a) Prinsip Utama Menurut Cydulka Dkk . (2018), prinsip utama manajemen trauma pada dewasa adalah penilaian cepat, triase, resusitasi, reassessment, dan intervensi terapetik. Tindakan awal yakni panilaian cepat perlu dilaksanakan dengan saksama mengingat bahwa deteksi abnormalitas pada awal trauma sangat membantu dalam pemberian pertolongan pada pasien. Semakin cepat abnormalitas akibat trauma diketahui, semakin cepat pula penentuan terapi intervensi yang dapay dilakukan sehingga komplikasi lebih lanjut bisa diatasi. b) Diagnosis Menurut Cydulka Dkk. (2018), diagnosis yang dimaksud di sini ialah diagnosis abnormalitas yang disebabkan oleh trauma. Sebagaimana pada prinsip utama di bagian sebelumnya, semakin cepat abnormaltias dapat diketahui semakin cepat pula terapi intervensi yang sesuai dapat ditentukan. Diagnosis dapat diperoleh melalui saksi, anggota keluarga, atau pasien sendiri. Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengetahui riwayat trauma dan melakukan primary survey dan secondary survey. Primary survey bertujuan untuk mengidentifikasi dan segera mengobati kondisi yang mengancam jiwa. Primary survey dilakukan dengan melakukan langkah ABCD (pada table 2.1). sedangkan secondary survey bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dari kepala hingga kaki (pada table 2.1) yang kemudian dapat ditentukan intervensi diagnostik dan terapetik yang sesuai Tabel 2.1 Primary surver & secondary survey c) Perawatan pada Unit Gawat Darurat Menurut Cydulka Dkk. (2018), perawatan pada Unit Gawat Darurat terhadap trauma dewasa adalah sebagai berikut. 1. Penanganan dimulai sebelum pasien datang. EMS menginformasikan pada UGD mekanisme trauma, tand vital, dugaan cedera, dan perawatan yang telah diberikan 2. Kondisi jalan napas harus dikonfirmasi pada survei awal. Jika jalan napas tidak normal, maka lakukan hal di bawah ini : a. maka lakukan dorong rahang dan masukkan jalan nafas oral atau hidung b. Hindari jalan napas hidung pada pasien fraktur tengkorak basiler c. Bantuan napas dengan ETT (endotracheal tube) dilakukan apabila GCS <<8 atau pada pasien yang gelisah atau pada pasien yang akan dioperasi d. Jika didapat trauma wajah luas atau ETT tidak memungkinkan, lakukan cricothyrotomy 3. Setalah jalan napas diamankan, perika leher dan rongga dada untuk mencari kelainan seperti penyimpangan trakea, pneumotoraks, flail chest. Jika didapat pneumotoraks segera lakukan dekompresi dengan jarum diikuti dengan torakostomi tabung. 4. Lakukan penilaian hemodinamik pasien dengan melihat tingkat kesadaran, warna kulit, dan keberadaan serta besarnya pulsasi perifer. Selain itu perhatikan juga denyut jantung, tekanan darah, dan tekanan nadi. Perdarahan 30 % dapat mengakibatkan hipotensi dan seringkali membawa ke kondisi syok jika tidak dikenalo sejak dini. 5. Lakukan reassessment hemodinamik pada pasien unstable tanpa indikasi yang jelas untuk pembedahan setelah pemberian 2 L larutan kristaloid. Jika tidak ada perbaikan, maka pertimbangkan pemberian golongan darah O negative. Pada pasien hemodinamik stabil maka lakukan imaging dengan CT Scan perut dan panggul dengan IV. 6. Pasien yang mengalamai trauma mayor dapat mengalami perdarahan diatesis sehingga fungsi pembekuan dan platelet rusak. Jika pasien menerima transfuse darah >10 unit sel darah merah maka harus menerima plasma beku segar dengan perbandingan 1:1. Selain itu, kondisi asidosis dan hipotermia harus segera ditangani karena dapat menyebabkan koagulopati. 7. Setelah primary survey dan stabilisasi, lakukan GCS, ukuran pupil dan reaktivitas, dan fungsi motoric. Jika terjadi kelainan, pertimbangkan pasien dalam kondisi TBI (Traumatic Brain Injury). Untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan cedera intrakrania, tunda semua prosedur yang memperbaiki masalah tertentu sampai CT Scan telah dilakukan. 8. Setelah pasien stabil hemodinamik dan jalan napasnya, lakukan log roll Bersama tim untuk stabilisasi spine, lakukan palpasi prosesus spinosus pada spine untuk menilai nyeri tekan dan deformitas. Lakukan rectal touche untuk mengetahui kondisi prostat dan tonus dubur. 9. Waspadai cedera kerongkongan, diafragma, dan usus kecil karena seringkali tidak terdiagnosis meski telah dilakukan pemeriksaan. Pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendeteksi kondisi di atas 10. Segera lakukan disposisi pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak dapat dikoreksi ke ruang operasi. B. Prinsip Manajemen Trauma pada Anak-anak a) Gambaran Klinis dan Diagnosis Menurut Cydulka Dkk. (2018), Diagnosis trauma pada anak dilakukan untuk menemukan lokasi trauma. Diagnosis diperoleh dengan mengetahui riwayat trauma, primary survey dan secondary survey. Pada survei primer, lakukan hal-hal di bawah ini. 1. Aiway, pada pemeriksaan jalan napas pada anak seringkali menjadi sebuah tantangan, karena ukuran oksiput yang berbeda dan lidah yang besar. Kondisi anatomis di atas seringkali menjadi penyebab airway tidak paten pada anak 2. Breathing, amati laju, kedalaman, pola, dan kerja pernapasan serta simetrisitas pada dinding dada saat bernapas. Waspadai kondisi agitasi atau mengantuk karena kedua hal itu menjadi penunjuka adanya hipoksia. Anak-anak lebih cepat masuk dalam kondsi hipoksia karena kebutuhan oksigen tinggi dan paru-paru kecil 3. Circulation, kenali tanda awal syok peredara darah termasuk takikardia, perubahan status mental, dan perfusi. 4. Deformity, gunakan GCS untuk anak-anak (table 2.2) untuk menilai kesadaran dan lakukan pemeriksaan pupil serta tonus otot
Tabel 2.2 GCS anak
5. Exposure, lepaskan seluruh pakaian pada anak untuk menilai cedera. Waspadai hipotermia saat pemeriksaan ini. Kemudian lanjutkan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (Secondary survey) untuk menilai seluruh trauma yang ada pada anak. Trauma pada anak dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh dimana yang paling sering adalah sebagai berikut. 1. Cedera kepala, anak dan bayi sangat berisiko mengalami cedera intracranial. Penilaian status mental sangat penting dilakukan mengingat anak anak dalam tahap perkembangan.modalitas pemeriksaan utama untuk mengidentifikasi trauma kepala adalah CT noncontrast 2. Cedera tulang belakang, cedera medula spinalis pada anak seringkali tidak terdeteksi karena tidak disertai fraktur lantaran ligament relatif elastis. Modalitas utama untuk mendeteksi cedera ini adalah foto polos. 3. Trauma dada, gambaran memar pada dada adalah yang paling sering muncul akan tetapi fraktur tulang costae jarang terjadi kecuali jika trauma keras. Untuk mendeteksi trauma dada digunakan teknik imaging menggunakan CT thoraks. 4. Trauma abdomen dan urogenital, indikasi untuk dilakukan CT scan guna mengidentifikai trauma abdomen dan urogenital adalah mekanisme trauma yang mencurigakan, nyeri pada ‘sabuk pengaman’, distensi, dan muntah b) Perawatan pada Unit Gawat Darurat Menurut Cydulka Dkk. (2018), perawatan ED pada trauma terhadap anak adalah sebagai berikut. 1. Lakukan manver jalan napas seperti dorong rahang dan pengisapan orofaring serta pertahankan posisi mengendus untuk menyelaraskan sumbu jalan napas 2. Intubasi orotrakeal menjadi manajemen jalan napas definitif. Ukuran ETT pada anak adalah 4+(usia/4)-1/2 dari tube. Stabilisasi tulang belakang seviks satu garis. Bila memungkinkan, lakukan ventilasi tekanan positif sebelum intubasi. 3. Penilaian vascular dapat menjadi tantangan tersendiri. Tempatkan 2 infus proksimal pada pasien yang kritis. Dapatkan penilaian intraoseus sedini mungkin. Apabila penilaian vena sentral diperlukan, maka vena femoralis adalah yang paling mudah. Berikan cairan IV 20 ml/Kg bolus kristaloid. Jika tidak ada respon, maka berikan 10 ml/Kg bolus packe red blood cell. 4. Untuk control nyeri, berikan fentanyl 1 mikrogram/Kg atau morfin 0,05-0,1 mg/kg. 5. Jika anak cedera kepala dengan gambaran klinis herniasi yang akan datang, pertahankan PaCO pada 35-45 mmHg, optimalkan tekanan darah dengan cairan IV dan angkat kepala di atas bantal 20-30 derajat. Manajemen TBI anak dapat dilihat pada (tabel 2.3) 6. Lakukan transfer pada pusat trauma pediatri jika ditemukan indikasi (tabel 2.4) Tabel 2.3 Manajemen TBI pada anak Tabel 2.4 indikasi transfer ke pusat trauma pediatri
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis