PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial maupun
secara historis karna kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
paerkembangan ilmu memperkuat keberadapan filsafat, kelahiran filsafat di yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan
pada gilirannya rasiolah yang lebih domain, dengan filsafat pola yang berfikir yang selalu
tergantung rasio.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran
dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat dibagi menjadi empat periode. Namun pada
pertemuan ini kami membahas hanya dua periode yakni, periode modern dan periode
kontemporer yakni Filsafat klasik, filsafat abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat
kontemporer. Untuk pembahasan lebih lanjut, kami akan membahas dalam pembahasan
selanjutnya.
B. Rumusan masalah
A. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat di Barat pada periode modern dan
kontemporer ?
B. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat di Islam Timur pada periode modern dan
kontemporer ?
C. Apa perbedaan yang mencolok tentang sejarah perkembangan filsafat yang ada di Barat
dan di Islam timur ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT BARAT
b. Para filsuf dewasa ini lebih tertarik untuk menganalisiskehidupan manusia secara
nyata, baik kehidupan manusia sebagai individu maupunsosial dan kultural. Meraka mereka
tertarik pada masalah-masalah eksistensial seperti pengalaman manusia, makna hidup, makna
“aku”, makna penderitaan dankebahagiaan, makna kebebasan dan keterkungkungan. Ini
dimulai terutama sejak Kierkegaard (1813-1855), Hursell (1859-1938), dan para
eksistensialis lainnya seperti Martin Heidegger (1889-1976) dan Paul Sartre (1905-1980).
Parafilsuf pasca –eksistensialisme pun, yakni struktrualisme, teori kritis, dan post-medernism,
menulis tentang topik yang lebih kontekstual. Mereka menulis tentang pluralisme manusi,
tentang dominasi-dominasi struktural yang mengungkung manusia, tentang ketertindasan
perempuan, tentang kekuasaan dan penindasan yang tersembunyi dibalik kehidupan
masyarakat, tentang makna kebudayaan lokal, dan lain-lain.2
Meski objek kajian filsafat sangat beragam, dan selalu mengalami perkembangan,
tetapi pada dasarnya ada beberapa kesamaan yang dapat diidentifikasi dalam karya-karya
mereka. Pertama, karya-karya meraka pada umumnya berupaya menemukan hakikat
(insentif) atau makna dari apa yang sedang mereka teliti. Jika meneliti manusia, maka yang
hendak dicari jawabannya adalah apa sebetulnya hakikat manusia itu (atau, apa makna
menjadi manusia). Jika mereka meneliti alam semesta, maka yang mereka cari adalah
jawaban tentang apa hakikat alam semesta itu (atau, apa maknayang terkandung di balik alam
semesta yang kita tinggali ini). Jika meneliti kebudayaan, maka mereka sedang berusaha
mememukan jawaban tentang apa hakikat kebudayaan itu (atau, apa makna kebudayaan bagi
hidup manusia). Kedua, hakikat yang dicari oleh mereka bukan hhanya hakikatobjek yang
diteliti, tetapi juga sabjek (filsuf itu sendiri) yang sedang meneliti atau sedang melakukan
pencarian. Contoh: jika seorang filsuf menemukan dan bisa membuktikan secara logis bahwa
hakikat alam adalah materi dan manusia adalah bagian dari alam (materi), maka ia pun
memahami hakikat dirinnya sebagai materi (tubuh). Ketiga, para filsuf (berbeda dari
parailmuan) tidak melakukan penelitian empires, baik survei,eksperimental, atau studi
korelasional, pemikiran-pemikiran filsafat mereka lebih menitik beratkan pada pemikiran
logis dan rasional. Artinnya, yang ditentukan dalam berfilsafat adalah kemampuan dan
kekuatan berfikir logis dan rasional.
2
Bagir, Haidar. 2005. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan,hal 45
3
1. Jenis-Jenis Filsafat
Merujuk pada karya Pater Koestembuan (1968), dapatlah dikatakan bahwaterdapat tiga
jenis filsafat, yakni filsafat sebagai analisis, filsafat sebagai sintesis, dan filsafat sebagai
upaya mencari ,makna hidup.
3
Ibid,hlm 149
4
g) Analisis atas manusia. Apakah setiap tingkah laku digerakkan oleh kehendak
pribadinnya atau ditentukan oleh ketentuan-ketentuan yang tidak bisa dikontrol oleh manusia
(misalnya oleh ketidaksadaran dan gerak kinestetik dari sistem saraf pusat kita)? Mengapa
manusia perlu memiliki moral tertentu sehingga tingkah lakunnya tidak seperti hewan, yang
hanya mengandalkan gerak naluriah dan impulsif?
h) Analisis atas masyarakat dan kebudayaan . masyarakat dan kebudayaan seperti apakah
terbaik sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembangnya manusia-manusia masa depan yang
otentik dan unggul? Nilai-nilai apa yang mendasri kebudayaan dan kehidupan masyarakat
dan anggota-anggota masyarakat terjamin kebebasan dan keotentikannya?
i) Di samping aspek-aspek kehidupan yang telah dijelaskan di atas, filsafat pun melakukan
analisis terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya, misalnya politik, hukum, ekonomi, dan
lain-lain.
5
bermakna? Apakah kebahagian kita atau justru membuat hidup kita lebih optimaldan
bahagia?
Sebagia4n dari filsafat Socrates, plato, Aristoteles, dan, pemikiran filsafat sejumlah fulsuf
medern seperti Schopenhauer dan para eksistensialis dapat dikategorikan sebagai filsafat
hidup. Filsafat mereka merefleksikan kerja keras untuk menyelami makna kehidupan dan
memikirkannya secara filsafat. Meski mereka pun memikirnya gejala alam fisik dan biologis,
tetapi pemikiran mereka tentang biologis, tetapi pemekiran mereka tentang gejala tersebut
pada akhirnya ditujukan untuk memahami maknna hidup manusia, termasuk makna hiduo
mereka sendiri.
Aliran filsafat ini hanya tertarik pada analisis bahasa (jadi, filsafat sebagai analisis atas
teori-teori ilmu pengetahuan), dan tidak begitu tertarik untuk membuat sintesis dan pencarian
makna hidup atau metafisika. Demikian pula dengan filsafat post-modernisme yang tertarik
pada kritik sosial dan kebudayaan, dan mengecam adanya filsafat dengan sintesis-sintesis
besar (filsafat universalistik).
4
Ibid, hlm 153
6
Ada banyak metode filsafat. Tetapi yang terkenal antara lain adalah: dialektika (plaoto,
Heger, Marx dan kaum Marxis), skeptisisme (Descartes), kritik transendental (Kant),
fenomenologi (Husserl dan eksistensialis), intuisi,(bergson) dan seterusnya. Meski ada
banyak metode filsafat, tetapi secara umum metode-metode tersebut mempunyai satu ciri
yang sangat esensial, yakni logis (keheren). Pada umumnya para filsuf memiliki sistem
filsafat yang sangat ketat, yang dibangun oleh kemempuan yang sangat logis dan sistematis.
Kerena cara berpikir logos dan sistematis menjadi ciri utama dari metode filsafat maka jenis
kebenaran filsafat terutama adalah kebenaran koherensi.
Sesungguhnya, secara tradisional, terdapat tiga jenis kebenaran yang dapat menjadi tolak
ukur untuk mengetahui kebenaran pengatahuan manusia, yakni koherensi, korespondensi, dan
pragmatis. Koherensi adalah kebenaran sesuatu pengetahuan, dimana pernyataan-pernyataan
yang menyususn pengetahuan tersebut tidak saling bertentangan, melainkan saling bertautan
secara logis (koheren). Contoh: jika seorang filsuf meyakini bahwa hakikat kenyataan pada
dasarnya adalah materi, maka manusia sebagian dari kenyataan adalah uuga meteri. Tidak
mungkin ada kenyataan spiritual dalam kehiduapan; tidak mungkin ada jiwa yang bersifat
ilahiah dalam diri manusia. Konsekuensi dari keyakina ini adalah bahwa tidak mungkin akan
ada tuhan, surga, atau neraka, setelah kita meninggal dunia. Sebagai materi maka kita
mengalami proses kehidupan yang alamiah, yakni mengalami aus atau penyusustan.
Artinnya, sebagian materi kita akan musnah oleh waktu, sehingga tidak bisa hidup lagi
setelah kia musnah (meninggal).
Selain ditepapkan dalam pemikiran-pemikira filsafat, contoh kebenaran koherensi tampak
dari pernyataan-pernyataan atau aksioma-aksioma matematika. Tidak perlu ada pembuktian
empires atau pengalaman inderawiuntuk membuktikan kebenaran pernyataan-pernyataan
matematik. Tidsk perlu menunjuk pada benda-benda tertentu untuk membuktikan bahwa
3+2=5,atau 100 x 100=10.000.
Koresponsensi adalah jenis kebenaran suatu pengetahuan, di mana pernyataan-pernyataan
yang menopang pengetahuan tersebut memiliki acuan pada kenyataan. Misalnya, jika kita
mengatakan bahwa bunga itu merah, maka kebenaran dari pernyataan itu adalah warna merah
yang kita persepsi. Jaika kita membaca sebuah teori, maka kebenaran dari teori yang kita
baca adalah kalau ada kesesuaian (korespondensi) dengan fakta yang dijelaskan oleh teori itu.
Jika ada survei yang menyebutkn bahwa 2 dari 3 laki-laki beristri di jakarta memiliki WIL
(wanita idaman lain), maka kebenaran dari survei itu harus sesuai dengan jumlah yang
sebenarnya. Berbeda dari kebenaran koherensi yang tidak begitu mempermasalahkan acuan
luarnya (realitas yang teratami oleh pancaindra), korespondensi justru sangat memberikan
tekana pada acuan luar (kenyataan).
Pragmatis adalah jenis kebenaran suatu pengetahuan dengan cara mengukur keguanaan
dari pengetahuan itu. Suatu pengetahuan atau pernyataan memiliki nilai kebenaran jika bisa
dimanfaatkan atau digunakan. Jika kita mengetahuai bahwa matahari merupakan sumber
energi, maka berarti pengetahuan itu bisa dimanfaatkan, misalnya dengan menjadikan cahaya
matahari sebagai energi listrik atau energi yang menggerakkan kendaraan bermotor.
Nah, dari tiga jenis kebenaran tersebut, filsafat lebih menekan-kanka pada kebenaran
koherensi. Alasannya terutama karenahakikat kenyataan yang dikaji filsafat tidak sepenuhnya
teramati (observable),sehingga kebenaran pengetahuan filsafat i tidak sepenuhnya dapat
dibuktikan secara empires. Tidak semua pengetahuan manusia memiliki acuan empires.
7
Pengetahuan manusia, khususnya filsafat, sering malampaui fakta-fakta empires, sehingga
teori korespondensi tentang kebenaranrurang relevan dijadikan sebagai tolak ukur bagi
kebenaran filsafat.
8
kegunaan, dan makna
bahasa
Studi tentang landasan-
landasan filsafat ilmu
pengetahuan, sumber-
sumber ilmu pengetahuan,
proses-proses pembentukan
Filsafat ilmu teori ilmiah, kriteria
pengetahuan kebenaran ilmiah
Kajian filsafat mengenai
bagaimana seharusnya
manusia bersikap dan
Etika atau bertingkah laku,apa makna
filsafat etika atau moralitas dalam
moral kehidupan manusia
Bagian dari filsafat yang
mengkaji mengenai
keindahan, kesenian, yang
Estetika diakibatkan oleh keindahan
Studi filsafat mengenai
(dasar-dasar) negara,
perhubungan individu
Filsafat dengan negara, persoalan
sosial dan keadilan, hak dan kewajiban
politik negara serta warga negar.
Cabang filsafat yang
mengkaji persoalan-
Filsafat persoalan hukum dan teori-
Nilai Aksiologi hukum teori keadilan.
Terdapat dua catatan penting mengenai isi tabel diatas. Pertama, sub-sub cabang filsafat
diatas hanyalah sebagian saja banyak sub cabang filsafat lainnya. Disamping yang telah
disebutkan pada tabel tadi, terdapat sub-sub cabang filsafat lainya seperti filsafat pendidikan,
filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat kebudayaan, dan lain-lain. Hal itu menunjukkan
luasnya objek kajian filsafat, yakni mencakup banyak hal yang ada dalam kehidupan
manusia.
Kedua, pembagian sub-sub cabang filsafat tadi pada kenyataanya tidak seketat atau
sekaku yang mungkin kita bayangkan setelah melihata tebel tadi. Seorang filsuf yang
mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis mengenai “Ada” misalnya,
sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi
masyarakat,bahkan etika. Ini misalnya tampak filsafat Heidegger. Dalam bukunnya yang
terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari
dan memahami “Ada”. Akan tetapi, dia mengaku bahwa “Ada” hanya dapat ditemukan pada
eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, maka dalam bukunnya itu
9
dia membahas mengenai keontetika, kecemasan, dan oengalaman-pengalaman manusia
dalam kehidupan sehari-hari (lihat abidin, 2009).
5
Praja, Juhaya.S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:Prenada Media.hlm 68
10
sosial dalam masyarakat (seperti halnya sosiologi misalnya), melainkan mengkaji iplikasi etis
dari peran-peran pemegang peran dan kuasa, sehingga mengakibatkan munculnya masalah
etika dan moral (antara lain pelanggaran hak asasi manusia).
11
Filsafat bukan ilmu pengetahuan, ia berbeda dengan ilmu pengetahuan dalam beberapa
hal berikut ini: pernyataan inti, ruang lingkup masalah yang didekati, metode, fokus kajian,
dan tentu saja hasil (teori).lihat tabelberikut ini.
Tabel 3. Perbedaan antara filsafat dengan ilmu pengtahuan
ILMU
FILSAFAT PENGETAHUAN
- Apa? (hakikat) - mengapa? (sebab-
- Mengapa? (sebab- akibat)
akibat yang bersifat - bagaimana?
ultimate) dari mana (dinamika)
(asal-usul) dan kemana - berapa banyak?
(apa yang terjadi (kuantifikasi,
PERNYATAAIN INTI berikutnya)? presentase, frekuensi)
- terbatas pada gejal
- luas, mencakup atau aspek-aspek
semua hal yang tertentu, swjauh ynag
memungkinkan untuk dapat diukur secara
RUANG LINGKUP MASALAH dipikirkan impires.
- ilmiah, mencakup
rasional, empires,dan
METODE - logis-rasional terukur
- fakta (das
- fakta (das Sein) dan Sein), terutama
FOKUS KAJIAN nila (dos Sollen) dalam pure science
- insentif (dalam), - khususnya dapat
- ekstensif (luas), IPS: terbatas pada
- kritis (karena populasi dan “kelas”
HASIL TEORI berkaitan dengan nilai) objek yang diteliti
dari tabel diatas tampak jelas bahwa apa perbedaan antar filsafat dengan ilmu pengetahuan
dalam hal pertanyaan-pertanyaan pokok yang diajukan oleh kedua disiplin ini. Filsafat
mengajukan pertanyaan yang intinnya dimaksudkan untuk mengetahui “apa” (esensi atau
sifat dasar) dari suatu masalah, kejadian, atau objek, sedangkan ilmu pengetahuan menjawab
pertanyaan “bagaimana” (dinamika atau proses) dari suatu masalah atau objek itu berjalan.
Ilmu pengetahuan mengajukan pernyataan mengenai kuantitas, baik dari jumlah objek
(frekuensi) maupun signifikasi pengaruh atau hubungan (taraf signifikansi). Meski sama-
sama mengajukan pertanyaan mengenai “mengapa”, kedua disiplin itu berbeda sama sekali
kedalamannya. Jawaban yang dituntut dalam ilmu pengetahuan untuk pertanyaan “mengapa”
terbatas pada sejumlah variabel yang terukur, sehingga dapat dijawab melalui metode-metode
empires seperti eksperimen. Sedangkan, pernyataanfilsafat berkaitan dengan sebab-musabah
yang terdalam (ultimate causation), sehingga jawabannya tidak dapat ditemukan melalui
penggunaan metode-metode empires. Misalnya, mengapa ada kehidupan jika pun akhirnya
akan mendatangkan penderitaan? Mengapa yanga ada itu ada? Mengapa saya hidup di dunia
ini saat ini, bukan kehidupan diabad-abad yang akan datang? Mengapa manusia memerlukan
moralitas?
12
Fokus kajian filsafat bukan hanya pada pakta sebagaimana adanya tapi juga nilai,
yaitu sesuatu yang harusnya ada atau melekat pada pakta tersebut. Oleh sebab itu, banyak
filsuf yang meras tidak puas hanya dengan menggambarkan suatu objek keadaan, atau
masalah apa adanya, melainkan secara kritis menjelaskan bagaimana seharusnya atau
idealnya objek, keadaan atau masalah tersebut. Atas dasar itu dapat dipahami kenapa
sebagian filsuf bukan hanya memiliki keberfihakan pada nilai kebenaran, tetapi jugapada
nilai kemanusiaan (humanisme) ; pada kelompok masyarakat tertindas (Marxisme dan teori
kritis); dan lain-lain. Bagaimana dengan ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan kurang
mempermasalahkan nilai, karena fokusnya pada deskripsi dan penjelasan serta prediksi fakta
atau gejala.
Karena berbeda dengan pertanyaan, ruang lingkup dan fokus kajian-kajiannya, maka
metode kedua disiplin itu pun masing-masing memiliki perbedaan. Dalam filsafat tidak ada
penelitian eksperimentalatau studi korelasional, misalnya. Filsafat tidak mengukur dan tidak
membuktikan hubungan antarvariabel. Meski ada beragam metode dalam filsafat, tetapi ciri
utamanya adalah rasional dan kritis. Sebaliknya, ilmu penngetahuan menggunakan metode
ilmiah, yang bukan hanya rasional, tetapi juga empires, mengukur pakta-pakta dan saling
hubungan antara fakta atau variabel yang satu dengan fakta atau variabel yang lain.
6
Hadiwidjono, Harun. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.hlm
24
13
Filsafat Yunani dimulai sejak abad ke-6 SM. Namun, sbelum lahirnya filsafat telah
ada beberapa kondisi yang perlu untuk kita ketahui karena kondisi-kondisi tersebut berperan
penting bagi kemunculan pemikiran filsafat Yunani pada saat itu. Menurut Bertens (1975).
Kondisi-kondisi tersebut adalah: mitologi, kesusasteraan, pengaruh ilmu pengetahuan dari
bangsa timur (Mesir dan Babilonia), dan kehidupan sosial politik.
1. Mitologi
Jauh sebelum filsafat lahir, masyarakat Yunani telah mengenal mite-mite. Mite-mite
tersebut berfungsi sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai teka-teki atau
misteri alam semesta dan kehidupan yang dialami langsung oleh masyarakat Yunani pada
saat itu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain mengenai asal-usul alam semesta; sebab-
sebab bencana (antara lain, gempa bumi); sebab-sebab gerhana; dan lain sebagainya. Salah
satu contoh mitos yang sangat terkenal adalah mengenai sebab-sebab terjadinya gempa bumi.
Kenapa gempa bumi terjadi? Masyarakat Yunani pada saat itu meyakini bahwa dewa
Poseidon, yakni seorang dewa penjaga bumi dan laut, sedang marah dan ingin memberi
hukuman pada penghuni bumi (manusia) dengan cara menggoyang-goyangkan. Mite-mite
seperti itu merupakan upaya masyarakat Yunani untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tentang misteri alam semesta.
2. Kesusasteraan
Masyarakat Yunani telah lama mengenal kesenian, khususnya kesusasteraan. Pada tahun
850 SM misalnya telah terbit puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea, sebuah karya
seni yang hingga hari ini masih sangat terkenal. Sebuah ahli dalam psikologi dewasa ini
meyakini bahwa kesenian, termasuk kesusasteraan, dapat memperhalus emosi dan
meningkatkan kecerdasan. Filsafat Yunani hanya mungkin lahir dan berkembang dalam suatu
masyarakat yang memiliki kehalusan perasaan dan ketajaman intelektual. Kesusasteraan
dapat memperhalus perasaan dan mempertajam kecerdasan manusia Yunani pada saat itu.7
4. Sosial-Politik
Pemerintahan Yunani Kuno sering disebut sebagai cikal-bakal pemeintahan demokratis.
Ini dapat dipahami karena di negara ini diterapkan kehidupan sosial politik yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, setiap warga negara memiliki otonomi dalam bidang
hukum dan memiliki kemerdekaan politik untuk mengemukakan pendapat. Kedua, ada
7
Ibid, hlm 32
14
“negara-negara bagian” yang disebut polis. Kondisi polis saat itu sangat kondusif untuk
perkembangan intelektual. Di setiap polis terdapat agora (pasar), tempat di mana warga
Negara bukan hanya melakukan transaksi ekonomi (jual beli barang), melainkan juga tempat
belajar dan member pengajaran (pendidikan).
15
Di samping mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul alam
semesta, terdapat sejumlah filsuf yang tertarik untuk memfokuskan diri pada ilmu pasti dan
metafisika. Tokoh-tokohnya antara lain Pythagoras (570–490 SM), Herakleitos (535–475
SM), Parmenides (hidup sekitar abad ke-5 SM), Zeno (490–430 SM).
Pythagoras (570-490 SM). Ajaran Pythagoras yang terkenal adalah tentang bilangan atau
angka. Ia menyusun oktaf-oktaf (musik) yang bisa dibaca berdasarkan bilangan (matematik).
Menurutnya, nada-nada (dalam musik) dikuasai oleh hukum-hukum matematis, sehingga
untuk menguasai nada-nada diperlukan kemampuan memahami angka-angka. Ia pun
mengatakan bahwa dalam angka terdapat harmoni. Misalnya ganjil-genap, satu-banyak, kiri-
kanan, gelap-terang, baik-jahat, dan lain-lain. Pendapat Pythagoras kemudian berkembang
lebih jauh dengan mengatakan bahwa semua kenyataan dapat dicocokkan dengan
perhitungan-perhitungan atau kategori-kategori matematis. Ilmu pengetahuan alam modern
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Pythagoras tadi. Galileo Galilie (1564-1642)
misalnya, mengatakan bahwa alam semesta ditulis dalam bahasa matematis, persis seperti
yang dikatakan oleh Pythagoras belasan abad sebelumnya.
Herakleitos (535-475 SM) membahas mengenai mertafisika. Menurutnya, segala sesuatu
yang ada di alam semesta itu mengalir, berubah-ubah. Tidak ada sesuatu pun yang tinggal
mantap tanpa mengalami perubahan (phanta rhei kai uden menei). Apa yang menjadi sumber
perubahan itu? Sumber perubahan itu adalah api. Api (panas) adalah lambang perubahan.
Karena api, semua dapat berubah. Air menjadi uap, kayu menjadi abu, warna menjadi pudar,
dan seterusnya. Bahkan hidup manusia pun tidak mungkin tanpa ada api (panas)!
Parmenides (hidup sekitar abad ke-5 SM). Tokoh ini banyak membahas ontologi. Ia
menentang pendapat Herakleitos tentang perubahan. Menurut pendapat Parmenides, gerak
atau perubahan itu tidak mungkin. Jika semua berubah, bagaimana kita mengetahui ada
perubahan, karena kita sendiri berubah? Bagaimana kita mengetahui bahwa yang berubah itu
berasal dari seesuatu yang pasti juga telah berubah dari asalnya? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, ia menggunakan istilah-istilah yang biasanya ditemukan
dalam ontologi, yakni “ada” (being) dan “tidak ada” (non-being). Kajian mengenai ontologi
dewasa ini seperti yang dilakukan oleh Heidegger, tidak bisa tidak akan membicarakan
ontologi Parmenides.
7. Filsuf-filsuf Pluralis
Filsafat Thales, Anaximandros, dan Anaximenes dapat dikategorikan sebagai filsafat
monisme. Monisme adalah pandangan filsafat yang mengandaikan prinsip alam semesta ke
dalam satu unsur saja. Thales misalnya mangasalkan prinsip itu pada air, Anaximandros
pada to apairon, dan Anaximenes pada udara. Namun, pada filsuf berikutnya menolak filsafat
monism. Mereka justru berkeyakinan bahwa anasir alam semesta bukan satu, melainkan
banyak. Dalam bahasa yang digunakan oleh mereka, yang ada bukan tunggal, tapi jamak
(plural). Pandangan ini dinamakan Pluralisme.Tokoh-tokoh aliran pluralisme antara lain
Empedokles (490-430 SM) dan Anaxagoras (500-428 SM). Menurut Empedokles (490-430
SM), ada empat unsur atau anasir dalam alam semesta, yaitu: api, udara, tanah, dan air. Dia
menyebut unsur-unsur tersebut “akar-akar”. Setiap benda berasal dari kombinasi keempat
unsur tersebut. Komposisi unsur-unsur yang berbeda menghasilkan benda-benda yang
berbeda. Misalnya, benda-benda hidup lebih banyak mengandung unsur air, dibandingkan
16
benda-benda mati. Karena hanya ada empat unsur yang ada dalam alam semesta maka tidak
ada yang baru lagi dalam kehidupan. Yang tampak baru pada dasarnya adalah baru dalam
komposisinya saja. Penambahan dan pengurangan salah satu unsur dalam sebuah benda akan
tampak seolah-olah benda itu menjadi baru.
Anaxagoras (500-428 SM) tidak setuju dengan pendapat Empedokles. Menurutnya,
unsur-unsur atau anasir-anasir itu jumlahnya pasti lebih dari empat, melainkan tidak
berhingga dan masing-masing unsur bercampur baur satu sama lain. Semua unsur tersebut
sudah ada sejak awal munculnya alam semesta, meski pada awalnya saling terpisah satu sama
lain. Alam semesta terbentuk karena percampuran semua unsur tersebut. Terbentuknya benda
baru disebabkan oleh pemisahan unsur-unsur tertentu dari percampuran unsur-unsur
sebelumnya yang tak terbatas, dan unsur-unsur tersebut kemudian bercampur membentuk
sesuatu yang baru. Terbentuknya badan manusia pun sama prosesnya seperti itu. Demikian
juga jiwa manusia. Jiwa manusia terbentuk dari perpaduan unsur-unsur yang sangat tidak
terbatas, tetapi unsur-unsur tersebut lebih murni, independen, dan halus dibandingkan unsur-
unsur yang membentuk benda-benda lainnya.
8. Filsuf-filsuf Atomis
Filsuf-filsuf atomis adalah para filsuf yang memiliki pandangan bahwa unsur-unsur
paling dasar yang membentuk alam semesta adalah berupa atom-atom. Atom-atom adalah
unsur-unsur terkecil dari semua benda yang ada dalam alam, sehingga keberadaannya tidak
dapat diamati oleh pancaindera. Atom-atom ini adalah unsur-unsur paling kecil yang pernah
ada dalam alam semesta, sehingga keberadaannya tidak dapat dibagi-bagi lagi. Jumlah atom
sangat tidak terbatas. Dari atom-atomlah semua benda terbentuk, termasuk alam semesta.
Tokoh-tokoh filsafat atomistik antara lain Leukippos (hidup di awal pertengahan abad ke-
5 SM) dan muridnya yang bernama Democritus (460-370 SM). Leukippos adalah filsuf
pertama yang mengembangkan teori atomisme, namun Democritus yang mensistematisasikan
dan menyempurnakan pemikiran Leukippos. Selain mengajukan teori mengenai atom
Leukippos pun mengajukan pendapat mengenai kejadian-kejadian dalam alam semesta. Dia
menulis, “Nothing happens at random (maten), but everything from reason (ek logou) and by
necessity.” Pernyataan ini adalah prinsip dasar pertama dalam logika, yakni the principle of
sufficient reason.
Democritus melangkah lebih jauh dari gurunya dengan menjelaskan bentuk dan hubungan
antar atom-atom. Atom-atom membentuk materi-materi. Materi-materi yang padat dibentuk
oleh atom-atom yang padat. Besi misalnya terbentuk dari atom-atom yang padat dan kuat
sehingga menjadikan benda ini (besi) sangat keras. Sebaliknya, benda-benda yang lembut
seperti air dan udara dibentuk dari atom-atom yang lebih halus.
17
Ajakan para sofis sangat berbeda dari para filsuf sebelumnya. Mereka tidak tertarik pada
filsafat alam, ilmu pasti, atau metafisika. Mereka menilai filsafat-filsafat sebelumnya terlalu
mengawang-awang. Mereka mengkritik filsafat-filsafat sebelumnya. Mereka lebih tertarik
pada hal-hal yang lebih konkret seperti makna hidup manusia, moral, norma, dan politik. Hal-
hal inilah yang dianggap perlu diajarkan pada generasi muda dan dikembangkan untuk
kelangsungan negara.
18
kebahagiaan adalah arête (kebajikan). Orang yang bajik adalah orang yang mampu hidup
bahagia.
19
adalah kelas yang sangat pemberani, kuat, dan terorganisir. Kelas berikutnya lagi adalah
kelas pekerja (workers), diantaranya adalah para petani, pedagang, peternak, dan lain-lain.
12. Aristoteles (384-322 SM)8
Aristoteles adalah murid Plato. Namun, dia menentang ajaran gurunya tentang
keberadaan dunia ide. Dia mengaku bahwa dia sangat menyayangi gurunya, tetapi
kecintaannya pada kebenaran membuatnya dia berbeda pandangan dari gurunya itu.
Menurutnya, tidak ada dunia ide itu, tidak ada kesegitigaan, atau kekudaan yang sumbernya
dari dunia ide. Yang ada adalah segitiga atau kuda ini dan itu saja; jadi segitiga dan kuda
yang konkret. Tetapi ia setuju dengan pendapat Plato, bahwa pengetahuan yang sejati harus
berkenaan dengan yang umum dan universal, bukan hal-hal individual. Pengetahuan haruslah
mengenai semua segitiga atau semua kuda, bukan mengenai segitiga atau kuda ini dan itu.
Pelajaran penting yang dapat dipetik dari ajaran Plato tentang ide-ide adalah menjamin
kemungkinan adanya pengetahuan yang bersifat umum dan kebenarannya tidak berubah-
ubah. Namun, pengetahuan itu bukan dari dunia ide, tetapi dari benda-benda yang dapat
diamati.
Oleh sebab itu, selain mengembangkan cara berpikir deduktif, dia pun mengembangkan
cara berpikir atau metode berpikir induktif. Kebalikan dari deduksi atau metode deduktif,
metode induktif dimulai dari pengamatan-pengamatan empiris dan kemudian ditarik
kesimpulan yang isinya melampaui objek-objek yang diamati. Dengan demikian, dalam
metode induktif ada proses generalisasi, yakni menarik kesimpulan yang lebih umum dari
pada objek-objek yang diamati. Melalui metode ini maka Aristoteles mengembangkan
sejumlah kajian yang menjadi cikal-bakal sejumlah ilmu pengetahuan modern, misalnya
biologi, geologi, fisika, anatomi, disamping filsafat, psikologi, retorika, ilmu politik, dan lain-
lain.
Dalam bidang filsafat Aristoteles mengajarkan sebuah teori tentang hylemorphism, teori
“bentuk-materi”. Setiap benda memiliki bentuk dan sekaligus materi. Misal sebuah patung.
Patung terdiri dari bahan tertentu dan bentuk tertentu. Bahan misalnya kayu atau batu; bentuk
misalnya kuda atau raja. Bentuk tidak dapat lepas dari materi, dan demikian juga sebaliknya.
Bahkan, sebelum menjadi bentuk patung, materi yang sama memiliki bentuk yang lain,
misalnya kayu bundar dan panjang atau batu yang lonjong.
Namun, Aristoteles tidak mengajarkan materi dan bentuk yang dapat dilihat atau yang
bersifat individual, malainkan sebagai prinsip-prinsip metafisis saja. Materi dan bentuk harus
diandaikan, bukan harus dilihat dan bersifat individual. Bentuk-bentuk yang dimaksud oleh
Aristoteles dianggap sebagai ide-ide (yang sudah ada dalam pikiran manusia) yang sudah
pindah ke dalam benda-benda konkret.
8
Ahmad. 2007. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.hlm 56
9
Ibid, hlm 72
20
melayani teologi, ia bisa diterima. Namun, filsafat yang dianggap bertentangan dengan ajaran
agama dan gereja, ditolak. Banyak buku-buku filsafat zaman Yunani kuno yang ditemukan
kembali di zaman ini, tetapi banyak di antaranya yang diberangus, karena dinilai pemikiran
kaum kafir. Kebebasan berpikir dipangkas. Oleh sebab itu, zaman ini sering dinamakan Abad
Kegelapan Filsafat. Relatif tidak ada ajaran filsafat baru yang berkembang pada saat ini.
Di bidang filsafat sendiri, terdapat beberapa cirri khas filsafat yang patut untuk
dicatat. Cirri-ciri itu antara lain: filsafat banyak membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan keyakinan (iman) dengan rasio, keberadaan dan kesatuan tuhan, teologi
dan metafisika, dan persoalan-persoalan epistemologis seperti pengetahuan mengenai yang
universal dan individual.
21
dan mekanis seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan bermacam-macam
jawaban. Materialisme mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah materi, jadi tidak
berbeda dari materi-materi lain yang ada dalam alam semesta. Sebaliknya, idealisme
mengajarkan bahwa bukan materi, melainkan jiwa yang merupakan intisari manusia,
sehingga semua gerak-gerik badan manusia adalah bersumber dari kekuatan yang bersifat
rohani, yakni yang ilahi dan jiwa manusia.
Para filsuf pada zaman ini di antaranya adalah: Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes
(1588-1679), Rene Descartes (1596-1650), Spinoza (1632-1677), John Locke (1632-1704),
Leibniz (1646-1716), Berkeley (1685-1753), Hume (1711-1776), Kant (1724-1804), Fichte
(1762-1814), Hegel (1770-1831), Bentham (1748-1832), Schopenhauer (1788-1860), Comte
(1798-1857), Jhon Stuart Mill (1806-1873), Kierkegaard (1813-1855), Marx (1818-1883) and
Engels (1820-1895), Nietzsche (1844-1900), James (1842-1910).
Berikut ini beberapa contoh pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh beberapa filsuf dari
abad modern.
1. Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah salah seorang filsuf pertama yang berusaha menggali
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan alam dan menyusun metode ilmiah yang
disebut Novum Organum (Alat atau Metode Baru). Metode ini sangat menekankan metode
induktif dalam mendapatkan pengetahuan atau dalam teori menyusun teori ilmu pengetahuan.
Bacon yang tertarik pada upaya-upaya yang dilakukan oleh para ilmuan seperti Kopernikus,
Gallileo Gallilei, Leonardo da Vinci dalam melakukan penelitian-penelitian ilmiah, percaya
bahwa yang terpenting dalam menyusun teori ilmiah adalah metode induksi. Melalui metode
ini para ilmuan berangkat dari pengamatan-pengamatan terhadap kasus-kasus khusus untuk
kemudian menyusun kesimpulan-kesimpulan umum tersebut dipakai untuk menilai dan
menyeleksi kasus-kasus lain secara deduktif. Jadi, metode baru ini beranjak dari fakta-fakta
empiris ke kesimpulan sementara dan dari kesimpulan sementara bergerak lagi ke kesimpulan
sementara lainnya, sebelum sampai pada suatu kesimpulan akhir atau teori ilmiah. Bacon
menyebut langkah-langkah itu sebagai “tangga intelektual” (ladder of intelect).
Bacon adalah seorang filsuf yang sangat percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat menjadi
alat kekuasaan. Dia menulis, “knowledge is power”. Dengan pengetahuan, khususnya ilmu
pengetahuan, seorang individu dapat mempengaruhi dan menaklukkan orang-orang lain, dan
suatu bangsa dapat mempengaruhi dan menaklukkan bangsa-bangsa lain.
2. Thomas Hobbes (1588-1679)
Dalam karya utamanya yang berjudul Leviathan, Hobbes menulis bahwa tingkah laku
manusia pada dasarnya sejalan dengan hukum alam. Dia meminjam teori Newton tentang
hukum gerak pertama yang nyatakan bahwa benda-benda akan bergerak secara tetap, kecuali
mendapatkan gaya dari luar. Melalui teori Newton itu Hobbes mau menjelaskan bahwa
manusia pada dasarnya adalah serigala bagi serigala lainnya, karena selalu memiliki
kecenderungan untuk menerkam, bersaing, dan berperang. Maka harus ada “gaya” dari luar
diri mereka, yaitu hukum, peraturan, undang-undang yang ketat yang diberlakukan di
lingkungan sosialnya. Namun jika tidak alami, akibatnya adalah hidup manusia bisa jadi
membosankan, tidak menarik, miskin, menjijikan, dan tidak dapat bertahan hidup lama. Oleh
22
sebab itu, perlu ada kontrak sosial yang didasarkan pada hukum alam yang juga tidak terlalu
membatasi dan mengungkung manusia.
23
4. John Locke (1632-1704)
Berbeda dari Descartes, John Locke berkeyakinan bahwa semua pengetahuan manusia
diperoleh melalui pengalaman, dan alat-alat indera (penglihatan, penciuman, peraba, dan lain-
lain) merupakan pintu masuk bagi pengalaman tersebut. Keyakinan ini merupakan inti dari
aliran empirisme. Locke percaya bahwa pikiran atau jiwa bayi yang baru lahir serupa dengan
kertas kosong atau tabula rasa. Pengalaman sepanjang hidup si bayi hingga menjadi tua kelak
serupa dengan tulisan yang dituliskan dalam pikiran dia. Jadi, tidak ada pengetahuan yang
berasal dari luar pengalaman.Semua pengetahuan manusia pada dasarnya merupakan ide-ide
yang disajikan pikiran manusia melalui pengalaman yang pernah dialaminya. Ada dua
tingkatan ide, yakni yang sederhana dan yang kompleks. Ide-ide sederhana adalah berupa ide-
ide yang langsung diperoleh melalui indera, seperti warna jingga, rasa asam, bau harum,
suara merdu, rasanya halus, dan lain-lain. Sedangkan ide-ide yang kompleks adalah ide-ide
hasil penggabungan dari dua atau lebih ide-ide yang sederhana yang diolah oleh pikiran.
Misalnya, konsep kuda, kursi, binatang, manusia, laki-laki, perempuan, dan lain-lain. Ide-ide
kompleks pun tidak selalu harus nyata. Misalnya, kuda terbang, yang merupakan gabungan
antara kuda dan hewan lain (misalnya, burung) yang punya sayap.
5. Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx adalah tokoh filsafat modern yang paling banyak dikenal oleh dunia.
Pemikiran-pemikiran filsafat politik dan ekonominya dianggap merupakan ancaman terhadap
kapitalisme Barat. Pengaruh filsafatnya sangat luar biasa karena bukan hanya dikalangan
akdemik, tetapi terutama di dunia politik dan ekonomi. Konon, sebelum “perang dingin”
antara Blok Barat (Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya) dan Blok Timur (Uni Soviet atau
Rusia dan sekutu-sekutunya) usai diawal tahun 1980-an, hampir separuh negara yang ada di
dunia ini dipengaruhi oleh ajaran Marx. Negara-negara Uni Soviet (sekarang Rusia) dan
negara-negara di Eropa Timur, China, Kuba, dan beberapa negara lain di Asia dan Afrika
menerapkan idelogi komunisme yang dasar-dasar filsafatnya adalah dari ajaran Marx.
Berbeda dari filsuf-filsuf sebelumnya, Marx menjadikan filsafat lebih praktis. Dia
mengecam filsafat konvensional atau tradisional. Menurut Marx, filsafat (dan juga ilmu
pengetahuan) selama ini hanya berperang menjelaskan realitas atau masyarakat. Padahal yang
terpenting adalah mengubah realitas atau masyarakat, yakni dari yang semula berada dalam
kondisi tidak adil dan tidak sejahtera, menjadi adil dan sejahtera. Dengan demikian, filsafat
bukan lagi suatu kajian teoretis belaka, melainkan menjadi suatu praktis politik dan ekonomi.
Menurut Marx, sejarah peradaban manusia pada dasarnya adalah serangkaian pertentangan
dan perjuangan kelas yakni antara kelas pemilik alat-alat produksi (eksploiters atau kelas
atas) dan kelas yang bekerja untuk pemilik alat-alat produksi (yang dieksploitasi atau kelas
bawah). Dulu kelas pemilik alat-alat produksi adalah para bangsawan pemilik tanah,
sedangkan kelas yang dieksploitasi adalah para petani penggarak tanah milik bangsawan.
Kini (pada saat Marx hidup) yang menjadi kelas pemilik alat-alat produksi adalah kaum
borjuis atau kapitalis, sedangkan kelas yang dieksploitasi adalah kaum proletar atau
buruh.Marx memang mengecam kapitalisme. Kapitalisme dinilai jahat, karena menjadikan
para pengusaha menjadi sangat kaya, tetapi buruh atau pekerja tetap miskin. Ia menegaskan
bahwa kapitalisme dengan sendirinya akan hancur. Terdapat beberapa nilai yang melekat
dalam kapitalisme, yang akan membawa pada kehancurannya sendiri (Magnis-Suseno, 1991).
24
Runtuhnya kapitalisme berkaitan dengan nilai-nilai yang melekat di dalam sistem kapitalisme
itu sendiri. Niali-nilai tersebut antara lain:
a) Nilai dan martabat manusia hanya diukur dari kualitas pekerjaannya atau
produktivitasnya, bukan dari kemanusiaannya. Akibatnya, faktor kepemilikan ekonomi
menjadi sangat signifikan karena menjadi ukuran nilai dan martabat manusia.
b) Nilai upah subsistensi. Nilai pekerjaan para buruh diukur dengan upah yang hanya
memadai untuk bisa hidup (subsistensi). Tidak ada masalah berapa lama mereka bekerja dan
keterampilan apa yang dimiliki oleh mereka, mereka hanya akan menerima upah sekadarnya
(subsistensi).
c) Nilai lebih. Nilai lebih adalah “kelebihan” nilai yang telah dilakukan oleh para buruh,
tetapi tidak menjadi hak mereka. Mereka dipaksa bekerja melampaui batas sewajarnya tetapi
mereka dibayar hanya untuk bertahan hidup. Jadi ada eksploitasi buruh oleh kapitalis.
Marx selanjutnya mengatakan bahwa kaum pekerja diramalkan akan berontak karena mereka
pun mengalami alienasi (keterasingan).
gkung hidup manusia, dan isu-isu aktual yang berkaitan dengan budaya, sosial,
politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi manusia.
Sejumlah filsuf yang termasuk sebagai filsuf-filsuf kontemporer antara lain adalah:
Wilhelm Dilthey (1833-1911), Edmund Husserl (1859-1938), Henri Bergson (1859-1941),
Ernst Cassirer (1874-1945), Bertrand Russell (1872-1970), Ludwig Wittgenstein (1889-
1951), Thomas Kuhn (1922-1996), Gilbert Ryle (1900-1976), Martin Heidegger (1889-
1976), Jean Paul Sartre (1905-1980), Simone de Beauvoir (1908-1986), Richard Rorty (1931-
2007), Paul Ricour (1913-2005), Theodor W. Adorno (1903-1969), Jacques Lacan (1901-
1981), Foucault (1926-1984), Levi-Strauss, Karl Popper (1902-1994), Jurgen Habermas
(1929-….), Slavoj Zizek (1949-….), dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa contoh pemikiran filsafat dari zaman kontemporer.
1. Wilhelm Dilthey 1833-1911
Selain seorang filsul, Dilthey pun adalah seorang sejarawan yang humanis, oleh sebab itu,
dia sangat menentang upaya-upaya yang dilakukan oleh para ilmuan sosial pada zamannya
untuk menjadikan ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai model bagi ilmu pengetahuan sosial
(IPS). Ada kecenderungan para ilmuwan abad ke-19 dan bahkan hari ini untuk menjadikan
metode IPA sebagai model untuk metode IPS. Dalam filsafat ilmu pengetahuan upaya-upaya
seperti itu dinamakan positivasi IPS. Alasan yang dikemukakan oleh Dilthey kenapa dia
menentang upaya-upaya itu adalah fakta bahwa ada perbedaan antara IPA dan IPS, terutam
dalam objek kajiannya. Objek kajian IPA adalah benda-benda alam, sedangkan objek IPS
25
adalah gejala tindakan manusia. Oleh sebab itu, metode penyelidikannya pun harus berbeda
dari metode IPA.
Ia membedakan secara tegas antara Geisteswissenchaften (IPS)
dari Naturwissenchaften (IPA). Meetode IPS tidak harus meniru metode IPA, karena IPS
pada dasarnya adalah suatu hermeneutika, atau seni memahami makna-makna yang
tersembunyi di balik gejala tindakan-tindakan atau aksi-aksi manusia. Disamping itu, tujuan
IPS pun berbeda dari IPA karena IPS bertujuan untuk memahami motif tindakan individu
dari “dalam”, sedangkan IPA menjelaskan gejala alam dari “luar”. Berikut adalah tabel
perbedaan diantara kedua jenis ilmu tersebut.
Tabel 4. Perbedaan antara IPS (Geisteswissenchaften) dengan IPA (Naturwissenchaften)
Geisteswissenchaften Naturwissenchaften
Geist: ekspresi jiwa
manusia (“kehidupan”)
dalam bentuk action dan Alam: organis dan
Objek kajian karya-karya manusia inorganis
Erklaren (penjelasan-
kausal)
Verstehen (Pemahaman) Perangkatnya dan
Perangkatnya: analisis sifatnya: analisis
intelektual-rasional dan intelektual, rasional,
Metode afektif-empatik objektif
Mengungkap pengalaman
subjektif atau “batin”
(perasaan, ekspektasi, Menjelaskan sebab-
intensi, dll) dari individu akibat objektif suatu
Tujuan atau masyarakat gejala alam
26
2. Jean Paul Sartre (1905-1980)
Belum pernah ada seorang filsuf pun yang begitu ekstrem seperti Sartre yang menegaskan
tentang kebebasan manusia. Manusia, jika Sartre diminta untuk mendefinisikannya, identik
dengan kebebasan. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapkan pada beragam
pilihan, dan pada saat itu pula berarti kita memiliki kebebasan untuk memilih. Bahkan, dalam
situasi yang paling menekan karena ada ancaman pun, kita tetap bebas. Misalnya, saya
ditodong oleh seorang perampok untuk menyerahkan harta-benda saya. Dalam kondisi ini
saya masih memiliki kebebasan, apakah mau menyerahkan apa yang dia minta atau melawan.
Apapun pilihan saya, selalu mengandung resiko yang harus saya pikul akibatnya.Kebebasan
yang kita miliki ternyata tidak menyenangkan. Bahkan sering membuat kita merasa cemas.
Kebebasan bukanlah “berkah”, melainkan hukuman atau kutukan. Buktinya, kita sering
melarikan diri dari kebebasan. Kebebasan mempersyaratkan tanggung jawab pribadi. Semua
pilihan yang saya putuskan tidak selalu bisa saya prediksi hasilnya. Dalam kasus-kasus
tertentu, kalaulah ternyata pilihan saya tidak tepat, maka hancurlah (sebagain) dari hidup
saya. Oleh sebab itu, kita sering menjadi orang malafide, yakni orang yang tidak-autentik
karena lari dari kebebasan dan enggan menghadapi resiko akibat kebebasan yang kita miliki.
Tidak sulit mencari orang-orang yang tidak-autentik atau malafide seperti itu. Kita sering
menemukan individu-individu yang mengasalkan segala perilakunya dari “takdir” atau
“nasb”, atau dari kekuatan-kekuatan di luar dirinya, yang menurutnya tidak bisa ditentang
atau dihindari. Mereka biasanya mengungkapkan pernyataan-pernyataan seperti, “sifat saya
memang begitu, mau apa lagi?”, atau “kehendak para penguasa kita memang demikian,
bagaimana kita bisa menentangnya?”, atau “itu sudah menjadi ketentuan para pemimpin kita,
sehingga adil atau tidak adil harus kita lakukan”. Itulah pernyataan-pernyataan yang keluar
dari mulut-mulut manusia malafide. Apa yang sebenarnya hendak dikatakan oleh mereka
adalah, “semua yang saya lakukan itu bukanlah kehendak saya, atau tidak ada sangkut
pautnya dengan kemauan saya, jadi apapun yang terjadi, bukanlah tanggung jawab saya”.
BAB III
FILASAFAT TIMUR
27
A. Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan
serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran
keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala aspek pemikiran kemudian
secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu). Pada saat inilah, para filsofof
kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah
dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang
alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun
diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka
kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang
memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai
ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan
rasional. Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-
pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta.Semangat inilah
yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat danilmu menjadi
satu. Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada
saat itu yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani
dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau
Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada
kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
B. Filsafat Timur10
Filsafat Timur merupakan sebutan bagi pemikiran-pemikiran filosofis yang berasal
dari dunia Timur atau Asia, seperti Filsafat Cina, Filsafat India, Filsafat Jepang, Filsafat
Islam, Filsafat Buddhisme, dan sebagainya. Masing-masing jenis filsafat merupakan suatu
sistem-sistem pemikiran yang luas dan plural. Misalnya saja, filsafat India dapat terbagi
menjadi filsafat Hindu dan filsafat Buddhisme, sedangkan filsafat Cina dapat terbagi menjadi
Konfusianisme dan Taoisme. Belum lagi, banyak terjadi pertemuan dan percampuran antara
sistem filsafat yang satu dengan yang lain, misalnya Buddhisme berakar dari Hinduisme,
namun kemudian menjadi lebih berpengaruh di Cina ketimbang di India. Di sisi lain, filsafat
Islam malah lebih banyak bertemu dengan filsafat Barat. Akan tetapi, secara umum dikenal
empat jenis filsafat Timur yang terkenal dengan sebutan “Empat Tradisi Besar” yaitu
Hinduisme, Buddhisme, Taoisme,dan Konfusianisme.
Filsafat Timur memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan filsafat Barat, yang mana ciri-
ciri agama terdapat juga di dalam filsafat Timur, sehingga banyak ahli berdebat mengenai
dapat atau tidaknya pemikiran Timur dikatakan sebagai filsafat. Di dalam studi post-kolonial
10
Takwin, Bagus. 2003. Filsafat Timur,Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran
Timur. Jakarta: UI Press.
28
bahkan ditemukan bahwa filsafat Timur dianggap lebih rendah ketimbang sistem pemikiran
Barat karena tidak memenuhi kriteria filsafat menurut filsafat Barat, misalnya karena
dianggap memiliki unsur keagamaan atau mistik. Akan tetapi, sekalipun di antara filsafat
Timur dan filsafat Barat terdapat perbedaan perbedaan, namun tidak dapat dinilai mana yang
lebih baik, sebab masing-masing memiliki keunikannya sendiri. Selain itu, keduanya
diharapkan dapat saling melengkapi khazanah filsafat secara luas.
1. Keberatan-Keberatan
Banyak ahli tidak melihat pemikiran Timur sebagai filsafat melainkan sebagai agama,
karena dianggap tidak rasional, tidak sistematis dan tidak kritis. Kriteria radikal (berpikir
secara mendalam), sistematis, dan kritis berasal dari filsafat Barat. Selain itu, pemikiran
Timur seringkali diterima begitu saja oleh para penganutnya tanpa suatu kajian kritis; mereka
hanya menafsirkan, berupaya memahami, dan kemudian mengamalkannya. Akan tetapi,
sebenarnya hal itu tidak bisa menjadi kriteria untuk menentukan pemikiran Timur
digolongkan sebagai filsafat atau tidak, sebab seringkali kategorisasi filsafat dan bukan
filsafat ditentukan oleh Barat yang memaksakan kriteria kriterianya terhadap Timur.
Pemikiran-pemikiran Timur banyak yang memiliki kedalaman, bersifat analitis, dan kritis,
bahkan melebihi pemikiran Barat, misalnya seperti Konfusius, Lao Tzu, dan Siddharta
Gautama.
29
informasi sebagai upaya penyelesaian masalah, dan ada solusi bagi masalah tersebut.
Mengenai sifat radikal dalam arti mendalami obyeknya, hal itu juga telah lama berakar pada
pemikiran Timur. Siddharta Gautama, misalnya, mencoba menggali hakikat hidup
sampai sedalam-dalamnya, melakukan pembaruan terhadap sistem India yang sudah ada,
dan membentuk sistem baru yang dikenal sebagai Buddhisme.
BAB IV
PERBEDAAN FILSAFAT TIMUR DENGAN FILSAFAT BARAT
30
A. Perbedaan dengan Filsafat Barat
Filsafat Barat dan Filsafat Timur tampak amat berbeda sebab berkembang didalam
budaya yang amat berbeda, dan sepanjang sejarah tidak terlalu banyak pertemuan di antara
keduanya, kecuali di dalam filsafat Islam. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada
persamaan di antara keduanya.
1. Pengetahuan
Filsafat Barat sejak masa Yunani telah menekankan akal budi dan pemikiran yang
rasional sebagai pusat kodrat manusia. Filsafat Timur lebih menekankan hati daripada akal
budi, sebab hati dipahami sebagai instrumen yang mempersatukan akal budi dan intuisi, serta
intelegensi dan perasaan. Tujuan utama berfilsafat adalah menjadi bijaksana dan menghayati
kehidupan, dan untuk itu pengetahuan harus disertai dengan moralitas.
2. Sikap Terhadap Alam
Filsafat Barat menjadikan manusia sebagai subyek dan alam sebagai obyek sehingga
menghasilkan eksploitasi berlebihan atas alam. Sementara itu, filsafat Timur menjadikan
harmoni antara manusia dengan alam sebagai kunci. Manusia berasal alam namun sekaligus
menyadari keunikannya di tengah alam.
3. Cita-Cita Hidup
Kalau filsafat Barat menganggap mengisi hidup dengan bekerja dan bersikap aktif
sebagai kebaikan tertinggi, cita-cita filsafat Timur adalah harmoni, ketenangan, dan
kedamaian hati. Kehidupan hendaknya dijalani dengan sederhana, tenang, dan menyelaraskan
diri dengan lingkungan.
4. Status Manusia
Filsafat Barat amat menekankan status manusia sebagai individu dengan
segala kebebasan yang ia miliki, dan masyarakat tidak bisa menghilangkan status
seorang manusia dengan kebebasannya. Filsafat Timur menekankan martabat manusia
tetapi dengan penekanan yang berbeda, sehingga manusia ada bukan untuk dirinya
melainkan ada di dalam solidaritas dengan sesamanya.
BAB V
PENUTUP
31
A. Kesimpulan
Filsafat merupakan dasar-dasar dari keseluruhan yang terjadi pada diri manusia serta
makhluk hidup lain yang ada di muka bumi ini baik dari awal penciptaan manusia dimuka
bumi ini, ilmu-ilmu pengetahuan, dan ilmu-ilmu lainnya. Lahirnya filsafat karena rasa ingin
ketahuan manusia terhadap sesuatu hingga lahirlah para-para filsuf baik dari belahan Bumi
Barat maupun dari belahan Bumi Timur. Dengan adanya filsafat ini manusia dapat berfikir
dari alur yang berpikir rasional dan meninggalkan alur pikir yang selalu mengaitkan sesuatu
dengan mitos atau mistis yang kejadiannya bisa saj secra kebetulan. Filsafat merupakan
teoritis ilmu yang dapat mematahkan teori lain dengan adanya pembuktian yang menyatakan
bahwa teori itu dapat diterima dengan akal pikiran serta terbukti kebenarannya atau disebut
empirisme. Secara garis besar filsafat Timur banyak memasukkan unsur-unsur agama
yang menjadikan filsafat Timur memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan filsafat
Barat, sehingga banyak ahli berdebat mengenai dapat atau tidaknya pemikiran
Timur dikatakan sebagai fisafat, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara
filsafat Barat dan Timur keduanya tidak dapat nilai mana yang lebih baik karena
memiliki keunikan tersendiri. Selain itu, keduanya diharapkan dapat saling melengkapi
khazanah filsafat secara luas.
B. SARAN
Filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping
nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga
bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Jadi
saya merasa ilmu filsafat ini ilmu yang tinggi yang tentu juga perlu pemahaman tinggi untuk
memahaminya. Jika ada kesalahan atau ketidaksamaan pendapat dalam makalah ini, pembaca
dapat memberikan masukan atau kritikan yang membangun pada saya.
DAFTAR PUSTAKA
32
Dr. Zainal Abidin. Pengantar Filsafat Barat
Muhammad Harsono. 2010. Makalah Filsafat Timur. Filsafat-ilmu.blogspot.com
33