Pada abad ke-21 ditandai dengan semakin pentingnya informasi dan pengolahan data di dalam
banyak aspek kehidupan manusia. Pada saat yang sama tuntutan publik terhadap peningkatan
kinerja pemerintah menjadi semakin tinggi. Pengelolaan data dan informasi yang baik pada
akhirnya adalah suatu keharusan bagi pihak/lembaga baik yang menangani urusan-urusan
publik maupun urusan-urusan yang bersifat privat.
Khusus Indonesia, pentingnya urusan data bagi pembangunan ditandai dengan lahirnya
sejumlah Undang-undang/regulasi yang mengatur tentang data, pendataan dan institrusi yang
menanganinya, yakni sejak dikeluarkannua UU Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 1960 tentang
Sensus dan Statistik, sampai dikeluarkannya UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Di
era globalisasi ini (hampir) semua bidang kehidupan membutuhkan dan menggunakan Data
statistik, dalam konteks luas ini, statistik dapat didefinisikan sebagai suatu besaran atau angka
yang merupakan ukuran dari alam semesta dan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data. Secara Filosofis bagi Negara/Pemerintah
Indonesia statistik penting artinya bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
penyelenggaraan berbagai kegiatan di segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, untuk memajukan
kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Kita tidak bisa bayangkan bagaimana eksistensi dan jalannya sebuah negara/pemerintahan
bila negara/pemerintah tersebut tidak memiliki data tentang dirinya atau walapun telah ada data
tentang dirinya tapi tidak dapat menggunakan secara akurat, terpadu, dan termutakhirkan tentang
dirinya. Niscaya, tata kelola negara, pembuatan, implementasi dan evaluasi kebijakan
pembangunannya pasti banyak mengalami hambatan. Pengalaman kita selama ini dalam
pelakasanaan program pembangunan yang berkaitan dengan kebijakan perlindungan sosial
sering terjadi ketidaktepatan sasaran, duplikasi dan anomali data karena tidak adanya basis data
yang bersifat terpadu.
1
Makalah disampaikan pada Acara Rapat Koordinasi Sosialisasi Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015, Rabu, 13 Mei
2015 di Kantor Bupati Sigi.
Staf Pengajar dan Ketua Pusat Studi Strategis, Keamanan dan Kebijakan Pembangunan FISIP Untad, Anggota Tim Ahli/Tim
Asistensi Gubernur Sulteng 2011-2016
2
Secara teoritik, Basis data terpadu dalam konteks tata kelola organisasi (publik) untuk
kepentingan publik merupakan pengejahwantahan dari konsep E-Governance, Evidance
BaseD Policy, Emerigency Management serta Peace Administration.
Khusus melihat relevansi antara E-Goverment dan Basis data Terpadu, The United Nations
Division for Public Economics and Public Administration (2001), menjelaskan bahwa E-
government adalah penggunaan jaringan internet dan Website dalam penyediaan layalan
pemerintahan dan publik kepada warga, pelaku usaha dan sesama lembaga pemerintahan,
sedangkan Bank Dunia mendefinisikan E-government sebagai pemanfatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalam menjalin dan memperbaiki hubungan antara pemerintah
dengan warga, pemerintah dengan pelaku usaha dan sesama lembaga pemerintah. Dalam
kaitannya dengan data, OECD (2003) menjelaskan bahwa salah satu manfaat/keuntungan
dari E-government adalah memperbaiki kemampuan lembaga pemerintah dalam pengelolaan
data, serta ajang saling berbagi informasi antara sesama badan pemerintah dan pihak
lainnya dalam pembuatan dan pemnafataan data bersama2.
Sedangkan Relevansi Konsep Evidence Based Policy dan Basis data Terpadu, Menurut
Davies (1999) : Evidence Based Policy definisikan sebagai sebuah pendekatan di dalam mana
membantu para pembuat kebijakan untuk mendapat informasi yang memadai dalam
pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan, program dan projek berdasarkan bukti-
bukti yang memadai pada inti proses dan implementasi kebijakan. Pengertian yang sama
dikeluarkan oleh PPB dalam pedoman MDG, yang menjelaskan bahwa Evidence Based
2
Steve J. Drew,E-government principles: implementation, advantages and challenges, Int. J. Electronic
Business, Vol. x, No. x, 2009, P:3-7
3
Policy making merujuk pada sebuah proses kebijakan di mana membantu para perencana
mendapat informasi yang memadai dalam pembuatan keputusan dengan menempatkan
ketersediaan bukti terpercaya di tengah proses pembuatan kebijakan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa data statistik tidak hanya berguna tetapi dapat digunakan baik dalam proses
pembuatan kebijakan maupun dalam tataran pelaksanaannya. 3
3 Marco Segone, And Nicolas Pron, The Role Of Statistics In Evidence-Based Policy Making, United Nations Statistical Commission
And Economic Commission For Europe Conference Of European Statisticians, UNECE Work Session on Statistical Dissemination
and Communication (Geneva, 13-15 May 2008), p:1 &
4
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
4
Istilah kerawanan atau vulnerability berasal dari bahasa latin “vulnerare” yang berarti
“terluka”. kerawanan sosial didefinisikan sebagai kelemahan suatu kelompok sosial akan
dampak bencana/bahaya termasuk juga ketahanan dan kemampuannya dalam merespon dan
memulihkan diri dari bencana/bahaya tersebut (Cutter & Emrich, 2009).
Menurut Pokja Puslitbang SDM Balitbang Dephan, Kerawanan Sosial ialah suatu keresahan
sosial yang berkepanjangan, yang diakibatkan oleh proses konflik yang ditimbulkan dari
perbedaan pendapat suatu masyarakat/kelompok golongan tertentu, dengan pemecahan dan
penyelesaian masalah yang tidak memuaskan masyarakat/kelompok golongan tersebut.
Ketidakpuasan ini masih dalam eskalasi aman sehingga hanya diperlukan tindakan
pencegahan. Ketidakpuasan pemecahan masalah dari yang tidak tepat dicegah akan memicu
keresahan, demonstrasi/anarkis ataupun separatisme, Kerawanan Sosial dapat terbentuk
dalam berbagai macam seperti kerawanan ekonomi, politik, sosial budaya, ideologi, hankam
dan hukum5.
Dalam makalah ini, penulis memberikan definsi umum tentang kerawanan Sosial/Kerentanan
Sosial adalah: “ suatu kondisi dari individu, kelompok ataupun masyarakat baik disebabkan
oleh peritiwa alam dan atau oleh proses sosial secara internal/eksternal, di mana terdapat
satu atau lebih aspek kehidupan mereka telah memberikan atau berpotensi memberikan
penderitaan/ketidaknyamanan yang berkibat atau dapat berakibat melemah atau hilangnya
ketahanan/kemampuan mereka dalam melanjutkan kehidupan mereka secara aman dan
layak serta mengakibatkan/atau berpotensi mengakibatkan gangguan harmoni kehidupan
mereka baik harmoni dalam hubungan sesama mereka maupun hubungan dengan pihak lain
serta hubungan mereka dengan alam sekitarnya”.
5
Pokja Puslitbang SDM Balitbang Dephan, Kerawan Sosial dan cara Penanggulangannya, Jakarta, 2001
6
Musni Umar (2008) , Kerawanan Sosial di DKI Jakarta dan Pentingnya Menjaga Stabilitas Nasional :
http://www.slideshare.net/musniumar/musni-umar-kerawanan-sosial-di-dki-jakarta-dan-pentingnya-menjaga-stabilitas-
nasional
5
C. Relevansi dan Urgensi Basis Data terpadu dalam penanganan kerawanan Sosial di
Kabupaten Sigi.
7
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Kumpulan Tanya Jawab Umum Basis Data terpadu, Jakarta,
2014, hal:8
6
Kedua, Basis data terpadu tidak hanya memuat informasi sosial ekonomi dan demografi
saja, tetapi diperluas dengan memasukan ragam data/variabel lainnya, tidak hanya
gambaran data keluarga miskin saja tetapi juga mencakup data lainnya seperti Indeks
Kerawanan bencana, kerawanan/ketahan pangan, indeks perdamaian dan indeks
kerentanan/indeks kapasitas dan data lainnya, sehingga Basis data terpadu yang ada ke
depan dapat menjadi bahan input utama dalam penanganan masalah-masalah kerawanan
sosial dan kemiskinan yang lebih luas.
Walaupun belum pernah dilakukan secara formal analisis kerawanan Sosial di Kabupaten
Sigi, secara faktual Kabupaten Sigi cukup rentan terjadinya kerawanan sosial, hal ini
diindikasikan dengan seringnya terjadi konflik sosial dan serta rawan bencana alam, serta
angka kemiskinan di Kabupaten Sigi sebesar 12,7%. Untuk itu secara singkat urgensi dan
relevansi Basis data Terpada dalam Upaya Pengurangan kerawawan sosial dapat dijelaskan
sbb:
1. Untuk benar-benar Basis data Terpadu dapat dijadikan dasar untuk pengurangan tingkat
kerawanan sosial di Kabupaten Sigi, maka perlu disepakati konsep kerawanan Sosial
yang dimaksud serta indeks komposit yang dimasukan dalam mengukur Indeks Potensi
Kerawanan Sosial (IPKS) yang ada di kabupaten Sigi. Secara umum, IPKS berfungsi
sebagai informasi bagi aparat keamanan serta instansi terkait dalam memetakan potensi
kerawanan berdasarkan karakteristik wilayah. Hasilnya, aparat bisa menyusun solusi
pengamanan sesuai tingkat kerawanan. Selain berfungsi sebagai salah satu instrumen
penilaian, hasil indeks tersebut dapat menjadi referensi baik untuk pemerintah maupun
para wakil rakyat di lembaga legislatif dan dalam pemilukada Sigi mendatang untuk
lebih mengenal dan memahami secara benar dan mendalam karakteristik wilayahnya.8
2. Basis data terpadu dalam perencanaan Pembangunan dan Penyusunan Program
Dalam Konteks ini basis data terpadu sebagai input dalam penetapan pilihan-pilihan
program yang terkait upaya meminimalisasi kerentanan masyarakat.
3. Basis data terpadu untuk integrasi dan singkronisasi proses pembangunan daerah
4. Basis data terpadu untuk evaluasi kinerja lembaga pemerintahan
Pada dasarnya deskripsi yang tergambar dalam BDT merupakan hasil kinerja dan
instansi pemerintah terkait, Dalam kaitan ini, komponen yang terdapat pada basis data
terpadu dapat dijadikan dalam menilai capaian kinerja SKPD/Unit kerja daerah, sehingga
dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk pembinaan kepegawaian.
Berdasarkan pengalaman DKI Jakarta, terkait penilaian kinerja pejabat, evaluasi berdasar
IPKS dapat berujung pada tiga pilihan: promosi, demosi, atau mutasi di mana Camat dan
lurah yang performanya tidak baik bisa dipindah ke tempat lain.
baik untuk kebijakan promosi maupun Demosi.
5. Basis data terpadu untuk sistem siaga dini.
Deskripsi ragam data/informasi yang terdapat pada basis data terpadu menjadi bahan
masukan dalam menyusun/membuat kerangka sistem Siaga dini di daerah, baik berkaitan
dengan potensi bencana alam maupun bencana sosial
6. Basis data terpadu untuk penguatan kapasitas pemerintahan dan masyarakat
8
Dalam Pelaksanaan Survey Indeks Potensi Kerawanan Sosial oleh BPS Jakaata Tahun 2013, ada beberapa aspek yang dinilai dalam pemetaan
IPKS, meliputi kemiskinan, lingkungan, kesehatan, prasarana fisik, modal sosial, perekonomian, serta keamanan dan ketertiban.
Indikator kemiskinan dapat dilihat dari satu variabel, yaitu kemiskinan. Sedangkan indikator lingkungan dan kesehatan, variabelnya
meliputi saluran air, tumpukan sampah, bantaran sungai, dan kejadian demam berdarah dengue (DBD). Untuk indikator prasarana fisik,
variabelnya dapat dilihat dari rawan banjir, rawan kebakaran, permukiman kumuh, dan kepadatan penduduk. Sementara indikator
modal sosial dilihat dari variabel keberadaan tempat ibadah, kerja bakti, arisan, dan pembinaan sosial. Untuk indikator ekonomi,
variabelnya dapat dilihat dari keberadaan bank, pegadaian, IKKR, jasa, dan industri sedang. Sementara indikator terakhir, yakni
keamanan dan ketertiban, variabelnya dapat dilihat dari kejadian tindak pidana, kejadian tawuran, dan keberadaan satuan tenaga
pengamanan.
7
REFERENSI
BUKU:
CHAMBERS R., 1989, “Vulnerability, Coping and Policy”, IDS Bulletin, 20(2).
CUTTER, S. L., BORUFF, B. J. AND SHIRLEY, W. (2003). Social Vulnerability to Environmental Hazards. Social Science Quarterly
84(2).
CUTTER, S.L., GALL. M., AND C.T. EMRICH. 2008. “Towards a comprehensive loss inventory of weather and climate hazards.” In
Climate Extremes and Society, eds. H.F. Diaz and R.J. Murnane. Cambridge: Cambridge University Press
DAVIES, H. T. O., NUTLEY, S. M. and SMITH, P. C. (Eds), (2000), What works? Evidence-based Policy and Practice in Public
Services, UK.
FLORES BALLESTEROS, LUIS, Vulnerability and social risk management in India and Mexico, Massachusetts Institute of
Technology, 2008
MARCO SEGONE, AND NICOLAS PRON, The Role Of Statistics In Evidence-Based Policy Making, United Nations Statistical
Commission And Economic Commission For Europe Conference Of European Statisticians, UNECE Work Session on
Statistical Dissemination and Communication (Geneva, 13-15 May 2008), p:1 &
MUSNI UMAR ‘ (2008) , Kerawanan Sosial di DKI Jakarta dan Pentingnya Menjaga Stabilitas Nasional
POKJA PUSLITBANG SDM BALITBANG DEPHAN, Kerawanan Sosial dan cara Penanggulangannya, Jakarta, 2001.
STEVE J. DREW,E -government principles: implementation, advantages and challenges, Int. J. Electronic Business, Vol. x, No. x,
2009
THOMAN PARDOSI , Pemutakhiran Basis Data Terpadu (BDT) Tahun 2015, BPS, Jakarta, April 2015
TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN, Kumpulan Tanya Jawab Umum Basis Data terpadu,
Jakarta, 2014
REGULASI:
UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik
UU Nomor 25 Tahuin 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Peraturan Presiden R.I. Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Inpres Nomor 7 Tahun 2014 tentang pelaksanaan program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar dan Program
Indonesia Sehat untuk membangun Keluarga Produktif.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 42 tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota