Anda di halaman 1dari 24

1.

New Ballard Score

Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kriteria
neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan
selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil
penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi
skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler
dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa
gestasinya.

      a.       Maturitas Fisik

      b.      Maturitas Neuromuskuler

 
Apgar Score

Apgar score adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi
sesaat setelah kelahiran ( Prawiharjo : 2002 ). Penilaian ini penting untuk mengetahui apakah bayi menderita
asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), usaha nafas ( respiratory effort), tonus
otot ( muscle tone), warna kulit ( colour) dan reaksi terhadap rangsang ( respon to stimuli).
Setiap penilaian diberi angka 0,1,2 dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (virgous
baby = nilai apgar 7-10), asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3).
Tabel Kriteria Apgar Score

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Warna kulit Seluruh Warna kulit tubuh Warna kulit tubuh, tangan
badan biru normal merah dan kaki normal merah
dan pucat muda, tetapi muda, tidak ada sianosis
tangan dan kaki
kebiruan

Denyut jantung Tidak ada < 100x/menit >100x/menit


Respon refleks Tidak ada Meringis atau Meringis atau bersin atau
respon menangis lemah batuk saat stimulasi saluran
terhadap ketika distimulasi nafas
stimulus
Tonus otot Lemah atau Sedikit gerakan Bergerak aktif
tidak ada
Pernapasan Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat, pernapasan
teratur baik dan terartur
Interpretasi Score

Jumlah score Interpretasi Catatan


7 – 10 Normal -
Asfiksia Ringan Memerlukan tindakan medis segera
seperti penyedotan lender yang
4–6 menyumbat jalan napas, atau
pemberian oksigen untuk membantu
bernapas.
Asfiksia Berat Memerlukan tindakan medis yang
0–3
lebih Intensif.

1. Fisiologi janin
Perkembangan Konseptus
Sejak konsepsi perkembangan konseptus menjadi sangat cepat yaitu zigot mengalami
pembelhan menjadi morula (terdiri atas 16 sel blastomer), kemuadian menjadi blastosit yang
mencapai uterus, dan kemuadian sel sel mengelompok, berkembang, menjadi embrio (sampai
minggu ke-7). Setelah minggu ke -10 hasil konsepsi disebut janin.
Perkembangan fungsi janin sesuai usia gestasi
Minggu 6
Pembentukan hidung, palatum, dagu, dan tonjolan paru. Jari-jari telah terbentuk namun
masih tergenggam. Jantung telah terbentuk sepenuhnya.
Minggu 7
Mata tampak pada wajah. Pembentukan alis dan lidah.
Minggu 8
Mirip bentuk manusia, mulai pembentukan genitalia eksterna. Sirkulasi mulai tali pusar
dimulai. Tulang mulaiu terbentuk.
Minggu 9
Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk ‘muka’ janin; kelopak mata terbentuk namun
tak akan terbuka sampai minggu ke-28.
Minggu 13-16
Janin berukiran 15 cm. ini merupakan awal dari trimester ke-2. Kulit janin masih transparan,
telah mulai terbentuk rambut janin (laguno). Janin bergerak aktif yaitu menelan dan menghisap air
ketuban. Telah terbentu mekonium (faeses) dalam usus. Jantung berdenyut 120 – 150/menit.
Minggu 17-24
Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh verniks kasosa
(lemak). Janin memiliki reflex.
Minggu 25-28
Saat dimulai awal trimester ke-3, dimana terdapat perkebangan otak yang cepat. System
saraf mengendalikan gerak dan fungsi tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan hidup pada masa
ini kan sangat sulit bila lahir.
Minggu 29-32
Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan bayi hidup (50-70%). Tulang telah terbentuk
sempurna, gerakan nafas telah regular, suhu relative stabil.
Minggu 33-36
Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (laguno) mulaui berkurang, pada saat 35
minggu paru telah matur. Janin akan dapat hidup tanpa kesulitan.
Minggu 38-40
Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, diaman bayi akan meliputi seluruh uterus. Air
ketuban mulai berkurang, tetapi dalam jumlah dalam batas normal.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kelahiran
Sebagai akibat perubahan lingkungan dalm uterus dan keluar uterus, maka bayi
menerimarangsangan yang bersifat kimiawi, mekanik dan termik. Hasil perangsangan ini membuat
bayi akan mengalami perubah metabolik, pernapasan, umum, dan sirkulasi.
1. Gangguan metabolisme karbohidrat.
Oleh karena kadar gula darah tali pusat yang 65 mg/ 100 ml akan menurun menjadi 50 mg/
100 mldalam waktu 2 jam sesudah lahir, energy yang ditambahan yang diperlukan neonates jam-
jam pertama sesudah lahir diambil drai metabolism asam lemak sehingga kadar gula darah
menjadi 120 mg/ 100 ml. Bila oleh karena sesuatu hal perubahan glukosa menjadi glikogen
meningkat atau adanya gangguan pada metabolism asam lemak yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan neonates, maka kemungkinan besar bayi akan menderita hipoglikemia, misalnya
terdapat pada bayi BBLR, bayi dari ibu menderita diabetes mellitus, dan lai-lain.
2. Gangguan umum
Sesaat sesudah bayi lahir ia akan berada ditempat yang suhunya lebih rendah dari dalam
kandungan dan dalam keadaan basah. Bila dibiarkan saja dalam suhu kamar 25°C maka bayi
akan kehilangan panas melalui evaporasi, konfersi dan radiasi sebanyak 200 kal/kg BB/menit.
Sedangkan pembentukan panas yang dapat diproduksi hanya sepersepuluh daripada yang
tersebut diatas, dalam waktu bersamaan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh
sebanyak 2°C dalam waktu 15 menit. Hal ini sangat berbahay pada bayi dengan BBLR karena
mereka tidak sanggup mengimbangi penurunan suhu tersebut denagn vasokonstriksi, inulasi dan
produksi panas yang dibuat sendiri. Akibatnya suhu tubuh yang rendah metabolism jaringan
akan m,eninggi dan asidosis metabolic meningkant kebotuhan oksigen meningkat dapat
menyebabkan hipotermi yang dapat pula menyebabkan hipoglikemia.
3. Perubahan sistem pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik sedudah kelahiran.
Pernapsan ini timbul sebagai aktibat aktivitas normal susunan saraf pusat dan perifer yang dibatu
dengan beberapa rangsangan lainnya seperti kemoreseptor carotid yang sangat peka terhadap
kekurangan oksigen; rangsanga hipoksemia, sentuhan dan perubah suhu di dalam uterus dan
diluar uterus.
4. Perubahan sistem sirkulasi
Dengan berkembangya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli meningkat, sebaliknya
tekanan carbonmonoksida menurun. Hal-hal tersebut menyebabkan turunnya resistensi
pembuluh-pembuluh darah paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Ini
menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus arteriosus menutup.
Dengan menciutnya arteria dan vena umbilikalis kemuadian dipotongnya tali-pusat, aliran darah
dari plasenta melalui vena cava inferior dan foramen ovalle tertutup. Denga diterimanya darah
oleh atrium kiri dari paru-paru, tekanan diatrium akan meningkat dari pada atrium kanan, hal ini
yang menyebabkan foramen ovalle menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi bayi
normal yang hidup diluar badan ibu.

3. BBLR dan klasifikasinya


Pengertian BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Prawirohardjo, 2007).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram (Pantiawati, 2010).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang
masa kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama 2500
gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang
dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (Proverawati, 2010).
Klasifikasi BBLR
Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan dan berat badan lahir rendah
yaitu :
 Menurut Sarwono Prawiharjo (2007), diklasifikasikan berdasarkan berat badan waktu lahir,
yaitu:
a) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat lahir 1.500-
2.500 gram.
b) 2)   Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan berat
lahir <1.500 gram.
c) 3)   Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan berat
lahir <1.000 gram
 Menurut Pantiawati (2010), bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi dua
golongan :
1.Prematuritas murni
Prematuritas murni adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan atau disebut
neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan.
2.Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilannya, yaitu berat badan dibawah persentil pada kurva
pertumbuhan intra uterin, biasanya disebut dengan bayi kecil untuk masa kehamilan.
 Menurut Wiknjosastro (2007), WHO (1979) membagi umur kehamilan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1.Pre-term: kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 Hari).
2.Aterm: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259- 293 hari).
3.Post-term: 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih).
 Usia kehamilan : BCB (37 – 42 minggu)
BKB (<37 minggu)
BLB (>42 minggu)
 Berat badan : KMK - dibawah persentil 10
SMK - diantara persentil 10 – 90
BMK - diatas persentil 90
 Berat Badan : BBLR – 1500-2500 gr
BBLSR – 1000-1500 gr
BBLASR - <1000 gr

4. Faktor penyebab BBLR


Penyebab BBLR:
1.      Faktor Ibu
 Ibu hamil yang kekurangan gizi saat hamil
Kekurangan gizi saat hamil akan berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas,
gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati atau kematian neonatal dini. Penentuan status
gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat
badan selama hamil.
 Berat badan ibu yang rendah
 Umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara fisik dan emosional belum matang, selain
pendidikan yang juga pada umumnya masih rendah. Kelahiran BBRL lebih tinggi pada ibu-
ibu usia <20 tahun (Doenges, 2001:148).
Pada ibu-ibu yang sudah tua meskipun telah berpengalaman tetapi kondisi badannya
serta kesehatannya sudah mulai meurun sehingga dapat mempengaruhi janin intrauterine dan
dapat menyebabkan BBLR (Setyowati, 1996).
 Jarak kehamilan terlalu dekat
Jarak kehamilan <2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan pendarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih
dengan baik (Departemen Kesehatan, 1998:33).
Ibu yang jarak kehamilan terlalu dekat <2 tahun akan mengalami peningkatan resiko
terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk juga karena Placenta previa,
anemia, dan ketuban pecah dini dapat menyebabkan bayi BBLR (Ilyas, 1995:106)
 Paritas Ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin sehingga
dapat mengakibatkan BBLR dan perdarahan saat melahirkan karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah (Departemen Kesehatan, 1998:33)
 Ibu hamil merokok (baik sebelum hamil atau pada masa kehamilan)
Penelitian yang dilakukan oleh BMA Tobacco Control Resource Centre menunjukkan
bahwa ibu yang merokok selama kehamilan memiliki risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR) sebesar 1,5-9,9 kali dibandingkan dengan berat badan lahir bayi dari ibu
yang tidak merokok.
Merokok selama hamil mempunyai efek merupakan pada ibu dan juga janin. Sebuah
penelitian eksperimental menggunakan hewan coba mencit menyimpulkan bahwa paparan
asap rokok yang diberikan selama masa kehamilan hari ke-0 (hari konsepsi), 1 dan 2
menyebabkan retardasi pertumbuhan embrio, sedangkan paparan asap rokok selama masa
kehamilan hari ke-0 hingga hari ke-17 menyebabkan penurunan berat badan fetus. Dalam
penelitian ini, mencit dipapar asap rokok selama 10 menit, 3 kali sehari.
Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan kerusakan
endotel, peningkatan vasokonstriktor, dan penurunan vasodilator. Nikotin yang terkandung
dalam asap rokok dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Semua hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan penurunan suplai
makanan dan oksigen fetus. Radikal bebas juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru
sehingga dapat terjadi PPOK. PPOK akan menyebabkan penurunan oksigenasi fetus. Selain
itu, radikal bebas juga dapat mengganggu metabolisme asam folat. Dengan adanya gangguan
metabolisme asam folat berarti nutrisi pertumbuhan fetus akan terganggu dan juga akan
mempengaruhi ekspresi gen fetus. Akibatnya secara tidak langsung, hipertensi, PPOK, dan
defisiensi asam folat akan menimbulkan gangguan pertumbuhan fetus yang pada akhirnya
akan dapat menyebabkan BBLR.
 Peminum alcohol
Ibu hamil yang meminum alcohol maka janin yang dikandungnya akan beresiko Fetal
Alkohol Syndron (FAS) yang berhubungan dengan masalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan otak dalam masa kehamilannya. Saat ibu yang sedang hamil meminum
minuman beralcohol maka alcohol tersebut akan dibawa masuk ke dalam tubuh dan dapat
dengan mudah beredar hingga masuk melalui placenta menuju janin. Janin tersebut tidak
dapat menyingkirkan alcohol yang masuk, akibatnya janin menjadi subjek penimbunan
kadar alcohol yang tinggi untuk jangka waktu yang lama.
Konsumsi pada awal kehamilan cenderung menyebabkan kecacatan pada otak atau
tubuh. Konsumsi pada akhir kehamilan cenderung berefek pada penyerapan nutrisi janin dan
fungsi motorik halus otak. Hal ini termasuk perkembangan kepribadian dan kemampuan
untuk belajar. 
Gejala yang ditimbulkan dari FAS yaitu:
a. Bentuk wajah abnormal, termasuk susunan rahang yang buruk dan bibir atas serta
bentuk rahang hidung rata.
b. Masalah tingkah laku, seperti pemusatan perhatian yang kurang dan hiperaktif.
c. Keterlambatan perkembangan atau retardasi mental.
d. Epilepsy atau serangan kejang.
e. Kegagalan pertumbuhan stsu keterlambatan pertumbuhan fisik.
f. Kesulitan belajar.
g. Lahir BBLR dan ukuran lingkar kepala kecil.
h. Cacat kecil pada tangan dan kaki.
i. Kerusakan organ, termasuk penyakit jantung bawaan.
j. Kurang koordinasi fungsi motorik tubuh.
k. Kurang memiliki kemampuan mengingat-ingat.
l. Kurang dalam hal bersosialisasi dan suka berimajinasi.
 Pengguna narkotika
 Pernah melahirkan bayi premature sebelumnya

2.      Faktor Kehamilan


 Hidroamnion
Hidroamnion kadang-kadang disebut juga polihihidroamnion merupakan keadaan
cairan amnion yang berlebihan. Hidroamnion dapat menimbulkan persalinan sebelum
kehamilan 28 minggu sehingga dapat menyebabkan kelahiran premature dan meningkatkan
resiko BBLR (Cuningham, 1995:625).
 Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat bayi
dalam rahim)
 Antepartum hemorrhage (perdarahan kehamilan di atas 22 minggu atau saat persalinan)
Antepartum hemorrhage menyebabkan anemia dan syok sehingga keadaan ibu
memburuk. Keadaan ini memberikan gangguan pada placenta yang menyebabkan anemia
pada janin bahkan dapat pula terjadi syok intrauterine yang menyebabkan kematian bayi
intrauterine (Wiknjosastro, 1999:365). Apabila janin dapat diselamatkan dapat terjadi
BBLR, sindrom gagal napas, dan komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999:279).
 Komplikasi Selama Kehamilan
a. Pre-eklampasia/Eklampasia
Pre-eklampasia/eklampasia dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini dikarenakan
terjadinya perkapuran di daerah placenta, sedangkan janin memperoleh makanna
dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai
makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995:5).
b. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya apabila terjadi sebelum proses
persalinan. KPD disebabkan karena berkurangnya kekuatan membrane yang
diakibatkan oleh infeksi yang berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer, 1999:310).
c. Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab penting terjadinya kelahiran
mati dan kematian neonatal (Sukadi, 2000:3). Hipertensi pada ibu hamil akan
menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta dan hipoksia sehingga pertumbuhan
janin terhambat dan sering terjadi kelahiran premature (sukadi, 2000:6).

3.      Faktor Janin


 Cacat Bawaan (Kelainan congenital)
Kelainan congenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur janin yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi dengan kelainan congenital biasanya
akan lahir BBLR atau janin kecil utnuk masa kehamilannya. Bayi BBLR dengan kelainan
congenital yang mempunyai berat sekitar 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya (Wiknjosastro, 1997:723).
 Infeksi dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam
mengatur dan mempertahankan metabolism tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin terganggu
atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh hepatitis dapat menyebabkan abortus atau
persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 1998:277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella dapat menyebabkan bayi BBLR, cacat bawaan,
dan kematian janin (Mochtar, 1998:181).
 Kehamilan ganda
Berat badan janin pada kehamilan ganda tidak sama, dapat berbeda antara 50-1000
gram. Hal ini disebabkan pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama
(Wiknjosastro, 1999:391).
Regangan uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda merupakan salah satu factor
yang menyebabkan BBLR (Departemen Kesehatan, 1996:14). Pada kehamilan ganda,
distensi uterus berlebihan sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus
prematus.
 Kelainan kromosom

5. Patofisiologi
a. Mekanisme hipotermi pada BBLR
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu
normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).
Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila
seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-
36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low
reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. Disamping sebagai suatu gejala,
hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Sedangkan menurut
Sandra M.T bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah
35°C. Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
i. Jaringan lemak subkutan tipis.
ii. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
iii. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
iv. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
v. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi.

Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :

a. Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang
dingin.
b. Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek
yang dingin.
c. Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya.
d. Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi
(misal cairan amnion pada BBL).

Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu :

 HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan


metabolisme anaerob.
 Kebutuhan oksigen yang meningkat.
 Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
 Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang
menyertai hipotermi berat.
 Shock.
 Apnea.
 Perdarahan Intra Ventricular.

Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme
adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih
tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg
bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan
zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi
larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara
yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui
membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan
terikat terutama pada ligandin , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada
glutation(protein S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua
arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke
dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan
albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi
tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.
Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di
fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin
yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan
langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi
sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di
ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk
ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek
dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk
banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi
bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun
meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar
bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor
amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan
saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan
hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk
mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin
indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam
keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin
indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin
berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada
masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat
hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan
glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada
albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya
kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat
meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat
pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau
plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal
pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

Ikterus Fisiologis
Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
“kernikterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3
mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus
baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6
mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7
kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi
bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan
kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme
metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7
dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.
Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.\
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14
mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. (4,5,8).

Ikterus Patologis
Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebut hiperbilirubinemia.
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak
penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh
kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya
disebabkan oleh penyakit hemolitik.

 Breastfeeding jaundice: ikterus yang muncul saat bayi ASI tidak mendapat cukup ASI karena
kesulitan dalam menyusui atau ASI ibu belum keluar. Ini tidak disebabkan oleh ASI tetapi
karena bayi belum mendapat ASI yang cukup.

 Breastmilk jaundice: pada 1-2% bayi ASI ikterus dapat disebabkan karena bahan yang
dihasilkan dalam ASI yang menyebabkan kadar bilirubin meningkat. Bahan ini dapat
mencegah pengeluaran bilirubin melalui usus. Umumnya mulai usia 3-5 hari dan perlahan-
lahan menghilang dalam 3-12 minggu.

 Ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas Rhesus atau ABO) : jika golongan darah
bayi berbeda dari ibu maka ibu dapat menghasilkan antibodi yang dapat menghancurkan sel
darah merah bayi. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan dapat meningkatkan kadar
bilirubin dalam darah. Ikterus karena ketidakcocokan golongan darah dapat terjadi sejak hari
pertama (<24jam). Ketidakcocokan rhesus menyebabkan bentuk paling berat dari ikterus, saat
ini dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin rhesus pada ibu dalam 72 jam setelah
persalinan untuk mencegah pembentukan antibodi yang dapat membahayakan bayi yang
dikandung berikutnya
Mekanisme sesak (asfiksia ) dengan BBLR
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibun dengan
komplikasi misalnya diabetes mellitus, preklampsiaberat atau eklampsia, eritroblastosis fetalis,
kelahiran kurang bulan (<34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasentae, gawat
janin, serta pemberian obat anastesi atau narkotik sebelum kelahiran. (kapita selektakedokteran : 502).
Bayi prematur secara umum bayi lahir dalam keadaan belum matang, dan karena itu belum
dilengkapi dengan kemampuan untuk adaptasi fisiologik di luar uterus sehingga terjadi asfiksia.
Hipoksia sering ditemukan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kejadian ini umumnya telah
dimulai sejak janin di kandungan, berupa gawat janin atau terjadinya stres janin pada waktu proses
kelahiran. Akibatnya, bayi mengalami asfiksia (kegagalan bernapas spontan dan teratur pada menit-
menit pertama setelah lahir). Umumnya terjadi akibat belum matangnya paru-paru, kekurangan bahan
surfaktan yang berfungsi mempertahankan mengembangnya gelembung paru, bayi akan mengalami
sesak napas atau Sindroma Gangguannapas.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan transisi akibat
berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah alveoli fungsional,
defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps
dan mengalami obstruksi, insufisiensi kalsifikasi tulang toraks, lemah, kapiler-kapiler paru mudah rusak
dan tidak matur. Fungsi kardiovaskuler mengalami penurunan darah, perlambatan pengisian kapiler dan
gawat napas yang berlanjut walaupun telah dilakukan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan pernapasan
sering menimbulkan penyakit berat pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan oleh
kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan
yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung, sehingga sering terjadi apneu, asfiksia berat
dan sindroma gangguan pernapasan. (Prawirohardjo, 2005 : 776).
Sejumlah kecil bayi, terutama bayi premature dan bayi yang dilahirkan dari ibu diabetes,
mengalami gawat napas yang berat pada jam-jam pertama kelahiran smpai beberapa hari pertama
setelah kelahiran, dan beberapa meninggal pada hari-hari berikutnya.salah satu penemuan yang paling
khas pada sindrom gawat napas adalah kegagalan epitel pernapasan untuk menyekresikan surfaktan
dalam jumlah adekuat, suatu substansi yang normalnya disekresi kedalam alveoli yang menurunkan
tegangan permukaan cairan alveoli, sehingga memungkinkan alveoli untuk terbuka dengan mudah
selama inspirasi. Sel-sel penyekresi surfaktan (sel-sel epitel alveolus tipe II) belum mulai menyekresi
surfaktan sampai akhir bulan ke-1 sampai ke-3 masa gestasi. Oleh karena itu, banyak bayi premature
dan sedikit bayi cukup bulan dilahirkan tanpa kemampuan menyekresikan cukup surfaktan, yang
menyebabkan kecendrungan kolapsnya alveoli dan perkembangan edema paru. (GAYTON & HALL,
fisiologi kedokteran : 1105).
Pada neonates dengan asfiksia, resusitasi diberikan secepat mungkin tanpa menunggu
perhitungan skor apgar. Lankah resusitasi mengikuti ABC :
A) Pertahankan jalan napas bebas, jika perlu dengan intubasi endotrakeal
B) Bangkitkan napas spontan dengan stimulasi taktil atau tekanan positif menggunakan bag and mask
atau lewat pipa endotrakeal
C) Pertahankan sirkulasi jika perlu dengan komperesi dada dan obat-obatan.
Pada asfiksia ringan, berikan bantuan napas dengan oksigen 100% melalui bag and mask selama
15-30 detik. Bila dalam waktu 30 detik denyut nadi masih dibawah 80x/menit, lakukan komperesi dada
dengan dua jari pada 1/3 bawah sternum sebanyak 120x/menit. Intubasi endotrakeal harus dilakukan
(oleh tenaga ahli) pada bayi yang tidak memberi respons terhadap bantuan napas dengan bag and mask
atau pada bayi dengan asfiksia berat. Terapi medikamentosa diberikan bila denyut nadi masih di bawah
80x/menit setelah 30 detik kombinasi bantuan napas dan kompresi dada atau dalam keadaan
asistol.berikan 2 adrenalin 1:10.000 dosis 0,1-0,3 ml/kgBB intravena/intratrakeal dapat diulangi tiap 3-5
menit. (kapita selektakedokteran : 502)

 Hubungan Isapan bayi dengan BBLR


Adanya imaturasi atau kurang berfungsinya alat-alat tubuh untuk melakukan isapan. Selain itu
juga disebabkan oleh immaturasi susunan saraf pusat untuk koordinasi refleks mengisap pada bayi
premature.

 Bunyi expiratory grunting pada BBLR


Expiratory grunting terjadi bila expirasi melawan glotis yang sebagian tertutup. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kapasitas residual yang akan meningkatkan ventilasi.

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim
G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3.Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
4.Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.
Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal
sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara
berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar
yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan
cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat, setelah
itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan
kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan
kernikterus tidak pernah -pregnan-3dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung
5-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang, 2 secara kompetitif
menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya.
Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab
atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi
kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang
terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau
pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau
bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah
tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar
bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah,
hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma
atau infeksi. (7,9).

Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir
(BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1
mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis,
sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada
masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya.

6. Penanganan dan pencegahan bayi baru lahir dengan berat badan rendah dan ikterus.
1) BBLR
a. Penanganan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar
uterus, maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan
bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin
dan zat besi.
1) Atur temperatur lingkungan
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi,
kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau
dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu
meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin).
2) Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi
oksigen dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
3) Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan
tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi
dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu,
perlu diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan
sebelum dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera
sesudah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik.
4) Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada
bayi imatur adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang
normal.
5) Intake harus terjamin
Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna.
Kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih
kurang. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak
menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat
lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat kurang
dari 1500 gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada
hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum melalui sonde lambung.
b. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:
1) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat
dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih
mampu,
2) Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik,
3) Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20-34 tahun), dan
4) Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
2) Bayi Ikterus
Dalam penanganan ikterus, cara – cara yang dipakai ialah mencegah dan megobati
hiperbilirubinemia. Sampai saat ini cara – cara dapat dibagi dalam 3 jenis usaha, yakni:
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
 Early feeding
Pemberian makanan dini pada neonates dapat mengurangi terjadinya
ikterus fisiologik pada neonates. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena
dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,
dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik
bilirubin berkurang.
 Pemberian agar – agar
Pemberian agar – agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik.
Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran
bilirubin enterohepatik.
 Pemberian fenobarbital
Ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam
serum bayi. Khasiat fenobarbital ialah mengadakan induksi enzim
mikrososma, sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat.
Penyelidikan – penyelidikan menunjukkan bahwa fenobarbital, baik yang
diberikan sesudah anak lahir maupun diberikan kepada ibunya sebelum anak
lahir, dapat mencegah terjadinya ikterus fisiologik.
Pengalaman di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta menunjukkan
bahwa pemberian fenobarbital untuk mengobati hipernilirubinemia pada
neonatus selama 3 hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti.
Bayi premature lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan.
Fenobarbital dapat diberikan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula – mula
parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian
fenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaannya
lebih mudah. Kerugian ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk
mendapat hasil yang berarti.
2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan
melalui ginjal dan traktus digestivus, misalnya dengan terapi sinar (phototerapy).
Cremer melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar
matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan
dengan bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan lain misalnya Lucey, Gianta,
Rath, dll menunjukkan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga
member hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan
cepat, 1 sampai 4 mg % dalam 24 jam.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipylore yang kemudian
dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata
tidak toksik untuk tubuh dan dapat dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna.
Mekanisme utama terapi sinar adalah fotoisomerisasi. Dengan terapi sinar maka
bilirubin diubah menjadi suatu fotoisomer. Dengan kata lain bilirubin 42,152 sinar
bilirubin 42,15 E. bilirubin isomer ini mudah larut dalam air. Penggunaan terapi
sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati – hati karena
jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasi, yaitu dapat menyebabkan
kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa (insensible water
losses), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun
hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar
dengan spectrum antara 420 – 480 nannometer; sinar ultraviolet harus dicegah
dengan Plexiglas dan bayi harus mendapat cairan yang cukup. Kadar bilirubin harus
diperiksa setiap hari dan harus dijaga agar bayi jangan kepanasan. Di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta terapi sinar diberikan kalau kadar bilirubin mencapai 15
mg %. Alat yang dipergunakan terdiri dari 10 lampu neon biru masing – masing
berkekuatan 20 watt. Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam balik yang diberi
ventilasi di sampingnya. Di bawah susunan lampu di pasang plexyglass setebal 1,5
cm untuk mencegah sinar ultraviolet. Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas
permukaan bayi. Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin
mencapai 7,5 mg %. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan
bahan yang dapat memantulkan sinar.
3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan transfusi tukar darah
Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus
ialah transfusi tukar darah. Dalam beberapa hal terapi sinr dapat menggantikan
transfusi tukar darah, akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfusi tukar
darah merupakan tikdakan yang paling tepat.
Transfusi tukar darah di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, diberikan
dalam kasus – kasus berikut:
1) Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung
yang lebih dari 20 mg%,
2) Pada bayi premature transfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar
albumin kurang dari 3,5 gr/100ml,
3) Pada kenaikan yang cepat bilirubin tidak langsung serum bayi pada hari
pertama (0,3 – 1 mg% per jam). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas
golongan darah,
4) Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda – tanda dekompensasi jantung,
dan
5) Bayi menderita ikterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14
mg% dan Coombs test langsung positif.
7. Komplikasi dari BBLR
1. Gangguan pernapasan
a. Sindroma gangguan pernapasan
Sindroma gangguan pernapasan pada bayi BBLR adalah perkembangan immatur
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya surfaktan pada paru-paru. Surfaktan adalah zat
endogen yang terdiri dari fosfolipid, lipid dan protein yang membentuk lapisan diantara
permukaan alveolar dan mengurangi kolaps alveolar dengan cara menurunkan tegangan
permukaan didalam alveoli. Gejala gangguan pada sistem pernapasan yaitu :
 Takipnea (>60 kali/menit)
 Gerakan cuping hidung
 Sianosis sekitar mulut dan ujung jari
 Pucat dan kelelahan
 Apnea dan pernapasan tidak teratur
 Mendengkur
 Pernapasan dangkal
 Penurunan suhu tubuh
b. Asfiksia
Adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat
menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida.
c. Aspirasi mekonium
Merupakan penyakit paru yang berat ditandai dengan pneumonitis kimiawi dan
obstruksi mekanis jalan napas. Penyakit ini akibat inhalasi cairan amnion yang tercemar
mekonium peripartum sehingga terjadi peradangan jaringan paru dan hipoksia.

2. Gangguan metabolik
a. Hipotermi
Bayi BBLR dan bayi prematur akan dengan cepat kehilangan panas tubuh dan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolisme yang rendah dan luas permukaan tubuh yang relatif luas dan lemak yang masih
sedikit.\
b. Hipoglikemia
Pada BBLR hipoglikemia terjadi karena cadangan glukosa yang rendah dan aktifitas
hormonal untuk glukoneogenesis yang belum sempurna.
c. Masalah pemberian ASI
Hal ini terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang energi, lemah dan
lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi BBLR sering mendapatkan asi dengan
bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering.
3. Gangguan Imunitas
a. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh berkurang karena rendahnya kadar IgG maupun gamma globulin.
IgG pada saat awal kelahiran sebagian besar didapat dari ibu dimulai sekitar minggu ke-16
dan paling tinggi empat minggu sebelum kelahiran. Dengan demikian, bayi BBLR relatif
kurang mendapat antibodi ibu belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis
serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena kekebalan tubuh bayi juga belum matang.
b. Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir dan berbagai jaringan
karena tingginya zat warna empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis, tapi dapat juga patologis,
dikarenakan fungsi ginjal yang belum matang menyebabkan gangguan pemecahan bilirubin
dan menyebabkan hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami ikterus yang patologis ditandai
dengan :
 Kuningnya timbul 24 jam pertama setelah lahir.
 Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat pesat dan progresif.
 Jika bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu.
 Cenderung banyak tidur disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau turun.
 Urin seperti teh
4. Gangguan sistem peredaran darah
a. Masalah perdarahan
Perdarahan pada neonatal mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor
pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah yang abnormal karena imaturisasi sel.
b. Anemia
Anemia fisiologi pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoiesis pasca lahir,
persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah akibat
pertumbuhan yang lebih cepat.
c. Gangguan jantung
Patent Ductus Arteriosus (PDA) biasanya dicatat dalam beberapa minggu pertama
atau bulan kelahiran. PDA yang menetap sampai bayi berumur 3 hari sering ditemui pada
bayi BBLR. Defek septum ventrikel banyak pada bayi dengan berat badan <2500 gram dan
masa genstasinya kurang dari 34 minggu.
d. Perdarahan pada otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial otak pada neonatus. Bayi
mengalami masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot (cerebral palsy),
keterlambatan perkembangan dan kejang.
5. Gangguan cairan elektrolit
a. Gangguan eliminasi
Kerja ginjal yang masih imatur, kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air masih belum sempurna. Ginjal imatur baik secara anatomis maupun
fungsinya, produksi urin sedikit, urea clearance yang rendah tidak mampu mengurangi
kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan
asidosis metabolik.
b. Distensi abdomen
Terjadi akibat motilitas usus berkurang, volume lambung yang kecil sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak
berkurang. Kerja dari sfingter gastroesofagus yang belum sempurna memudahkan
terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus mudah terjadi aspirasi.
c. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna membuat penyerapan makanan
lemah dan kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, mengakibatkan
pengosongan lambung lambat.
d. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Terjadi 2-3 minggu setelah lahir. Hal ini menyebabkan kesulitan makan, komplikasi
perut bengkak dan lainnya.
6. Gangguan pada mata
a. Retinopati prematuritas (ROP)
Adalah pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah di mata yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan. Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum
32 minggu kehamilan.

8. Prespektif islam terhadap bayi baru lahir


 ‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi
kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-An’am: 151)
 Mengazankan/mengiqamatkan padatelinga kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir dan
dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Asmaa binti Abu Bakar).
 Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
 Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam
memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama, memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua,
mendidiknya dengan al-Qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”       
 Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih
(‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy, hadits dari
Samurah )
 Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan (cf.
H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin Aus)
 ‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi
kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-An’am: 151)
 Mengazankan/mengiqamatkan padatelinga kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir dan
dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Asmaa binti Abu Bakar).
 Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
 Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam
memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama, memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua,
mendidiknya dengan al-Qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”       
 Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih
(‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy, hadits dari
Samurah )
 Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan (cf.
H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin Aus)

Anda mungkin juga menyukai