Anda di halaman 1dari 13

HARI TUHAN

Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita
karenanya!

Mazmur 118:24

Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia


Kotak Pos 1114
Surabaya - 60011

HARI TUHAN
Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita
karenanya!

Mazmur 118:24
Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar . . .

Wahyu 1:10
Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecahmecahkan roti, . . .

Kisah Para Rasul 20:7


Tentang

pengumpulan

uang

bagi

orang-orang

kudus,

hendaklah

kamu

melakukannya sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada jemaatjemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masingmasing sesuai dengan apa yang kamu peroleh menyisihkan sesuatu ..

1 Korintus 16:1-2
I. HARI TUHAN BUKAN HARI SABAT
Dalam enam hari, Allah telah menyelesaikan penciptaan langit, bumi dan segala
sesuatu. Pada hari ketujuh, Ia berhenti dari segala pekerjaan-Nya dan menikmati sabat
(perhentian). Berselang hampir dua ribu lima ratus tahun kemudian, Allah menurunkan
kesepuluh hukum (Kel. 20:1-17), dan dalam hukum keempat ditetapkan agar manusia
memperingati hari Sabat, demi memperingati perbuatan Allah. Tujuan peringatan ini ialah
agar umat-Nya mengenangkan kembali, bahwa Allah dalam enam hari telah
menyelesaikan penciptaan alam semesta, kemudian Ia mengaso pada hari ketujuh. Allah
memberikan hari Sabat ini kepada manusia, agar manusia juga menikmati perhentian.
Perkara-perkara dalam Perjanjian Lama hanya merupakan bayangan dari perkaraperkara indah yang akan datang (Ibr. 10:1). Hari Sabat yang Allah berikan kepada
manusia itu, juga mengandung makna rohani seperti halnya perkara-perkara lain dalam
Perjanjian Lama. Allah menciptakan manusia pada hari keenam, pada hari ketujuh Ia
menikmati perhentian. Jadi, begitu manusia tercipta, manusia bukan bekerja dahulu,
melainkan memasuki perhentian Allah. Allah terlebih dulu bekerja selama enam hari

kemudian baru menikmati perhentian, tetapi manusia sebaliknya. Manusia menikmati


perhentian dulu, baru kemudian bekerja. Inilah prinsip Injil. Karena itu, hari Sabat adalah
lambang dari Injil. Terlebih dulu ada keselamatan, kemudian baru ada pekerjaan; ada
hayat dahulu, kemudian baru ada perbuatan. Perhentian mendahului pekerjaan,
perhentian mendahului perbuatan, inilah Injil. Allah memperlihatkan kepada kita bahwa
Ia telah menyediakan perhentian penebusan, agar kita kemudian dapat bekerja. Syukur
kepada Allah, setelah memiliki perhentian barulah dapat bekerja.
Hari Sabat berarti manusia tidak bekerja, melainkan memasuki perhentian Allah.
Manusia masuk ke dalam perhentian Allah, berarti manusia sendiri tidak bekerja,
melainkan menerima pekerjaan Allah. Karena itu, jika ada orang yang melanggar hari
Sabat, alangkah besar dosa itu! Allah menyuruh Anda tidak perlu bekerja, cukup mengaso
saja, Anda harus taat; jika Anda tetap bekerja, itu berarti Anda menolak perhentian yang
dikaruniakan Allah kepada Anda.
Melanggar hari Sabat itu sama dengan Musa memukul batu karang dengan
tongkatnya. Allah memerintahkan Musa untuk menyuruh batu karang itu mengalirkan
air, tidak memerintahkannya memukul batu karang, sebab batu karang pernah dipukul
sekali, tidak seharusnya dipukul lagi. Pekerjaan sudah selesai, tak perlu dikerjakan lagi.
Jika dikerjakan lagi, berarti menyangkal pekerjaan yang telah rampung. Musa seharusnya
mematuhi firman Allah, yaitu menyuruh batu karang mengalirkan air. Jika ia
memukulnya lagi, itu berarti menyangkal pekerjaan Allah yang pertama kali. Namun,
Musa melanggar perintah Allah, sebab itu, ia tidak dapat masuk ke tanah Kanaan (Kel.
17:1-6; Bil. 20:7-12).
Dalam pandangan manusia, pelanggaran atas hari Sabat seolah-olah tidak begitu
berarti. Tetapi, ditinjau dari kebenaran Allah, betapa seriusnya perkara ini. Manusia harus
menikmati perhentian Allah dahulu, baru bisa bekerja; manusia harus menerima Injil
dahulu, baru bisa memiliki perbuatan; manusia harus memperoleh perhentian Allah
dahulu, baru bisa mengerjakan pekerjaan Allah. Bila manusia melanggar hari Sabat, itu
sama dengan melanggar prinsip yang telah Allah tetapkan. Itulah sebabnya nilai hari
Sabat begitu tinggi dalam zaman Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, jika ada
seseorang memungut kayu pada hari Sabat, ia akan diseret oleh umat keluar perkemahan,
lalu dirajam dengan batu sampai mati; sebab ia telah melanggar hari Sabat Allah (Bil.
15:32-36). Orang yang tidak memelihara Sabat, berarti ia dapat bekerja sendiri;
berdasarkan dirinya sendiri, ia dapat melakukan sesuatu. Dengan kata lain, ia tak
memerlukan pekerjaan Allah. Allah sangat puas akan pekerjaan-Nya; manusia
memelihara hari Sabat berarti manusia juga merasa puas akan pekerjaan Allah.
Memelihara hari Sabat berarti manusia mengaso dalam perhentian Allah, manusia

menerima pekerjaan Allah. Maka perintah Allah dalam Perjanjian Lama ialah: manusia
tidak boleh mengerjakan pekerjaan apa pun pada hari Sabat. Inilah yang diperlihatkan
Perjanjian Lama kepada kita.
Tetapi sampai Perjanjian Baru, keadaannya berbeda. Pada hari Sabat, Tuhan
Yesus pergi ke bait Allah untuk membaca kitab Suci (Luk. 4:16), juga mengajar orang di
bait Allah (Mrk. 1:21). Para rasul pada hari Sabat mengajar dan berkhotbah di tempattempat ibadah (Kis. 17:1-3; 18:4). Dari sini terbukti bahwa hari Sabat tidak saja ada
perhentian pada aspek negatifnya, juga ada pemanfaatannya yang positif. Asalnya, hari
Sabat merupakan hari beristirahatnya tubuh, tetapi pada Perjanjian Baru, hari Sabat telah
berubah menjadi hari untuk menuntut (mencari) perihal rohani. Inilah satu kemajuan.
Jika kita membaca Alkitab dengan cermat, kita akan nampak bahwa wahyu Allah
dalam Alkitab selalu progresif. Dalam berita Membaca Alkitab, kita juga menyinggung
pentingnya menemukan fakta, sebab dalam fakta terkandung terang. Di mana ada
perubahan fakta, di situ ada terang baru. Demikian pula halnya dengan hari Sabat. Pada
mulanya Alkitab mengatakan, Allah memberkati hari ketujuh (Kej. 2:3). Namun ketika
Tuhan Yesus bangkit, Alkitab mencantumkan, Hari pertama minggu itu (Mat. 28:1).
Di situ tidak dikatakan, Hari ketujuh, melainkan hari pertama minggu itu, yakni hari
kebangkitan Tuhan Yesus. Keempat kitab Injil memperlihatkan kepada kita, bahwa Tuhan
Yesus bangkit pada hari pertama minggu itu. Setelah Tuhan Yesus bangkit, sedikitnya
tercantum lima kali Ia menyatakan diri-Nya, dan semua itu terjadi pada hari pertama
dalam satu minggu (Yoh. 20:1, 11-19; Mat. 28:1, 9; Luk. 24:1, 13-15, 34, 36). Dalam
Kisah Para Rasul kita nampak pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Hari Pentakosta adalah hari setelah hari Sabat (Im. 23:15-16), yakni hari pertama dalam satu
minggu. Jadi, hari pertama dalam satu minggu adalah hari Tuhan. Hal ini akan kita bahas
lagi di belakang. Sudah tentu, ini bukan berarti Allah akan mengganti hari Sabat dengan
hari Tuhan. Namun Alkitab dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa Allah telah
mengalihkan perhatian kita, yaitu agar kita memperhatikan hari pertama dalam satu
minggu itu.
Seperti telah kita katakan di depan bahwa hari Sabat melambangkan Injil. Bila
realitas Injil itu telah tiba, maka berlalulah lambang tersebut. Prinsip hari Sabat ialah
Injil, sama seperti salib adalah prinsip persembahan. Semua lembu atau domba yang
dipakai untuk kurban persembahan dalam Perjanjian Lama, melambangkan Anak Domba
Allah Tuhan Yesus. Setelah Tuhan Yesus datang, lembu dan domba tidak dipakai lagi.
Bila hari ini masih ada orang yang membawa lembu atau domba untuk dipersembahkan,
itu berarti ia tidak mengenal salib. Tuhan telah menjadi kurban persembahan, bagaimana
mungkin manusia masih memberikan persembahan lembu atau domba? Demikian pula,

Injil telah tiba, manusia dapat menikmati perhentian di hadapan Allah melalui Injil.
Karena Allah melalui penebusan Putra-Nya di salib telah menggenapkan segala pekerjaan
bagi kita, maka Allah tidak memerintahkan kita mengerjakan apa-apa dahulu, melainkan
memerintahkan kita mengaso dahulu, yakni mengaso dalam pekerjaan Putra-Nya. Kita
datang ke hadirat Allah bukan untuk bekerja, melainkan untuk mengaso; sebab Injil
menyuruh kita mengaso di hadapan Allah. Sesudah mengaso barulah kita melayani Allah.
Setelah perhentian Injil datang, dengan sendirinya bagi kaum beriman hari Sabat itu pun
berlalu, sama seperti kurban lembu atau domba telah berlalu. Sebagaimana hari ini tiada
lagi kurban lembu atau domba, demikian pula hari ini tiada lagi hari Sabat. Hari Sabat
ialah suatu lambang dalam Perjanjian Lama, yang telah terwujud saat Perjanjian Baru
tiba.
II. DASAR HARI TUHAN
Dalam Perjanjian Lama, Allah memilih satu hari dari antara ketujuh hari, yaitu
hari ketujuh, dan menetapkannya sebagai hari Sabat. Dalam Perjanjian Baru, walaupun
hari ketujuh itu telah berlalu, namun prinsip pemilihan satu hari dari antara ketujuh hari
itu masih berlaku, hanya saja Perjanjian Baru menetapkan hari lain, bukannya mengganti
hari Sabat menjadi Hari Tuhan. Kalau pada masa Perjanjian Lama Allah memilih hari
ketujuh dalam seminggu, maka pada masa Perjanjian Baru Ia memilih hari pertama.
Bukan mengganti hari ketujuh menjadi hari pertama, melainkan memilih satu hari yang
lain. Hari yang lain ini sama sekali berlainan dengan hari Sabat Perjanjian Lama.
Mazmur 118:22-24 mengatakan, Batu yang dibuang oleh tukang-tukang
bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu
perbuatan ajaib di mata kita. Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersoraksorak dan bersukacita karenanya! Ayat-ayat ini sangat penting. Di sini kita nampak satu
kalimat, Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan. Berguna tidaknya sebuah
batu tergantung pada tukang bangunan; jika tukang mengatakan batu ini tak berguna, ia
tak berguna. Namun ada satu hal yang ajaib, yaitu batu yang dibuang oleh tukangtukang bangunan telah Allah jadikan batu penjuru, yaitu batu dasar; Allah telah
meletakkan kewajiban yang terpenting di atas diri-Nya. Hal itu terjadi dari pihak
TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Ini benar-benar perkara yang sangat ajaib.
Pada ayat 24 kita dapati satu kalimat yang lebih ajaib, Inilah hari yang dijadikan
TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! Ini berarti bahwa hari
dibuangnya batu oleh tukang-tukang bangunan (dan batu itu telah dijadikan batu penjuru
oleh Allah), adalah hari yang ditetapkan oleh TUHAN. Meskipun tukang-tukang bangun-

an membuang batu itu, tetapi Allah telah melakukan satu perkara yang ajaib, yaitu
menjadikan batu itu batu penjuru, dan hari itu menjadi hari yang ditetapkan TUHAN.
Kita harus mencari, sebenarnya hari manakah yang menjadi hari yang ditetapkan
TUHAN itu. Pada hari manakah tukang-tukang bangunan membuang batu, yang
kemudian Allah jadikan sebagai batu penjuru? Di manakah hari itu? Mari kita baca Kisah
Para Rasul 4:10-11, Maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel
bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang
telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati bahwa oleh karena Yesus itulah
orang ini berdiri dalam keadaan sehat sekarang di depan kamu. Yesus adalah batu yang
dibuang oleh tukang-tukang bangunan yaitu kamu sendiri namun Ia telah menjadi
batu penjuru. Ayat 10 mengatakan, telah kamu salibkan, tetapi yang telah
dibangkitkan Allah dari antara orang mati. Ayat 11 menjelaskan, Yesus adalah batu
yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, namun Ia telah menjadi batu penjuru.
Dengan kata lain, batu yang telah menjadi batu penjuru ialah Tuhan Yesus yang telah
bangkit. Hari Ia dibuang oleh tukang-tukang bangunan, itulah hari Ia disalibkan; dan hari
Ia menjadi batu penjuru, itulah hari Ia dibangkitkan dari antara orang mati. Karena itu,
hari yang dijadikan/ditetapkan TUHAN ialah hari kebangkitkan Tuhan Yesus. Yang
dibuang orang, dibangkitkan oleh Allah; kebangkitan ini adalah perbuatan Allah. Jadi,
hari kebangkitan Tuhan Yesus itulah hari yang ditetapkan Allah. Suatu perbuatan ajaib di
mata kita, karena hari itu bukan hari yang ditetapkan manusia, melainkan ditetapkan
Allah. Jadi, hari apakah yang ditetapkan Allah? Tidak lain ialah hari kebangkitan Tuhan
Yesus.
Di sini kita nampak bahwa pada dasarnya hari kita berbeda dengan hari Sabat di
bawah Taurat Perjanjian Lama. Pada hari Sabat Perjanjian Lama orang tidak boleh
berbuat ini, tidak boleh berbuat itu, semua serba negatif. Jika seseorang melanggar hari
Sabat, ia harus dihukum mati; hukumannya sangat berat. Tetapi, perasaan semacam itu
tidak terdapat pada kita hari ini. Allah menubuatkan bahwa pada zaman Perjanjian Baru
Ia akan memilih satu hari yang lain. Allah tidak mengatakan pada hari itu kita tak boleh
melakukan sesuatu, melainkan kita harus berbuat sesuatu. Allah ingin kita bersorak-sorai
dan bersukacita pada hari yang ditetapkan-Nya itu. Maka ciri-ciri Hari Tuhan ialah
adanya perintah-perintah yang positif, tanpa yang negatif.
Kita perlu memberi penjelasan lebih lanjut atas hari ini. Allah tidak saja
menggabungkan hari menjadi tahun dan bulan, tetapi juga menggabungkan hari menjadi
minggu. Seolah-olah setiap tujuh hari merupakan satu bagian, dan berakhir pada hari
ketujuh. Telah kita katakan bahwa hari Sabat adalah lambang yang berada dalam ciptaan
lama. Begitu Tuhan Yesus bangkit dari kematian, mulailah ciptaan baru. Berakhirnya

ciptaan lama ialah pada hari ketujuh dalam satu minggu, jelas sekali itu menjadi satu
minggu, satu minggu yang lengkap. Sedang permulaan ciptaan baru ialah pada hari
pertama dalam satu minggu, satu permulaan baru yang mutlak bersih dan tegas. Satu
minggu yang terdahulu mutlak usang, sedangkan satu minggu yang kemudian mutlak
baru. Ciptaan lama dan ciptaan baru terpisah dengan jelas sekali. Bukan dalam seminggu
separuh usang, separuh baru, melainkan terpisah dengan jelas dan tegas; yang satu mutlak
ciptaan lama, yang satu lagi mutlak ciptaan baru. Tanpa sisa, hanya ada satu minggu yang
utuh. Tuhan Yesus bangkit pada hari pertama dalam minggu itu, maka satu minggu itu
merupakan ciptaan baru yang lengkap dan genap. Gereja di bumi terlahir pada hari
Pentakosta, juga hari pertama dalam minggu itu, maka itu pun sepenuhnya baru.
Seandainya Tuhan bukan bangkit pada hari pertama dalam satu minggu, misalnya pada
hari ketujuh atau satu hari lainnya, tentu akan terdapat ciptaan baru dan ciptaan lama
dalam satu minggu, sehingga menjadi bercampur-aduk. Namun, Tuhan Yesus bangkit
pada hari pertama dalam satu minggu, itulah awal permulaan satu minggu yang lain. Satu
minggu itu ciptaan lama, satu minggu ini ciptaan baru. Perkara-perkara ciptaan lama
berakhir sampai hari terakhir hari ketujuh dalam satu minggu itu; sedang ciptaan
baru dimulai pada hari pertama dalam satu minggu atau ketujuh hari berikutnya.
Demikianlah ciptaan baru terpisah dengan ciptaan lama secara tegas dan tuntas.
Dalam satu minggu, Allah sengaja memilih satu hari, dan hari ini disebut Alkitab
Hari Tuhan, yang tercantum dalam Wahyu 1:10. Pernah ada orang mengatakan Hari
Tuhan adalah hari kedatangan Tuhan yang juga tercantum dalam Alkitab. Padahal
bukan. Dalam bahasa aslinya, istilah hari Tuhan ini sama sekali berbeda dengan hari
kedatangan Tuhan. Hari kedatangan Tuhan ialah hari kedatangan Tuhan yang kedua
kalinya (1 Tes. 5:2; 2 Tes. 2:2; 2 Ptr. 3:10). Keduanya mutlak berbeda. Di lain pihak,
dalam karangan-karangan bapa-bapa gereja kuno, kita dapat menemukan banyak data
yang membuktikan bahwa Hari Tuhan itu ditujukan kepada hari pertama dalam ketujuh
hari, sebagai hari berhimpun atau bersidangnya seluruh gereja. Ada juga orang
mengatakan, orang-orang Kristen abad kedua dan ketiga biasanya bersidang setiap hari
Sabat, hingga abad keempat baru diubah. Perkataan itu tidak sesuai dengan
kenyataannya. Sebab dalam tulisan-tulisan para bapa gereja kuno, terdapat banyak data
yang membuktikan, mulai dari murid-murid Yohanes sampai dengan abad keempat,
perhimpunan orang Kristen semua dilakukan pada hari pertama dalam ketujuh hari (Lihat
bab terakhir dalam buku ini).

III. PENGGUNAAN HARI TUHAN


Menurut Alkitab ada tiga perkara yang harus khusus diperhatikan dalam
penggunaan hari Tuhan:
Pertama, seperti yang tercantum dalam Mazmur 118:24, yaitu setiap anak-anak
Allah wajib bersorak-sorak dan bersukacita pada hari pertama dalam satu minggu ini.
Tuhan kita telah bangkit dari kematian. Inilah hari yang ditetapkan Allah, maka pada
setiap hari ini, kita wajib memelihara satu sikap, yaitu bersorak-sorak dan bersukacita.
Hari ini adalah hari kebangkitan Tuhan kita, tiada satu hari yang seperti hari ini. Pada hari
pertama dalam satu minggu, Tuhan menyatakan diri-Nya kepada murid-murid; Tuhan
berhimpun bersama mereka. Tercurahnya Roh Kudus pada hari Pentakosta, juga terjadi
pada hari pertama dalam ketujuh hari. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan
telah menjadi batu penjuru, ini sebenarnya ditujukan kepada penyaliban dan kebangkitan
Tuhan Yesus. Penolakan orang-orang Yahudi mengacu kepada penolakan tukang-tukang
bangunan; kebangkitan Tuhan Yesus membuat diri-Nya menjadi batu penjuru. Inilah hari
yang ditetapkan Allah, maka kita wajib bersorak-sorak dan bersukacita di hari tersebut,
ini adalah suatu hasil yang timbul dengan sendirinya.
Kedua, Kisah Para Rasul 20:7 mengatakan, Pada hari pertama dalam minggu
itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti . . . Menurut bahasa aslinya,
istilah hari pertama dalam minggu itu tidaklah terbatas pada hari pertama dalam
ketujuh hari tertentu, melainkan setiap hari pertama dalam ketujuh hari; dan pada setiap
hari inilah mereka berkumpul untuk memecah-mecahkan roti memperingati Tuhan. Inilah
perkara yang dilakukan dengan spontan oleh semua gereja pada masa itu. Ya, hari
manakah yang lebih indah daripada hari pertama dalam ketujuh hari ini? Hari pertama
dalam satu minggu adalah hari kebangkitan Tuhan dari kematian; hari ini adalah hari
perjumpaan kita dengan Tuhan. Ada satu perkara yang wajib kita lakukan pada hari ini,
yaitu memperingati Tuhan. Inilah hari yang dipilih Tuhan. Kita wajib terlebih dulu datang
ke hadapan Tuhan pada hari pertama dalam satu minggu. Hari Tuhan ialah hari pertama
dalam satu minggu (hari Senin adalah hari kedua dalam satu minggu); pada hari ini, kita
wajib berjumpa dengan Tuhan.
Pemecahan roti dalam Alkitab memiliki dua makna: Pertama ialah memperingati
Tuhan, kedua ialah menyatakan adanya persekutuan di antara kita dengan sesama anakanak Allah. Yang pertama menyatakan persekutuan kita dengan Allah, persekutuan kita
dengan Tuhan; yang kedua menyatakan persekutuan kita dengan Tubuh Tuhan, yakni
dengan gereja. Roti mewakili Tuhan, juga mewakili gereja. Setiap Hari Tuhan adalah hari
terbaik untuk kita bersekutu, baik dengan Tuhan maupun dengan segenap anak-anak

Allah. Walau kita di bumi ini terbatas oleh ruang dan waktu, sehingga tak mungkin
bersekutu dan berjabat tangan dengan setiap anak-anak Allah, namun setiap hari Tuhan,
tangan setiap anak-anak Allah menjamah roti yang seketul ini. Tak peduli di mana saja,
setiap anak-anak Allah pasti menyentuh roti ini, tangan kita juga menyentuh roti ini, ini
berarti kita telah bersekutu dengan semua anak-anak Allah. Di sini kita tidak saja bertemu
dengan Tuhan kita, juga bertemu dengan seluruh saudara saudari kita. Dalam Sidang ini,
Anda tidak saja bersekutu dengan saudara saudari yang bersama-sama memecahkan roti,
Anda juga bersekutu dengan setiap orang yang menyentuh roti ini. Pada hari ini, tangan
laksaan orang beriman di seluruh dunia menyentuh roti ini. Roti adalah satu, maka kita,
sekalipun banyak, adalah satu tubuh (1 Kor. 10:17). Kita bersama-sama memecahkan
roti, berarti kita bersekutu di dalam roti ini.
Saudara saudari yang baru percaya Tuhan harus belajar bersekutu dengan setiap
anak-anak Allah, tanpa sekatan. Sejak mulanya harus belajar mengasihi, belajar
mengampuni. Bila Anda tak mau belajar mengasihi dan mengampuni, Anda tak dapat
menyentuh roti ini. Tak seorang pun di antara anak-anak Allah yang boleh Anda benci
atau tolak, dan tak seorang pun yang dengannya Anda boleh bersekatan; kecuali mereka
mempunyai masalah sehingga dikucilkan karena suatu kelakuan (1 Kor. 5:11), atau
karena suatu kebenaran (2 Yoh. 7-11). Anda wajib bersekutu dengan setiap anak-anak
Allah yang normal. Karena kita memperingati Tuhan kita, karena kita menjamah-Nya,
maka kita pun menjamah semua orang yang menjadi milik-Nya. Karena Tuhan demikian
mengasihi kita, menyerahkan diri-Nya bagi kita, maka kita tak dapat tidak memperingatiNya, kita tak dapat tidak mengasihi orang yang dikasihi-Nya, kita tak dapat tidak
memaafkan atau mengampuni orang yang diampuni-Nya, kita pun tak dapat tidak teringat
akan orang yang diingat-Nya. Tidak ada satu hari lainnya yang lebih indah daripada hari
pertama dalam ketujuh hari ini, sebab inilah hari yang ditetapkan Tuhan, inilah hari
kebangkitan Tuhan kita. Pada hari ini kita ingat kepada semua orang yang bersama kita
mendapatkan ciptaan baru. Inilah perkara yang wajar dan spontan.
Ketiga, dalam 1 Korintus 16:1-2 dikatakan, Tentang pengumpulan uang bagi
orang-orang kudus, hendaklah kamu melakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang
kuberikan kepada jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu
hendaklah kamu masing-masing sesuai dengan apa yang kamu peroleh
menyisihkan sesuatu dan menyimpannya, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan
pada saat aku datang. Di sini kita nampak perkara ketiga, yang wajib dilakukan pada
hari pertama dalam tiap minggu. Paulus meminta gereja-gereja di Galatia melakukan
demikian, ia juga meminta gereja di Korintus melakukan hal yang sama. Ini menjelaskan
kepada kita bahwa di zaman rasul, hari pertama dalam tiap minggu merupakan hari yang

istimewa. Pada hari itu ada pemecahan roti memperingati Tuhan, juga ada pengumpulan
uang bagi orang-orang kudus. Pada hari pertama dalam tiap minggu, setiap orang harus
menyisihkan sebagian dari penerimaannya untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah
perkara yang sangat indah. Di satu pihak ada pemecahan roti, di pihak lain ada
persembahan. Di satu pihak kita memperingati bagaimana Tuhan mengaruniakan diriNya kepada kita, di pihak lain kita memberi persembahan kepada Tuhan. Jika seseorang
di hadapan Allah menerima lebih banyak, ia wajib memberikan lebih banyak. Dalam
sekian banyak kurban pujian dan syukur, persembahan uang juga merupakan salah satu
kurban yang perlu kita persembahkan (Ibr. 13:16). Dengan berbuat demikian, hati Allah
akan berkenan. Sejak permulaan kita menjadi orang, kita harus belajar dan melaksanakan
memberikan persembahan uang pada Hari Tuhan.
Kita tidak seharusnya dengan sembarangan mencomot sedikit uang dari saku kita,
lalu memasukkannya ke dalam peti persembahan. Sebelumnya kita harus dengan rasa
hormat dan khidmat menghitung dan mempersiapkannya di rumah; atau memasukkannya
lebih dulu ke dalam amplop, kemudian dengan rasa hormat dan khidmat memasukkannya
ke dalam kotak persembahan. Di sini Paulus memperlihatkan kepada kita bahwa
persembahan uang harus dilakukan secara terencana, diperhitungkan lebih dahulu. Setiap
hari pertama dalam seminggu, kita harus menyisihkan penerimaan kita sendiri dan
berkata kepada Tuhan, Tuhan, Engkau telah mengaruniakan berkat yang limpah
kepadaku, kini aku menyisihkan apa yang kuperoleh untuk kupersembahkan kepadaMu. Anda harus menetapkan sebagian yang ingin Anda persembahkan dengan rela hati,
entah itu banyak atau sedikit. Kita harus mengetahui bahwa pemecahan roti adalah satu
perkara yang serius, persembahan uang juga adalah satu perkara yang serius.
Tuhan sengaja menyisihkan satu hari dalam satu minggu dan menyebutnya hari
Tuhan. Semoga saudara saudari pada hari ini dapat menikmati kasih karunia Tuhan dan
dapat melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya. Hari Tuhan kita berbeda dengan hari Sabat
Perjanjian Lama. Yang dipentingkan oleh hari Sabat ialah: pantang berbuat ini dan tidak
boleh berbuat itu; itulah sebabnya orang-orang Yahudi menyalahkan Tuhan Yesus ketika
Ia menyembuhkan orang sakit atau mengusir setan pada hari Sabat. Namun hari Tuhan
bukanlah untuk istirahat tubuh, bukan pula untuk berhenti bekerja. Hari Tuhan sama
sekali berbeda dengan hari Sabat. Hari Tuhan sama sekali tidak mengandung konsepsi
bekerja atau mengaso. Apa yang boleh dikerjakan pada hari lain, pada hari Tuhan juga
boleh dikerjakan; dan apa yang pantang dikerjakan di hari lain, pantang pula dikerjakan
pada hari Tuhan. Alkitab tidak memberitahu kita, boleh atau pantang berjalan, boleh atau
pantang membeli barang, dan boleh atau pantang berbuat ini atau itu pada hari Tuhan;
atau harus memelihara hari Tuhan seperti halnya orang memelihara hari Sabat. Yang

Alkitab katakan kepada kita ialah kita harus bersorak-sorak dan bersukacita pada Hari
Tuhan, dan mengkhususkan diri datang ke hadirat Tuhan untuk menerima kasih karuniaNya, memperingati Tuhan, melayani Tuhan serta memberikan persembahan. Kita harus
memisahkan hari Tuhan ini sebagai hari yang istimewa dalam seumur hidup kita.
Setidaknya, kita harus memperuntukkan hari pertama dalam satu minggu ini bagi Tuhan.
Hari ini bukan hari kita, melainkan Hari Tuhan. Waktu ini waktu Tuhan, bukan waktu
kita. Sibuk untuk Tuhan, mengaso pun untuk Tuhan. Melakukan atau tidak melakukan
suatu perkara, semua untuk Tuhan; ini sama sekali tidak mengandung perasaan hari
Sabat. Hari ini adalah hari kita memberikan persembahan kepada Tuhan. Inilah hari
Tuhan.
Perkataan yang diucapkan Yohanes sangatlah indah, katanya, Pada hari Tuhan
aku dikuasai oleh Roh (di dalam roh) . . . (Why. 1:10). Semoga banyak orang dapat
berkata, Pada hari Tuhan, aku di dalam Roh. Semoga hari ini menjadi hari Roh Kudus
menggerakkan gereja-Nya. Semoga hari ini menjadi hari kita menerima berkat-Nya. Kita
mengharapkan saudara saudari yang baru percaya, sejak semula dapat mementingkan hari
Tuhan ini, dan pada hari ini dapat memberikan persembahan sebaik-baiknya kepada
Tuhan, serta berkata kepada Tuhan, Ya Tuhan, hari ini adalah hari-Mu. Jika sejak remaja kita sudah berbuat demikian, maka setelah lewat 70 tahun, kita dapat mengatakan
bahwa kita telah mutlak bagi Tuhan selama 10 tahun penuh. Ini akan menjadi berkat
besar bagi gereja. Ya Tuhan! Dalam sehari ini, aku menggunakan semua waktuku untukMu, dengan sukacita aku memecahkan roti memperingati-Mu; aku persembahkan apa
yang kumiliki kepada-Mu. Jika kita semua berbuat demikian, niscaya berkat Allah akan
tercurah secara besar-besaran ke dalam gereja-Nya.
CATATAN TAMBAHAN TENTANG DATA-DATA SEJARAH HARI TUHAN
PADA GEREJA KUNO
Mengenai hari Tuhan, tercantum dalam buku Ajaran-ajaran Para Rasul (sejilid
kitab pertama yang umum dibaca dalam gereja selain Alkitab, yang ditulis sekitar tahun
75-90, hampir bersamaan waktunya dengan kitab Wahyu) sebagai berikut: Setiap hari
Tuhan kamu harus berhimpun bersama memecah-mecahkan roti sambil bersyukur, dan
harus terlebih dahulu mengaku dosa-dosamu. Dengan demikian, kurban yang kamu
persembahkan itu akan menjadi suci dan bersih. Ini dengan jelas menunjukkan kepada
kita bahwa kaum beriman sejak akhir abad pertama sudah bersidang pada tiap hari Tuhan.
Rasul Yohanes mempunyai seorang murid yang bernama Ignatius; ia lahir pada
tahun 30 dan mati sahid pada tahun 107. Ia pernah menulis sepucuk surat kepada kaum

beriman di Mernisia pada tahun 100. Dalam suratnya pasal kesembilan ia mengatakan
dengan jelas, Kalian (orang Yahudi) yang menurut ajaran kuno, hari ini janganlah
memelihara hari Sabat (hari ketujuh) lagi, melainkan harus memelihara hari Tuhan.
Sebab hayat kita telah dibangkitkan bersama Dia. Ini juga memperlihatkan kepada kita
bahwa gereja di masa semula bukan memelihara hari Sabat, melainkan hari Tuhan.
Sekitar tahun 120, Barnabas (bukan Barnabas yang terdapat dalam Alkitab) dalam
suratnya pasal 15 mencatat kata-kata, Kita memelihara hari ke delapan dengan sukacita,
itulah hari kebangkitan Tuhan Yesus dari antara orang mati.
Ada lagi seorang bapa gereja yang ternama, yang disebut orang, Martir Yustinus.
Ia lahir pada tahun 100, dan mati sahid pada tahun 165. Pada tahun 138, ia menulis
sebuah buku Perdebatan. Dalam bukunya, antara lain ia mengatakan, Pada hari
Minggu, yakni hari pertama dalam seminggu, setiap penduduk kota maupun desa
berhimpun bersama membaca riwayat hidup para rasul dan karangan-karangan para nabi,
dengan menghabiskan waktu yang ada. Setelah selesai membaca, saudara yang
memimpin lalu memberikan beberapa nasihat dan menganjuri semua orang meneladani
perkara-perkara yang baik itu. Selanjutnya segenap kita berdiri berdoa, dan sesudah itu
kita menyediakan roti dan anggur. Saudara yang memimpin lalu mempersembahkan doa
dan syukur yang disambut dengan Amin oleh seluruh hadirin. Kemudian orang-orang
yang ada dan yang rela hati satu persatu mempersembahkan uang yang disyukurinya.
Uang tersebut kemudian diserahkan kepada orang yang memimpin guna dimanfaatkan
untuk anak-anak yatim piatu, janda, orang sakit, orang yang terbelenggu serta orangorang yang berhimpun bersama kita. Dengan kata lain, diberikan kepada semua orang
yang kekurangan. Maka hari Minggu ialah hari sidang umum kita. Sebab pada hari ini
Yesus Kristus, Juruselamat kita, bangkit dari kematian. Ia tersalib pada sehari sebelum
hari Sabtu, dan sehari sesudah hari Sabtu, yakni hari Minggu, Ia menyatakan diri kepada
rasul-rasul dan murid-murid-Nya, Ia mengajar mereka tentang hal ini. Hari ini kami
menulis perkara ini kepada kalian, harap kalian mempertimbangkan. Di bagian lain
dalam suratnya dikatakan pula, Kita telah menerima sunat dari dalam dosa dan
kesalahan melalui Tuhan Yesus. Ia telah dibangkitkan pada hari pertama dari ketujuh hari
itu. Maka hari tersebut menjadi hari utama, hari pertama dalam semua hari.
Pada tahun 170, seorang bapa gereja di Sardis yang bernama Militus pernah
menulis dalam sebuah buku demikian, Kita hari ini melalui hari kebangkitan Tuhan, dan
saat ini kita telah membaca banyak surat rasuli.
Pada tahun 194, bapa gereja yang terkenal dari Aleksandria, yakni Clement
pernah berkata, Hari ketujuh telah menjadi hari kerja, yakni hari kerja yang biasa saja.
Selanjutnya ia berkata lagi, Kita seharusnya memelihara hari Tuhan.

Tahun 200, bapa gereja Tertullian pernah berkata, Tiap hari Minggu kita merasa
gembira luar biasa. Kita memelihara hari ini, yakni hari kebangkitan Tuhan, tanpa aral
dan khawatir apa pun. Pada waktu itu, sudah ada orang yang mengatakan memelihara
hari Tuhan berarti menyembah matahari, maka Tertullian membantah mereka, katanya,
Kita bergembira di hari Tuhan, kita tidak menyembah matahari, kita berbeda dengan
orang-orang yang bermalas-malasan dan berpesta pora pada hari Sabtu.
Seorang bapa gereja, namanya Otigen, ia juga seorang ahli teologi Aleksandria
yang terkenal, ia mengatakan, Memelihara hari Tuhan adalah tanda bagi seorang Kristen
yang sempurna.
Ada orang mengatakan bahwa kaum beriman kuno asalnya memelihara hari
Sabat, sampai abad keempat baru diganti menjadi hari pertama dalam seminggu oleh
kaisar Konstantinus. Perkataan ini tidak sesuai dengan fakta! Konstantinus sama sekali
tidak mengganti hari itu, ia hanya mengakui fakta itu, sebab sejak semula gereja sudah
memelihara hari Tuhan. Sebelum tahun 313, orang Kristen menderita aniaya. Sampai
tahun 313, Konstantinus merebut Roma, lalu mengeluarkan sebuah surat perintah di
Milan yang melarang penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Pada tahun 321,
Konstantinus mengeluarkan sebuah surat perintah lagi, isinya antara lain: Pada setiap
hari Minggu semua pejabat dan rakyat yang tinggal di kota wajib beristirahat, segala
pekerjaan harus dihentikan. Dalam surat perintah tersebut dari awal hingga akhir
Konstantinus tak pernah menyinggung tentang hari Sabat, ia hanya mengakui dan
mengokohkan hari pertama (hari Minggu) sebagai hari gereja.
Maka berdasarkan data-data tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa
pemeliharaan hari Tuhan sudah dimulai sejak zaman para rasul, oleh para bapa gereja dan
berlangsung terus dari zaman ke zaman.
W.N

Anda mungkin juga menyukai