Anda di halaman 1dari 13

Gereja Advent Apresiasi Toleransi di

Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Gereja Mahesi Advent Hari Ketujuh
Sedunia Pendeta Ted N. C Wilson mengapresiasi dan memberikan penghargaan
kepada pemerintah Indonesia atas kehidupan toleransi. Pihaknya menganggap
Indonesia sudah menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan beragama, terutama dalam
upaya menciptakan kerukunan antarumat beragama.

Apresiasi itu disampaikan Wilson kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di


Pangkalan TNI Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa
(12/2/2013). Ketika itu, Presiden baru kembali ke Jakarta setelah melakukan
kunjungan kerja di Manado.

Selain Wilson, hadir pula Presiden Gereja Advent Asia Pasifik Selatan Pdt. Alberto C.
Gulfan dan wakilnya Pdt. Johnny Lubis, Presiden Gereja Advent di Indonesia Barat
Pdt. Dr. J Syukur Peranginangin, simpatisan jemaat Letjen TNI (Purn) T.B Silalahi,
dan perwakilan Gereja Advent lainnya.

Wilson mengatakan, toleransi di Indonesia terlihat dari eksistensi Gereja Masehi


Advent Hari Ketujuh selama 100 tahun di Indonesia. Hingga saat ini, tercatat hampir
500.000 anggota Advent di Indonesia.

"Ini kesempatan yang luar biasa buat saya bertemu Bapak Presiden. Kita bisa berbagi
visi untuk membantu orang-orang dengan cara-cara tertentu. Saya mendengar visi
Presiden dalam membantu rakyat, menciptakan lapangan kerja, mengawal persoalan
kesehatan dan pendidikan, dan mencoba menurunkan angka kemiskinan di negara
ini," kata Wilson.

Dalam rangkaian kunjungannya ke Indonesia, Wilson akan meresmikan Rumah Sakit


Advent di Sulawesi Utara. Hingga saat ini, sudah berdiri Rumah Sakit Advent di
Bandung, Bandar Lampung, Medan, dan Manado. Di dunia, sudah ada 162 rumah
sakit dan 361 klinik kesehatan.

Selain itu, ada juga pelayanan pendidikan di Indonesia. Sebanyak 40.000 murid dan
mahasiswa belajar di 372 sekolah dan 3 universitas belajar di berbagai institusi
pendidikan Advent.

HARI SABAT ADALAH HARI TUHAN


 

APAKAH HARI SABAT ITU?

Hari Sabat adalah hari perhentian, kenikmatan, hari Sabat adalah salah satu dari 
karunia Allah yang terbesar kepada umat manusia dan hari Sabat adalah bagian
penting dari penyembahan Allah.

SIAPA YANG MEMBUAT HARI SABAT ?

Yesus Kristuslah yang membuatnya

Ibrani 1;1.2 bahwa Allah menciptakan dunia melalui Kristus

Yohanes 1: 1-3, 10 dan 14

1. Pada mulanya adalah firman: Firman bersama-sama dengan Allah dan firman itu
adalah Allah.
2. Ia pada mulanya bersama sama dengan Allah.
3. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak satupun  yang telah jadi dari
segala yang dijadikan.

10. Ia telah ada didalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak
mengenalNya

14. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat
kemuliaanNya , yaitu kemulian yang diberikan kepadaNya sebagai anak tunggal
Bapak, penuh kasih karunia dan kebenaran.

KAPAN HARI SABAT ITU DIBUAT ? 

Kejadian 2:1-3 dan Keluaran 20: 8-11 

1.Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya


2.Ketika Allah pada hari ke tujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang telah dibuatNya
itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuatnya itu.
3.Lalu Allah memberkati;  hari ke tujuh itu dan menguduskannya , karena pada hari
itulah Ia berhenti dari dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuatNya itu.

 
Keluaran 20:8-11

8.  Ingatlah dan Kuduskanlah Hari Sabat

9. Enam hari lamanya Engkau akan bekerja dan  melakukan segala pekerjaanmu

10. Tetapi hari ke tujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allah; Maka jangan melakukan
sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, atau
hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan atau hewanmu atau orang asing yang
ditempat kediamanmu.

11. Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala
isinya, dan Ia berhenti pada hari ke tujuh: itulah sebabnya Tuhan memberkati hari
Sabat dan menguduskanNya.

Untuk Siapa Hari Sabat Dijadikan?

Markus 2: 27 Lalu kata Yesus kepada mereka; hari sabat diadakan untuk manusia
bukan manusia untuk hari Sabat

Bagaimana Hari Sabat Harus Disucikan?

Yesaya, 58:13 Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak


melakukan urusanmu pada hari KudusKu; apabila engkau menyebutkan hari sabat
“Hari Kenikmatan” dan Hari Kudus Tuhan “Hari Yang Mulia” apabila engkau
menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak
mengurus urusanmu atau berkata omong kosong.

Apa tuntutan  utama dari  Hukum Hari sabat ?

Keluaran 20: 8 “ Ingatlah dan Kuduskanlah Hari Sabat”

Ibrani  4: 10 Sebab barang siapa telah masuk ketempat perhentianNya, Ia sendiri telah
berhenti dari segala pekerjaannya sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNya

Apabila seseorang berhenti dari pekerjaannya sendiri dia akan berhenti dari dosa.

Kesimpulan
1. Hari Sabat hari ke tujuh diadakan oleh Yesus Kristus pada waktu penciptaan itu
harus disucikan sepanjang masa, dan harus dikuduskan dari matahari terbenam sampai
ke matahari terbenam.
 
2. Pemeliharaan Hari sabat adalah menghidupkan suatu kehidupan untuk Allah, Allah
menyuruh kita untuk memelihara Hari sabat bagi Dia, bertemu untuk kebaktian. untuk
berhenti dari dosa, untuk melakukan mana yang baik.

Hari Sabat dalam Gereja Advent


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Jump to navigation Jump to search

Hari Sabat merupakan bagian yang penting dalam kepercayaan Gereja Masehi Advent
Hari Ketujuh. Ajaran ini diperkenalkan pada pendiri Gereja Advent pada pertenganan
abad 19 oleh Rachel Oakes Preston.[1]

Orang-orang Advent percaya, hari Sabat merupakan hari khusus berhubungan dengan
Jesus dan di dalamnya semua manusia diundang supaya merayakannya dengan penuh
kegembiraan atas perbuatan Tuhan dalam penciptaan dan penebusan. Pada hari Sabat
mereka menghindani apapun yang cenderung menghilangkan suasana kesucian itu.
Mereka menghindari segala pekerjaan yang bersifat mencari nafkah dan segala
transaksi bisnis (Nehemia 13:15-22). Mereka juga menghindarkan kegiatan yang
menyenangkan diri sendiri, melibatkan diri dalam pelbagai keperluan yang bersifat
sekuler, dengan omong kosong, atau percakapan mengenai olahraga . [2]

“Sabat tidak dimasukkan untuk menjadi saat yang tanpa aktivitas secara sia-sia.
Hukum melarang pekerjaan-pekerjaan sekuler pada hari Tuhan itu; pekerjaan untuk
mencari nafkah harus dihentikan; tidak ada upaya untuk kesenangan diri atau
keuntungan duniawi yang diizikan pada hari ini; tetapi sebagaimana Tuhan berhenti
dari pekerjaan penciptaan-Nya, dan beristirahat pada hari Sabat dan memberkatinya,
demikianlah manusia harus meninggalkan pekerjaan sehari-hari kehidupannya dan
menyerahkan jam-jam yang kudus itu kepada perhentian yang menyehatkan, untuk
berbakti, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang suci.” [3].
Hari Sabat dimulai pada saat matahari terbenam pada hari Jum’at petang dan berakhir
pada matahari terbenam hari Sabtu petang (Kejadian 1:5; Markus 1:32). Pada hari
Jum’at orang-orang Advent menyediakan makanan untuk hari Sabat sehingga selama
jam-jam hari yang kudus itu mereka dapat berhenti dan segala pekerjaan mereka ( Kel
16:23; Bil 11:8).[4]

Pada hari Jum’at senja, apabila hari Sabat itu mendekat, anggota keluarga atau
kelompok umat percaya berkumpul bersama¬-sama sebelum matahari terbenam,
dengan menyanyi, berdoa dan membaca Firman Allah, supaya dengan demikian
mereka mengundang Tuhan datang sebagai tamu yang dihormati. Begitu pula mereka
lakukan pada penutupan Sabat, mengadakan kebaktian bersama pada had Sabat, Sabtu
petang, seraya memohon kepada Allah agar hadir dan menuntun sepanjang minggu
berikutnya.[5]

Ajaran tentang Hari Sabat[sunting | sunting sumber]


Pernyataan Resmi[sunting | sunting sumber]

Dalam dasar-dasar kepercayaan, Gereja Mesehi Advent Hari Ketujuh memberikan


pernyataan sebagai berikut:

Khalik yang penuh kemurahan, setelah enam hari Penciptaan, berhenti pada


han ketujuh dan melembagakan hari Sabat bagi semua umat sebagai satu
peringatan Penciptaan. Perintah keempat dan Hukum Yesus yang tak dapat
berubah itu mengharuskan pemeliharaan Sabathari ketujuh ini sebagai hari
istirahat, berbakti, dan melayani sesuai dengan ajanan dan praktik yang
dilakukan Yesus Kristus, Tuhan atas hari jSabat itu. Hari Sabat adalah hari
perhubungan yang menyenangkan dengan Tuhan, dan juga dengan sesama.
Sabat merupakan sebuah lambang penebusan kita di dalam Kristus, satu
tanda penyucian kita, sebuah pernyataan bahwa kita tunduk dan taat, sebuah
gambaran mendatang tentang kehidupan yang abadi di dalam kerajaan
Yesus. Sabat merupakan tanda Allah yang kekal, abadinya perjanjian-Nya
antara Dia dan umatNya. Pemeliharaan dengan rasa gembira atas hari yang
suci ini dari senja kepada senja, dan matahari terbenam sampai matahari
terbenam, adalah sebuah perayaan atas karya kreatif dan tindak perbuatan
yang menebus yang dilakukan Tuhan.[6]
= Hari Sabat dan Sejarah Kekristenan[sunting | sunting sumber]

Perubahan dari hari Sabat kepada Minggu sebagai Hari berbakti muncul perlahan-


lahan. Tidak ada bukti perbaktian Kristen pada hari Minggu dalam minggu itu
sebelum abad kedua, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa pada pertengahan abad itu
beberapa orang Kristen secara sukarela memelihara Hari Minggu sebagai hari
perbaktian, bukan sebagai hari perhentian. [7]

Pada abad-abad pertama, di Roma, yang menjadi ibukota Kekaisaran Romawi, rasa


anti Yahudi sangat kuat, dan dan waktu ke waktu semakin kuat saja. Reaksi terhadap
sentimen kebangsaan ini, orang-orang Kristen yang diam di kota itu berusaha
membedakan diri mereka dari orang Yahudi. Mereka mulai meninggalkan beberapa
kebiasaan yang dilakukan orang Yahudi dan mulai cenderung menjauh dan
pemeliharaan hari Sabat sehingga menuju kepada pemeliharaan hari Minggu secara
eksklusif.[8]

Dan abad kedua sampai abad kelima, pengaruh hari Minggu mulai bangkit, orang-
orang Kristen masih terus memelihara Sabat Hari ketujuh di hampir seluruh Kerajaan
Roma. Sejarawan abad kelima, Socrates, menulis sebagai berikut: “Hampir semua
gereja di seluruh dunia memelihara Sabat yang kudus setiap minggu, namun orang
Kristen yang di Alexandria maupun di Roma, dengan alasan bebenara tradisi kuno,
berhenti melakukannya.” [9]

Pada abad ke-4 dan abad ke-5 banyak orang Kristen yang berbakti baik pada hari
Sabat maupun hari Minggu. Sozomen, seorang sejarawan lain pada kurun waktu yang
sama, menulis, “Penduduk Konstantinopel, dan hampir semua dimana-mana pun,
berkumpul bersama-sama pada hari Sabat, dan juga pada hari pertama dalam minggu
itu, kebiasaan yang tidak pernah dipelihara di Roma atau di Aleksandria.” [10]

Para Ahli sejarah menduga kepopuleran dan pengaruh


penyembahan matahari dari budaya kekafiran Kekaisaran Romawi memegang
penanan penting dalam pemeliharaan Hari Minggu, yang semakin bertumbuh
penerimaannya sebagai hari perbaktian. Penyembahan matahari memegang peranan
penting selama sejarah purbakala. Ini merupakan “sebuah komponen yang paling tua
dari agama Romawi....dan bagian awal abad kedua Masehi, aliran Sol Invictus sangat
dominan di Roma dan di pelbagai bagian kerajaan itu.” [11]

Agama populer ini memberi dampak pada jemaat Kristen yang mula-mula melalui


orang-onang yang baru bertobat. “Orang-orang Kristen yang ditobatkan dan kafir
tetap tertarik pada pemujaan matahari. Ini diindikasikan bukan hanya oleh betapa
seringnya penghakiman atas praktik semacam ini dan pihak bapa-bapa gereja tetapi
juga oleh refleksi yang begitu bermakna dan penyembahan Matahani di dalam
liturgi Kristen.” [12]

Pada abad keempat undang-undang hari Minggu mulai diperkenalkan. Undang-


undang hari Minggu yang pertama dikeluarkan dan kemudian menjadi undang-undang
hari Minggu yang bersifat religius. Undang-undang sipil pertama mengenai hari
Minggu didekritkan oleh kaisar Konstantinus I pada tanggal 7 Maret 321 M. Dengan
melihat bahwa hari Minggu itu sangat populer di kalangan pemuja matahari dan juga
di kalangan Kristen, sehingga Konstantin berharap bahwa dengan menjadikan hari
Minggu itu sebagai hari libur, ia dapat memastikan dukungan dan kedua konstituensi
ini bagi pemerintahannya.[13]

Undang-undang hari Minggu Konstantin membayangkan latar-belakangnya selaku


penyembah matahari. “Pada Hari pemujaan Matahari (venerabili die Solis) hendaknya
para hakim dan penduduk yang tinggal di kota-kota beristirahat dan tempat-tempat
kerja ditutup. Di pedesaan, penduduk yang berhubungan dengan pertanian dapat
dengan bebas dan didukung undang-undang meneruskan usaha mereka.” [14]

Beberapa dekade kemudian gerejapun mengikuti teladan itu. Konsili Laodikea (364


M), yang tidak merupakan konsili universal pertama kalinya mengeluarkan undang-
undang pemeliharaan hari Minggu. Dalam Kanon 29 ketentuan gereja menyatakan
bahwa orang-orang Kristen haruslah memuliakan hari Minggu dan “jika mungkin
janganlah bekerja hari itu,” sementara itu mencela praktik pemeliharaan hari Sabat,
dan mengatakan supaya orang-orang Kristen janganlah “berpangku tangan pada Sabtu
(kata Yunani sabbaton, “Sabat”), dan harus bekerja pada hari itu.” [15]

Pada tahun 538 M, Konsili ketiga Gereja Katolik Roma mengeluarkan sebuah


undang-undang yang lebih keras dari yang dikelurkan Konstantin. Kanon 28 dan
konsili ini mengatakan bahwa pada hari Minggu “pekerjaan pertanian pun harus
disingkirkan agar dengan demikian orang-orang tidak terhalang datang ke gereja” [16]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pengkudusan hari Sabat diperkenalkan kepada pergerakan Adventis yang dipimpin


oleh William Miller oleh pengikutnya yang berasal dari Baptis Hari Ketujuh.
Kelompok "Adventism pemelihara hari Sabat" muncul 1845-1849 dari kalangan
pergerakan Adventis, yang dikemudian hari menjadi Advent Hari Ketujuh . Joseph
Bates adalah penganjur utama pengkudusan hari Sabat di antara kelompok ini.

Seorang awam dari Baptist Hari Ketujuh bernama Rachel Oakes Preston berperan


dalam memperkenalkan Sabat pada Millerite Advent. Karena pengaruhnya, Frederick
Wheeler mulai memelihara hari ketujuh sebagai hari perhentian setelah mempelajari
masalah ini. Wheeler kemudian terkenal sebagai pendeta Advent hari ketujuh pertama
yang berkhotbah dalam mendukung hari Sabat. Beberapa anggota gereja
di Washington, New Hampshire dimana ia kadang-kadang melayani juga mengikuti
keputusannya, membentuk gereja Advent Sabat pertama. Anggota-anggota pertama
termasuk William Farnsworthdan saudaranya Cyrus T. M Preble. Kejadian-kejadian
ini berlangsung sebelum "Kekecewaan Besar" yang tak lama kemudian, ketika Yesus
tidak kembali seperti yang diharapkan pada 22 Oktober 1844.

Preble adalah orang yang pertama dari pengikut Millerit yang mempromosikan Sabat
dalam bentuk cetak; melalui risalah yang berjudul "Hope of Israel" tanggal 28
Februari 1845 di Portland, Maine. Pada bulan Maret 1845, dia menerbitkan ajaran
Sabat dalam risalah "A Tract, Showing that the Seventh Day Should be Observed as
the Sabbath".[17] Ini menyebabkan pertobatan JN Andrews dan keluarga Adventis
lainnya di Paris, Maine, serta dengan Joseph Bates (tahun 1845). Orang-orang ini
kemudian meyakinkan James dan Ellen White, serta Hiram Edson dan ratusan orang
lainnya.[18] Preble telah memelihara Sabat hari ketujuh hingga pertengahan 1847. Dia
kemudian menolak Sabat dan menentang Advent Hari Ketujuh.

Bates mengusulkan bahwa pertemuan harus diselenggarakan bagi pengikut Millerit di


New Hampshire dan Port Gibson. Pada pertemuan ini, pengikut Millirate di Port
Gibson menerima pesan Sabat dan pada saat yang sama Bates menjalin hubungan
dengan dua orang dari New Hampshire yang kemudian menjadi sangat berpengaruh di
Gereja Advent , James dan Ellen G. White. Antara April, 1848 dan Desember 1850,
diselenggarakan 22 rapat tentang Sabat di New York dan New England. Pertemuan-
pertemuan ini digunakan para pemimpin seperti James White, Joseph Bates, Stephen
Pierce dan Hiram Edson untuk mendiskusikan dan untuk mencapai kesimpulan
tentang isu-isu doktrinal.[19]

Pada tahun 1846, sebuah pamflet yang ditulis oleh Bates menciptakan minat luas
kalangan pemelihara hari Sabat. Tak lama kemudian Bates, James White, Ellen
Harmon, [Hiram Edson], Frederick Wheeler dan [SW Rhodes] memimpin promosi
ajaran Sabat melalui penerbitan-penerbitan berkala. [20]

Pada awalnya diyakini bahwa hari Sabat dimulai pukul 6 petang, tetapi pada 1855
secara umum diterima bahwa Sabat dimulai pada Jumat petang, saat matahari
terbenam.

Majalah Present Truth yang diterbitkan sebagian besar ditujukan untuk


mempromosikan pemeliharaan hari Sabat. JN Andrews adalah orang Advent pertama
untuk menulis buku sehubungan dengan hari Sabat, yang diterbitkan pada tahun 1861.
Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ http://en.wikipedia.org/wiki/Sabbath_in_Seventh-day_Adventism
2. ^ Laurel Damsteegt, ”Apa yang anda perlu ketahui tentang 27 Uraian
Doktrin Dasar Alkitabiah”, Indonesia Publishing House, cetakan 4, 2002. Hal
306
3. ^ The Desire of Ages, hlm. 207
4. ^ Laurel Damsteegt, ”Apa yang anda perlu ketahui tentang 27 Uraian
Diktrin Dasar Alkitabiah”, Indonesia Publishing House, cetakan 4, 2002. Hal
307
5. ^ Idem. Hal 307
6. ^ http://www.adventist.org/beliefs/fundamental/index.html
7. ^ Justin Martyr, First Apology dalam Ante-Nicene
Fathers (GrandRapids: Wm. b. Eerdsinans 1979),jilid 9, hlm. 186
8. ^ Bacciocchi, From Sabbath to Sunday (Rome: Pontifical Gregorian
University Press, 1977), hlm. 223-232.
9. ^ Socrates,Ecclesiastical History, buku 5, bab 22, terjemahan
dalam Nicene and Post-Nicene Fathers seri kedua (Grand Rapids: Wm.B.
Eerdmans, 1979),jilid 2, hlm. 132.
10. ^ Sozomen, Ecclesiastical History, buku 5, bab 22, terjemahan
dalam Nicene and Post-Nicene Fathers seri kedua (Grand Rapids: Wm.B.
Eerdmans, 1979),jilid 2, hlm 390.
11. ^ Gaston H. Halsbcrghe, The Cult of Sol Invictus (Leiden: EJ. Brill, 1972),
hlm. 26, 44.
12. ^ Bacciocchi, Rise of Sunday Observance, hlm. 140.
13. ^ H.G. Heggtveit, Illustreret Kirkehistorie (Chnistiana/Oslo/:Cammer-
meyers Boghandel, 1891-1895), hlm. 202, sebagaimana diterjemahkan
dalam SDA Bible Students’Source book, edisi revisi., hlm. 1000.
14. ^ Codex Yustinianus, buku 3, judul 12, hal 3, terj. dalam Schaff, History
of the Christian Church edisi kelima (New York: Charles Scnibuer, 1902),jilid 3,
hlm, 380, catatan 1).
15. ^ Konsili Laodikea, Kanon 29, dalam Charles J. Hefele, A History of the
Councils of the Church From the Original Documents, terj. dan editor Henry
N. Oxenham (Edinburgh: T and T Clark, 1876),jilid 2, hlm. 316. Lihat juga SDA
Bible Student’s Source book edisi revisi, hlm. 885.
16. ^ Giovanni Domenico Mansi, ed., Sacronum Conciliorum jilid 9, col.
919, dikutip oleh Maxwell, God Cares I, hlm 129. Dikutip sebagian dalam
Andrews, History of the Sabbath and First Day of the Week hlm. 374.
17. ^ http://www.aloha.net/~mikesch/tract.htm
18. ^ Light Bearers to the Remnant
19. ^ Neufield, D (1976). Sabbath Conferences. pp. 1255–1256.
20. ^ "Seventh-day Adventists" section (p. 270–273) in Frank S. Mead,
Samuel S. Hill and Craig D. Atwood, Handbook of Denominations in the United
States, 12th edn. Nashville: Abingdon Press

Kuduskanlah hari Sabat


"Kuduskanlah hari Sabat", atau "Kuduskanlah hari Tuhan", adalah salah satu
dari Sepuluh Perintah Allah[1] yang ditemukan dalam Alkitab Ibrani.

Teks lengkap dari perintah ini menyatakan:

Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat T UHAN, Allahmu;
maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau
anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau
hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya
TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari
ketujuh; itulah sebabnya TUHANmemberkati hari Sabat dan menguduskannya.

— Keluaran 20:8-11
Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Saat Allah memberikan Sepuluh Perintah-Nya kepada bangsa Israel di Gunung Sinai,


mereka diperintahkan untuk mengingat hari Sabat serta menjaga kekudusannya
dengan tidak melakukan pekerjaan apapun dan memperbolehkan seluruh anggota
rumah tangga untuk meninggalkan pekerjaan mereka. [2] Hal ini merupakan pengakuan
atas tindakan penciptaan Allah dan status istimewa yang Allah berikan pada hari
ketujuh dalam pekan penciptaan.[3]

Perjanjian Baru[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Sabat dalam Alkitab

Semua kewajiban atau keharusan moral yang merupakan cerminan sembilan perintah
lainnya dalam Sepuluh Perintah Allah diulangi dalam Perjanjian Baru, namun
perintah terkait hari Sabat ini dikatakan tidak ada sama sekali. [4] Meski demikian, latar
belakang dan pemahaman Yahudi atas perintah menguduskan hari Sabat mempertegas
banyak pembahasan dan narasi dalam Perjanjian Baru. [5] Sebagai
contoh, Yesus dikisahkan mencela orang-orang Yahudi karena kesalahpahaman
mereka akan Hukum Musa dengan menjalankan perintah hari Sabat secara lebih ketat
daripada yang telah Allah perintahkan. Menurut Yesus, makan pada hari Sabat tidak
melanggar hukum, sekalipun makanan tersebut diperoleh dengan memetik gandum
langsung dari bulirnya. Melakukan perbuatan baik pada hari Sabat juga dipandang
tidak melanggar hukum oleh Yesus. Menyembuhkan orang sakit merupakan suatu
karya belas kasih atau kerahiman, dan Yesus, yang digambarkan sebagai Tuhan atas
hari Sabat, merupakan figur yang penuh belas kasihan. Konsekuensinya, dalam
Kekristenan, kritik atas penyembuhan yang dilakukan pada hari Sabat tidak dapat
dibenarkan.[6]

Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar,
murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah
orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang
tidak diperbolehkan pada hari Sabat."

Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud,
ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah
Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik
olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau
tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam
melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata
kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti
maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,
tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia
adalah Tuhan atas hari Sabat."

Setelah pergi dari sana, Yesus masuk ke rumah ibadat mereka. Di situ ada seorang
yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepada-Nya: "Bolehkah
menyembuhkan orang pada hari Sabat?" Maksud mereka ialah supaya dapat
mempersalahkan Dia. Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Jika seorang dari antara
kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari
Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia
jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat."

Lalu kata Yesus kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya,
maka pulihlah tangannya itu, dan menjadi sehat seperti tangannya yang lain. Lalu
keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.

—  Matius 12:1-14[7]
Pandangan Katolik[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Sepuluh Perintah Allah dalam teologi Katolik

Paus Benediktus XVI mengutip kata-kata Jacob Neusner, seorang akademisi


dan rabi Yahudi, untuk menjelaskan bahwa bagi Israel memelihara perintah ini adalah
lebih dari sekadar ritual; perintah ini merupakan suatu cara meneladani Allah yang
beristirahat pada hari ketujuh setelah peristiwa penciptaan dunia. Selain itu perintah

ini ketiga juga membentuk inti dari tatanan sosial.

Paus Benediktus XVImempersembahkan Ekaristi, suatu sakramen yang dirayakan


dalam setiap MisaKatolik.

Kendati ada sedikit denominasi Kristen yang mengikuti praktik Yahudi dengan


merayakan hari Sabat pada hari Sabtu, umat Katolik bersama dengan sebagian besar
umat Kristen merayakan hari Minggu sebagai suatu hari khusus, yang mereka sebut
"Hari Tuhan". Praktik ini dimulai pada abad pertama, timbul dari keyakinan jemaat
saat itu bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati pada hari pertama minggu
tersebut.[note 1][9] Didache memuat seruan agar umat Kristen berkumpul bersama pada
Hari Tuhan untuk memecahkan roti dan bersyukur. Tertulianus adalah orang pertama
yang menyebutkan istirahat pada hari Minggu: [9] "Bagaimanapun (sebagaimana tradisi
mengajarkan kita) pada hari Kebangkitan Tuhan kita seharusnya tidak hanya berlutut,
tetapi juga memelihara setiap sikap dan kesadaran, menangguhkan bahkan urusan-
urusan kita agar jangan sampai kita memberi suatu tempat bagi iblis" ("De orat.",
xxiii; lih. "Ad nation.", I, xiii; "Apolog.", xvi).

Pada abad ke-6, Santo Sesarius dari Arles mengajarkan bahwa seluruh kemuliaan hari
Sabat Yahudi telah dipindahkan ke hari Minggu dan umat Kristen harus memelihara
hari Minggu dengan cara yang sama sebagaimana orang Yahudi diperintahkan untuk
memelihara hari Sabat. Konsili Orléans III pada tahun 538 mengecam kecenderungan
ini, yang menerapkan hukum Sabat Yahudi ke dalam perayaan hari Minggu Kristen,
karena bermotif Yahudi dan non-Kristen.[9]
Pada abad-abad berikutnya para pemimpin Gereja mencantumkan istirahat hari
Minggu ke dalam ajaran resmi Gereja, dan para pemerintah Kristen sepanjang sejarah
telah berupaya untuk memberlakukan istirahat hari Minggu. [9] Bagi umat Katolik,
ajaran Yesus bahwa "hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk
hari Sabat"[10] berarti bahwa perbuatan-perbuatan baik "pada saat kebutuhan orang lain
menuntutnya" dapat menjadi bagian dari hari istirahat. [11] Katekismus Gereja
Katolik menyajikan panduan tentang bagaimana merayakan Hari Tuhan, termasuk
menghadiri Misa pada hari Minggu dan hari-hari raya wajib.[12] Pada hari-hari
tersebut, umat Katolik mungkin tidak bekerja atau melakukan aktivitas yang
menghalangi ibadah yang ditujukan kepada Allah, tetapi "karya-karya belas kasih dan
relaksasi yang pantas dalam semangat suka cita" diizinkan. [11]

Menurut Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat (USCCB), perintah ini "telah


diwujud nyatakan bagi umat Katolik" sebagai salah satu dari aturan-aturan Gereja.
Organisasi tersebut mengutip ensiklik kepausan Dies Domini:

Karena umat beriman diwajibkan untuk menghadiri Misa kecuali ada suatu halangan
serius, para pastor memiliki tugas untuk menawarkan kemungkinan nyata kepada
semua orang agar dapat memenuhi aturan tersebut. ... Namun lebih dari sekadar
aturan, perayaan [Misa] seharusnya dilihat sebagai suatu kebutuhan yang timbul dari
kedalaman hidup Kristiani. Adalah sangat penting bahwa semua umat beriman
seharusnya yakin bahwa mereka tidak dapat menghidupi iman mereka atau berbagi
secara penuh dalam kehidupan komunitas Kristiani kecuali mereka mengambil bagian
secara teratur dalam persekutuan Ekaristis di hari Minggu. [13]

Anda mungkin juga menyukai