Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Vitamin adalah senyawa organik yang termasuk bahan esensial yang diperlukan oleh
tubuh, terapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Vitamin yang dapat di sintesis oleh tubuh
memang ada, namun laju sintesisnya kurang dari yang di butuhkan oleh tubuh untuk tetap sehat.
Meskipun di dalam tubuh vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan tenaga seperti lemak
atau karbohidrat dan juga tidak dapat di pakai sebagai zat pembangun seperti protein, vitamin
tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan melalui perannya
sebagai enzim pembantu dalam proses metabolism. Fungsi khusus berbagai vitamin sangat
berbeda antara satu dan yang lain. Oleh karena itu, sulit menyamaratakan fungsi vitamin dalam
gizi manusia.1

Istilah vitamin merupakan singkatan dari kata vitalamine. Istilah ini di gunakan pertama
kali oleh Casimir funk pada tahun 1911. Istilah ini di gunakan oleh Casimir funk saat mencegah
dan mengobati penyakit beri-beri.2

Vitamin di kenal sebagai mikronutrien karena vitamin dibutuhkan pada makanan manusia
dalam jumlah miligram atau mikrogram per hari. Vitamin masuk ke dalam tubuh manusia
bersama dengan makanan.1

Defisiensi suatu vitamin dapat menimbulkan suatu penyakit. Penyakit akibat kekurangan
vitamin ini di sebut avitaminosis. Sekarang, vitamin vitamin telah dapat dibuat secara sintetis
sehingga kekurangan salah satu vitamin dari jumlah yang di perlukan dapat ditambahkan dengan
makan atau minum vitamin sintesis ini.1

Vitamin di bagi menjadi dua kelompok, vitamin larut dalam lemak (A,D,E,K) dan
vitamin larut dalam air (Vitamin C dan kelompok Vitamin B-kompleks). Klasifikasi ini tidak
memiliki keterkaitan dengan fungsinya.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. VITAMIN YANG LARUT DALAM LEMAK


Vitamin yang termasuk kelompok yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K.1,3

1. DEFISIENSI VITAMIN A
a. Definisi
Istilah vitamin A digunakan ntuk menamakan dua jenis senyawa yaitu retinol
(vitamin A1) dan 3-dehidroretinol (vitamin A2).1

b. Fungsi Vitamin A

 Integritas epitel

Pada defisiensi vitamin A terjadi gangguan struktur maupun fungsi epitelium,


terutama yang berasal ektoderm. Epitel kulit menebal dan terjadi hyperkeratosis.
Kulit menunjukkan xerosis (kering) dan garis- garis gambaran kulit tampak
tegas. Pada mulut folikel rambut terjadi gumpalan kreatin yang dapat diraba
keras, memberikan kesan berbonjol- bonjol seperti kulit kodok tanah (toadskin).
Kondisi ini disebut juga phrenoderma atau hyperkeratosis follicularis.
Permukaan kulit tersebut sering pula terasa gatal (pruritus).2

 Pertumbuhan

Pada defisiensi vitamin A terjadi hambatan pertumbuhan. Rupanya dasar


hambatan pertumbuhan ini karena hambatan sintesa protein. Gejala in tampak
terutama pada anak- anak (BALITA), yang sedang ada dalam periode
pertumbuhan yang sangat pesat. Tampaknya sintesa protein memerluka vitamin
A, sehingga pada defisiensi vitamin ini terjadi hambatan sintesa protein yang
pada gilirannya menghambat pertumbuhan. Telah dilaporkan bahwa pada
defisiensi vitamin A terdapat penurunan sintesa RNA, sedang RNA merupakan
satu faktor penting pada proses sintesa protein.2
2
 Permeabilitas membran

Berbagai percobaan in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa vitamin A


berperan dalam mengatur permeabilitas membran sel maupun membran dari
suborganel selular. Melalui pengatura permeabilitas membran sel, vitamin A
mengatur konsentrasi zat- zat gizi di dalam sel yang diperlukan untuk
metabolisme sel.2

 Pertumbuhan Gigi

Ameloblast yang membentuk email sangat dipengaruhi oleh vitamin A. Pada


kondisi kekurangan vitamin A ketika bakal gigi dibentuk, terjadi hambatan pada
fungsi ameloblast, sehingga terbentuklah email gigi yang defektif dan sangat
peka terhadap pengaruh faktor- faktor cariogenik.2

 Produksi Hormon Steroid

Diketahui bahwa vitamin A berperan di dalam sintesa hormon- hormon steroid.


Terdapat sejumlah hormon steroid yang bersangkutan dengan proses kehamilan
dan proses pengaturan keseimbangan garam dan cairan tubuh. Berbagai
penelitian dan percobaan menunjukkan bahwa pada defisiensi vitamin A terjadi
hambatan pada sintesa hormon- hormon steroid.2

 Penglihatan pada Cahaya Remang

Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam


mata retinol, bentuk vitamin A yang didapat dari darah, dioksidasi menjadi
retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk pigmen visual
merah-ungu (visual purple), atau rodopsin. Rodopsin ada di dalam sel khusus di
dalam retina mata yang dinamakan rod. Bila cahaya mengenai retina, pigmen
visual merah-ungu ini berubah menjadi kuning dan retinal dipisahkan dari opsin.
Pada saat itu, terjadi rangsangan elektrokimia yang merambat sepanjang saraf
mata ke otak yang menyebabkan terjadinya suatu bayangan visual.

3
c. Kebutuhan Vitamin A

Jumlah vitamin A yang di anjurkan untuk berbagai kelompok umur adalah sebagai
berikut:
 Bayi berusia 1 tahun atau lebih muda - 375 mcg
 Anak-anak berusia 1-3 tahun - 400 mcg
 Anak-anak berusia 4-6 tahun - 500 mcg
 Anak-anak berusia 7-10 tahun - 700 mcg
 Semua laki-laki yang lebih tua dari 10 tahun - 1.000 mcg
 Semua wanita yang lebih tua dari 10 tahun - 800 mcg.4

d. Etiologi Defisiensi Vitamin A

Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab paling
penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan makanan yang
mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang tidak memadai) dan infeksi
yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernafasan.5

1) Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,


2) Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akut
3) Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lama
4) Pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai waktunya (seperti pengenalan
makanan padat yang rendah nilai gizinya)
5) Tingkat pendidikan keluarga yang rendah
6) Kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang peran penting vitamin A
terhadap kesehatan anak5

e. Akibat Defisiensi Vitamin A


1) Buta Senja
Tanda pertama defisiensi vitamin a adalah kemampuan mata untuk adaptasi
penglihatan dalam cahaya yang remang-remang.

4
2) Kelainan membran mukosa
Defisiensi vitamin A yang lebih serius mengakibatkan kelainan pada membrane
mukosa, yaitu menjadi kering dan mengeras, atau mengalami keratinisasi.
Penumpukan sel-sel mati akan menyebabkan infeksi setempat, misalnnya pada
saluran pernapasan. Pada sebagian kasus, kulit menjadi kering sementara saluran
kelenjarnya tersumbat oleh sel-sel mati sehingga kulit menjadi kasar.
3) Xeropthalmia
Pada defisiensi vitamin A yang berat, terutama di antara anak-anak, dapat terjadi
kelainan pada mata. Konjungtiva mata mula-mula mengalami keratinisasi,
sehingga menimbulkan xeropthalmia atau mata kering, dan perlunakan kornea,
keratomalasia, dapat timbul infeksi, ulserasi dan kebutaan permanen.2
Klasifikasi xeropthalmia2

X1A Xerosis Konjungtiva


X1B Bercak Bitot
X2 Xerosis Kornea
X3A Ulserasi Kornea/ keratomalasia < 1/3 permukaan kornea
X3B Ulserasi Kornea/ keratomalasia > 1/3 permukaan kornea
XN Buta Senja
XF Xeropthalmia fundus

XS Jaringan parut kornea


Bercak Bitot
XB

f. Diagnosis
Defisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari 200ug/L
dan karotenoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna dalam
diagnosis. Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskopik.
Pemeriksaan apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik. Vitamin A dan serum
retinol diperiksa menggunakan High Performance Liquid Cromatography (HPLC).6

5
g. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Defisiensi vitamin A dapat di cegah dengan memakan makanan yang kaya akan
vitamin A seperti hati, daging sapi, ayam, telur, susu, wortel, manga, ubi jalar, dan
sayuran hijau.4

1. Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)


Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara
dengan vitamin A 100.000 IU)
a) Pencegahan bayi umur 6 bulan – 11 bulan : 1 kapsul
b) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
c) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi
1 kapsul.
2. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A
mengandung palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000
IU) dengan dosis:
1) Pencegahan bayi umur 1 tahun – 3 tahun : 1 kapsul
2) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
3) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi
lainnya diberi 1 kapsul.

2. VITAMIN D
a. Fungsi Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin yang diketahui berfungsi sebagai prohormone.3

6
b. Pembentukan Vitamin D
Prekursor vitamin D termasuk dalam kelompok zat-zat yang disebut sterol. Zat-zat ini
akan berubah menjadi vitamin D setelah terkena cahaya ultraviolet. Hewan membuat
vitamin tersebut dari 7-dehidrokolesterol, yaitu sterol yang terdapat dalam lemak
hewan, yang berubah menjadi vitamin D setelah terkena pancaran sinar ultraviolet
dari cahaya matahari. Pada manusia, vitamin D terbentuk di dekat permukaan kulit.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah kebiasaan hewan yang suka menjilat
bulunya sendiri sebagai salah satu cara untuk memperoleh vitamin D.2

c. Etiologi defisiensi vitamin D


Beberapa penyebab defisiensi vitamin D adalah :
1) Kurangnya paparan sinar matahari
2) Malabsorpsi
3) Kurangnya masukan vitamin D
4) Obat-obatan seperti dilantin, fenobarbital, rifampisin.4

d. Defisiensi Vitamin D

Kekurangan gizi biasanya hasil daripada ketidakcukupan diet, gangguan


penyerapan, peningkatan kebutuhan, atau ekskresi meningkat. Kekurangan vitamin D
dapat terjadi jika asupan biasanya lebih rendah daripada tingkat yang
direkomendasikan dari waktu ke waktu, paparan sinar matahari terbatas, ginjal tidak
dapat mengubah 25 (OH) D bentuk aktif, atau penyerapan vitamin D dari saluran
pencernaan tidak memadai. D-kekurangan vitamin diet berhubungan dengan alergi
susu, intoleransi laktosa, ovo-vegetarian, dan veganisme .
Rakhitis dan osteomalacia adalah penyakit klasik kekurangan vitamin D. Pada
anak-anak, kekurangan vitamin D menyebabkan rakhitis, penyakit yang ditandai
dengan kegagalan jaringan tulang untuk benar mengisikan dengan mineral, sehingga
tulang lunak dan kelainan bentuk tulang . Rakhitis pertama kali dijelaskan pada
pertengahan abad ke-17 oleh para peneliti Inggris . Pada abad ke-20 ke-19 awal dan
akhir, dokter Jerman mencatat bahwa mengkonsumsi 1-3 sendok teh / hari hati
minyak ikan bisa membaikkan rakhitis .  Lama menyusui eksklusif tanpa

7
suplementasi vitamin D-direkomendasikan AAP merupakan penyebab signifikan
rakhitis, terutama pada bayi berkulit gelap disusui oleh ibu yang tidak penuh vitamin
D. 

e. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk rakhitis dapat diberikan secara bertahap selama beberapa


bulan atau di hari dosis tunggal 15.000 mcg (600.000 U) vitamin D.  Jika metode
bertahap dipilih, 125-250 mcg (5000-10,000 U) diberikan harian 2-3 bulan sampai
penyembuhan mapan dan konsentrasi alkali fosfatase mendekati kisaran
referensi. Karena metode ini membutuhkan perawatan harian, kesuksesan tergantung
pada kepatuhan.7

Jika dosis vitamin D diberikan dalam satu hari, biasanya dibagi menjadi 4 atau
6 dosis oral. Suntikan intramuskular juga tersedia.Vitamin D baik disimpan dalam
tubuh dan secara bertahap dirilis selama beberapa minggu. Karena keduanya calcitriol
dan calcidiol memiliki setengah pendek-hidup, mereka tidak cocok, mereka akan
melewati kontrol fisiologis alami sintesis vitamin D. Terapi tunggal-hari menghindari
masalah dengan kepatuhan dan mungkin membantu dalam membedakan rakhitis gizi
dari rakhitis hypophosphatemia keluarga (FHR). Dalam rakhitis gizi, tingkat fosfor
meningkat dalam 96 jam dan penyembuhan radiografi terlihat dalam 6-7 hari. Tidak
terjadi dengan FHR.6

3. VITAMIN E
a. Fungsi vitamin E
Fungsi vitamin E dapat dikelompokkan berdasarkan dua sifat pentingnya yaitu:
- Berhubungan dengan sifatnya sebagai aintioksidan alamiah,
- Berhubungan dengan metabolism selenium
b. Defisiensi Vitamin E
Defisiensi vitamin E terjadi bila asupan kurang atau absorbsi terganggu. Malabsorbsi
lemak juga dapat menimbulkan defisiensi vitamin E, karena pembawa vitamin ini
adalah lemak. Defisiensi vitamin E dapat mempengaruhi beberapa sistem organ yang
8
berbeda. Manifestasi kekurangan vitamin E sangat beragam, terkait dengan fungsinya
sebagai pelindung membran sel terhadap SOR yang terbentuk selama metabolisme
atau karena pengaruh lingkungan. Secara umum defisiensi ini mempengaruhi 3 sistem
yaitu neuromuskuler, vaskuler, dan reproduksi. Kelainan yang timbul pada sistem
neuromuskuler adalah ataksia, kelemahan otot, penurunan refleks-refleks, neuropati
perifer, serta degenerasi saraf dan otot. Defisiensi berat yang terjadi lama dapat
berakibat kebutaan, irama jantung abnormal, dan penyakit jantung. Defisiensi vitamin
E pada beberapa hewan coba dapat mengakibatkan peningkatan permeabilitas
membran kapiler, peningkatan jumlah dan agregasi trombosit, pada manusia dapat
menimbulkan fragilitas eritrosit, penurunan jumlah eritrosit, serta anemia.8
c. Penatalaksanaan
Vitamin E terdapat dalam bentuk d atau campuran d dan I isomer dari tokoferol, α-
tokoferol asetat, α-tokoferol suksinat. Sediaan oral (tablet dan kapsul) mengandung
30 - 1.000 IU. Suntikan (larutan) mengandung 100 atau 200 IU/ml. Indikasi
pemberian vitamin E pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum
yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hidrogen peroksida
(pada bayi prematur dengan berat badan yang rendah, pada penderita-penderita
dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi
lemak). Asupan 10 - 30 mg cukup untuk mempertahankan kadar normal di dalam
darah.

4. VITAMIN K
a. Fungsi vitamin K
Vitamin k dikenal sebagai vitamin anti-perdarahan karena peranannya dalam
mempertahankan kada prothrombin yang normal dalam darah dan faktor-faktor lain
yang diperlukan bagi pembekuan darah.

b. Sumber-sumber vitamin K
Banyak makanan mengandung vitamin K dan sayuran hijau merupakan sumber yang
kaya akan vitamin tersebut. Diperkirakan bahwa manusia memperoleh vitamin ini
sebagai hasil produksi oleh bakteri di dalam usus.

9
c. Metabolisme Vitamin K
Vitamin K tidak dapat disintesa oleh tubuh, tetapi suplai vitamin K bagi tubuh berasal
dari bahan makanan dan dari sintesa oleh mikroflora usus yang menghasilkan
menaquinone.Untuk penyerapan vitamin K diperlukan garam empedu dan lemak
didalam hidangan. Garam empedu dan lemak dicerna membentuk misel (misell) yang
berfungsi sebagai transport carrier bagi vitamin K tersebut.

d. Defisiensi Vitamin K
Defisiensi vitamin k biasanya disebabkan oleh kegagalan penyerapan vitamin tersebut
dari saluran pencernaan, yang kerapkali menyertai gangguan penyerapan lemak,
misalnya pada penyakit usus.
Pada bayi baru lahir terjadi penurunan faktor-faktor pembekuan darah yang
tergantung pada vitamin K, di mana prothrombin adalah salah satu di antaranya,
ketika bayi baru berumur beberapa hari. Keadaan ini kadang-kadang disertai
perdarahan, misalnya dari tali pusat atau ke dalam saluran pencernaan. Pemberian
vitamin K sangat efektif pada beberapa kasus perdarahan neonates karena dianggap
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan tersebut adalah masukan vitamin
K yang rendah pada saat bayi baru dilahirkan sementara bakteri yang mensintesis
vitamin ini belum lagi ada di dalam usus.

e. Pencegahan Defisiensi
Pencegahan defisiensi vitamin K dapat di berikan vitamin K profilaksis. Ada tiga
bentuk vitamin K, yaitu:
- Vitamin K1 (Phylloquinone), terdapat dalam sayur
- Vitamin K2 (Menaquinone), di sintesis oleh flora usus
- Vitamin K3 (Menadione), vitamin K sintesis yang jarang di berikan karena di
kabarkan menyebabkan anemia hemolitik.9

d. Penatalaksanaan

10
Bayi yang dicurigai mengalami defisiensi vitamin K, harus segera diberi pengobatan
vitamin K1 dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari.
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP), dapat dipertimbangkan pada bayi
dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15 ml/kg.9

B. VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR


1. Defisiensi Vitamin C
a. Fungsi

Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C
bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan reduktor dan
antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan elektron
ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk
prolil dan lisil hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering.

b. Etiologi Defisiensi
Etiologi Defisiensi vitamin C adalah :
 Bayi yang hanya mendapatkan susu buatan dan bukan ASI dalam 1 tahun pertama.
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan junk food
 Ketidakmampuan ekonomi untuk menyediakan buah-buahan dan sayuran yang kaya
akan vitamin C.

c. Defisiensi Vitamin C
Defisiensi Vitamin C menyebabkan terjadinya penyakit scurvy. Defisiensi asam askorbat
menyebabkan disfungsi osteoblast hal ini sebagaimana digambarkan oleh FOLLIS
terhadap adanya asam nukleat ribose (RNA) yang hilang dan tidak munculnya phospatase
dan aktivitas sitokrom oksidase dalam sitoplasma osteoblas. Hasilnya adalah kegagalan
untuk menghasilkan jaringan osteoid dan membentuk tulang baru, namun kondroblast
melanjutkan diri untuk berproliferasi secara normal, dan membentuk jaringan kondroid.
Pada keadaan ini tidak terdapat gangguan dalam mineralisasi dengan degenerasi kartilago
yang mengalami klasifikasi secara normal, tapi tidak diubah menjadi tulang. Suatu

11
wilayah luas dari kondroid terkalsifikasi dihasilkan oleh sel-sel kartilago persisten yang
terkontaminasi dalam jumlah yang besar dan menekan kearah metafisis.

d. Penatalaksanaan
Pada bayi dan anak-anak 0- 6 bulan: 40 mg/hr, 7- 12 bulan: 50 mg/hr, 1-3 tahun: 15
mg/hr, 4-8 tahun: 25 mg/hr, 9-13 tahun: 45 mg/hr. Anak remaja perempuan 14-18 tahun:
65 mg/hr, Anak laki- laki: 14 - 18 tahun: 75 mg/hr.

2. Defisiensi Thiamin (Vitamin B1)


a. Fungsi
Thiamin merupakan bagian dari system enzim yang terlibat dalam metabolism hidrat
arang. Vitamin ini diperlukan untuk metabolism asam piruvat, yaitu zat yang dihasilkan
pada pemecahan glikogen dalam otot untuk menghasilkan energi.

b. Etiologi defisiensi thiamin


Vitamin B1 (thiamin) dapat larut dalam air, seperti thiamin pirofosfat atau
karboksilase, berfungsi sebagai koenzim metabolisme karbohidrat. Thiamin diperlukan
untuk sintesis asetilkolin, dan defisiensi berakibat gangguan pada konduksi saraf.
Transketolase berperan serta dalan shunt heksose monofsfat yang menghasilkan
nikotinamid adenine dinukleotida fosfat dan pentose.

ASI atau susu sapi, sayuran, tepung, buah-buahan, dan telur merupakan sumber
thiamin. Bayi yang sumber makanannya ASI dari ibu yang kekurangan thiamin dapat
menderita beri-beri. Thiamin mudah dirusak oleh panas dalam media netral atau alkali
dan dengan mudah diekstrak dari bahan makanan dengan air masak. Faktor enzim yang
bersifat menghancurkan thiamin ada dalam beberapa ikan. Karena selaput biji gandum
berisi paling banyak vitamin, penggilingan akan mengurangi keberadaannya. Defisiensi
thiamin banyak dilaporkan terjadi di daerah pengungsian. Penyerapan thiamin berkurang
pada penyakit GIT atau hepar. Kebutuhan meningkat saat demam, pembedahan, atau
stress. Berdasarkan data epidemis, defisiensi tiamin pada anak yang dapat mengancam
jiwa didapatkan pada anak yang mengkosnumsi susu kedelai formula, dimana pada susu
tersebut tidak terdeteksi adanya kandungan tiamin. Hal ini penting dalam untuk

12
melakukan tindakan pencegahan terhadap defisiensi thiamin.12,13

c. Defisiensi Thiamin

Kekurangan thiamin dianggap merupakan penyebab utama penyakit beri-beri yang terjadi
di antara orang-orang dengan makanan pokok beras giling.

Pada defisiensi ini terjadi gangguan saraf perifer yang mengakibatkan suatu keadaan
yang dinamakan polineuritis. Bagian yang terkena terutama tungkai dan kaki, dengan
gejala nyeri, kelemahan, degenerasi otot dan ketidakmampuan untuk mengadakan
gerakan yang terkoordinasi. Pada sebagian kasus, terjadi penimbunan cairan di dalam
jaringan (edema), dan pembengkakan yang ditimbulkan menutupi gejala pelisutan otot.
Fungsi jantung dapat terganggu dan kematian terjadi akibat kegagalan jantung.

Defisiensi thiamin sekunder dapat terjadi pada gangguan penyerapan zat makanan di
dalam saluran pencernaan atau pada kondisi yang disertai peningkatan kebutuhan akan
tiamin tersebut.

d. Manifestasi Klinis Thiamin

Manifestasi klinis muncul dalam 2-3 bulan kekurangan intake tiamin. Gejala awal yang
muncul tidak spesifik, seperti fatig, apatis, iritabilitas, depresi, letargi, gangguan
konsentrasi, anoreksia, nausea, dan abdominal discomfort. Sejalan dengan gejala tersebut,
gejala khas beri-beriseperti neuritis perifer (kesemutan, rasa panas, parastesi jari dan
kaki), penurunan refleks tendon, kehilangan sensasi getar, kelemahan, kram pada otot
kaki, gagal jantung kongestif, dan gangguan fisik lainnya mulai bermunculan. Pasien
dapat pula menjadi ptosis dan atrofi pada nervus optikus. Tanda yang khas dapat berupa
suara serak (hoarseness) atau afoni yang disebabkan oleh paralisis laringeus. Atrofi
muskulus dan kelemahan saraf bermanifestasi sebagai ataksia, gangguan koordinasi, dan
kehilangan sensasi raba dalam.

Gambaran klinis pada defisiensi tiamin terbagi atas tipe dry (neuritik) dan tipe wet
(kardial). Keduanya dibedakan berdasarkan edema, akibat gangguan jantung atau ginjal,

13
walaupun penyebab edema pada kasus ini belum banyak diketahui. Banyak kasus
defisiensi tiamin merupakan kombinasi dari kedua tipe yang ada, sehingga disebut
Defisiensi Tiamin dengan Kardiopati dan Neuropati Perifer. Gejala paralisis lebih tampak
pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. (Vit B def and exc). Pada beri-beri tipe
kering, anak dapat tampak gemuk padat tetapi pucat, lemas, dan dyspnea. Pada beri-beri
basah, anak kurang gizi, pucat dan edem dan dyspnea.

Studi klinis yang dilakukan pada pasien Wernicke Ensephalopathy dengan anda
awal perubahan status mental, gangguan ocular, ataksia, namun jarang terjadi pada bayi
dan anak kekurangan gizi. Keadaan lain yang mentyertai adalah keganasan,
infeksi,gangguan GIT, dan prematuritas.13

Kematian akibat defisiensi tiamin disebakan oleh gangguan jantung. Tanda


awalnya ialah sianosis ringan dan dispneu, akan tetapitakikardi, pembesaran hepar,
penurunan kesadaran, dan kejang dapat muncul secara cepat. Sering terjadoi pembesaran
jantung kanan. Pada EKG menunjukkan pelebaran interval Q-T dan T inverted.Kelainan
ini, juga termasuk kardiomegali, dapat menjadi normal kembali dengan terapi yang
sesuai, namun jika tidak, akan terjadi gagal jantung yang menyebabkan kematian. Pada
kasus yang lebih berat, lesi beri-beri dapat muncul di jantung, nervus perifer, jarring
subkutaneus, dan kavum serosa.Jantung membesar, penumpukan lemak pada miokard
sering terjadi. Edema generalisata dan edema pada kaki, efusi, dan kongesti vena
mungkin ada. Nervus perifer akan mengalami degenari myelin, bagian distal akan
mengalami degenerasi wallerian, sehingga ekstremitas bawah akan mengalami gangguan
pertama kali. Lesi pada otak akan menyebabkan dilatasi vascular dan perdarahan. 12,13

e. Diagnosis
Penegakan diagnosis didasarkan pada manifestasi klinissejak pertama kali dicurigai
adanya gangguan nutrisi selain thiamin. Penampakan rendahnya transketolase dalam sel
darah merah dan nilai glioksilat darah atau urin yang tinggi diusulkan sebagai uji
diagnostik.
f. Pengobatan
Jika beri-beri terjadi pada bayi yang minum ASI, baik ibu ataupun bayi diobati dengan
pemberian thiamin tambahan. Dosis harian untuk orang dewasa 50 mg dan untuk anak 10

14
mg atau lebih. Pemberian oral efeketif kecuali kalau gangguan GIT menghalangi
penyerapan. Pengobatan demikian disertai dengan perbaikan yang signifikan, walaupun
pengobatan memerlukan waktu beberapa minggu. 3 Anak dengan gagal jantung, kejang
atau koma diberikan 10 mg thiamin secara injeksi intramuskular atau untravena, setiap
hari selama 1 minggu, dilanjutkan dengan 3-5 mg thiamin per oral setiap hari minimal
selama 6 minggu. Perbaikan cepat terjadi pada jantung yang mengalami gangguan,
sedangkan gangguan nervus perifer akan berlangsung lebih lama. Pasien dengan beri-beri
biasanya disertai dengan defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga pemberian
vitamin B kompleks diperlukan. Gangguan defisensi yang lebih berat memerlukan dosis
yang lebih tinggi hingga 100-200 mg/ hari).12

3. Riboflavin (Vitamin B2)


a. Etiologi

Defisiensi riboflavin jarang terjadi tanpa defisiensi vitamin B kompleks yang lain.
Riboflavin tahan terhadap panas dan asam namun rusak oleh sinar. Koenzim
mononukleotida dan flavin adenine dinukleotida (FAD) disintesis dari riboflavin,
membentuk kelompok prostetis beberapa enzim penting pada pengangkutan electron.
Riboflavin sangat penting untuk pertumbuhan dan pernafasan jaringan, dan berperan
dalam adapatasi cahaya yang diperlukan untuk mengubah piridoksin menjadi piridoksin
fosfat. Riboflavin banyak terkandung dalam hati, ginjal, ragi pembuat bir, susu, keju,
telur, dan sayuran berdaun; pada susu sapi mengandung riboflavin lima kali lipat lebih
banyak disbanding ASI.13

b. Manifestasi klinik.

Manifestasi klinis yang timbul ialah cheliosis (perleche), glositis, keratitis, konjungtivitis,
fotofobia, lakrimasi, vaskularisasi kornea, dan dermatitis seboroik. Kheilois berawal
dengan pucat pada sudut bibir, disertai penipisan dan perlunakan (maserasi) epitelium.
Fisura superfisal sering tertutup dengan kerak kunik terjadi pada sudut mulut dan meluas
ke radial ke dalam kulit sekitar 1-2 cm. pada glositis, lidah menjadi halus, hilangnya
struktur papil lidah, anemia normokrom normositik sering terjadi, akibat gangguan
eritropoiesis. Rendahnya riboflavin dalam diet pada ibu hamil, beresiko menyebabkan

15
penyakit jantung kongenital, namun bukti dari teori ini masih lemah.12

c. Diagnosis.

Kebanyakan diagnosis didasarkan pada manifestasi klinis yang tampak, seperti


munculnya kheilosis pada anak dengan malnutrisi. Keadaan membaik setelah pemberian
riboflavin. Ekskresi riboflavin dalam urin <30 g/24 jam menunjukkan defisiensi.12

d. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas pemberian oral 3-10 mg riboflavin setiap hari. Jika tidak respon
dalam bebrapa hari, pengobatan dilanjutkan dengan riboflavin injeksi intramuskular 2 mg
tiga kali per hari. Diberikan diet yang mengandung banyak riboflavin dan komponen
vitamin B kompleks lainnya.13

4. Piridoksin (Vitamin B6)


a. Definisi
Vitamin B6 meliputi piridoksal, piridoksm, dan piridoksamin. Bahan-bahan ini diubah
menjadi piridoksal 5 fosfat (atau piridoksamin-5-fosfat), yang bekerja sebagai koenzoim
pada dekarboksilasi dan transaminase asam amino, seperti pada dekarboksilasi-5-
hidroksitriptofan dalam pembentukan serotonin dan metabolisme glikogen dan asam
lemak. Vitamin B6 juga penting dalam pemecahan kinurenin. Bila pemecahan ini tidak
terjadi, asam xanthurenat tampak dalam urin. Fungsi saraf sangat bergantung pada
piridoksin, sehingga defisiensi piridoksin dapat meneyebabkan kejang dan neuropati
perifer. Piridoksal fosfat merupakan koenzim penting untuk dekarboksilase glutamat dan
asam -aminobutirat transaminase; masing-masing diperlukan untuk metabolisme otak
normal. Piridoksin berperan serta dalam transport aktif asam amino melewati membrane
sel, dan berperan serta dalam sintesis asam arakidonat dari asam linoleat. Defisensi
vitamin B6, metabolisme glisin dapat menimbulkan oksaluria. Vitamin B6 diekskresikan
di ruin dalam bentuk asam piridoksik.12,13

b. Etiologi

Piridoksisn tersedia dalam ASI dan susu formula. Makanan yang mengandung vitamin

16
B6 antara lain sereal instan, daging, ikan, unggas, hati, pisang, nasi, dan bebrapa sayuran.
Proses pemanasan dengan temperature yang tinggi dapat menghilangkan banyak
piridoksin. Penyakit dengan malabsorbsi seperti sindrom celiac, dapat turut menyebabkan
defisiensi vitamin B6.

Resiko defisiensi meningkat pada seseorang yang menkonsumsi obat yang menghambat
aktivitas vitamin B6 (isoniazid, penisilamin, kortikosteroid, antikonvulsan), pengguna
kontrasepsi oral progesterone-estrogen, dan pasien dialisis rutin.12

c. Manifestasi Klinis

Gejala defisiensi piridoksin pada dewasa tidak sesering pada anak. Empat gangguan
klinik yang tampak berupa konvulsi pada bayi, neuritis perifer, dermatitis, dan anemia.

Bayi yang minum susu formula yang kurang vitamin B6 selama 1-6 bulan
menunjukkan iritabilitas dan kejang menyeluruh. Dapat disertai gangguan
gastrointestinal. Lesi kluit berupa kheilosis, glositis, dan dermatitis seboroik disekitar
mata, hidung, dan mulut. Anemia mikrositik, okaluria, batu asam oksalat dalam kandung
kencing, hiperglisinemia, limfopenia, pembentukan antibody menurun, dan infeksi juga
terjadi. Pada anemia defisiensi B6, sel darah tampak mikrositik dengan peningkatan
kadar besi serum, saturasi protein pengikat besi, dan kegagalan pengguanaan besi untuk
mensitesis hemoglobin. Namun, anemia ini jarang terjadi pada bayi.
d. Diagnosis

Bayi dengan kejang harus dicurigai kekurangan vitamin B6 atau ketergantungan vitamin
B6. Setelah menyingkirkan penyebab kejang lain yang lebih sering seperti hipokalsemia,
hipoglikemi, dan infeksi, bayi ahrus diinjeksi 100 mg piridoksin. Jika kejang berhenti,
bayi harus dicurigai defisiensi vitamin B6. Serupa halnya dengan anak yang lebih tua
dengan gangguan kejang, 100 mg piridoksin dapat diinjeksikan secara intramuskular
sementara EEG direkam, jika didapatkan respon yang baik pada EEG, maka kesan
defisiensi piridoksin dapat ditegakkan. Glutamate piridoksin turun pada defisiensi
piridoksin, dimana penurunan ini dapat menjadi indicator status vitamin B6.

e. Pencegahan

17
Diet imbang biasanya berisis piridoksin cukup sehingga jarang terjadi defisiensi. Anak
yang sedang mendapat diet protein tinggi harus disertai penambahan vitamin B6. Bayi
yang ibunya telah mendapat dosis besar piridoksin selama kehamilan, beresiko kejang
akrena ketergantungan piridoksin. Setiap anak yang mendapat antagonis piridoksin
seperti isoniazid harus diamati dengan baik manifestasi neurologis yang terjadi.
Piridoksin 0.3-0.5 mg pada bayi, o.5-0.15 mg pada anak, atau 1.5-2.0 mg pada orang
dewasa dapat mencegah status defisensi.

f. Pengobatan
Kejang karena defisiensi piridoksin diberikan 100 mg piridoksin secara intramuskular.
Untuk anak “tergantung pirdoksin”, diberikan 2-10 mg intramuscular.

5. Vitamin B12
Vitamin B12 adalah vitamin yang larut dalam air yang secara alami ada di beberapa
makanan. Vitamin B12 disebut juga kobalamin karena mengandung mineral kobalt [1-4],
yaitu mineral esensial yang hanya ada pada vitamin ini. Methylcobalamin dan 5-
deoxyadenosylcobalamin adalah bentuk aktif vitamin B12 dalam metabolisme tubuh
manusia. Dibandingkan jenis vitamin B lainnya, kebutuhan tubuh kita akan vitamin B12
kecil sekali rata-rata hanya 2,4 - 3 μg per hari

a. Defisiensi Vitamin B12


Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak
melalui perannya sebagai kofaktor dalam beberapa reaksi enzim. Salah satu peran
vitamin B12 adalah dalam sintesis hemoglobin dan sel-sel darah merah melalui
metabolisme lemak, protein dan asam folat. Peran vitamin B12 dalam perkembangan
anak termasuk perkembangan kognitif diduga melalui fungsinya sebagai kofaktor dalam
sistem syaraf pusat. Selain itu juga kemungkinan erat kaitannya dengan fungsi vitamin
B12 dalam metabolisme asam lemak esensial untuk pemeliharaan myelin. Defisiensi
vitamin B12 dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf yang tidak
dapat diperbaiki dan akhirnya dapat menyebabkan kematian sel-sel syaraf. Beberapa
penelitian menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin B12 cukup tinggi pada anak-anak.
Penelitian di Kenya menunjukkan bahwa 80,7% anak sekolah mengalami defisiensi
18
vitamin B12 tingktat berat dan sedang, dan di Guatemala 33% anak usia 5-12 tahun juga
mengalami defisiensi vitamin B12.
b. Penatalaksanaan
1) Vitamin B12 Oral

Pengobatan vitamin B12 oral terbukti efektif dan semakin populer. Pemberian dosis
oral vitamin B12 1000  μg akan memberikan 5-40 μg, bahkan saat diberikan
bersamaan dengan makanan. Sebuah studi menunjukan bahwa terapi vitamin B12
oral 2000 μg perhari dibandingkan dengan 7 suntikan 1000 μg dalam kurun waktu
satu bulan menghasilkan efektivitas terapi yang relatif sama.

2) Injeksi Vitamin B12

Pada injeksi vitamin B12 sekitar 10% dari dosis yang disuntikan dipertahankan.
Pasien dengan kelainan yang parah harus menerima suntikan setidaknya 1000
μg beberapa kali per minggu dalam 1-2 minggu, kemudian diikuti dengan suntikan
mingguan hingga adanya perbaikan yang nyata dan kemudian diikuti dengan
pemberian dosis bulanan.

19
BAB III

KESIMPULAN

1. Vitamin di bagi menjadi dua kelompok, vitamin larut dalam lemak (A,D,E,K) dan vitamin
larut dalam air (Vitamin C dan kelompok Vitamin B-kompleks).
2. Akibat dari defisiensi vitamin A adalah buta senja, kelainan mukosa, serta xeropthalmia
3. Akibat dari defisiensi vitamin D adalah Rakhitis dan osteomalacia.
4. Akibat dari defisiensi vitamin E mempengaruhi 3 sistem yaitu neuromuskuler, vaskuler, dan
reproduksi. Kelainan yang timbul pada sistem neuromuskuler adalah ataksia, kelemahan otot,
penurunan refleks-refleks, neuropati perifer, serta degenerasi saraf dan otot. Defisiensi berat
yang terjadi lama dapat berakibat kebutaan, irama jantung abnormal, dan penyakit jantung.
5. Akibat dari defisiensi vitamin K adalah perdarahan
6. Akibat dari defisiensi vitamin C adalah penyakit scruvy
7. Akibat dari defisiensi vitamin B1(thiamin) adalah adalah penyakit beri-beri yang terjadi di
antara orang-orang dengan makanan pokok beras giling.Akibat dari defisiensi vitamin K
adalah perdarahan
8. Akibat dari defisiensi vitamin B2 adalah cheliosis (perleche), glositis, keratitis,
konjungtivitis, fotofobia, lakrimasi, vaskularisasi kornea, dan dermatitis seboroik.
9. Akibat dari defisiensi vitamin B6 adalah berupa konvulsi pada bayi, neuritis perifer,
dermatitis, dan anemia.
10. Akibat dari defisiensi vitamin B12 adalah pertumbuhan dan perkembangan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumardjo Damin, Pengantar Kimia Untuk Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I
Fakulas Bioeksakta, Jakarta EGC
2. E. Beck Mary, Ilmu Gizi Dan Diet, Yogyakarta, 2011
3. Marks Dawn, Smith M Colleen, Biokimia Kedokteran Dasar, Jakarta: EGC
4. Defisiency Vitamin. di akses dari : emedicine.medscape.com [di akses pada tanggal 20
Desember 2014]
5. Vitamin A Defisiency Vitamin. di akses dari :
http://www.sun.ac.za/english/faculty/healthsciences/nicus/how-to-eat-
correctly/nutrients/vitamins/vitamin-a [di akses pada tanggal 20 Desember 2014]
6. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. di akses dari : http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/08/panduan-suplementasi-vitA.pdf [di akses pada tanggal 20
Desember 2014]
7. Sommer Alfred, Defisiensi Vitamin A dan akibatnya, Jakarta:EGC
8. Kadar Vitamin E Rendah Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Bilirubin Serum Pada
Neonatus. di akses dari : http://eprints.undip.ac.id/24029/ [di akses pada tanggal 20
Desember 2014]
9. pdf secured
10. Defisiensi asam folat. di akses dari : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-1-5.pdf [di
akses pada tanggal 20 Desember 2014]
11. Sediaoetama Achmad Djani, Ilmu Gizi, Jakarta: 2012, EGC
12. Behrman, dkk. Gangguan Nutrisi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: 2000.
EGC
13. Shah , achdev H.P.S. Vitamin B Complex Defficiency and Excess. Dalam: Nelson
Textbook of Pediatric. 2010.

21

Anda mungkin juga menyukai