Menurut Foss & Foss et al (1980); Toulmin (1981) advokasi adalah upayapersuasif yang
mencangkup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, danrekomendasi tindak lanjut
mengenai sesuatu (Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo,2005). Advokasi adalah usaha
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif (John
Hopkins School for Public Health).WHO (1989) seperti dikutip UNFPA dan BKKBN (2002)
mengungkapkan bahwa“Advocacy is a cpmbination on individual and social action design to
gain politicalcomitment, policy support, social acceptence and system support for
particularhealth goal programe”.
Jadi dapat disumpulkan bahwa advokasi adalah kombinasi kegiatan individudan social yang
dirancang untuk memperoleh komitmen politis, dukungankebijakan, penerimaan sosial dan
sistem yang mendukung tujuan atau programkesehatan tertentu. Kata kunci dalam advokasi
adalah “valid information” (untukinput), “free choice”, atau “persuasive”. Ringkasnya
advokasi dapat diartikansebagai upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang
dilakukan secarapersuasive untuk mempengaruhi kebijakan public dengan menggunakan
informasiyang akurat dan tepat.
Menurut Sharma (dikutip dari Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo, 2005),terdapat delapan
unsur dasar dalam advokasi, yaitu penetapan tujuan, pemanfaatandata, identifikasi khalayak
sasaran, pengembngan dan penyampaian pesan,membangun koalisi, membuat penyajian
atau persentasi yang persuasif,penggalangan dana dan evaluasi. Menurut Depkes (2007),
terdapat lima langkahkegiatan advokasi antara lain adalah:
Advokasi sebagai suatu kegiatan, sudah tentu mempunyai masukan (input) – proses – keluaran
(output). Oleh sebab itu apabila kita akan menilai keberhasilan advokasi, maka kita harus
memperhatikan tiga hal tersebut.
a. Input
Input untuk kegiatan advokasi yang paling utama adalah orang yang akan melakukan
advokasi dan bahan-bahan yakni data atau informasi yang membantu atau mendukung
argument dalam advokasi. Indikator untuk mengevaluasi advokasi, yaitu :
1) Berapa kali petugas kesehatan, terutama para pejabat, telah mengikuti pelatihan tentang
komunikasi, advokasi, dll.
2) Sebagai institusi, dinas kesehatan baik tingkat provinsi maupun kabupaten, mempunyai
kewajiban untuk memfasilitasi para petugas kesehatan dengan kemampuan advokasi
melalui pelatihan-pelatihan.
Hasil-hasil studi, atau laporan yang menghasilkan data, diolah menjadi informasi dan di
analisis menjadi evidence. Evidence ini yang kemudian akan dikemas dalam media khusus
dan digunakan sebagai alat bantu untuk memperkuat argumentasi kita kepada para penentu
kebijakan .
b. Proses
Proses advokasi adalah kegiatan untuk melakukan advokasi, oleh sebab itu evaluasi proses
advokasi harus sesuai dengan kegiatan advokasi. Indikator proses advokasi :
1) Berapa kali melakukan lobying dalam rangka memperoleh dukungan dan komitmen
kebijakan terhadap program kesehatan.
2) Berapa kali menghadiri pertemuan yang membahas masalah dan program-program yang
membangun termasuk program kesehatan di daerahnya.
3) Berapa kali seminar atau lokakarya tentang masalah dan program-program kesehatan
diadakan, dan mengundang sector pembangunan yang terkait.
4) Berapa kali pejabat kesehatan menghadiri seminar atau lokakarya yang diadakan oleh
sector lain.
5) Seberapa sering media local termasuk media elektronik membahas atau mengeluarkan
artikel tentang kesehatan atau pembangunan yang terkait dengan masalah kesehatan.
c. Output
Keluaran atau output advokasi sector kesehatan, dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk,
yakni output dalam bentuk perangkat lunak dan output dalam bentuk perangkat keras.
Indikator output dalam perangkat lunak adalah peraturan-peraturan atau undang-undang
sebagai bentuk kebijakan atau perwujudan dari komitmen terhadap program kesehatan,
misalnya :
1) Undang-undang
2) Peraturan permerintah
3) Keputusan presiden
4) Keputusan menteri
5) Peraturan daerah
6) Surat keputusan gubernur, bupati, atau camat.