Pentingnya Mengetahui Asbabul Wurud Dari Sebuah Hadits
Pentingnya Mengetahui Asbabul Wurud Dari Sebuah Hadits
المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو إطالق أوتقييد أونسخ أونحو ذالكNأنه ما يكون طريقا لتحديد
“Sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan suatu hadis yang
bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada
tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits”.
علم يعرف به السبب الذي ورد ألجله الحديث والزمان الذي جاء به
.
Berikut ini contoh salah satu hadits dan Asbabul Wurudnya.
،ص ِم ْن أُجُوْ ِر ِه ْم َش ْى ٌء َ َُم ْن َس َّن فِ ْي ا ِإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا بَ ْع َدهُ ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
ص ِم ْنَ ُاإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َسيِّئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
ِ َو َم ْن َس َّن فِ ْي
)ار ِه ْم َش ْى ٌء (رواه مسلم ِ أَوْ َز
.
ار أَوْ ْال َعبَا ِء ُمتَقَلِّ ِدي َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي
ِ َص ْد ِر النَّه
ِ ار فَ َجا َءهُ قَوْ ٌم ُحفَاةٌ ُع َراةٌ ُمجْ تَابِي النِّ َم َ ِ ُول هَّللا
ِ ُكنَّا ِع ْن َد َرس
ُوف
ِ ال ُّسي
Umumnya mereka dari kabilah Mudhar atau seluruhnya dari Mudhar, lalu wajah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah ketika melihat kefaqiran mereka.
َ َب فَق
ال َ َفَ َدخَ َل ثُ َّم خَ َر َج فَأ َ َم َر بِاَل اًل فَأ َ َّذنَ َوأَقَا َم ف
َ َصلَّى ثُ َّم خَ ط
.
Beliau masuk kemudian keluar dan memerintahkan Bilal untuk adzan, lalu Bilal
adzan dan iqamat, kemudian beliau shalat. Setelah shalat beliau berkhutbah seraya
membaca ayat,
ث ِم ْنهُ َما ِر َجاالً َكثِيرًا َونِ َسآ ًء َواتَّقُوا َّ َق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا َوبَ َيَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُكم ِّم ْن نَ ْف ٍس َوا ِح َد ٍة َو َخل
هللاَ الَّ ِذي تَ َسآ َءلُونَ بِ ِه َو ْاألَرْ َحا َمإ ِ َّن هللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18).
.
ْ َت َكفُّهُ تَ ْع ِج ُز َع ْنهَا بَلْ قَ ْد َع َج
زَت ْ ص َّر ٍة َكاد
ُ ِار ب
ِ صَ قَا َل فَ َجا َء َر ُج ٌل ِم ْن اأْل َ ْن
Jarir berkata, Lalu seorang dari Anshar datang membawa sebanyak shurroh (yaitu
sejumlah apa yang mampu dibawa dan diikat dengan sesuatu), hampir-hampir
telapak tangannya tidak mampu memegangnya, bahkan tidak mampu.
َم ْن َس َّن فِي اإْل ِ ْساَل ِم ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا بَ ْع َدهُ ِم ْن:صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا
ُور ِه ْم َش ْي ٌء َو َم ْن َس َّن فِي اإْل ِ ْساَل ِم ُسنَّةً َسيِّئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن ُ َ َُغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
ِ ص ِم ْن أج
َار ِه ْم َش ْي ٌء ِ ص ِم ْن أَوْ ز َ ُبَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
،ص ِم ْن أُجُوْ ِر ِه ْم َش ْى ٌء َ َُم ْن َس َّن فِ ْي ا ِإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا بَ ْع َدهُ ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
ص ِم ْنَ ُاإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َسيِّئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق
ِ َو َم ْن َس َّن فِ ْي
)ار ِه ْم َش ْى ٌء (رواه مسلم ِ أوْ َز َ
Sering dijadikan dalil oleh sebagian umat Islam untuk membenarkan bolehnya
membuat-buat perkara baru dalam urusan ibadah (bid’ah).
Kesalahan memaknai dan menerapkan hadits tersebut adalah akibat dari tidak
memperhatikan Asbabul Wurudnya (sebab turunnya) hadits tersebut.
Karena hadits tersebut bukan perintah atau persetujuan Nabi kepada orang yang
membuat-buat perkara baru dalam urusan ibadah (bid’ah). Tapi sebagai bentuk
apresiasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang Sahabatnya
yang mendahului berbuat amal salih. Dalam hal ini shodaqoh.
.
Tentu saja sodaqoh yang di lakukan seorang Sahabat tersebut bukan perkara baru.
Tetapi amal saleh yang sudah ada perintahnya dalam Islam.
Dan seorang Sahabat yang mendahului bersedekah tersebut, juga karena ada
anjuran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), maksudnya beramal salih.
Perhatikan khutbah Rasulullah shalaihu ‘alaihi wa sallam diatas.
“Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat)”. (QS. Al Hasyr: 18).
Ayat diatas sebagai perintah dari Allah Ta’ala untuk beramal saleh, untuk
kehidupan di akhirat.
Ialah memelopori suatu amal yang telah ada, bukan membuat amalan baru.
Karena barangsiapa yang mengada-adakan suatu amalan yang tidak ada asalnya
dalam Islam, maka amalan tersebut tertolak, dan bukan sebuah amalan yang baik.
Yang dimaksud ialah sebagaimana laki-laki dari kalangan Anshar tersebut,
radhiyallahu ‘anhu yang membawa kurma sebanyak satu shurrah. Hal ini menjadi
dalil bahwa barangsiapa yang meniru perbuatan semisal dengan apa yang
dilakukan pelopor sunnah ini, maka tercatat bagi si pelopor sunnah tersebut,
pahala, baik ia masih hidup maupun telah meninggal”. (Syarh Riyadh As
Shalihin).
– Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly terhadap hadits diatas dalam Bahjatun Nazhirin
1/258 mengatakan : “Hadits ini bukanlah hujjah bagi mereka yang menghias-hiasi
perbuatan bid’ah, dan mereka yang berkata bahwa dalam Islam terdapat yang
namanya “bid’ah hasanah” .
Inilah dalil bahwa tafsir mereka hanyalah omong kosong dan kedustaan yang
nyata, dan bantahannya sangat jelas, bahwa setiap apa yang diperbuat oleh lelaki
Anshar itu hanyalah memulai shadaqah, dan shadaqah ialah perbuatan yang telah
disyariatkan lewat berbagai nash, lantas mereka menyangka bahwa shahabat ini
telah mendatangkan suatu bid’ah hasanah ?!”. (selesai perkataan dari Syaikh
Salim bin ‘Ied Al Hilaly).
Kata “sanna” ( ) َس َّنsecara bahasa adalah : “Memulai perbuatan lalu diikuti oleh
orang lain”. Sebagaimana terdapat di dalam kamus-kamus bahasa Arab.
.
Juga sebagaimana disampaikan oleh Az-Zabidi dalam kitabnya, (Taajul ‘Aruus
min Jawahir al-Qoomuus, 35/234, Ibnul Manzhuur dalam kitabnya Lisaanul
‘Arob 13/220).
Lalu bagaimana dengan Kata “sanna” ( ) َس َّنpada hadits di atas, apakah Kata
“sanna” ( ) َس َّنtersebut mengandung arti memulai atau merintis amalan yang benar-
benar baru ?
Oleh karenanya kata “sanna” ( ) َس َّنbukan berarti harus berkreasi amalan baru atau
berbuat bid’ah yang tidak ada contoh sebelumnya.
Akan tetapi lafal “sanna” ( ) َس َّنbersifat umum, yaitu setiap yang memulai suatu
perbuatan lalu diikuti, baik perbuatan tersebut telah ada sebelumnya atau
merupakan kreasinya sendiri.
Karenanya al-Azhari berkata tentang hadits diatas : “Dalam hadits “Barang siapa
yang “sanna” sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengamalkannya, dan barang siapa yang “sanna” sunnah yang buruk …”,
MAKSUD NABI ADALAH BARANG SIAPA YANG MENGAMALKANNYA
UNTUK DI IKUTI”. (Tahdziib al-Lughoh 12/298).