatikan tanda panjang pipa dalam sentimeter dengan acuan bibirpasien

3.Pegang pipa dalam tanda tersebutdan dengan hati-hati dan cermat


gerakkan pipa kesisi lain dari mulutpasien.
4.Pastikan bahwa tanda acuan
tetap sama. 5.Gunakan penghisap
oral sesuaikebutuhan

15
Evaluasi

4. Kaji status neurologi pasien secara berkala. Jalan napas dapat


menyebabkan muntah-muntah pada pasien yang sensitif dan karenanya
harus digunakan hanya pada pasien sadar.
5. Monitor pasien dari penumpukan sekresi oral dan penghisapan
ronggamulut

6. Jika keadaan pasien memungkinkan, pemakaian jangka


panjang memerlukanpelepasan jalan napas untuk memberikan
perawatanoral.

Dokumentasi

1. Catat ukuran dari jalan napas yangdigunakan

2. Catat waktu prosedur dilakukan dan toleransipasien

3. Catat setiap perubahan dalam status pasien dan atau setiapkomplikasi

4. Catat kecepatan dan sifat dari pernapasan.

Pendidikan yang Perlu Diberikan pada Pasien danKeluarga

Instruksikan klien dan keluarga untuk tidak menggerakkan


Oropharyngeal tube, plester, atau pemegang oropharyngeal tube. Jika
klien mengeluh atau nampak tidak nyaman, instruksikan keluarga
bertanya pada perawat.

Informasikan pada klien dan keluarga bahwa jika tube


menyebabkan sumbatan, untuk segera memberitahukan kepada perawat
dan intervensi akan dilakukan untuk mengurangi sumbatan.

PERAWATAN PASIENYANG TERPASANG


ENDOTRACHEAL TUBE

A. Pengertian

Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang


membutuhkan perawatan posisi dari selang yang benar dan

16
memelihara hygiene dengan baik pada pasien yang terpasang
endotracheal tube.

a. Organ-organ yang terlibat dalamtindakan

Organ-organ yang terlibat dalam tindakan perawatan pasien


tersebut antara lain mulut, orofaring dan trachea.

b. Indikasi perawatan

- Indikasi

Pasien yang terpasang endotracheal tube.

- Kontraindikasi

Tidak terdapat kontra indikasi yang absolute pada


perawatan pasien yang terpasang endotracheal tube.

c. Konsep Fisiologi tindakan terhadaptubuh


Suatu selang endotrakeal biasanya dimasukkan dengan
bantuan laringoskop oleh tenaga medis, keperawatan, atau
terapi pernafasan yang secara khusus dilatih dalam teknik
ini.Bila selang telah dipasang, cuff di sekeliling selang
dikembangkan untuk mencegah kebocoran udara sekitar
bagian selang dan untuk meminimalkan kemungkinan akibat
aspirasi dan mencegah gerakan selang.

Hampir semua ETT memiliki cuff berupa balon yang bisa

17
dikembangkan dari luar menggunakan spuit kecuali ETT bayi,
tekanan balon pada dinding trakea dapat menyebabkan hipoksi
epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga terjadi erosi
mukosa trakea.
Di samping efek pada pangkal lidah, laring dan trachea,
pemasangan ETT juga meniadakan proses pemanasan dan
pelembaban udara inspirasi kecuali pasien dipasang ventilasi
mekanik dengan humidifikasi yang baik.Perubahan ini
menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan
partikel-partikel tertentu dari paru.Discharge trakea berkurang dan
menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epitel
trakea.
Penumpukan sekresi mucus dapat terjadi pada jalan nafas
setelah terpasangnya ETT.jika tidak mendapat perhatian, maka akan
dapat menyumbat bersihan jalan nafas kemudian berpengaruh pada
pola nafas pasien. Nafas pasien terdengar stridor dan dispneu. Oleh
karena itu persiapan alat penghisap atau suction sangat dibutuhkan
pada permasalahantersebut.
Pengisapan sekresi endotrakeal dilakukan melalui
selang.Oksigen yang dihangatkan, dilembabkan harus selalu
dimasukkan melalui selang, apakah pasien bernafas secara spontan
maupun dalam ventilator.Intubasi endotrakeal dapat digunakan
sampai 3 minggu, yang pada waktu tersebut trakeostomi harus
dianggap dapat menurunkan iritasi dan trauma pada lapisan trakea,
untuk mengurangi angka kejadian paralisis pita suara (sekunder
terhadap kerusakan saraf laring), dan untuk mengurangi ruang
rugimekanis.
Kerugian yang terdapat pada selang endotrakeal atau
trakeostomi sama halnya seperti kerugian yang terdapat pada
modalitas pengobatan lainnya. Satu yang paling nyata adalah, bahwa
selang menyebabkan rasa tidak nyaman.Selain itu, refleks batuk
ditekan karena penutupan glotis dihambat.Sekresi cenderung untuk
lebih mengental karena efek penghangatan dan pelembaban saluran
pernafasan atas telah dipintas.Refleks-refleks menelan, yang terdiri

18
atas refleks glotis, faring, dan laring tertekan karena tidak digunakan
dalam waktu lama dan trauma mekanis akibat selang endotrakeal
atau trakeostomi, yang membuat klien semakin berisiko aspirasi.
Ulserasi dan striktur laring

19
atau trakea dapat terjadi. Kekhawatiran pasien yang paling besar
adalah ketidakmampuan untuk berbicara dan mengkomunikasikan
kebutuhan.

d. Prinsip pencegahaninfeksi

Pada penderita dengan intubasi di mana ETT merupakan benda asing


dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai
koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus gram
positif.
Pada fiksasi ETT juga sering kali menimbulkan penekanan pada salah
satu sisi bibir pasien sehingga bisa menyebabkan luka/nekrotik sebagai
penyebab masuknya kuman ke dalam tubuh pasien.
Mengingat besarnya pengaruh tidak baik pemasangan ETT terhadap
tubuh pasien maka diperlukan perawatan ETT yaitu:
1) Fiksasi harus baik, plester jangan terlalu tegang.

2) Pipa ET sebaiknya ditandai pada ujung muluttercabut.

3) Pantau tekanan balon, jangan lebih dari 30 cmH2O.

4) Jaga patensi jalan napas dengan humidifikasi yang atau hidung


sehingga bisa untuk mengetahui secara dini pipa kedalaman atau baik
dan adekuat udara inspirasi.
5) Lakukan penghisapan lendir jika berlebih dan jika diperlukan lakukan
bronchiale toilet untuk mencegah penumpukanslym.
6) Reposisi atau pindah-pindahkan penempatan pipa ET dari satu sisi
mulut pasien ke sisi lainnya sesuaikebutuhan.

20
e. Prinsip / hal lain untuk tindakantersebut

Perawatan intubasi

1) Fiksasi harusbaik

2) Gunakan oropharing air way (guedel) pada pasien yang tidak


kooperatif
3) Hati-hati pada waktu mengganti posisipasien.

4) Jaga kebersihan mulut dan hidung

5) Jaga patensi jalan napas

6) Humidifikasi yangadekuat

7) Pantau tekananbalon

8) Observasi tanda-tanda vital dan suaraparu-paru

9) Lakukan fisioterapi napas tiap 4jam

10) Lakukan suction setiap fisioterapi napas dan sewaktu-waktu bila ada
suaralender
11) Yakinkan bahwa posisi konektor dalam kondisibaik

12) Cek blood gas untuk mengetahuiperkembangan.

13) Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu
tertentu.
14) Observasi terjadinya empisemakutis

15) Air dalam water trap harus sering terbuang

21
16) Pipa endotracheal tube ditandai diujung mulut /hidung.

f. Hal yang perlu dikaji sebelumtindakan


- Kaji tanda-tandavital
- Kaji adanya suara stridor pada pasien dan adanya secret yang menyumbat
jalan nafas
- Kaji sumber oksigen atauventilator
- Kaji tekanan padabalon
- Kaji adanya lecet ataupun nekrosis pada mulut atau mukosamembrane
- Kaji letak ET tube dari rontgendada

G. PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di
atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah
(stoma) ke dalam trakea melalui kulit.Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk
hal-hal berikut.
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu
tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar
(kimiawi atau inhalasi)
2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan
secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi
3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret
4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral
5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.

Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang paling
memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas dan glottis,
membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah untuk pengisapan jika
dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat makan dan berbicara (bergantung
tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan kualitas hidup kelebihan pemasangan
trakeostomi pada klien dengan sakit kritis meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi
meningkatkan mobilitas dan mengurangi komplikasi dari imobilitas.
1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi

22
Indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
f. Obstruksi laring
1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
h. Cedera parah pada wajah dan leher
i. Setelah pembedahan wajah dan leher
j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan
sesudah operasi laring

Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :


Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.

2. Slang Trakeostomi
Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan
saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah,

23
bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang
yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa.
Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat
terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding
luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan
trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua
kemasan mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran
yang umum untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi
terbuat dari beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver,
atau silicon. Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang.
Slang metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki
hub berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong
resusitasi manual.
Panang dan kelengkungan slang trakeostomi penting untuk diperhatiakan. Slang
trakeostomi dapat panjang atau pendek. Dapat bersudut, denagn sudut antara 50 sampai
90 derajat. Slang pendek atau slang yang agak pendek dengan sudut sekitar 60 derajat
adalah slang yang paling banyak digunakan. Suatu selang harus cukup panjang untuk
mencega lepasnya slang ke jaringan paratrakeal ketika klien batuk atau berubah posisi
kepala. Ujung bawa slang trakeostomi sebaiknya terletak di atas carina. Kelengkungan
slang harus memungkinkan ujung pada posisi lurus dengan trakea dan bukan menekan
dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan
pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi
kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan
kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh
perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan
yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula
tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan
secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang.
Slang trakeostomi dapat menggunakan manset atau tidak. Manset yang
dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis.Manset yang mengembang mencegah
secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier
yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat
dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.

24
3. Jenis-Jenis Kanula

4. Pengisapan Trakeostomi
a. Peralatan
1) Kateter pengisap
2) Sarung tangan
3) Goggles untuk pelindung mata
4) Spuit 5-10 ml
5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi
6) Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien(resusitator
tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)
7) Mesin pengisap

b. Prosedur

25
1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan
tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh
3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm
Hg)
4) Buka kit kateter pengisap
5) Isi basin dengan normal salin steril
6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang
tinggi
7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan
8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan
dan hubungkan ke pengisap
9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri
10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan
isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk.
11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat
menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada
henti jantung)
12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
nafas.
13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex
batuk tertekan.
14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan
pengisapan bila perlu.
16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal.
17) Bilas selang pengisap.
18) Buang kateter,sarung tangan,dan basin.

1. Perawatan Trakeostomi

26
Prosedur Rasional

Cuff Trakeostomi
b. Selang Balon (udara Tujuan dari penggunaan selang balon adalah
disuntikkkan ke dalam cuff ) untuk mencegah kebocoran udara selama
diperlukan selama ventilasi ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah
mekanis yang lama. aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal
yang adekuat diperlukan karena kebocoran
udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak
tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang
datang dari tenggorok yang tidak tampak.

Cuff tekanan rendah mengeluarkan tekanan


minimal ada mukosa trakea dan dengan
c. Cuff tekanan rendah.
demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea
dan striktura.

Selang Trakeostomi dan perawatan


Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan
kulit.
untuk menjaga kulit tetap bersih dan
1. Inspeksi balutan trakeostomi
kering.Jangan biarkan balutan basah tetap
terhadap kelembaban atau
terpasang datas kulit.
drainase.

Pencucian tangan mengurangi bakteri pada


tangan.
2. Cuci tangan.

Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan


membutuhkan penenangan dan dukungan terus-
3. Jelaskan prosedur pada pasien.
menerus.

Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh


dengan balutan yang terkontaminasi

27
4. Kenakan sarung tangan,lepaskan mengurangi kontaminasi-silang.
balutan yang basah dan buang.
Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang
diperlukan memungkinkan prosedur
5. Siapkan peralatan steril,termasuk diselesaikan dengan efektif.
hydrogen peroksida,normal saline
atau air steril,aplikator berujung
kapas,balutan.
Meminimalkan transmisi flora permukaan pada
6. Kenakan sarung tangan steril. saluran pernafasan yang steril.

Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan


sekresi yang mongering .pembilasan mencegah
residu kulit.

7. Bersihkan luka dan lempeng


selang trakeostomi dengan
hydrogen peroksida.Bilas dengan
Memberikan perlindungan bakteriostatik
saline steril.
topikal.

8. Gunakan salep bakteriostatik pada


pinggiran luka trakeostomi jika Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali
diresepkan. sekitar leher.Selang trakeostomi dapat terlepas
dengan gerakan atau batuk yang kuat jika
9. Jika tali yang lama telah dibiarkan tidak diikat.Akan sulit untuk
basah,letakkan tali twill dalam memasukkan selang trakeostomi kembali,dan
posisinya untuk mengamankan gawat nafas dapat terjaid jika selang
selang trakeostomi.Masukkan trakesotomi terlepas.
satu ujung tali melalui lubang
samping kanula
terluar.Lingkarkan tali tersebut
sekeliling leher pasien dan
ikatkan tali tersebut melalui

28
lubang yang berlawanan dari
kanula terluar.kumpulkan kedua
ujungnya sehingga keduanya
bertemu pada satu sisi
leher.Amankan dengan
simpulan.Kencangkan sampai
hanya dua jari yang dapat
menyusup diantara tali tersebut.
Balutan yang terlepas-lepas benangya tidak
10. Lepaskan tali yang lama dan digunakan disekitar trakeostomi Karena bahaya
buang. dari material , kain tiras , atau beenang yang
dapat masuk ke Dallam sselang, dan akhirnya
11. Gunakan balutan trakeostomi tersangkut ke dalam trakea, sehingga
steril,dan paskan dengan baik di menyebabkan obstruksi atau pembentukan
bawah tali twill dan flange selang abses . Balutan khusus yang tidak mempunyai
trakeostomi sehingga insisi kecenderungan terlepas-lepas benangnya
tertutup. digunakan untuk keperluan ini.

29
H. NEBULIZER
A. Definisi

Nebulizer adalah alat untuk memproduksi aerosol yang mengandung larutan obat
(Ikawati, 2007).Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan)
kedalam saluran respiratori (Supriyatno dan Rahajoe, 2008).Cara ini bisa memberikan
obat dalam konsentrasi tinggi pada tempat aksinya dan menghilangkan atau
mengurangi efek samping sistemik yang terjadi jika obat diberikan secara peroral
(Ikawati, 2007).

B. Prinsip Dasar Terapi Inhalasi

Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang tepat untuk penyakit respiratori


adalah : obat dapat mencapai organ target dengan menghasilkan partikel aerosol
optimal agar terdeposisi di paru- paru, awitan kerja cepat, dosis kecil, efek samping
minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah
digunakan dan efek terapeutik segera tercapai yang ditunjukkan dengan adanya
perbaikan klinis (Supriyatno dan Rahajoe, 2008).

C. Indikasi Inhalasi Uap


    Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk :
- pasien sesak nafas dan batuk
- broncho pnemonia
- ppom (bronchitis, emfisema
- asma bronchial
-rhinitis dan sinusitis
-paska tracheostomi
- pilek dengan hidung sesak dan berlendir
- selaput lendir mengering
- iritasi kerongkongan, radang selaput lendir saluran pernafasan bagian atas

        
D. Prosedur Kerja

30
Persiapan Alat
 Nebulizer
 Tissue
 selang/kanul udara
 sarung tangan
 stetoskop
 obat inhalasi
 kapas alcohol
 masker, nasal canule, mouthpiece
 neirbeken
 kasa lembab
 nacl 0,9 %

Persiapan pasien
1. Pasien diinstruksikan untuk napas melalui mulut, ambil napas lambat, dalam
dan kemudian menahan napas selama beberapa detik pada akhir inspirasi untuk
meningkatkan tekanan intrapleural dan membuka kembali alveoli yang kolaps,
dengan demikian meningkatkan kapasitas residual fungsional.
2. Pasien didorong untuk batuk dan untuk mengevaluasi seberapa baik terapi
bekerja.
3. Peralatan harus dibersihkan dan disimpan dengan baik bila digunakan di
rumah.

Persiapan lingkungan
Terapi inhalasi dengan nebulizer dapat diberikan:
1.      Di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan yang telah memenuhi
persyaratan.
2.      Di rumah dengan aturan yang sudah dimengerti dengan baik dan benar

Tahap pre interaksi

31
- siapkan alat

- baca status pasien

- cuci tangan

Tahap orientasi

- berikan salam, panggil klien dengan namanya

-jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien dan keluarga

Tahap kerja

1.      Alat didekatkan, pakai sarung tangan


2.      Mendengarkan suara napas dengan stetoskop
3.      Ambil tempat obat kemudian masukkan obat kedalam tempat obat pada mesin
nebulizer.
4.      Memasang tutup adaptor, kemudian menyalakan dengan menekan tombol ON
5.      Atur posisi fowler
6.      Jalan nafas dibersihkan, hidung dibersihkan dengan kapas lembab, kapas yg
kotor buang ke neirbeken
7.    Hubungkan masker/nasal canule/mouthpiece pada klien sehingga uap dan obat
tidak keluar
8.    Klien dianjurkan nafas dalam secara teratur
9.    Bila klien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan kesempatan klien
istirahat
10.  Mematikan nebulizer dan melakukan clapping untuk mempermudah
mengeluarkan secret.
11.  Melepaskan masker, menganjurkan klien untuk batuk dan mengeluarkan
dahaknya.
12.  Mengulangi Prosedur 2
13.   Perhatikan keadaan umum
14.  Membersihkan area mulut dengan tissue
15.  Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas

32
16.  Cuci tangan

Tahap terminasi
- evaluasi perasaan klien
- simpulkan hasil kegiatan
- lakukan kontak utk kegiatan selanjutnya
- akhiri kegiatan

Dokumentasi
- catat tindakan yang telah dilakukan

E. Hal Yang Perlu Diperhatikan


1.      Gunakan tubing, nebulizer cup, mouthpiece/masker untuk masing-masing pasien
(single use).
2.      Lindungi mata dari uap.
3.      Berikan obat yang sesuai dengan resep yang dianjurkan oleh dokter.
4.      Jangan mencampur obat tanpa seijin dokter.
5.      Jika memungkinkan, selama terapi, atur nafas dengan menarik nafas dalam melalui
hidung dan tiup melalui mulut.
6.      Perhatikan perubahan yang terjadi, seperti kebiruan (sianosis), batuk
berkepanjangan, gemetar (tremor), berdebar-debar, mual, muntah dan lain-lain.
7.      Lakukan penepukan dada atau punggung pada saat atau setelah selesai terapi
inhalasi.
8.      Segera setelah selesai melakukan terapi inhalasi, basuh wajah dengan air.

33
I. PERAWATAN LUKA BAKAR
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat
dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan
kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2007).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan
mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor
penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar
akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta,
2006).

Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir,
atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa
diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan
medis yang intensif.

2. ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah

34
tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa
cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain
adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh
uap bertekanan tinggi.Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi

35
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. KLASIFIKASI
Berdasarkan berat ringannya luka bakar maka dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Luka bakar berat (major burn)
 Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun.
 Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
 Adanya cedera inhalasitanpa memperhitungkan luas luka bakar.
 Luka bakar listrik tegangan tinggi.
 Disertai trauma lainnya.
 Pasien-pasien dengan resiko tinggi
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
 Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %.
 Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.
 Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar ringan (minor burn)
 Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa.
 Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut.
 Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum.

Luka bakar juga dapat dibagi berdasarkan kedalaman lukanya. Kedalaman luka bakar
ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya
infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu
domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Klasifikasi luka bakar menurut kedalamannya, yaitu:

36
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan

Gambar 1: Zona kerusakan jaringan

a. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh
panas.

b. Zona statis
Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan
respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

c. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler.

Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka
bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka serta waktu
penyembuhannya, yakni :

Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Luka Perjalanan

37
Penyebab Luka bakar yang terkena Kesembuhan

Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; menjadi Kesembuhan


(Superfisial) Hiperestesia putih ketika lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ditekan waktu satu minggu
Terkena api dengan akibat iritasi dari Minimal atau tanpa Pengelupasan kulit
intensitas rendah saraf sensorik edema, tidak
Rasa nyeri mereda dijumpai bullae
jika didinginkan

- Kulit kemerahan - tidak ditemukan bula - terasa nyeri


Gambar 2: Luka bakar derajat I

Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan dalam


(Partial Thickness) bagian dermis Hiperestesia luka berbintik- waktu dua hingga
Tersiram air mendidih Sensitif terhadap bintik merah; tiga minggu
Terbakar oleh nyala udara yang dingin epidermis retak; Pembentuka parut
api permukaan luka dan depigmentasi
basah Infeksi dapat
Edema, dijumpia mengubahnya
adanya bullae menjadi derajat tiga

38
- Tampak bula – Dasar luka kemerahan (derajat IIA) – Dasar luka pucat keputihan (derajat IIB) – Nyeri
hebat terutama pada derajat IIA
Gambar 3: Luka bakar derajat II

Derajat IIa (superficial) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan luka Penyembuhan
mengenai derajat II bakar derajat II terjadi secara
bagian spontan dalam
superfisial dari waktu 10-14 hari,
dermis.Organ- tanpa operasi
organ kulit penambalan kulit
seperti folikel (skin graft).
rambut,
kelenjar
keringat,
kelenjar
sebasea masih
utuh.

39
Gambar 4. Luka bakar derajat IIsuperficial

Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan luka Penyembuhan
mengenai derajat II bakar derajat II terjadi lebih lama,
hampir tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis.Organ- penyembuhan
organ kulit terjadi dalam waktu
seperti folikel lebih dari satu
rambut, bulan. Bahkan perlu
kelenjar dengan operasi
keringat, penambalan kulit
kelenjar (skin graft).
sebasea
sebagian
besar masih
utuh.

Gambar 5. Luka bakar derajat IIdalam

Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka bakar Penyembuhan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria dan berwarna putih terjadi lama karena
dermis dan kemungkinan seperti bahan kulit tidak ada proses

40
Terbakar nyala api kadang- hemolisis, atau gosong, kulit epitelisasi spontan
Terkena cairan kadang kemungkinan retak dengan dari dasar luka.
mendidih dalam jaringan terdapat luka masuk bagian lemak yang Pembentukan eskar
waktu yang lama subkutan dan keluar (pada tampak, edema (koagulasi protein
Tersengat arus listrik luka bakar listrik) pada epidermis dan
dermis), diperlukan
pencangkokan,
pembentukan parut
dan hilangnya
kontour serta fungsi
kulit, hilangnya satu
jari tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi

Gambar : 4.Luka Bakar derajat 3

Sumber : Smeltzer, 2002

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, kemungkinan morbiditas, dan


mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.

41
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan’The Rule of Nines’ yang dikembangkan oleh Wallace
(1940), dimana setiap anggota badan dihitung berdasarkan kelipatan sembilan ini,
yaitu:kepala 9%, tubuh bagian depan 18%, tubuh bagian belakang 18%,
ekstremitas atas 18%, ekstremitas bawah kanan 18%, ekstremitas bawah kiri
18%, organ genital 1%.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20untuk anak.

Korban harus dibawa ke gawat darurat apabila:derajat 1 dengan luas luka lebih dari 15%,
derajat 2 lebih dari 10%, derajat 3 lebih dari 2%, derajat 4, mengenai wajah, alat kelamin,
persendian, tangan, kaki, luka bakar dengan komplikasi patah tulang, gangguan jalan nafas,
luka bakar akibat tegangan listrik, terjadi pada anak anak dan manula.

42
 Metode Lund and Browder
Metode ini diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada
anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan luka bakar pada
anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak
dapat menggunakan rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
a. Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

43
Klasifikasi berdasarkan Fase Penyembuhan Luka

No Fase dan Fisiologi Durasi Fase Implikasi Penatalaksanaan Luka

1 Respon Inflamasi Akut Terhadap Cidera

Hemostasis 0-3 hari Adanya jaringan yang mengalami


Fase Konstriksi sementara dari devitalisasi secara terus menerus,
pembuluh darah yang rusak, adanya benda asing, pengelupasan
terjadi pada saat sumbatan jaringan yang luas, trauma
trombosit dibentuk dan kekambuhan, atau penggunaan yang
diperkuat juga oleh serabut tidak tepat, preparat topical untuk
fibrin untuk membentuk luka sehingga penyembuhan
sebuah bekuan. diperlambat dan kekuatan regang
Respon Jaringan yang rusak : luka tetap rendah.
Jaringan yang rusak dan sel
mast melepaskan histamine
dan mediator lain sehingga

44
menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga kulit
menjadi merah dan hangat.
Permiabilitas kapiler darah
menyebabkan edema local.

2 Fase Dekstruktif

Pembersihan terhadap jaringan 1-6 hari Polimorf& makrofag sangat


mati/yang mengalami dipengaruhi oleh turunnya suhu
devitalisasi dan bakteri oleh tempat luka, dihambat agen kimia,
polimorf (menelan dan hipoksia, dan perluasan limbah
menghancurkan bakteri) dan metabolic yang disebabkan oleh
makrofag (menghancurkan buruknya perfusi jar.
bakteri & mengeluarkan jar.
Yang mengalami devitalisai
serta fibrin yang berlebih,
membentuk fibroblast &
menghasilkan factor
perangsang angiogenesis (Fase
3)

3 Fase Proliferatif

Fibroblast meletakkan 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya


substansi dasar dan serabut- sangat banyak dan rapuh serta
serabut kolagen serta mudah sekali ruasak karena
pembuluh darah baru mulai penekanan yang kasar sehingga
infiltrasi luka. Kapiler dibentuk perlu vitamin C yang cukup. Factor
oleh tunas endothelial, suatu sistemik yang memperlambat
proses yang disebut penyembuhan adalah defisiensi
angiogenesis. Jar yang dibentuk besi, hipoproteinemia dan hipoksia.
dari gelung kapiler baru, yang
menopang kolagen dan
substansi dasar disebut
jar.granulasi.

4 Fase Maturasi (Remodeling)

45
Epitelisasi, Kontraksi, dan 24-356 hari Epitelisasi terjadi 3x lebih cepat
Reorganisasi jar.ikat dilingkungan yang lembab (dibawah
Sel-sel epitel pada pinggir luka balutan yang oklusif atau balutan
dan dari sisa-sisa folikel semipermiable) daripada
rambut, serta granula sebasea dilingkungan yang kering. Kadang
dan granula sudorifera jar. Fibrosa pada dermis menjadi
membelah dan mulai sangat hipertropi, kemerahan dan
bermigrasi diatas jar. Granula menonjol yang pada kasus ekstrem
baru. Kontraksi luka menyebabkan jar. Parut, koloid tidak
disebabkan karena sedap dipandang.
miofibroblast kontraktil yang
membantu menyatukan tepi-
tepi luka. Terjadi suatu
penurunan progresif dalam
vaskularisasi jar. Parut,
penampilan yang merah
kehitaman menjadi putih.
Serabut kolagen mengadakan
reorganisasi dan kekuatan
regang luka meningkat.

Sumber : Marison (2003:2), Manajemen Luka

4. PATOFISIOLOGI
Luka bakar (Combustio) disebabkanolehpengalihan energy
darisuatusumberpanaskepadatubuh.Panasdapatdipindahkanlewathantaranatauradiasielektr
omagnetik.Destruksijaringanterjadiakibatkoagulasi, denaturasi protein atauionisasiisi sel.
Kulitdanmukosasalurannafasatasmerupakanlokasidestruksijaringan.Jaringan yang
dalamtermasuk organ visceral
dapatmengalamikerusakankarenalukabakarelektrikataukontak yang lama denganburning
agent.Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman
lukabakarbergantungpadasuhuagenpenyebablukabakardanlamanyakontakdengan agen
tersebut. Pajananselama 15 menitdengan air panasdengansuhusebesar 56.1 0 C
mengakibatkanciderafull thickness yang serupa.Perubahanpatofisiologik yang

46
disebabkanolehlukabakar yang
beratselamaawalperiodesyoklukabakarmencakuphipoperfusijaringandanhipofungsi organ
yang
terjadisekunderakibatpenurunancurahjantungdengandiikutiolehfasehiperdinamiksertahiper
metabolik.Kejadiansistemikawalsesudahlukabakar yang
beratadalahketidakstabilanhemodinamikaakibathilangnyaintegritaskapilerdankemudianterja
diperpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalamruangan
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darahterlihatdenganjelas. Karena berlanjutnyakehilangancairandanberkurangnya volume
vaskuler, makacurahjantungakanterusturundanterjadipenurunantekanandarah. Sebagai
respon, sistem sarafsimpatikakanmelepaskanketokelamin yang
meningkatkanvasokontriksidanfrekuensidenyutnadi.
Selanjutnyavasokonstriksipembuluhdarahperifermenurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebarterjadidalam 24 hingga 36 jam
pertamasesudahlukabakardanmencapaipuncaknyadalam tempo 6-8
jam.Denganterjadinyapemulihanintegritaskapiler,
syoklukabakarakanmenghilangdancairanmengalirkembalikedalamkompartemenvaskuler,
volume darahakanmeningkat. Karena edema akanbertambahberatpadalukabakar yang
melingkar. Tekananterhadappembuluhdarahkecildansarafpadaekstremitas distal
menyebabkanobstruksialirandarahsehinggaterjadiiskemia.Komplikasiinidinamakansindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredarakanmenurun secara drastis
padasaatterjadisyoklukabakar. Kehilangancairandapatmencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelumlukabakarditutup. Selamasyoklukabakar, responlukabakarresponkadarnatrium
serum terhadapresusitasicairanbervariasi.
Biasanyahipnatremiaterjadisegerasetelahterjadinyalukabakar,
hiperkalemiaakandijumpaisebagaiakibatdestruksisel massif. Hipokalemia dapat terjadi
kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga
terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merahmengakibatkannilaihematokritmeninggikarenakehilangan
plasma.Abnormalitaskoagulasi yang
mencakuptrombositopeniadanmasapembekuansertawaktuprotrombinmemanjangjugaditem
uipadakasuslukabakar.

47
Kasuslukabakardapatdijumpaihipoksia.Padalukabakarberat,
konsumsioksigenolehjaringanmeningkat 2 kali
lipatsebagaiakibathipermetabolismedanresponlokal.Fungsi renal
dapatberubahsebagaiakibatdariberkurangnya volume darah.Destruksisel-
seldarahmerahpadalokasicideraakanmenghasilkan hemoglobin bebasdalamurin.
Bilaalirandarahlewattubulus renal tidakmemadai, hemoglobin
danmioglobinmenyumbattubulus renal sehinggatimbulnekrosisakuttubulerdangagal ginjal.
Kehilanganintegritaskulitdiperparahlagidenganpelepasanfaktor-faktorinflamasi yang
abnormal, perubahan immunoglobulin sertakomplemen serum, gangguanfungsineutrofil,
limfositopenia.Imunosupresimembuatpasienlukabakar berisikotinggiuntuk mengalami
sepsis.Hilangnyakulitmenyebabkanketidakmampuanpengaturansuhunya.Beberapa jam
pertamapascalukabakarmenyebabkansuhutubuhrendah, tetapipada jam-jam
berikutnyamenyebabkanhipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Crowin.2013)

5. KOMPLIKASI
 Syok hipovolemik
 Kekurangan cairan dan elektrolit
 Hypermetabolisme
 Infeksi
 Gagal ginjal akut
 Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri,
edema.
 Paru dan emboli
 Sepsis pada luka
 Ilius paralitik
 SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) bervariasi tergantung etiologi.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan
saluran cerna, dan stres gastritis, anemia, trombosis vena dalam (Deep Vein
Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation (DIC).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

48
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
13. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
14. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
15. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
16. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap

7. INDIKASI RAWAT INAP


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

49
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi.
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas.
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya.
6. Adanya trauma inhalasi.

8. PENATALAKSANAAN
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,
covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan

 Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning.
 Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,
terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah
kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah
mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan
risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata,
siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab
luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air
yang mengalir.
 Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat
dan risiko infeksi berkurang.
 Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih
dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh

50
diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
 Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar.
Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat
penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
 Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
1. Paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg
2. Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
3. Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC yaitu

 Airway and breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black
sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar
pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan
pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas
yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.

 Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan
bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut.
Cairanmerupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan
cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah
rusak danmekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke
jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan

51
(edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.Cairan
infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline).
Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan
pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari
Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan
rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg)
dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland
(3-4cc/kgBB/%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah
sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan
dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).

Menurut Grace dan Borley (2006) penatalaksanaan penting untuk luka bakar dibagi
menjadi tiga penangananan:

a. Penanganan luka bakar umum


1) Mulai resusitasi (ABC, buat jalur intravena, berikan O 2).
2) Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari wallen).
b. Penanganan luka bakar berat (luka bakar > 20% pada orang dewasa dan > 10%
pada anak)
1) Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin. Berikan analgesia adekuat melalui IV.
Pertimbangkan selang nasogastrik (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis
tetanus.
2) Berikan cairan melalui IV berdasarkan formula Muir-Barclay: % luka bakar x berat
badan dalam Kg/2 = satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam
pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6, 12 jam dari waktu terjadinya luka bakar.
Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
3) Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar.
c. Luka bakar ringan (luka bakar < 20% pada orang dewasa dan < 10% pada anak).
1) Tatalaksana luka bakar minor
 Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat

membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.

52
 Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga

balut dan bidai


 Pemeriksaan status tetanus pasien

 Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan

yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan


Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi rasa
sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika gelembung cairan kecil,
tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi pembalutan maka dapat tidak
perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang besar dan yang meliputi daerah
persendian harus dipecah dan dibersihkan. Gelembung cairan yang berubah
menjadi opak/keruh setelah beberapa hari menandakan proses infeksi sehingga
perlu untuk dibuka dan dibalut.

2) Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal


Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan
terbentuknya gelembung cairan atau penggarukan dapat ditutup perban untuk
proteksi.

3) Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)


 Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang

mengandung garam-steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan


clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
 Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak

menempel lalu dibalut atau di plester


 Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak

lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin


4) Follow up
Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan
tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya
dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan (scar
hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum juga
menyembuh.

d. Terapi Pengantian Cairan

53
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung berdasarkan
luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan sedikit penurunan
volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar
plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam. Beberapa rumus telah
dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan cairan berdasarkan estimasi
persentase luas permukaan tubuh yang terbakar dan berat badan pasien.

 Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x kg berat badan
x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya.

 Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya

Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari sebelumnya:
seluruh penggantian cairan insesibel

Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi
50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.

 Rumus Brooke Army


1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertam: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya

Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh penggantian
cairan insesibel

Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dhitungberdasarkan 50% luas permukaan tubuh

54
 Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml kg berat badan x % luas luka bakar

Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya

Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid

 Larutan Salin Hipertonik


Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-300mEq
natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan
volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan intfus
selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau ketat.

Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi


edema dan mencegah komplikasi paru.

e. Pemindahan ke Unit Luka Bakar


Kriteria Perhimpunan Luka Bakar Amerika untuk Rujukan ke Pusat Luka Bakar :

- Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala kelompok
usia
- Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada pasien < 10
tahun atau < 50 tahun
- Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada segala
kelompok usia yang lain.
- Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia, perineum,
serta persendian yang besar.
- Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir
- Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik yang serius
- Cedera inhalasi dengan luka bakar
- Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada
- Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat memperumit
penanganan

55
- Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi risiko yang
terbesar.
Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :

Pada fase ini diperlukan perhatian khusus pada pengkajian dan pemeliharaan yang
berkesinambungan pada status respirasi, dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit,
serta fungsi gastrointestinal. Perawatan luka dan pengendalian nyeri menjadi prioritas
dalam fase ini. Untuk pengendalian nyeri biasanya diberikan NSAID atau golongan narkotik
jika terdapat nyeri hebat pada luka bakar yang luas. Selain itu, meminimalkan rasa nyeri
juga dapat dilakukan dengan teknik non farmakologi seperti Guidetimageri, teknik
relaksasi, dan distraksi, terapi music dan lainnya. Pemberian obat anlgetik 30 menit
sebelum perawatan luka juga sangat penting menigkatkan rasa nyaman pasien selama
perawatan luka bakar. Luka bakar meliputi sejumlah besar jaringan mati ( eskar) yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Eskar pada luka bakar merupakan
krusta yang nonviable tanpa memiliki suplai aliran darah sehingga leukosit PMN atau
antibody tidak dapat menjangkau daerah tersebut. Maka dari itu, luka bakar rentan
terinfeksi oleh bakteri dan dapat terjadi sepsis. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan
pemberian antibiotic topical, perawatan luka dan penggantian balutan yang khusus dengan
teknik steril. Perawatan luka dapat dilakukan dengan tekni tertutup atau terbka sesuai
dengan kebijakan masing-masing rumah sakit. Pada prinsipnya, perawatan luka dilakukan
untuk mencegah terjadinya infeksi. Pemilihan terapi antibiotic topical berfungsi untuk
mengurangi jumlah bakteri agar keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh
mekanisme pertahanan tubuh pasien sendiri bukan untuk mensterilkan luka bakar.
( Smeltzer, 2002).

1. Pembersihan Luka

Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman
disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin
bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih
ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh. Pembersihan luka dapat dilakukan
degan perendaman total atau disebut hidroterapi. Selama berendam pasien didorong
bergerak aktif untuk melatih ekstremitas dan membersihkan seluruh tubuh.
Hidroterapi hars dibatasi dalam periode 20 -30 menit untuk mencegah gejala

56
menggigil dan stress metabolic tambahan. Pembersihan luka biasanya dilakukan sehari
sekali pada daerah luka yang tidak menjalani tindakan pembedahan. Jika ada eskar
yang mulai terpish dengan jaringan viable dibawahnya yang terjadi kurang lebih 11/2
sampai 2 minggu paska luka bakar, maka diperlukan tindakan pembersihan dan
debridement secara berturut-turut harus lebih sering dilakukan.

2. Terapi Antibiotik Topikal

Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat,
dan mafenide asetat.

3. Penggantian Balutan

Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang
menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi
dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam
bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau
tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan
didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa,
eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai
warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.

4. Debridemen

Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan
benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan
jaringan yang sudah mati.

Debridemen ada 3 yaitu

- Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan


- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan
mengangkat jaringan mati.
- Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai
mengupas kulit yang terbakar.

5. Graft Pada Luka Bakar

Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan
granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier
yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.

57
6. Dukungan Nutrisi

Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan


luka.

Manajemen Luka Bakar

Flowchart Manajemen Luka Bakar, (NSW Health Departement)

Kaji keadaan luka Pertimbangkan >10% TBSA pd orang dewasa


bakar ukuran luka bakar >5% TBSA pd anak-anak (Total
Body Surface Area)

Pertimbangkan
lokasi/tipe luka bakar Luka bakar pada wajah, tangan, kaki,
perineum, permukaan tulang atau cedera
yang terjadi bersamaan misalnya
frakturatau lainnya
Luka bakar akibat elektrik dan bahan kimia
Pertimbangkan
kedalaman luka
bakar

Luka Bakar Partial Luka Bakar Full


Thickness Thickness

Luka bakar Luka Bakar Deep <48 jam


Superficial Partial Partial Thickness Gunakan balutan seperti pada luka bakar
Thickness partial thickness
Berikan obat penurun rasa nyeri

<48 jam <48 jam


hkan dengan Bersihkan dengan
hexidine/NS Chlorhexidine/NS 3-6 hari
an balutan AIVG Berikan Silvazene dan Kaji ulang warna,
bacterial Impregnated balutan kedalaman, infeksi,
n Gauze) Berikan obat penurun dan nyeri
an obat penurun rasa rasa nyeri Jika ada
Lanjutkan dengan penyembuhan,
an secara utuh selama 48 perawatan luka tiap hari lanjtkan perawatan
Tinggikan luka dengan silvazine
extremitas/tungkai jika
edema
Monitor warna luka dan
infeksi
3-6 hari 12-14 hari
Setelah 6 hari
lang warna, kedalaman, Jika ada beberapa
Jika ada
i dan nyeri potongan kecil luka
penyembuhan,
da penyembuhan, tidak sembuh >1cm,
gunakan balutan AIVG
kan dengan perawatan konsultasikan
7-10 hari (jika tidak tersedia
ganti balutan 2-3 hari dengan spesialis
Jika ada penyembuhan, gunakan kassa vaselin)
lanjtkan dengan perawatan Jika tidak sembuh, unit luka bakar.
da infeksi, konsultasi ke
luka, ganti balutan 3hari lanjutkan dengan
alis unit luka bakar
sekali balutan silvezine.
Gunakan sorbolene ketika
sembuh 58
Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap
akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar
sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup
yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas
fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi
pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk
perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak
(Smeltzer, 2002)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a) Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s

Gambar 4: Pengkajian Rule of Nine’s

59
Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
- Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia = 1%, kaki
kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
- Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri =
28%, dan punggung = 18%
- Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri =
28%, dan punggung = 18%

b) Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan pasien yang meliputi
ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)
 Airway
- Data subjektif
pasien mengeluh sesak , pasien mengeluh nyeri .
- Data objektif
terdengar suara krekels dan stridor , terdapat edema pada laring
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengeluh sesak .
- Data objektif
terdapat adanya gerakan otot bantu nafas , RR lebih dari 20 kali permenit, nampak
pernafasan cuping hidung
 Circulation
- Data subjektif
pasien mengeluh pusing
- Data objektif
nadi klien meningkat > 100 x permenit .

c) Pengkajian Berdasarkan 6B
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengatakan susah untuk bernafas.
- Data objektif

60
Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung, menggunakan otot
bantu pernafasan
 Blood
- Data subjektif
Klien mengeluh pusing .
- Data objektif
Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat , leukosit meningkat ,
trombosit menurun.
 Brain
- Data subjektif
Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.
- Data objektif
Pasien mungkin disorientasi.
 Bladder
- Data subjektif
Pasien mengatakan sedikit kencing
- Data objektif
Haluaran urin menurun.
 Bowel
- Data subjektif
Pasien mengeluh susah BAB .
- Data objektif
Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.
 Bone
- Data subjektif
Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.
- Data objektif

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan
irama napas cepat dan dangkal, dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, RR :
>20x/mnt, terdapat bunyi napas tambahan berupa snoring
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (evaporasi
melalui luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh haus, wajah pasien tampak pucat,

61
adanya penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam),
peningkatan frekuensi nadi (> 100 x/menit), dan adanya luka bakar pada kulit pasien.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka bakar dan luka post operasi skin
graft) ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri pada luka bakar yang terletak di kedua
lengan atas sehingga susah untuk digerakkan, dan nyeri pada luka post skin graft, nyeri
skala 7 dari 0-10
4) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respons inflamasi.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.
6) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas) ditandai
dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan kulit.
7) Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan ketidakmampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
8) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami luka bakar)
ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
9) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan
prilaku tidak tepat dan tidak mengikuti arahan tenaga kesehatan
10) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan pada preload ditandai
dengan perubahan dalam bacaan EKG, perubahan dalam tekanan darah
11) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan keterbatasan
dalam ROM dan ambulasi
12) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan mengambil peralatan mandi
13) Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan perineum secara mandiri
14) Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
15) PK Syok hipovolemik
16) PK Anemia
17) PK Hiponatremia

62
Diagnosa Prioritas:
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan
irama napas cepat dan dangkal, dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, RR :
>20x/mnt, terdapat bunyi napas tambahan berupa snoring
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (evaporasi melalui
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh haus, wajah pasien tampak pucat, adanya
penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam), peningkatan
frekuensi nadi (> 100 x/menit), dan adanya luka bakar pada kulit pasien.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas) ditandai
dengan kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka bakar dan luka post operasi skin
graft) ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri pada luka bakar yang terletak di kedua lengan
atas sehingga susah untuk digerakkan, dan nyeri pada luka post skin graft, nyeri skala 7 dari
0-10

63
3. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan (Outcome) Intervensi Keperawatan

1 Ketidakefektifan pola napas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x… 1. Auskultasi bunyi
berhubungan dengan jam, diharapkan pola napas pasien efektif dengan nafas tambahan; ronchi, wheezing.
obstruksi jalan napas kriteria hasil: 2. Berikan posisi yang
ditandai dengan irama nyaman untuk mengurangi dispnea.
NOC Label >> Respiratory Status: Airway patency
napas cepat dan dangkal, 3. Bersihkan sekret
dispnea, penggunaan otot  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai
bantu pernapasan, RR : merasa tercekik, irama nafas reguler, frekuensi keperluan.
>20x/mnt, terdapat bunyi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara 4. Bantu klien untuk
napas tambahan berupa nafas abnormal) batuk dan nafas dalam.
snoring  Tidak terdengar suara napas tambahan: snoring 5. Ajarkan batuk
NOC Label >> Vital Signs efektif.
6. Anjurkan asupan
 Frekuensi napas normal (16 – 20 x/ menit)
cairan adekuat.
NOC Label >> Respiratory status : Ventilation
7. Berikan terapi
 Tidak ada sianosis dan dyspnea nebulizer pada klien.

 Tidak tampak penggunaan otot bantu napas 8. Lakukan suction


sesuai indikasi jika diperlukan.
9. Kolaborasi
pemasangan trakeostomi

64
10. Kolaborasi
pemberian oksigen
11. Kolaborasi
pemberian broncodilator sesuai indikasi.

NIC Label >> Respiratory Monitoring

1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien


saat bernapas
2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak,
menggunakan otot bantu pernapasan atau tidak
3. Monitor pola napas: bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-
stokes.
NIC Label >> Oxygen Therapy

 Bersihkan area mulut, hidung, jika diperlukan


 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Monitor jumlah aliran oksigen
 Monitor efektivitas terapi oksigen
2 Kekurangan volume cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x … NIC Label >>Fluid/Electrolyte Management
berhubungan dengan jam diharapkan ketidakseimbangan volume cairan
 Monitor keabnormalitas tingkat elektrolit serum
kehilangan cairan aktif

65
(evaporasi melalui luka tidak terjadi dengan outcome :  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium yang terkait
bakar) ditandai dengan perubahan cairan atau tingkat elektrolit
NOC Label >>Fluid Balance
pasien mengeluh haus,  Berikan cairan yang adekuat
wajah pasien tampak pucat,  Tekanan darah dalam batas normal (sistolic 100-  Berikan intake oral
adanya penurunan turgor 130 dan diastolic 70-89 mmHg)  Monitor status hemodinamik klien
kulit, penurunan haluaran  HR dalam batas normal (60-100 x/menit)  Kaji membran mukosa klien untuk mengindikasikan
urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam), NOC Label >>Burn Recovery adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
peningkatan frekuensi nadi  Monitor kehilangan cairan
 Granulasi Jaringan baik
(> 100 x/menit), dan adanya NIC Labels >>> Fluid Monitoring
 Persen dari luas luka bakar berkurang
luka bakar pada kulit pasien. 1. Kaji riwayat intake & output (eliminasi) cairan pada
 Suhu tubuh stabil
pasien.
 Edema di area luka bakar berkurang
2. Kaji faktor risiko yang memungkinkan terjadinya
 Balance cairan pasien baik
ketidakseimbangn cairan pada pasien, misalnya
NOC Label >> Hydration
adanya peningkatan suhu tubuh, adanya infeksi,
 Urin output 0,5-1 cc/kgBB pasca tindakan operasi, dll.
 Mukosa membran lembab 3. Monitor intake & output cairan.
NOC Label >>Keseimbangan Asam Basa dan Elektrolit 4. Monitor albumin darah & protein total.
NIC Labels >>> Vital Sign Monitoring
 RR dalam batas normal (16 – 20 x/menit)
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
 Hematokrit dalam batas normal
pernapasan jika diperlukan.
 BUN dan Kreatinin dalam batas normal
2. Monitor tanda dan gejala terjadinya peningkatan
 Elektrolit Serum dalam batas normal
atau penurunan suhu tubuh

66
 Albumin serum dalam batas normal 3. Monitor tekanan dan kualitas nadi pasien.
4. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban kulit
pasien.
5. Monitor adanya sianosis perifer.

NIC Labels >>> Feeding


1. Identifikasi pola diet pasien.
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat pasien
makan, misalnya pindahkan alat-alat seperti urinal,
alat suction, dll.
3. Lakukan oral hygiene sebelum pasien makan.
4. Catat dan pantau intake makanan jika diperlukan
5. Berikan makanan yang hangat untuk mencegah
mual dan meningkatkan nafsu makan
6. Anjurkan pihak keluarga untuk memberikan
makanan kepada pasien.
3 Kerusakan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x NIC Label >> Bathing
jaringan berhubungan ...jam diharapkan integritas kulit klien mengalami
 Siapkan peralatan yang dibutuhkan untuk memandikan
dengan suhu ekstrem (air peningkatan dengan kriteria hasil :
pasien seperti peralatan mandi, air untuk mandi
panas) ditandai dengan
NOC Label >> Wound Healing : Secondary Intention dengan suhu yang optimal
kerusakan pada lapisan
 Gunakan teknik memandikan yang tepat sesuai dengan
epidermis dan dermis  Ukuran lesi pada kulit klien berkurang.
usia dan kondisi tubuh pasien

67
 Inflamasi pada luka berkurang.  Bersihkan seluruh badan pasien untuk memutuskan
 Granulasi dalam jaringan subkutan klien rantai perjalanan luka dan panas serta mencegah
meningkat. terjadinya infeksi pada luka
 Eritema kulit sekitarnya berkurang  Gunakan pelumas untuk menlubrikasi kulit pasien
 Tidak ada blister pada daerah luka bakar  Monitor kondisi kulit setiap memandikan pasien
NOC Label >> Tissue Integrity : Skin & Mucous NIC Label >> Wound Care
Membranes
 Lakukan monitor terhadap karakteristik luka, termasuk
 Suhu kulit normal drainase, warna, ukuran, dan aroma.
 Jaringan parut tidak ada  Bersihkan luka dengan normal saline secara tepat.
 Integritas kulit normal  Lakukan wound dressing sesuai tipe luka.
 Lesi kulit tidak ada  Pertahankan teknik steril selama melakukan perawatan
 Eritema tidak ada luka, secara tepat.
 Lakukan penggantian dressing secara tepat
 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi

NIC Label >> Skin Care : Topical Treatments

 Beri antibiotic topikal pada area yang terkena


 Beri antiinflamasi topical pada area yang terkena
 Memeriksa kulit setiap hari untuk yang berisiko

68
mengalami kerusakan
 Catat derajat kerusakan kulit

NIC Label >> Skin surveillance

 Periksa kulit dan membrane mukosa terkait adanya


kemerahan, hangat, edema, atau drainase
 Pantau warna dan suhu kulit
 Catat perubahan kondisi kulit dan membrane mukosa
4 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x …. NIC Label >> Pain Management
dengan agen cedera fisik jam diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria
 Lakukan pengkajian komprehensif nyeri termasuk
(luka bakar dan luka post hasil :
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekwensi, kwalitas,
operasi skin graft) ditandai
NOC Label >> Pain Level intensitas atau derajat nyeri, dan faktor yang
dengan Pasien mengeluh
menimbulkan.
nyeri pada luka bakar yang  Klien melaporkan adanya rasa nyeri yang ringan
 Observasi reaksi non verbal terhdapat nyeri
terletak di kedua lengan  Klien tidak mengerang atau menangis terhadap
 Pastikan pasien mendapat perhatian mengenai
atas sehingga susah untuk rasa sakitnya
perawatan dengan analgesic
digerakkan, dan nyeri pada  Klien tidak menunjukkan rasa sakit akibat
 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menggai
luka post skin graft, nyeri nyerinya
informasi terhadap pengalaman nyeri dan cara pasien
skala 7 dari 0-10 NOC Label >>Pain Control
merespon terjadinya nyeri
 Klien menyadari onset terjadinya nyeri dengan  Gali pengetahuan dan kepercayaan klien mengenai
baik nyeri

69
 Klien dapat menjelaskan faktor penyebab  Tanyakan pada klien kapan nyeri menjadi lebih buruk
timbulnya nyeri dengan sering dan apa yang dilakukan untuk menguranginya
 Klien sering menggunakan tindakan pencegahan  Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
 Sering menggunakan pengobatan non  Ajari pasien untuk menggunakan medikasi nyeri yang
farmakologis untuk meredakan rasa sakit adekuat
 Kadang-kadang menggunakan analgesic jika NIC Label >> Analgesic Administration
dianjurkan
 Ketahui lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
 Klien mengatakatn nyerinya terkontrol
sebelum memberikan pasien medikasi
 Lakukan pengecekan terhadap riwayat alergi
 Pilih analgesic yang sesuai atau kombinasikan analgesic
saat di resepkan anagesik lebih dari
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah
diberikan analgesic dengan satu kali dosis atau tanda
yang tidak biasa dicatat perawat
 Evaluasi keefektian dari analgesic

4. EVALUASI

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Ketidakefektifan pola napas NOC Label >> Respiratory Status: Airway patency
berhubungan dengan obstruksi jalan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas reguler,
napas ditandai dengan irama napas

70
cepat dan dangkal, dispnea, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
penggunaan otot bantu pernapasan,  Tidak terdengar suara napas tambahan: snoring
RR : >20x/mnt, terdapat bunyi napas NOC Label >> Vital Signs
tambahan berupa snoring
 Frekuensi napas normal (16 – 20 x/ menit)
NOC Label >> Respiratory status : Ventilation

 Tidak ada sianosis dan dyspnea


 Tidak tampak penggunaan otot bantu napas

2 Kekurangan volume cairan NOC Label >>Fluid Balance


berhubungan dengan kehilangan
 Tekanan darah dalam batas normal (sistolic 100-130 dan diastolic 70-89 mmHg)
cairan aktif (evaporasi melalui luka
 HR dalam batas normal (60-100 x/menit)
bakar) ditandai dengan pasien
NOC Label >>Burn Recovery
mengeluh haus, wajah pasien
tampak pucat, adanya penurunan  Granulasi Jaringan baik
turgor kulit, penurunan haluaran  Persen dari luas luka bakar berkurang
urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam),  Suhu tubuh stabil
peningkatan frekuensi nadi (> 100  Edema di area luka bakar berkurang
x/menit), dan adanya luka bakar  Balance cairan pasien baik
pada kulit pasien. NOC Label >> Hydration

 Urin output 0,5-1 cc/kgBB

71
 Mukosa membran lembab
NOC Label >>Keseimbangan Asam Basa dan Elektrolit

 RR dalam batas normal (16 – 20 x/menit)


 Hematokrit dalam batas normal
 BUN dan Kreatinin dalam batas normal
 Elektrolit Serum dalam batas normal
 Albumin serum dalam batas normal

3 Kerusakan integritas jaringan NOC Label >> Wound Healing : Secondary Intention
berhubungan dengan suhu ekstrem
 Ukuran lesi pada kulit klien berkurang.
(air panas) ditandai dengan
 Inflamasi pada luka berkurang.
kerusakan pada lapisan epidermis
 Granulasi dalam jaringan subkutan klien meningkat.
dan dermis
 Eritema kulit sekitarnya berkurang
 Tidak ada blister pada daerah luka bakar
NOC Label >> Tissue Integrity : Skin & Mucous Membranes

 Suhu kulit normal


 Jaringan parut tidak ada
 Integritas kulit normal
 Lesi kulit tidak ada
 Eritema tidak ada
4 Nyeri akut berhubungan dengan NOC Label >> Pain Level

72
agen cedera fisik (luka bakar dan  Klien melaporkan adanya rasa nyeri yang ringan
luka post operasi skin graft) ditandai  Klien tidak mengerang atau menangis terhadap rasa sakitnya
dengan Pasien mengeluh nyeri pada  Klien tidak menunjukkan rasa sakit akibat nyerinya
luka bakar yang terletak di kedua NOC Label >>Pain Control
lengan atas sehingga susah untuk
 Klien menyadari onset terjadinya nyeri dengan baik
digerakkan, dan nyeri pada luka post
 Klien dapat menjelaskan faktor penyebab timbulnya nyeri dengan sering
skin graft, nyeri skala 7 dari 0-10
 Klien sering menggunakan tindakan pencegahan
 Sering menggunakan pengobatan non farmakologis untuk meredakan rasa sakit
 Kadang-kadang menggunakan analgesic jika dianjurkan
 Klien mengatakatn nyerinya terkontrol

73
J. PEMASANGAN NGT

A. Pemasangan Pipa Lambung (NGT)


1. Pemasangan NGT
Melakukan pemasangan selang dari rongga hidung ke lambung
yang dilakukan pada pasien tidak sadar (coma), pasien dengan
masalahsaluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor
mulut/faring/esophagus, dll), pasien yang tidak mampu menelan,
pasien pasca operasi pada mulut/faring/esofagus.

2. Tujuan
1. Memasukkan makanan cair atau obat-obatan cair atau padat yang
dicairkan
2. Mengeluarkan cairan atau isi lambung dan gas yang ada dalam
lambung
3. Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
4. Mencegah atau mengurangi mual dan muntah setelah pembedahan
atau trauma
5. Mengambil specimen pada lambung untuk studi laboratorium.

74
3. Persiapan alat
1. NGT No.14 atau 16 (untuk lebih kecil)
2. Jeli
3. Klem
4. Stetoskop
5. Pinset
6. Handuk, tissue, dan bengkok
7. Segelas air putih dan sedotan
8. Plester
9. Spuit 20 cc atau 50 cc
10. Stetoscope
11. Spatel lidah
12. Senter
13. Sepasang sarung tangan
4. Prosedur kerja
1. Dekatkan alat disamping klien
2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
3. Cuci tangan
4. Bantu klien pada posisi high fowler, meningkatkan klien untuk
menelan
5. Pasang handuk pada dada klien, dekatkan tisu wajah. Agar tidak
mengotori pakaian klien. Pemasangan selang dapat menyebabkan
keluarga air mata.
6. Memakai sarung tangan
7. Untuk menentukan insersi NGT, minta klien untuk rileks dan
bernafas normal dengan menutup satu hidung kemudiann
mengulanginya dengan menutup hidung yang lain ( bila klien
sadar), selang mudah masuk melalui selang hidung yang lebih
paten.
8. Mengukur panjang selang yang akan masuk dengan
menggunakan :

75
a. Metode tradisional : Ukur jarak dari puncak hidung kedaun
telinga bawah dan ke prosesus xifoideus disternum
b. Metode Hanson : Mula-mula tandai 50 cm pada selang
kemudian lakukan pengukuran dengan metoode tradisional.
Selang yang akan dimasukkan pertengahan antara 50 cm dan
tanda tradisional
9. Beri tanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan
menggunakan plester
10. Oleskan jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm. Pelumasan
menurunkan friksi anatar membrane mukosa dan selang.
11. Ingatkan klien bahwa selang akan segera dimasukkan dan
instruksikan klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi,
masukkan selang melalui hidung dan memelihara agar jalan nafas
tetap terbuka
12. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika
terasa agak tertahan, putarlah selang dan jangan dipaksakan untuk
dimasukkan selang dengan cara memutar dan sedikit menaruk
ujung selang akan mudah masuk kefaring.
13. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah
melewati nasofaring (3-4 cm) anjurkan klien untuk menekuk leher
dan menelan
14. Dorong klien untuk menelan dengan memberikan sedikit air
minum (jika perlu tekankan pentingnya bernnafas lewat mulut)
menelan memudahakn lewatnya selang melalui orofaring
15. Jangan memasakkan selang untuk masak. Jika ada hambatan atau
klien tersedak, sianosis, hentikan mendorong selang. Periksa posisi
selang dibelakang tenggorok dengan menggunakan sudip
lidah/spatel dan senter. Selang mungkin terlipat, menggulung
diofaring atau masuk ke trakea
16. Jika telah selesai memasang NGT sampai ujung yang telah di
tentukan, anjurkan klien rileks dan bernafas normal. Memberi
kenyamanan dan mengurangi kesemasan.

76
17. Periksa letak selang dengan :
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma
stetoskop pada perut di kuadran kiri atas klien (lambung)
kemudian suntikkan 10-20 cc udara bersamaan auskultasi
abdomen.
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
c. Memasukkan ujung bagian luar selang NGT kedalam mangkuk
yang berisi air . Jika terdapat gelembung udara. Selang masuk
ke dalam paru-paru. Jika tidak ada gelembung udara selang
masuk kedalam lambung
18. Oleskan alkohol pada ujung hidung klien dan biarkan sampai
kering. Membantu merekatkan plester lebih baik
19. Fiksasi selang dengan plester dan hindari penekankan pada
hidung :
a. Potong plester 10 cm, belah menjadi dua sepanjang 5 cm pada
salah satu ujungnya. Pasang ujung yang tidak dibelah pada
batang hidung klien dan silangkan pada selang yang keluar dari
hidung
b. Tempelkan ujung NGT pada klien dengan memasang plester
pada ujungnya dan peniti pada baju
20. Evaluasi klien setelah terpasang NGT
21. Rapikan alat-alat
22. Cuci tangan
23. Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan keperawatan
 Keterampilan Pemasangan NGT
I. Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan pasien.
2. Siapkan pasien.
3. Siapkan alat :
a. Peralatan makan : piring, sendok, garpu, gelas minum, serbet,
pisau (jika perlu), dan mangkok untuk cuci tangan
b. Makanan dan minuman disiapkan dan dibawa ketempat pasien

77
c. Lingkungan di sekitar pasien dirapikan
II. Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya.
2. Beritahukan tujuan tindakan.
3. Beritahukan prosedur kerja dan lama bekerja.
III. Tahap kerja
1. Dekatkan alat disamping klien.
2. Cuci tangan.
3. Bantu klien pada posisi high fowler.
4. Pasang handuk pada dada klien, dekatkan tisu wajah.
5. Memakai sarung tangan.
6. Minta klien untuk rileks dan bernafas normal dengan menutup satu
hidung kemudian mengulanginya dengan menutup hidung yang
lain (bila klien sadar).
7. Mengukur panjang selang yang akan masuk dengan
menggunakan :
a. Metode tradisional : Ukur jarak dari puncak hidung ke daun
telinga bawah dan ke prosesus xifoideus disternum
b. Metode hanson : Mula-mula tandai 50 cm pada selang
kemudian lakukan pengukuran dengan metode tradisional.
Selang yang akan di masukkan pertengahan antara 50 cm dan
tanda tradisional.
8. Beri tanda pada panjang selang yang sudah di ukur dengan
menggunakan plester.
9. Oleskan jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
10. Informasikan pada klien selang akan segera dimasukkan,
intruksikan klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi, masukkan
selang melalui lobang hidung yang telah di tentukan.
11. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika
terasa agak tertahan, putarlah selang dan jangan di paksakan untuk
dimasukkan.

78
12. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah
melewati nasofaring (3-4 cm) anjurkan klien untuk menekuk leher
dan menelan.
13. Dorong klien untuk menelan dengan memberi sedikit air minum
(jika perlu). Tekankan pentingnya bernafas lewat mulut.
14. Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau
klien tersedak, sianosis, hentikan mendorong selang. Periksa posisi
selang di belakang tenggorok dengan menggunakan sudip
lidah/spatel dan senter.
15. Jika telah selesai memasang NGT sampai ujung yang telah di
tentukan, anjurkan klien rileks dan bernafas normal.
16. Periksa letak selang dengan :
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma
stetoskop pada perut di kuadran kiri atas klien (lambung)
kemudian suntikkan 10 20 cc udara bersamaan auskultasi
abdomen.
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
c. Memasukkan ujung bagian luar selang NGT kedalam mangkuk
yang brisi air. Jika terdapat gelembung udara, selang masuk
kedalam paru-paru. Jika terdapat gelmbung udara selang masuk
kedala lambung.
17. Oleskan alkohol pada ujung hidung klien dan biarkan sampai
kering. Membantu merekatkan plester lebih baik.
18. Fiksasi selang dengan plester dan hindari penekanan pada hidung :
a. Potong plester 10 cm, belah menjadi 2 sepanjang 5 cm pada
salah satu ujungnya. Pasang ujung yang tidak dibelah pada
batang hidung klien dan silangkan pada selang yang keluar dari
hidung
b. Tempelkan ujung NGT pada baju klien dengan memasang
plester pada ujungnya dan peniti pada baju
19. Evaluasi klien setelah terpasang NGT.
20. Rapikan alat-alat.

79
21. Cuci tangan.
IV. Tahap terminasi
1. Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
2. Dokumentasikan :
a. Catat jenis makanan yang diberikan, diet sesuai dengan
indikasi.
b. Catat setiap keluhan yang ditemukan saat klien pemasangan.

80
K. BILAS LAMBUNG / KUMBAH LAMBUNG

A. Definisi
Bilas lambung (gastric lavage) adalah membersihkan lambung
dengan cara memasukan dan mengeluarkan air ke/dari lambung dengan
menggunakan NGT (Naso Gastric Tube). Menurut Smelltzer dan Bare
(2001:2487), lavase lambung adalah aspirasi isi lambung dan pencucian
lambung dengan menggunakan selang lambung.
Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut dan irigasi lambung
merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk membersihkan isi perut
dengan cara mengurasnya.
Lavase lambung dikontraindikasikan setelah mencerna asam atau
alkali, pada adanya kejang, atau setelah mencerna hidrokarbon atau
petroleum disuling.Hal ini terutama berbahaya setelah mencerna agen
korosif kuat.Kumbah lambung merupakan metode alternatif yang umum
pengosongan lambung, dimana cairan dimasukkan kedalam lambung
melalui orogastrik atau nasogastrik dengan diameter besar dan kemudian
dibuang dalam upaya untuk membuang bagian agen yang mengandung
toksik.Selama lavage, isi lambung dapat dikumpulkan untuk
mengidentifikasi toksin atau obat. Selama dilakukan bilas lambung, cairan
yang dikeluarkan akan ditampung untuk selanjutnya diteliti racun apa
yang terkandung.

B. Tujuan :
Menurut Smelltzer dan Bare (2001:2487), tujuan lavase lambung
yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengeliminasi racun yang masuk kedalam lambung.
2. Untuk mengambil sample cairan dan bahan-bahan yang ada
dalam lambung untuk menentukan diagnosa medis.
3. Untuk pembuangan urgen substansi dalam upaya menurunkan
absorpsi sistemik;

81
4. Untuk mengosongkan lambung sebelum prosedur endoskopik.
5. Untuk mendiagnosis hemoragi lambung dan menghentikan
hemoragi.
C. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
D. Indikasi :
1. Pasien yang keracunan makanan atau obat tertentu.
2. Persiapan operasi lambung.
3. Persiapan tindakan pemeriksaan lambung.
4. Tidak ada refleks muntah.
5. Gagal dengan terapi emesis.
6. Pasien dalam keadaan sadar.
7. Persiapan untuk pembedahan.

82
8. Perdarahan gastrointestinal.
9. Kelebihan dosis obat-obatan(Krisanty, Paula.2009. Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat .hlm : 89)

E. Kontraindikasi :
1. Kumbah lambung tidak dilakukan secara rutin dalam penatalaksanaan
pasien dengan keracunan. Kumbah lambung dilakuakan ketika
pasienmenelan substansi toksik yang dapat mengancam nyawa, dan
prosedurdilakukan dalak 60 menit setelah tertelan.
2. Kumbang lambung dapat mendorong tablet ke dalam duodenum
selainmengeluarkan tablet tersebut.
3. Kumbah lambung dikontraindikasikan untuk bahan-bahan toksik
yangtajam dan terasa membakar (risiko perforasi esophageal).
Kumbahlakukan tidak dilakukan untuk bahan toksik hidrokarbon
(risikorespirasi), misalnya: camphor, hidrokarbon, halogen,
hidrokarbonaromatik, pestisida.
4. Kumbah lambung dikontrindikasikan untuk pasien yang menelan
benda tajam dan besar.
5. Pasien tanpa gerak refleks atau pasien dengan pingsan (tidak
sadar)membutuhkan intubasi sebelum kumbah lambung untuk
mecegahinspirasi.
6. Pasien kejang
7. Tumor paru-paru
8. Menginsersi tube melalui nasal bila ada fraktur
9. Menelan alkali kat (rosyadi, khlid.2013.Buku Saku Keperaatan
Medikal Bedah. Hal 348)
F. Persiapan Alat & Bahan
Persiapan Alat :
Alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur bilas lambung yaitu
sebagai berikut:

83
1. selang nasogastrik/ diameter besar atau selang Ewald diameter besar;
2. spuit pengirigasi besar dengan adapter;
3. saluran plastic besar dengan adapter;
4. pelumas larut air;
5. air biasa atau antidote yang tepat (susu, larutan salin, larutan
bikarbonat natrium, jus jeruk, karbon teraktivasi);
6. wadah untuk aspirat;
7. gag mulut, selang nasotrakea atau endotrakea dengan cuv yang dapat
dikembungkan;
8. wadah untuk spesimen.

G. Persiapan pasien
Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang keracunan, tidak
ada persiapan khusus yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan
Bilas lambung (gastric lavage), akan tetapi pada waktu tindakan dilakukan
untuk mengambil specimen lambung sebagai persiapan operasi, biasanya
dokter akan menyarankan akan pasien puasa terlebih dahulu atau berhenti
dalam meminum obat sementara.
H. Prosedur kerja Prosedur bilas lambung pada kasus keracunan
1. Bisa dilakukan pada klien yang tidak sadar / stupor atau jika induksi
muntah dengan sirup ipekak tidak berhasil.
2. Bila klien setengah sadar dan masih ada refleks muntah, maka
posisikan klien miring pada satu sisi untuk memudahkan irigasi dan
mencegah aspirasi.
3. Bila klien tidak sadar dan refleks muntah tidak ada, maka klien harus
dilakukan intubasi trachea sebelum dilakukan bilas lambung.
4. Gunakan pipa nasogastrik berdiameter besar (>28Fr) untuk
memudahkan aliranirigasi cairan.
5. Gunakan larutan garam fisiologis untuk pembilasan, suhu cairan yang
digunakansebaiknya sesuai suhu tubuh.
6. Lakukan irigasi dan aspirasi cairan garam faal sebanyak +/- 200 ml
beberapa kalisampai terpakai 2-4 liter.

84
7. Lakukan pencatatan setelah tindakan yang meliputi jumlah,
karakteristik, bau cairan yang dilakukan irigasi serta reaksi klien.
I. Prosedur Bilas lambung (gastric lavage) pada kasus perdarahan
lambung
1. Sebelumnya pasang NGT berukuran besar, jenis yang biasanya
digunakan adalah selang Ewald. Selang dengan diameter kecil tidak
cukup efektif untuk mengeluarkan bekuan darah dan dapat
menyebabkan kesalahan penegakan diagnosa karena bila ada bekuan
darah yang menyumbat selang, akan sulit mendeteksi masih terjadinya
perdarahan.
2. Lakukan irigasi dengan menggunakan cairan garam faal dengan cara
memasukkan sejumlah cairan secara bertahap dan kemudian
mengeluarkannya dengan cara mengalirkan atau diaspirasi
menggunakan tekanan rendah.
3. Alirkan cairan yang dikeluarkan ke dalam kantong (collection bag)
yang diletakkan dengan posisi lebih rendah dari tubuh klien atau
tempat tidur klien.
4. Cairan irigasi yang digunakan bisa berjumlah +/- 500-700 ml.
5. Pastikan bahwa aliran cairan lancar, begitu juga dengan system
drainasenya.
6. Waspada terhadap potensial terjadinya sumbatan bekuan darah pada
selangatau perubahan posisi selang.
7. Gunakan cairan dengan suhu ruangan, karena akan lebih efektif dalam
tindakan gastric lavage. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penggunaan cairan dengan suhu rendah (dingin) akan
menggeser kurva disosiasi hemoglobin kearah kiri dan dapat berakibat
langsung seperti : penurunan aliran oksigen ke organ-organ vital serta
memperpanjang waktu perdarahan dan protrombin time.
J. Komplikasi
1. Perforasi esophagus

85
Perforasi esophagus adalah sebuah lubang melalui mana isi
kerongkongan dapat masuk ke mediastinum, daerah sekitarnya
payudara.Hal ini dapat menyebabkan infeksi mediastinum.
2. Aspirasi pulmonal
Pneumonia Aspirasi merupakan infeksi paru-paru yang diakibatkan
oleh terhirupnya seseuatu ke dalam saluran pernapasan.
3. Ketidakseimbangan elektrolit (Hiponatremi, Hipokloremi)
Ketidak seimbangan elektrolit adalah ketika jumlah natrium dan
kalium dalam tubuh terlalu banyak atau terlalu sedikit.
4. Hipotermia
Hiptermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
5. Laringospasme
Laringpasme adalah kejang singkat dari pita suara yang sementara
membuat sulit untuk berbicara dan bernafas.Seringkali penyebabnya
tidak dapat diketahui.Tapi laringopasme dapat dikaitkan dengan
penyakit reluks gastroesofagus.
6. Hipoksia
Hipoksia adalah suatu kondisi dimana jaringan tubuh kekurangan
oksigen.Kondisi ini disebabkan oleh hipoksemia, yaitu tingkat oksigen
dalam darah lebih rendah dari normal.
7. Bradikardi
Bradikardi adalah kondisi dimana jantung penderita berdetak lebih
lambat dari kondisi normal.Umumnya detak jantung normal pada
orang dewasa saat beristirahat adalah 60-100 kali/menit.Sedangkan
jantung penderita bradikardi berdetak dibawah 60 kali/menit.
8. Epistaksi
Epistasi atau mimisan adalah suatu keadaan pendarahan dari
hidung.Sering ditemukan sehari-hari hampir sebagian besar dapat
berhenti sendiri.

86
L. SUCCTION
A. Pengertian :

Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang


bertujuan untuk mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan
terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan
secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri.
Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan
nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring atau trakeal.

B. Tujuan :
1. Mempertahankan kepatenan jalannafas
2. Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yangmenumpuk
3. Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuandiagnosa.

C. Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring,
trakeal dan bronki.

D. Komplikasi:
1. Hipoksia
2. Traumajaringan
3. Meningkatkan resikoinfeksi
4. Stimulasi vagal dan bronkospasme

E. Kriteria:
1. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yangtepat
2. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satuklien
3. Menggunkan slang penghisap lendir yanglembut
4. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar danintermitten
5. Observasi tanda-tandavital

F. Indikasai :
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu
membersihkansekret dengan mengeluarkan ataumenelan
2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan
ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu
ditemukannyasuara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi

87
dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada alat
bantunafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan
pembuangan secretoral

G. Persiapan :
a. Lingkungan
1. Penjelasan padakeluarga
2. Pasang skerem/ tabir
3. Pencahayaan yangbaik
b. Klien
1. Penjelasan terhadap tindakan yang akandilakukan
2. Atur posisi klien:
Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral
suction) dan posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal suction)
Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap
pelaksana tindakan (oral/nasal suction)

c. Alat –alat
1. Regulator vakumset
2. Kateter penghiap steril sesuaiukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoonsteril
5. Pelumas larut dalamair
6. Selimut/handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatelk/p

H. Pelaksanaan :
Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/validasi
3. Kontrak
Fasekerja

I. SuctionOrofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu
mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau
menelannya.Prosedur digunakan setelah klien batuk.
1. Siapkan peralatan disamping tempat tidurklien
2. Cuci tangan dan memakai sarungtangan
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umumklien)

88
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah daguklien
5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yangtepat
6. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadahsteril
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulatorvakum
8. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidungklien
9. Basahi ujung kateter dengan larutansteril
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan
keorofaring denganperlahan
11. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi
kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak
mengalamidisteress pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum
memasukkan ulangkateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9-11
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif
diantara penghisapan
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelahpenghisapan
orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasanhanscoon
17. Cucitangan

II. SuctionETT
1. Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya
sekresi jalan nafas bagianatas
2. Jelaskan pada klien prosedur yang akandilakukan
3. Persiapkan alat danbahan
4. Tutup pintu atau tarik gorden
5. Berikan pasien posisi yangbenar
6. Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah daguklien
7. Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya
tekanan 110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-
anak, dan 50-95 untuk bayi.
8. Cucitangan
9. Untukpengisapandengankateteryankauer
 Kenakan sarung tanganbersih
 Hubungkan satu ujung selang penghubung dengan mesin
pengisapdan ujung lain dengan kateter pengisap yankauer. Isi
mangkuk dengnaair.
 Periksa apakah peralatan berfungsi dengan baik dengan
mengisapsejumlah air darimangkuk
 Pindahkan masker oksigen jikaterpasang

89
 Masukkan kateter ke dalam mulut sepanjang garis gusi ke
faring.Gerakkan kateter mengelilingi lubang mulut sampai
sekresiterangkat.
 Dorong klien untuk batuk. Angkat maskeroksigen
 Bersihkan kateter dengan air di dalam mangkuk atau
Waskomsampai selang penghubung bersih dari sekresi.
Matikanpengisap.
 Kaji kembali status pernafasan klien
 Angkat handuk, letakkan di kantong kotor untuk dicuci.
Lepaskansarung tangan dan buang diwadah.
 Reposisikan klien, posisi sims mendorong drainase dan
harusdigunakan jika klien mengalami penurunan
tingkatkesadaran.
 Buang air yang tersisa ke dalam wadah yangtersedia
 Tempatkan selang penghubung di daerah kering danbersih
 Cucitangan

III. Suctiontracheostomy
1. Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum
padatekanan negative yangsesuai
2. Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100%
atausesuai program dokter
3. Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan
dengantetap menjaga kesterilan pengisaptersebut.
4. Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang
terbuka tersebut tanpa menyentuhbungkusannya.
5. Kenakan masker dan pelindung mata
Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau
kenakansarung
6. tangan bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril
pada tangan dominan.
7. Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa
menyentuh permukaaan yang tidak steril. Angkat selang
penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan kateter ke
dalamselang.
8. Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan
mengisapsejumlah normal saline dariWaskom
9. Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larutair
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan
tangan tidak dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan

90
perlahan tetapi cepat, insersikan kateter dengan ibu jari dan jari
telunjuk dominan ke dalamhidung dengan gerakan sedikit mirimg
ke arah bawah atau melalui mulut saat klien menghirupnafas.
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik
dengan meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari
lubang ventilasi kateter sambil memutarnya ke dalam dan keluar
di antara ibu jari dan jari telunjukdominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal
salinesampai bersih.\
13. FaseTerminasi
14. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telahdilakukan
15. Rencana tindaklanjut
16. Kontrak yang akandatang

I. Pendokumentasian :

Pengkajian sebelum dan sesudah suction, ukuran kateter, lama


tindakan, secret (warna,bau,jumlah dan konsistensi), toleransi klien
terhadap tindakan yang dilakukan.

91
M. PEMASANGAN KATETER URIN

1. Pengertian tindakan
Kateter merupakan suatu selang untuk memasukkan dan mengeluarkan
cairan. Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter melalui utetra ke
dalam kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Kateter urin
dapat dipasang untuk jangka waktu pendek seperti di lingkungan rawat inap
atau kronis dan lingkungan rumah.

2. Tujuan Tindakan
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu
sepenuhnya dikosongkan

3. Indikasi, kontrainsikasi, dan komplikasi Indikasi:


a. Inkontinensia urin
b. Retensi urin
c. Mengukur jumlah produksi urin oleh ginjal secara akurat
d. Mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama operasi dan sebelum
suatu pemeriksaan diagnostic
e. Memperoleh bahan urin steril
f. Mengukur jumlah residu urin dalam kandung kemih
g. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung
kemih secara normal
h. Menjaga agar pasien yang inkontinen tetap kering pada daerah perineum,
agar kulit tetap utuh dan tidak infeksi

Komplikasi:

a. Trauma
b. Infeksi

92
c. Sepsis
d. Bola pecah atau tidak dapat kempis
e. Alergi atau sensitive terhadap latex

4. Kompetensi dasar yang harus dimiliki


a. Saat melakukan kateterisasi ada beberapa pengetahuan dasar tentang
system urinarius bagian bawah yang harus dimiliki, yaitu
1) Kandung kemih secara normal merupakan kantong yang steril
2) Spincter uretra bagian luar tidak steril
3) Kandung kemih mempunyai mekanisme pertahanan sendiri
dapat mengosongkan urin sendiri secara teratur dan
mempertahankan keasaman lingkungannya
4) Kuman pathogen yang masuk ke dalam uretra dapat menyebabkan
infeksi kandung kemih dan ginjal
5) Kandung kemih yang normal tidak mudah terkena infeksi kecuali
cedera.
b. Tipe, ukuran, bahan kateter Tipe:
1) Nelaton kateter/straight catheter/kateter sementara
2) Folley kateter/kateter tetap

Foley kateter Nelaton Kateter

93
Ukuran

Wanit Pria
a
Panjang 3,7 - 7 14 -
kateter 20
Kateter 5 – 7,5 15 –
yang 22,5
masuk
Yang 3-4 5–
diberi 7,5
jelly
Ukuran kateter
Wanit Katete
a r no
Dewas 14/16
a
Laki- Katete
laki r no
dewas 18/20
a
Anak- Katete
anak r no
8/10

5. Alat dan bahan


a. Sarung tangan steril
b. Kateter sesuai ukuran dan tipe
c. Jelly
d. Urine bag
e. Perlak
f. Bengkok
g. Spuit isi aquadest
h. Kapas dan cairan sublimat
i. Lampu senter atau lampu gooseneck
j. Selimut mandi

94
6. Anatomi daerah tindakan
Uretra

Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus utetra. Membran mukosa melapisi uretra dan kelenjar uretra
mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot
polos yang tebal mengelilingi uretra. Panjang uretra pada wanita yaitu 4
sampai 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak disekitar setengah bagian
bawah uretra memungkinkan aliran volunteer. Uretra pada pria yang
merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ
reproduksi memiliki panjang 20 cm. Pada wanita meatus urinarius terletak di
labia minora di atas vagina dan di bawah klitoris sedangkan pada pria terletak
pada ujung distal penis.

7. Aspek keamanan dan keselamatan

8. Prosedur Tindakan

95
a. Kaji status klien: waktu terakhir berkemih, tingkat kesadaran, keterbatasan
mobilisasi dan fisik, usia, alergi, kondisi patologis yang dapat merusak
jalan masuk kateter
b. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
c. Jelaskan prosedur
d. Pertahankan privasi klien
e. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk melakukan
tindakan f.Cuci tangan
g.Atur posisi klien

1) Wanita : bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben (telentang


dengan lutut ditekuk) atau posisikan klien dalam posisi berbaring
miring (Sims) dengan menekuk lututnya.
2) Pria : bantu untuk mengambil posisi dengan paha sedikit diabduksi
h. Pasang sarung tangan
i. Lakukan vulva hygiene atau perineal hygiene
j. Buka set kateter da berikan jelly di ujung kateter
k. Masukkan kateter sampai urin mengalir. Ketika urin mengalir pindahkan
tangan yang dominan dari labia atau dari penis ke kateter, 2 cm dari
meatus untuk menahan kateter agar tidak terdorong ke luar. Tangan yang
dominan menghubungkan ujung kateter dengan urine bag
l. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter
kira-kira
2,5 cm

m. Lepas sarung tangan steril


n. Plester kateter
1) Pria : ke abdomen bagian bawah
2) Wanita : kea rah paha
o. Bantu klien pada posisi nyaman
p. Cuci tangan

9. Hal-hal yang harus diperhatikan

96
a. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
b. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin
balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter
sampai ke pangkalnya

10. Hal-hal yang dicatat


a. Tanggal dan waktu tindakan
b. Tipe dan ukuran kateter
c. Specimen atau bahan urin yang didapat
d. Jumlah urin
e. Deskripsi urin
f. Respon pasien terhadap prosedur

97
N. BLADDER TRAINING

1. DEFINISI BLADDER TRAINING

Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi


kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder training digunakan untuk
mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau mendesak dan
inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).

Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama pada
pasien yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga dilakukan oleh
semua orang untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter eksterna dalam menahan
pengeluran urin. Bladder training merupakan terapi yang sangat sederhana dan
tidak memiliki efek samping. Latihan ini juga dapat dikombinasikan dengan terapi
pengobatan lain. Penelitian menunjukkan adanya peningakatan 50% pasien
dengan inkontinensia urin yang menggunakan bladder training.

Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delay urination (menunda
berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Suhariyanto (2008).
Latihan kegel (kegel exercises) merupakan aktifitas fisik yang tersusun dalam
suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan
kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih
dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul
untuk memperkuat penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi
kandung kemih. (Kane, 1996 dalam Nursalam 2006).

Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda


untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat
dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000). Bladder
training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat

98
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas
setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian
dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin
dan otot destrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001).

2. TUJUAN BLADDER TRAINING

Tujuan dari bladder trainingadalah untuk melatih kandung kemih dan


mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (potter&perry, 2005). Terapi ini bertujuan memperpanjang
interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik
relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari
atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi
berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak pasca bedah yang di pasang
kateter (Suharyanto, 2008).

1. Mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke


keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry,
2005).
2. Memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik
distraksi atau teknik relaksasi.
3. Dapat menahan sensasi berkemih.
4. Untuk mengurangi gejala dari:
- Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
- Nokturia: sering kencing di malam hari.
- Inkontinensia urge.
5. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
6. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama
7. Melatih klie untuk melakukan BAK secara mandiri
8. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama
9. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter

99
10. Klien dapat mengontrol berkemih
11. Klien dapat mengontrol buang air besar
12. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia
13. Menghindari isolasi social bagi klien

3. INDIKASI BLADDER TRAINING


1. Pasien yang mengalami retensi urin.
2. Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi
sfingter kandung kemih terganggu.
3. Pasien yang menderita inkontinensia urin (inkontinensia urin stres,
inkontinensia urin urge, atau kombinasi keduanya).
4. Klien post operasi pada daerah pelvik (Nababan, 2011).
5. Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama
6. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter
7. Klien yang mengalami inkontenesia urin
8. Klien post operasi
9. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
10. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.

4. KONTRA INDIKASI BLADDER TRAINING


1. Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra) berat.
2. Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri).
3. Gangguan atau kelainan pada uretra.
4. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi
urin di saluran kemih bagian atas).
5. Vesicourethral reflux.
6. Batu traktus urinarius (Maulida, 2011).
7. Gagal ginjal

5. PERAN PERAWAT DALAM BLADDER TRAINING

100
Peran Perawat (termasuk pengkajian yang dilakukan saat bladder training)
Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti
apakah ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.
Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah
selesai bladder training dan pelepasan kateter urin. Perawat medikal bedah
juga harus responsif terhadap keluhan yang mungkin timbul setelah kateter
urin dilepas. Pasien diminta untuk segera melaporkan pada perawat atau dokter
jika ada keluhan yang dirasakan pasien saat berkemih (Bayhakki. dkk,
2008).

Pengkajian yang dilakukan antara lain:


 Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang
sering memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk di pelajari
 Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab
Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam
waktu yang sama (Bayyhaki, 2008).
 Kebutuhan klien akan baldder training
Pastikan bahwa pasien benar-benar membutuhkan bladder training

6. PROSEDUR BLADDER TRAINING

Prosedur kerja dalam melakukan bladder training, yaitu:

1. Mengucapkan salam.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai
ruangan (ciptakan privasi bagi klien).
4. Pelaksanaan.
a. Klien masih menggunakan kateter.
Prosedur 1 jam:
- Cuci tangan.

101
- Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-20.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.

Prosedur 2 jam:

- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-21.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.
b. Pada klien yang tidak menggunakan kateter.
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
- Kateter dilepas.
- Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.
- Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi
BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan
lakukan pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.
- Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh
diberi minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien
berkemih pada malam hari.

102
- Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK
sebelum 2 jam klien diharuskan untuk menahannya.
- Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih secara urinal.
- Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik
pengosongan kandung kemih.
5. Alat-alat dibereskan.
6. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
7. Dokumentasi (http://www.anvita.info).

Prosedur bladder training yang dapat dilakukan secara mandiri, yaitu :

1. Cobalah untuk buang air kecil pada waktu yang teratur. Mulailah dengan
memilih interval waktu (jumlah waktu), seperti satu jam.
2. Selama satu hari, pergilah ke kamr mandi setiap jam toileting yang telah
dijadwalkan, terlepas dari apakah toileting atau tidak. Hal ini untuk
melatih kandung kemih mematuhi jadwal yang telah dibuat. Jumlah urin
yang dikeluarkan tidaklah penting.
3. Jika selama 4 hari metode per jam ini berhasil, maka tingkatkan interval
toileting 15-30 menit selama 4 hari berikutnya.
4. Jangan menambah interval waktu sampai interval waktu awal dipenuhi.
Tingkatkan interval waktu 15-30 menit sampai dapat menahan kencing
selama 3-4 jam.
5. Buatlah jadwal khusus untuk toileting dan jangan melanggar jadwal
tersebut.
6. Jika merasa ingin sekali toileting, maka cobalah tahan dan gunakan teknik
relaksasi (napas dalam). Jika terpaksa, maka diperbolehkan untuk toileting,
namun tetap mengikuti jadwal toileting yang dibuat sebelumnya
(http://www.womensbladderhealth.com/).

Cara untuk mengurangi urgensi:

103
1. Lakukan Kegel exercise selama 10 detik dan ulangi selama beberapa kali.
2. Beberapa macam teknik Kegel exercise yang dapat dilakukan:
a. Elevator
Bayangkan bahwa panggul Anda adalah lift. Ketika otot-otot rileks,
Anda berada di lantai dasar. Perlahan-lahan tarik otot Anda sampai
lantai kedua, kemudian berhenti.Kemudian tarik sekuat mungkin untuk
mencapai lantai tiga, berhenti.Kembali ke lantai dua,
berhenti.Kemudian rileks sepenuhnya dan kembali ke lantai
dasar.Ambil napas dalam dan ulangi selama beberapa kali.
b. Teknik Cepat
Kontraksikan dan relaksasikan otot-otot pelvik secepat mungkin 5 kali
secara beraturan.Relaksasi 10 detik, kemudian ulangi.
c. Long Haul
Kontraksikan otot-otot pelvik sekuat yang klien bisa.Lakukan teknik
ini 1 kali/hari untuk menghindari kelelahan otot.
3. Aktivitas mental juga dapat digunakan untuk menarik perhatian dari
keinginan untuk buang air kecil. Hal ini dapat digunakan sendiri atau
bersama dengan latihan otot panggul. Sebagai contoh, cobalah menghitung
mundur dari seratus, melakukan latihan pernapasan dalam, membaca puisi,
atau menonton program televisi untuk mengalihkan perhatian diri dari
dorongan untuk berkemih (http://www.womensbladderhealth.com/).

Cara untuk Mengoptimalkan Kerja Bladder Training

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu


mengoptimalkan kerja dari bladder training, yaitu:

1. Batasi konsumsi kafein (kopi, teh, soda, dan cokelat) karena kafein
bersifat diuretik serta batasi atau hindari konsumsi alkohol.
2. Batasi atau hindari konsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan
yang dapat membuat penyakit pada kandung kemih bertambah parah.
3. Jagalah IMT dalam batas normal (http://kemh.health.wa.gov.au/).
4. Jangan mengurangi dengan drastis intake cairan untuk menghindari
toileting, minimal intake cairan adalah 5-6 gelas per hari.

104
5. Minum hanya volume moderat cairan. Anjurkan klien untuk intake cairan
minimum (5-6 cangkir) non-kafein, non-karbonasi setiap hari. Pengurangi
cairan setelah pukul 18:00 harus dilakukan apabila klien bangun lebih dari
sekali di malam hari untuk buang air kecil. Cara Jangan minum dalam
jumlah banyak sekaligus (lebih dari 8-10 gelas) karena dapat membanjiri
kandung kemih dan membuatnya lebih sulit untuk menahan urin.
6. Kosongkan kandung kemih sebelum tidur. Hal ini bisa dilakukan dengan
tidak minum selama 2-3 jam sebelum tidur. Metode ini dilakukan untuk
menghindari toileting pada malam hari. Hal ini juga dapat membantu agar
bisa toileting tepat waktu pada pagi hari.
7. Selalu kosongkan kandung kemih secara komplit. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan kontraksi ektra pada akhir setiap kali berkemih.
8. Kosongkan kandung kemih sebelum dan sesudah melakukan hubungan
seksual.
9. Konsumsi jus apel, anggur, dan cranberry satu sampai dua gelas sehari
untuk membantu meningkatkan kerja kandung kemih.

Schedule bathroom trips

1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam sekali pada
malam hari.
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan
4. Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu
yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.

Kegel Exercise

105
1. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
2. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus
3. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
4. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
5. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
6. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di
tekuk) kepada klien

Delay Urination

1. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul


2. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali
3. Praktikan setiap kali berkemih

106
DAFTAR PUSTAKA

.2014. Bladder Training Protocol. Anvita


Heatlh: Actionable Health Inteligence. Online
(http://www.anvita.info/wiki/Bladder_Retraining_Protocol).

Admin. 2007. Luka Bakar, (online), http://www.sehatgroup.web.id/

Anonim. 2009.Askep Combustio (Asuhan KeperawatanPada Pasien Dengan


Luka Bakar/Combustio. (online) http://nursingbegin.com/askep-
combustio/

Anonim. 2009. Luka Bakar, (online) http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar

Arixs. 2008.Simulasi Rutin di RSUP Sanglah, (online),


http://www.cybertokoh.com/

Barbara, K, dkk. (2002). Kozier and Erb’s Technique In Clinical Nursing. New
Jersey: Pearsson Education.

Bayhakki, dkk. 2008. Jurnal Keperawatan Indonesia: BLADDER TRAINING


MODIFIKASI CARA KOZIER PADA PASIEN PASCABEDAH
ORTOPEDI YANG TERPASANG KATETER URIN. Vol 12 No 1, Hal
7-13.

Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta :


EGC. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, 2005,
Standar PelayananKeperawatan di ICU, Jakarta : Dir Jen
Pelayanan Medik Dep.Kes RI

Dikrullah, A. 2013. Bantuan Napas dengan Ambubag,


https://www.scribd.com/doc/%20175285285/Bantuan-Napas-Dengan-
Ambubag , diakses pada 2 Desember 2019.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Doenges, M E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Haryana, I. 2009. Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management),


http://doktermedis.blogspot.com/2009/06/pengelolaan-fungsi-
pernapasan-breathing.html , diakses pada 2 Desember 2019.

107
http://www.womensbladderhealth.com/pdf/bladdertraining.pdf

Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Volume 1,


Edisi VI, Jakarta : EGC.

Instalasi Rawat Intensif & Reanimasi, SMF Anestesiologi dan Reanimasi


RSUP Dr. Soetomo, 2007, Materi Pelatihan Intensif Care Unit (ICU),
Surabaya : Bidang Diklit RSUP Dr. Soetomo.

Johnson, Kimball. 2012. Bladder Training. Incontinence & Overactive Bladder


Health. Online (http://www.webmd.com/urinary-incontinence-
oab/bladder-training-techniques).

Linelle N.B.Pierce, 1995, Mechanical Ventilation and Intensive Respiratory


Care,Philadelpia : W.B.Saunders

Loyd Y , 2006, Terapi Oksigen, Jakarta : Instalasi Rawat Intensif RSUP


Fatmawati

Mancini E, 1994, Seri pedoman Praktis .Prosedur Perawatan


Darurat..Jakarta : EGC

Maulida, Ana. 2011. Bladder Training.


Online(http://www.docstoc.com/docs/79963287/BLADDER-
TRAINING---DOC#).

Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson.


2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.

Nababan, TJ. 2011. Pengaruh Bladder Retention Training terhadap Kemampuan


Mandiri Berkemih pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan. Skripsi. Online
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24523/7/Cover.pdf).

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta:EGC

Phisiotherapy Department. 2009. Bladder Training Information Sheet. Women


and Newborn Health Service. King Edward Memorial Hospital. Online
(http://kemh.health.wa.gov.au/brochures/consumers/wnhs0427.pdf).

108
Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC

Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing: Concept,


Process, an Practice. (Terj). Asih, Y., et al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar
(combustio), (online), http://nurse-community.socialgo.com/

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. (online)


http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta: EGC.

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC.

Teguh, M. 2010. Bekajar di rumah Sakit itu Asyik!,


http://teguhsukabumi.blogspot.com/%202010/03/belajar-dirumah-
sakit-itu-asyik.html , diakses pada 2 Desember 2019.

109

Anda mungkin juga menyukai