SKRIPSI TIPE-1
Oleh:
Fransiskus Lazarus Aduk
131.10.1179
ii
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIASI
SKRIPSI TIPE I
iii
HALAMAN PENGUJI
iv
PRAKATA
Puji syukur penyusun panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan skripsi tipe I ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
3. Prof. Ir. Sukandarrumidi, M.Sc., Ph.D selaku dosen wali yang selalu
4. Kedua orang tua Bapa Antonius Aduk dan Mama Yosefina Aek yang setiap
saat memberikan dukungan doa, dorongan dan semangat baik moril maupun
v
5. Keempat saudara kakak Bian, Kakak James, Adik Lhyta, Adik Yeni dan
keluarga besar yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan bagi
penyusun.
Menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna maka penyusun
mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat
masa mendatang.
vi
INTISARI
Daerah penelitian secara administratif terletak di daerah Pamutuh dan
sekitarnya, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa
Tengah. Secara astronomis terletak pada 07o10’00’’-07o15’00’’LS dan
109o40’00”-109o45’00” BT. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keadaan
geologi daerah penelitian, yang meliputi geomorfologi, stratigrafi, geologi
struktur, sejarah geologi, geologi lingkungannya, dan control airtanah terhadap
gerkan massa
Metode yang digunakan adalah dengan pemetaan geologi permukaan yang
meliputi beberapa tahapan, antara lain tahap pra lapangan yang berupa studi
peneliti terdahulu, tahap lapangan yaitu kolekting data, dan tahap pasca lapangan
berupa analisis laboratorium dan tahap penyusunan laporan.
Geomorfologi daerah penelitian terdiri atas 6 subsatuan geomorfik, yaitu:
subsatuan geomorfik lereng vulkanik Jambangan (V5), subsatuan geomorfik
pegunungan vulkanik curam terdenudasi (V19), subsatuan geomorfik
pegunungan vulkanik sangat curam terdenudasi (V20), subsatuan geomorfik
gunung intrusi andesit (V21), subsatuan geomorfik pegunungan terdenudasi (D2),
subsatuan geomorfik dataran aluvial (F1), Stadia daerah penelitian dari muda
menujuh dewasa. Pola aliran daerah penelitian yaitu pola aliran subdendritik dan
subparalel. Satuan batuan pada daerah penelitian dibagi menjadi 5 satuan batuan
dan endapan campuran, dari yang tertua sampai yang muda berdasarkan umur
kesabandingan dengan peta geologi regional yaitu : satuan lava basalt Jembangan
dengan umur Plistosen, satuan lava andesit horenblenda Jambangan dengan umur
Plistosen, satuan breksi andesit Jambangan dengan umur Plistosen, satuan lava
andesit piroksen Jambangan dengan umur Plistosen, satuan intrusi andesit dengan
umur Plistosen dan endapan campuran yang umumnya berupa material lepas yang
berukuran bongkah–lempung yang ketebalannya 1-10 m dengan umur Holosen.
Struktur geologi daerah penelitian melingkupi struktur sesar turun, dan sesar
mendatar kiri (Sesar Turun diperkirakan Depok, Sesar mendatar kiri diperkirakan
Sirukem, Sesar mendatar kiri diperkirakan Kasimpar, dan Sesar mendatar kiri
diperkirakan Simego). Potensi geologi melingkupi bahan galian golongan
nonlogam berupa sirtu dan andesit. Bencana alam di daerah penelitian adalah
gerakan tanah dengan jenis slump, rayapan maupun rockfall. Studi khusus yang
dilakukan pada Desa Tempuran di dapatkan hasil gerkan massa yang terjadi di
daerah Tempuran dikontrol oleh airtanah dan pelapukan yang lebih dominan atau
sebagaian besarnya dikontrol oleh aliran airtanah mencapai 70% menempati
daerah penelitian
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGUJI iv
PRAKATA v
INTISARI vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Masud dan Tujuan 2
1.3. Asumsi dan Hipotesis 2
1.3.1. Asumsi 2
1.3.2. Hipotesis 3
1.4. Letak, Luas dan Kesampaian Daerah 3
1.5. Batasan Masalah 4
1.6. Tahap Penelitian 5
1.6.1. Tahap pendahuluan 5
1.6.2. Tahap penelitian lapangan 6
1.6.3. Tahap penelitian laboratorium 7
1.6.4. Tahap Sintesis Data 8
1.6.5. Tahap Penyususnan Laporan 9
1.7. Kegunaan Penelitian 10
1.8. Peralatan dan Bahan Penelitian 10
1.9. Kendala Penelitian 11
1.10. Peneliti Terdahulu 11
BAB II. GEOMORFOLOGI 15
2.1 Geomorfologi Regional ........................................................................ 16
2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian .......................................................... 17
2.2.1.Subsatuan Geomorfik Lereng Vulkanik Bawah (V5) ................ .20
2.2.2 Subsatuan Geomorfik Pegunungan Vulkanik Curam Terdenudasi
(V19) ......................................................................................... .21
2.2.3.Subsatuan Geomorfik Pegunungan Vulkanik Sangat Curam
Terdenudasi (V20)...................................................................... 22
2.2.4. Subsatuan Geomorfik Gunung Intrusi Diorit (V21) ................... 23
2.2.5. Subsatuan Geomrofik Pegunungan Terdenudasi (D2) ............... 24
2.2.6. Subsatuan Geomorfik Dataran Alluvial (F1) ............................ 25
2.3. Pola Pengaliran Sungai ........................................................................ 26
2.3.1 Pola Pengaliran Daerah Penelitian ..................................................... 29
2.4. Stadia Daerah ....................................................................................... 32
2.5.Stadia Daerah Penelitian ....................................................................... 34
viii
BAB III. STRATIGRAFI 36
3.1. Stratigrafi Regional 36
3.1.1. Formasi Totogan 36
3.1.2. Formasi Rambatan 37
3.1.3. Formasi Halang 37
3.1.4. Formasi Kumbang 38
3.1.5. Formasi Tapak 38
3.1.6. Formasi Kalibiuk 38
3.1.7. Formasi Ligung 39
3.1.8. Formasi Gunungapi Jambangan 39
3.1.9. Endapan Aluvial 39
3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian 40
3.2.1. Satuan Lava basalt Jembangan tua 43
3.2.1.1. Dasar penamaan satuan batuan 43
3.2.1.2. Penyebaran dan ketebalan satuan batuan 43
3.2.1.3. Litologi penyusun 43
3.2.1.4. Umur dan lingkungan pengendapan 44
3.2.1.5. Hubungan stratigrafi 44
3.2.2. Satuan Lava andesit hornblenda Jembangan tua 45
3.2.2.1. Dasar penamaan satuan batuan 45
3.2.2.2. Penyebaran dan ketebalan satuan batuan 45
3.2.2.3. Litologi penyusun 46
3.2.2.4. Umur dan lingkungan pengendapan 47
3.2.2.5. Hubungan stratigrafi 48
3.2.3. Satuan Breksi andesit Jembangan tua 49
3.2.3.1. Dasar Penamaan satuan batuan 49
3.2.3.2. Penyebaran dan ketebalan satuan batuan 50
3.2.3.3. Litologi penyusun 50
3.2.3.4. Umur dan lingkungan pengendapan 51
3.2.3.5. Hubungan stratigrafi 51
3.2.4. Satuan Lava andesit piroksen Jembangan muda 52
3.2.4.1. Dasar penamaan satuan batuan 52
3.2.4.2. Penyebaran dan ketebalan satuan batuan 53
3.2.4.3. Litologi penyusun 53
3.2.4.4. Umur dan lingkungan pengendapan 54
4.2.4.5. Hubungan stratigrafi 54
3.2.5. Satuan Intrusi andesit Wirasapu 55
3.2.5.1. Dasar penamaan batuan 55
3.2.5.2. Penyebaran dan ketebalan batuan 55
3.2.5.3. Litologi penyusun 55
3.2.5.4. Umur dan lingkungan pengendapan 56
3.2.5.5. Hubungan stratigrafi 56
3.2.6. Endapan campuran 57
3.2.6.1. Dasar penamaan batuan 57
3.2.6.2. Penyebaran dan ketebalan batuan 57
3.2.6.3. Litologi penyusun 58
ix
3.2.6.4. Umur dan lingkungan pengendapan 58
3.2.6.5. Hubungan stratigrafi 59
x
DAFTAR GAMBAR
xi
andesit hornlende, breksi andesit dan lava andesit piroksen
dan intrusi andesit .................................................................................................
78
Gambar 5.3. Skema proses pelapukan dan pembentukan endapan
campuran pada daerah penelitian ........................................................................
79
Gambar 5.4. Skeme terbentuknya stuktur pada daerah penelitian ............................................ 80
Gambar 6.1. Sumber air dan penampungan air pada Sungai SIngkarang,
gambar A. LP 153, B. LP 146 dan C. penampungan .......................................... 83
Gambar 6.2. Kelimpahan air berupa air terjun pada LP 95 di Desa Curuk
Muncar, arah kamera ke selatan ..........................................................................
84
Gambar 6.3. Bahan galian andesit , berupa lava andesit ..........................................................
85
Gambar 6.4. Sumberdaya lahan pada daerah penelitian, gambar kanan
dimanfaatkan sebagai lading sawah pada bagian lereng dan
gambar kiri sebagai perkebunan jagung ..............................................................
86
Gambar 6.5. Bencana alam berupa longsoran pada LP 1, LP 12 dan LP
25 .........................................................................................................................
87
Gambar 7.1. Tipe Zona berpotensi longsor ..............................................................................
90
Gambar 7.2. Jenis-jenis lonsoran .............................................................................................
93
Gambar 7.3. Siklus hidrologi (https://www.academia.edu/9297518/HIDR
OLOG I _SIKLUS_HIDROLOGI) ...................................................................... 96
Gambar 7.4. Pergerakan Air Bawah Tanah (https://www.google.co.id/sea
rch?q=pergerakan+airtanah&source) ...................................................................
101
Gambar 7.5. Bagan alir studi kasus ..........................................................................................
102
Gambar 7.6. Bagan alir pengolahan data...................................................................................
104
Gambar 7.7. Lokasi pengamatan dan pengambilan data aliran sungai ..................................... 106
Gambar 7.8. Lokasi pengambilan data longsor .........................................................................
107
Gambar 7.9. Longsoran yang dipengaruhi oleh air ...................................................................
109
Gambar 7.10. Longsoran yang dipengaruhi oleh pelapukan ....................................................... 110
Gambar 7.11. Jalan berkelok karena adanya gerakan tanah ........................................................
111
xii
DAFTAR TABEL
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
geologi Jawa masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang
penelitian secara fisiografi terletak pada jalur Pegunungan Serayu Utara bagian
antiklinorium lapisan Neogen yang terlipat kuat berarah barat – timur. Zona
Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan Tegal, zona ini tertutupi oleh
produk gunungapi kuarter dari Gunung Slamet. Di bagian tengah ditutupi oleh
Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan batas antara
macam interpretasi, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
geologi dengan harapan nantinya informasi yang didapatkan bisa melengkapi data
1
2
yang ada serta bermanfaat bagi ilmu geologi ke depannya dan juga dapat
Yogyakarta.
stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan
1.3.1. Asumsi
2. Daerah penelitian dikontrol oleh gaya endogen dan gaya eksogen, dilihat
bergelombang sedang–kuat.
3
1.3.2. Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka dan studi geologi regional yang terkait dengan
3. Struktur geologi yang berkembang antara lain kekar, lipatan dan sesar.
arah Barat laut dari pusat kota Yogyakarta yang dapat ditempuh dengan waktu ±5
Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis daerah penelitian terletak pada posisi
lembar peta RBI No. 1408-432 Kalibening, dengan luas daerah penelitian adalah
lingkungan.
tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan susunannya
sekunder dapat diperoleh dari interpretasi peta topografi, pembuatan peta geologi
1. Perencanaan lintasan
(recognize) dan mencari segala singkapan yang dapat digunakan dalam penelitian
lebih lanjut.
Lintasan tersebut dapat melalui jalur jalan yang telah tersedia dan apabila
memungkinkan untuk melalui jalur sungai, maka hal itu akan lebih baik dilakukan
pengelupasan tanah oleh air. Tahap ini disertai dengan pengeplotan jalur yang
3. Pemetaan detil
struktur geologi, mataair dan pengeplotan lokasi pada peta topografi. Pencarian
data tersebut disertai dengan pengeplotan data litologi, dan pengambilan sampel
bahan galian, sesumber, bencana geologi, dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan penelitian.
selesai. Penelitian ini berupa interpolasi batas satuan dan pembuatan sayatan
petrografi dapat dipakai sebagai pendukung dalam menentukan nama batuan dan
petrogenesa batuannya.
Dari hasil pemetaan detil, dengan pengeplotan data pada setiap stasiun
batuan yang sama dengan berpedoman pada stratigrafi terukur yang telah dibuat
dan atau dengan menggunakan metode three point problem. Selain pembuatan
peta geologi, dibuat juga peta geomorfologi berdasarkan data bentangalam yang
batuan serta struktur geologi yang terdapat pada permukaan dan bawah
permukaan. Selain itu, sayatan juga bertujuan untuk mengetahui urutan batuan
dari tua ke muda dan ketebalan lapisan batuan, sehingga dapat dibuat legenda
8
pada peta geologi dan secara geologi yang tercermin pada sayatan geologi dapat
1. Data geomorfologi
geomorfologi.
2. Data stratigrafi
peta lintasan. Dari data yang ada kemudian dianalisis paleontologi dan
(shear joint), lipatan (sinklin dan antiklin) dan sesar (gores – garis, shear
fracture, gash fracture, bidang sesar, rake, pola kelurusan sungai atau
untuk mengetahui arah umum gaya yang bekerja dan penentuan nama
4. Sejarah geologi
5. Geologi lingkungan
sesumber (sumber daya air, lahan dan bahan galian industi) serta bencana
6. Studi khusus
Data yang diambil untuk studi khusus berupa pengambilan data koordinat
7. Laporan
Berdasarkan hasil dari data–data di atas kemudian dibuat dalam satu laporan akhir
untuk dipertanggungjawabkan.
Penyusunan draft laporan ini berdasarkan atas data lapangan dan data
laboratorium. Draft laporan tersebut disajikan dalam bentuk peta lokasi lintasan
dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi, kolom stratigrafi terukur,
serta dalam bentuk uraian disertai dengan hasil pembahasan studi khusus yang
diambil.
10
petrografi
kebumian karena akan mengkaji lebih dalam mengenai fenomena geologi yang
Kegunaan yang lain adalah hasil dari penelitian ini dapat memberikan
terdapat di daerah tersebut, baik itu potensi yang berdampak positif seperti
sumberdaya alam maupun potensi yang berdampak negatif seperti gerakan massa
8. Kamera digital
9. Pita ukur 50 m
2. Sampel petrografis yang telah disayat dengan ukuran 0,03 mm, untuk
dihadapi, seperti medan yang sulit dijangkau, karena terlalu terjal dan curam,
Formasi Rambatan yang terukur di daerah tersebut adalah lebih dari 370 meter,
menyerpih, tebal lebih dari 150 meter Sekuen sedimentasi bagian tengah
bitumen padat, yang sangat sedikit dan jarang ( < 0,1% ), dan hampir tidak
3. Hasil analisis bakar ( retort analysis ) dari contoh batuan pada Formasi
Rambatan, terdapat kandungan minyak sekitar 0-5 Liter minyak per Ton
berarti kurang ekonomis dan tidak prospek, sehingga sumberdaya yang ada
sepanjang 26 Km, dengan lebar sekitar 2 Km. Dalam penelitian Widagdo (2014)
Struktur kemiringan bidang perlapisan dan kekar yang intensif dijumpai pada
pada ketinggian 100 mdpl hanya seluas 9,82% saja. Adapun ketinggian topografi
1. Kurang dari 100 mdpl meliputi luas 9,82% dari luas Kabupaten yang
Wanadadi.
sebagian Banjarnegara.
14
4. Lebih dari 1.000 mdpl, meliputi luas 24,4% dari luas Kabupaten
umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam, yaitu meliputi
serta sejarah perubahan geologi yang diperlihatkan atau tergambar pada bentuk
permukaan itu. Dalam bahasa Indonesia banyak orang memakai kata bentangalam
3 unsur yaitu:
a. Relief : besar kecilnya perbedaan tinggi rendahnya suatu tempat yang relatif
bangunan lain.
15
16
dibagi menjadi 7 (tujuh) zona fisiografi berturut-turut dari Utara hingga Selatan
Selatan
g. Pegunungan Selatan
rangkaian Pegunungan Serayu Utara, dimana pegunungan Serayu Utara ini pada
bagian utara dibatasi oleh Gunung Slamet dan dibagian timur dibatasi oleh produk
(Van Bammelen,1949).
17
daerah penelitian.
geomorfologi adalah:
a. Morfografi, yaitu aspek yang bersifat pemerian pada suatu daerah, seperti
geologinya.
dengan menafsirkan pola dan pelamparan bentang alam sesuai dengan pola
peta topografi dan kajian lapangan, serta lebih terperinci lagi dalam analisis
berupa pohon pinus, albasia, dan sebagian semak belukar, dengan ketinggian
kemiringan lereng curam sampai sangat curam dengan slope dalam presentase
10º-25º, dengan litologi penyusun subsatuan geomorfik ini yaitu batuan lava
penelitian, meluputi wilayah Desa Depok, Desa Wonosido, Desa Senggodadi, dan
hingga ketinggian maksimum 1300 mdpl dan kemiringan lereng 20°-45° dengan
Pada satuan geomorfik ini banyak terjadi gerakan massa dengan erosi yang
sangat tinggi dan memiliki litologi yaitu lavabasalt. Daerah ini memiliki vegetasi
berupa pohon pinus, dan albasia. Tata guna lahan pada subsatuan geomorfik ini
untuk berladang.
22
(V20)
berupa pohon pinus, albasia, dan sebagian semak belukar, dengan ketinggian
minimum ±1100 mdpl dan ketinggian maksimum 1850 mdpl, dan memiliki
kemiringan lereng sangat curam sampai sangat curam dengan slope 35º-55º,
litologi penyusun subsatuan geomorfik ini yaitu batuan lava andesit piroksen,
1400 mdpl dengan kemiringan lereng >55° dan memiliki litologi penyusun bataun
andesit. Tata guna lahan pada subsatuan ini dimanfaatkan lahan pertanian.
24
keseluruhan luasan daerah penelitian, meliputi wilayah Desa Balun dan Desa
sedang yang pada beberapa tempat terdapat longsoran. Subsatuan geomorfik ini
memiliki ketinggian minimum 850 mdpl hingga ketinggian maksimum 1100 mdpl
dengan kemiringan lereng 8°-16° dengan vegetasi penutup berupa pinus dan
daerah dengan topografi dataran dengan kemiringan lereng 0º-2º dengan yang di
ketinggian minimum 1000 mdpl dan ketinggian maksimum 1050 mdpl dan
kumpulan dari alur-alur sungai pada suatu daerah tanpa mempedulikan apakah
oleh kelerengan, jenis batuan dasar, kerapatan vegetasi, serta iklim di daerah yang
bersangkutan.
peranan yang sangat penting, karena mempunyai kemampuan sebagai agen atau
media dalam proses pelapukan, erosi, transportasi dan proses sedimentasi. Dalam
hal ini proses erosi oleh air tersebut yang pada umumnya dominan melalui tubuh
sungai, akan menyebabkan sungai bertambah lebar, dalam, dan panjang, sehingga
1. Pola dasar (basic pattern): merupakan sebuah pola aliran yang mempunyai
karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dibedakan dengan pola aliran
lainnya. Pola dasar ini umumnya berasal dari perkembangan pola dasar yang
2. Pola ubahan (modified basic pattern): merupakan sebuah pola pengaliran yang
berbeda dari bentuk pola dasar dalam beberapa aspek regional. Pola ubahan
biasanya merupakan ubahan dari salah satu pola dasar (Gambar 2.10).
Gambar 2.8. Klasifikasi pola aliran sungai yang belum mengalami perubahan
(basic pattern) (Howard, 1967)
Beberapa pola aliran mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan dari
dikontrol oleh struktur baik lipatan maupun sesar. Contoh: pada batuan
(2). Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada
daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada
(5). Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari
(6). Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang
tererosi puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe
atau danau-danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst
topografi.
bertekstur kasar, batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki
Berdasarkan sifat alirannya sungai induk bersifat permanen yaitu sifat aliran
airnya sepanjang tahun, sedangkan pada aliran anak sungai ada yang bersifat
permanen dan ada yang bersifat periodik, yaitu ada aliran air hanya pada musim
hujan saja .
klasifikasi dari Howard (1967), maka daerah penelitian (Gambar 2.10) memiliki 2
dendritik karena pengaruh topografi dan struktur akibat pengaruh kekar secara
perlahan.
pada daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada
daerah dengan morfologi yang dikontrol oleh subparalel, lereng litologi dan
proses suatu daerah telah mengalami perubahan morfologi dari morfologi aslinya.
bentang alam dan stadia sungai yang terdapat di daerah tersebut. Pembentukan
morfologi suatu daerah biasanya dikontrol oleh beberapa faktor seperti struktur
geologi, litologi, dan proses geomorfologi, baik berupa proses endogen maupun
eksogen.
selesai seiring dengan proses pengangkatan tersebut proses erosi juga bekerja
pada secara bersamaan. Proses erosi akan bekerja secara terus–menerus sampai
pada proses pendataran. Kenampakan morfologi saat ini merupakan hasil proses–
proses endogen dan eksogen yang bekerja, terutama proses eksogen yang
berhubungan langsung dengan proses erosi. Proses erosi juga dapat digunakan
resistensi batuan terhadap pelapukan dan erosi, kemiringan lereng (slope), tingkat
(curah hujan) waktu (lamanya proses erosi yang bekerja), dan permebilitas batuan.
erosi dan tingkat kedewasaan sungai daerah tersebut dimana semakin tinggi
tingkat erosinya maka akan memberikan kenampakan pada bentuk lahan menuju
33
empat, yaitu :
a. Stadia muda
Stadia ini dicirikan oleh gradien sungai yang besar, arus sungai masih
deras, lembah sungai atau chanel berbentuk “V”, erosi vertikal lebih besar
dari pada erosi lateral sehingga sungai masih mengalami proses pendalaman,
masih sering di temui air terjun akibat adanya sesar, kadang-kadang terdapat
danau, keadaan permukaan yang masih rata, pada umumnya sedikit sekali
b. Stadia dewasa
meander, sudah tidak dijumpai air terjun maupun danau, erosi vertikal
lembah yang besar dan dalam, reliefnya relatif curam, stratigrafinya sudah
agak kacau serta proses erosi yang dominan. Divede sungai mulai terbentuk
c. Stadia tua
Stadia ini dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada vertikal,
lembah bebentuk “U” dan semakin bertambah lebar, tidak dijumpai meander
lagi karena kelokan sungainya telah tersambung dan terbentuk danau tapal
kuda, arus sungai tidak kuat. Kelanjutan dari proses–proses yang bekerja pada
34
Kemudian akan terjadi proses yang sama lagi seperti proses yang terjadi
lebih 100 – 500 meter, dan kemiringan lereng yang sangat curam yaitu berkisar
dari 20 – 550.
mengikis alur secara vertikal lebih besar dari pada erosi lateral sehingga sungai
arus sungai masih deras, pada beberapa aliran anak sungai banyak di temui air
terjun akibat adanya sesar. Maka berdasarkan hasil dari pengamatan dilapangan
yang telah dipaparkan penulis menyimpulkan bahwa stadia daerah penelitian yaitu
mempelajari hubungan serta gambaran suatu lapisan batuan dengan batuan yang
lapisan satu dengan lainya, penyebaran batuan vertikal maupun rateral, serta
Indonesia (1996), pengertian Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang
Stratigrafi regional telah ditulis oleh para peneliti terdahulu, yang tersusun
oleh urutan batuan tertua pada Zaman Tersier hingga batuan termuda Zaman
Pekalongan termasuk kedalam Zona Serayu Utara tersusun oleh beberapa formasi
konglomerat, dan tuf. Pada formasi ini ditemukan fosil Foraminifera plankton
36
37
pengendapan Bathyal Atas. Formasi ini ditindih tidak selaras oleh Formasi
Formasi rambatan terdiri dari dua bagian yaitu, bagian atas dan bagian
atas terdiri dari batulempung gampingan, sempat terdapat sisipan lanau, dan
dan diendapkan pada lingkungan dengan mekanisme arus turbidit sistem kipas
Formasi Halang terdiri dua bagian, yaitu bagian bawah dan atas. Bagian
bawah tersusun atas batupasir kehijauan. Bagian atas terdiri dari batupasir tufan
(Djuri, dkk, 1996). Proses diendapkannya Formasi Halang dalam mekanisme arus
turbidit pada sistem kipas bawah laut yang mempengaruhi kegiatan vulkanisme,
ditemukan lapisan lava andesit, sedangkan diatasnya terdiri dari tuf yang
berselang-seling dengan breksi dan batupasir tufan. Formasi ini berumur Miosen
Anggota Breksi terdiri dari breksi gunungapi dengan massa dasar batupasir tufan,
Formasi ini memiliki umur Pliosen Awal, dan diendapkan pada lingkungan laut
berselang-seling dengan batupasir, pada bagian tengah terdapat zona dengan lensa
batupasir kehijauan dan kaya moluska. Formasi Tapak dan kalibiuk setara dengan
Bodas Series ( neritic Molasse Facies) terdiri dari batugamping napalan dengan
komposisi batugamping terdiri dari Koral dan Moluska. Formasi ini diperkirakan
gunungapi (aglomerat) yang besusunan andesit, lava andesit horenblenda dan tufa,
diendapakn batuan Gunungapi Dieng berumur sama yaitu Plistosen terdiri atas
satuan batuan lava andesit dan andesit quarsa serta batuan klastika gunungapi.
lempung serta endapan sungai dan rawa, yang diendapkan tidak selaras di atas
satuan batuan yang berada di bawahnya. selain endapan batuan sedimen, terdapat
juga batuan terobosan yang berkomposisi diorit, yang terjadi pada Kala Miosen
dan Pliosen serta menembus sebaran endapan dari Formasi Rambatan dan
Formasi Tapak.
40
data yang diperoleh di lapangan berupa ciri-ciri fisik batuan, variasi litologi, dan
kedudukan stratigrafi dan ciri khas yang terdapat pada satuan batuan tersebut.
permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang
berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunungapi
(subvolcanic intrusions) seperti halnya volcanic necks, sill, retas, dan kubah
ditemukan pada dinding kawah atau kaldera gunungapi masa kini, atau pada
lokasi sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada kerucut gunungapi
42
c. Fasies medial, karena sudah lebih menjauhi lokasi sumber, aliran lava dan
aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika dan tuf sangat dominan,
dan breksi lahar juga sudah mulai berkembang. Sebagai daerah pengendapan
primer gunungapi di fasies ini umumnya berupa tuf. Ciri-ciri litologi secara
dibagi menjadi 6 satuan litostratigrafi tidak resmi. Berurutan dari satuan paling tua
6. Endapan campuran
43
Satuan ini dinamakan satuan lava basalt karena dari hasil data lapangan
ditemukan secara keseluruhan tersusun oleh lava basalt pada lokasi penelitian.
berdasarkan penamaan tidak resmi, atas litologi penyusunnya yang dominan yaitu
lava basalt dan formasi asal batuan yaitu Formasi Batuan Gunungapi Jembangan.
penelitian yaitu pada Desa Depok, Desa Curuk Muncar dan Desa Sirukem
keseluruhan yaitu terdiri dari lava basalt, yang secara megaskopis berwarna segar
abu-abu kehitaman, warna lapuk coklat kemerahan dengan struktur vesikuler pada
plagioklas 58%, piroksen 20%, opak 2%, dan massa dasar berupa plagiokas dan
(Condon dkk, 1996) diketahui umur satuan lava andesit basalt yaitu Kala
lingkungan darat.
batuan dibawahnya tidak diketahui, karena tidak adanya data pendukung untuk
Satuan batuan ini terdiri dari lava andesit piroksen, breksi andesit. Dasar
penamaan satuan ini berdasarkan penamaan tidak resmi, atas litologi penyusunnya
yang dominan yaitu lava andesit hornblenda dan formasi asal batuan yaitu
dominan pada daerah penelitian yang tersingkap pada bagian timur daerah
penelitian sampai dengan bagian barat, dengan persentase ±40 % dari luas daerah
Desa Kertasari, Desa Jatilawang sampai dengan Desa Kasimpar. Ketebalan satuan
±250-750 m.
Litologi penyusun satuan ini antara lain lava andesit piroksen, breksi
andesit.
dengan struktur masif, skoria, aliran dan di sebagian tempat platy joint dan
komposisi fragmen andesit, matriks pasir dan tuf, semen silica. Secara
plagioklas 35%, amphibol 6%, Piroksen 1%, opak 3%, dan masa dasar
lingkungan darat.
dengan satuan batuan lava basalt Jembangan yang lebih tua di bawahnya yaitu
comformity atau selaras tegas, hal ini sesuai dengan hukum stratigrafi yang
disesuaikan dengan stratigrafi vulkanik yang mana berasal dari satu sumber yang
sama, tanpa melewati jeda waktu pengendapan yang lama (Tabel 3.3.).
49
Tabel 3.3. Kolom litologi satuan lava andesit hornblenda Jembangan tanpa skala
kenampakan aliran. Dasar penamaan satuan ini secara tidak resmi atas litologi
penelitian dengan persentase ±11% pada luas daerah penelitian, mencakup pada
Desa Sirukun dan Desa Plorengan. Ketebalan satuan breksi andesit Jembangan di
hitam keabuan, warna lapuk coklat, strukur masif, bentuk butir menyudut-
buruk, komposis: fragmen berupa batuan andesit yang ada beberapa telah
plagioklas 35%, amphibol 6%, Piroksen 1%, opak 3%, dan masa dasar
satuan batuan lava andesit horenblenda Jembangan yaitu selaras menjari, hal ini
Tabel 3.4. Kolom litologi satuan breksi andesit Jembangan tanpa skala
Satuan batuan ini terdiri dari lava andesit masif berwarna abu-abu yang
yang tidak resmi atas litologi penyusunnya yang dominan yaitu satuan andesit
piroksen Jembangan
53
dengan cakupan wilayah Desa Kasinoman dan Desa Simego. Ketebalan satuan
batuan ini jika dilihat dari lapangan berkiras 1-3 m, setelah melakukan rekontruksi
Satuan lava andesit piroksen Jembangan Muda terdiri dari batuan andesit
piroksen yang secara megaskropis berwarna segar abu-abu, dengan warna lapuk
afanitik, Komposisi: Plagioklas 55%, Piroksen 22%, Opak 3%, dan massa dasar
Gambar 3.5. Satuan lava andesit piroksen Jembangan di Desa Sirukem LP 21,
54
Tabel 3.5. Kolom litologi satuan lava andesit piroksen Jembangan tanpa skala
55
ditemukan secara keseluruhan tersusun oleh intrusi andesit pada lokasi penelitian.
regional. Dasar penamaan satuan berdasarkan penamaan yang tidak resmi atas
Penyebaran satuan batuan ini tersingkap pada satu lokasi di daerah desa
ini berdasarkan pengukuran dilapangan yaitu pada gunung Wirasapu ±6-8 meter.
andesit (Gambar 3.3). Singkapan intrusi andesit ini berwarna putih keabu-abuan
fanerik, dengan komposisi plagioklas 70%, hornblende 30%, opak 5%, dan gelas
10%
56
andesit wirasapu yaitu berumur Pliosen, sebanding dengan batuan intrusi (Tpd)
yaitu non conforminity karena sumber satuan intrusi andesit Wirasapu berbeda
yang ada sebelumnya yang telah mengalami transportasi dan terendapkan pada
daerah tersebut.
lokasi penelitian dengan persentase ±9% dari luas daerah penelitian, dimanfaatkan
yang lebih tua dengan ukuran lempung sampai dengan bongkah andesit yang
termasuk pada Formasi Endapan Danau dan aluvium berada pada Kala Holosen,
dengan satuan lava andesit piroksen yang berada di bawahnya yaitu tidak selaras
dikarenakan perbedaan umur dan asal material yang berbeda sumbernya ketidak
Dari kesemua satuan batuan yang telah dijelaskan di atas, dapat dibuat
mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi. Dengan
mempelajari struktur geologi yang berkerja pada batuan, dapat dibuat kesimpulan
proses tektonika Lempeng yang menghasilkan Pulau Jawa, Pulau Jawa menempati
posisi tepi aktif interaksi antara lempeng-lempeng, yaitu lempeng Benua Eurasia
dengan lempeng Samudera Hindia yang telah berinteraksi sejak Kapur Akhir.
Menurut Asikin (1992) interaksi ini terjadi dengan Lempeng Samudera Hindia-
Australia bergerak ke utara yang menunjam ke bawah tepian Benua Eurasia yang
tektonik dan membentuk sistem busur kepulauan dan jalur gunungapi aktif, serta
pola-pola kelurusan.
Pola struktur Pulau Jawa telah banyak diteliti dengan banyak data, yaitu
dengan data geologi permukaan, gaya berat magnetik, foto udara, citra satelit serta
radar dan seismik (Pulungguno dan Martodjojo, 1992 dalam Satya dan
(1994), Pulau Jawa terdapat empat arah kelurusan struktur yang dominan
(Gambar 4.1.):
62
63
Gambar 4.1. Peta regional Jawa memperlihatkan pola struktur, dua sesar
mendatar regional dan implikasi geologi yang disebabkan (Satyana dan
Purwaningsih, 2002).
yang terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Wakil dari pola Meratus ini diantaranya Sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang
dapat diikuti ke timur laut sampai batas timur Cekungan Zaitun dan Cekungan
dengan Oligosen Akhir atau diperkirakan sekitar 53-52 juta tahun lalu. Pola ini
Walat.
64
4. Pola Jawa yang berarah barat-timur, merupakan pola yang paling muda yang
diperkirakan terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu. Pola Jawa ini memotong
Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Utara dan Serayu Selatan
kedalam zona laut dalam Bogor-Serayu Utara Kendeng yang terletak sebagai
yang berkembang hingga sekarang pada bagian selatan Pulau Jawa. Pembentukan
volkanik di Zona Serayu Selatan akibat adanya segmentasi tektonik sejak Eosen
dengan perselingan serpih, napal dan tuf, material sedimen ini mulai mengisi
cekungan pada Miosen Awal. Sedimentasi asal Formasi Rambatan ikut tergelincir
atau reworking menyebabkan struktur slump dan sesar anjak (toe-thrust) yang
berlawanan jarum jam). Pada periode inilah dapat dianggap bahwa cekungan
belakang busur Serayu Utara telah berubah menjadi busur volkanik. Pada Kala
Utara berkurang intensitasnya yang diduga akibat efek fase akhir rotasi Sundaland
(Hall, 2012).
konglomerat polimik serta batupasir silang siur pada kakinya, namun juga
akibat magma keluar secara insidental melalui naiknya geantiklin yang dicirikan
oleh aktivitas volkanik Ungaran (Middle Damar beds), Korakan (Ligung beds)
berupa pengangkatan pada Zona Serayu Selatan. Pembebanan yang besar tersebut
kemudian meluncur, tertekan secara kompresif, dan melipatkan breksi pada kaki –
sesar berupa sesar turun, sesar nauk, dan sesar geser menganan. Kelurusan yang
sebagian diduga sesar mempunyai pola penyebaran seperti pola sesar, dan
Pra-Tersier. Kekar berkembang baik pada batuan berumur Kapur (Condon, dkk,
1996).
struktur geologi yang ada, seperti jurus dan kemiringan perlapisan batuan, serta
struktur rekahan dan perlipatan. Jurus perlapisan batuan gunung api berpola
(Gambar 4.3.).
kemeringan yang selaras dengan kemiringan lereng gunung api, yang juga
melandai dari lereng atas menuju lereng bawah dan kaki kerucut gunung api. Pada
lereng atas kemiringan perlapisan batuan dapat mencapai 35º, yang kemudian
secara berangsur melandai hingga kurang dari 5º atau bahkan horisontal sama
68
sekali pada kaki sampai dengan dataran. Pada waktu inflasi, diameter kawah
radier. Karena perbedaan rapat massa perlapisan batuan, efek gravitasi, alterasi
hidrotermal, dan gaya vertikal setiap magma naik ke permukaan, maka untuk
menjauhi pusat erupsi (Gambar 4.3.). Struktur ini disebabkan oleh gerakan magma
yang naik ke permukaan bumi, dan dipandang sebagai gaya berarah vertikal
terbentuk selama atau setelah proses pembentukan struktur geologi akibat gaya
bentuk, posisi, arah gaya yang bekerja dan arah pergerakannya, penyusun
yang dilewati struktur tersebut, terlebih lagi lokasi yang paling baik kondisi
Sirukem, Sesar Mendatar Kiri diperkirakan Kasimpar dan Sesar Mendatar Kiri
diperkirakan Simego.
69
Sesar adalah suatu zona rekahan pada batuan yang telah mengalami
garis lurus (translasi) ataupun secara memutar (rotasi). Unsur-unsur atau tanda-
tanda geologi yang mengindikasikan adanya sesar pada suatu daerah antara lain
litologi dan topografi, penjajaran mata air, air terjun, breksiasi,gores garis, cermin
sesar dan milonit, namun tanda-tanda tersebut dapat sebagian tidak ditemukan
kenampakannya di lapangan.
beberapa gejala saja, seperti hanya berupa kenampakan morfologi berupa gawir
sesar, punggungan dan aliran sungai. Dengan demikian analisis struktur geologi
daerah penelitian dilakukan dengan 2 metode yaitu secara tidak langsung melalui
interpretasi kelurusan pada citra satelit berupa analisis Digital Elevation Model
(DEM) dan peta topografi yang merupakan data sekunder, serta secara langsung
struktur geologi daerah penelitian digambarkan dalam peta geologi meliputi sesar
wilayah yang dilewati yaitu daerah Desa Depok. Dari data sekunder yaitu
dengan peta geologi regional terlihat adanya struktur yang berkembang pada
daerah tersebut. Pada pengamatan lapangan Sesar Turun Depok batuan yang
melalui pandangan burung terlihat dengan jelas dan dari kelurusan topografi
pada peta topografi, citra DEM seperti pada Gambar 4.5, dimulai dari Desa
Depok. air terjun pada beberapa titik lokasi pengamatan yaitu pada LP 94 dan
Gambar 4.5. Sesar Turun diperkirakan Depok dari kenampakan citra DEM
tebing dengan kemiringan curam yang menandakan ada blok batuan yang
bergerak atau turun karena berat serta gravitasi seperti pada Gambar 4.6.
nama wilayah yang dilewati yaitu daerah Sirukem. Dari data sekunder yaitu
dengan peta geologi regional terlihat adanya struktur yang berkembang pada
Sirukem batuan yang tersesarkan adalah lava andesit dan dicirikan Penamaan
dan penentuan sesar ini berdasarkan indikasi dari kelurusan sungai dari pola
aliran dan kelurusan topografi pada peta topografi, citra DEM seperti pada
Gambar 4.7. Jenis patahan yang mensesarkan lava andesit adalah Sesar
Mendatar Kiri Sirukem. Adanya sungai yang cukup curam yang dilihat dengan
Gambar 4.7. Sesar Mendatar Kiri diperkirakan Sirukem dan kenampakan kelurusan
suangai LP 114
73
wilayah yang dilewati yaitu Desa Kasimpar. Penamaan dan penentuan sesar ini
berdasarkan indikasi dari kelurusan topografi pada peta topografi, citra DEM .
kenampakan hancuran pada batuan yang tersesarkan yaitu lava andesit dan
patahan yang mensesarkan andesit adalah sesar mendatar kiri (Gambar 4.10)
nama wilayah yang dilewati yaitu daerah Simego. Penamaan dan penentuan
sesar ini berdasarkan indikasi dari kelurusan topografi pada peta topografi,
citra DEM. Pada pengamatan lapangan Sesar Mendatar Kiri Sirukem batuan
74
kelurusan topografi seperti Gambar 4.9. Jenis patahan yang mensesarkan lava
Gambar 4.9. Sesar Mendatar Kiri diperkirakan Simego, kenampakan citra DEM
yaitu pada pergelakan blok sesar turun diperkirakan depok dengan kenampakan
berupa kawah dari data litologi dan morfologi serta data DEM sebagai data
gunung api, yang mana rapat masa serta kemringan lereng dan gravitasi
radial atau memutar utara selatan dan sampai barat timur (Gambar 4.10).
75
Sirukem, struktur Sesar Mendatar Kiri diperkirakan Kasimpar dan struktur Sesar
daerah penelitian tidak terdapat fosil foraminifera untuk penunjuk umur dan
lingkungan suatu batuan. Penentuan ejarah geologi akan dilihat dari kenampakan
batuan yang paling tua sampai dengan batuan yang termuda pada daerah
penelitian, selain itu perkembangan struktur geologi dan geomorfologi juga dapat
kesebandingan pada batuan vulkanik dan konsep stratigrafi batuan vulkanik serta
penelitian termasuk pada aktivitas vulaknik pada Zaman Kuarter yang terjadi pada
Kala Plistosen Awal sampai dengan Plistosen Atas hingga Kala Holesen yang
76
77
menghasilkan urutan-urutan satuan batuan dari yang paling tua hingga batuan
yang paling muda. Keluarnya satuan batuan lava basalt jembangan yang
kemudian diikuti dengan satuan batuan lava andesit hornblende, terbentuk secarah
lava andesit hornblende mengalir mengikuti topografi lembah yang tersebar dari
bagian utara sampai dengan selatan dan diikuti dengan breksi andesit, begitupun
78
juga Lava andesit piroksen yang keluar dan menyebar mengikuti topografi daerah
Tipe lava yang menghasilkan batuan yang berbeda pada lokasi penelitian
dikarenakan adanya kontak dengan batuan samping yang dilalui lava tersebut.
(Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Skema pembentukan satuan batuan lava andesit basalt, lava andesit
hornlende, breksi andesit dan lava andesit piroksen
menambah beban dalam pembangunan tubuhnya, selain itu gaya gravitasi dan
Kala Holosen terjadi juga proses pelapukan dan erosi sehingga menyebabkan
dan menghasilakan material hasil ubahan dari batuan- batuan yang lebih tua.
tektonik secara global. Dilihat dari kenampakan morfologi yang ada saat ini.
depok, akibat dari inflasi dan deflasi pada kawah gunungapi kemudian terjadilah
sesar mendatar kiri kasimpar, sesar mendatar kiri sirukem dan sesar mendatar kiri
oleh adanya kegiatan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam tersebut,
serta adaptasi terhadap bencana alam. Geologi lingkungan juga dapat diartikan
ilmu yang membahas tentang keadaan lingkungan suatu daerah yang ditinjau dari
masyarakat sehari-hari, sedangkan aspek negatif dapat berupa bencana alam yang
tertentu yang juga merupakan bagian dari ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara
utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi. Pengaruh ini dapat berupa pengaruh positif maupun negatif bagi
manusia sehingga untuk pengaruh positif akan selalu dipelihara dan diusahakan
81
82
mengenal dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aspek geologi sebagai akibat
pemanfaatan lingkungan.
6.1. Sesumber
hidupnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada pembahasan
geologi lingkungan ini sesumber yang ada pada daerah penelitian terbagi atas 3,
yaitu air, bahan galian sirtu (pasir dan batu), dan lahan.
6.1.1. Air
Secara umum kondisi perairan di daerah penelitian cukup baik, dengan curah
hujan yang hampir merata setiap tahun, serta kondisi vegetasi yang lebat dan
masih terjaga sebagai media penahan air hujan yang meresap ke dalam tanah.
Potensi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar daerah penelitian berasal
dari air permukaan, yaitu pada air sungai yang berada di sekitar pemukiman
Besarnya debit air sungai yang ada di daerah penelitian sangat dipengaruhi
oleh curah hujan. Masyarakat yang berada di pada daerah penenlitian umumnya
memanfaatkan air sungai yang berasal dari aliran air terjun yang ditampung dan
yang bersifat permanen atau perennial dimana sungai tersebut dialiri air sepanjang
tahun (Sungai Balun). Sifat aliran pada anak-anak sungai bersifat periodik atau
ephimeral yaitu sungai yang dipengaruhi oleh musim, sehingga debit airnya akan
berkurang (kecil) pada musim kemarau dan melimpah (besar) pada musim
penghujan.
84
Gambar 6.1. Sumber air dan penampungan air untuk kebutuhan masyarakat pada sungai
Balun , gambar A. LP 27 , B. LP 27 dan C. Penampungan
Selain itu juga banyak anak-anak sungai yang bersifat intermiten, yaitu
sungai yang hanya dialiri air pada saat hujan saja. Selain air sungai pada daerah
penelitian melimpah air permukaan seperti air terjun, yang tersingkap dari bagian
utara daerah penelitian sampai dengan bagian selatan daerah penelitian. Air terjun
Bahan galian merupakan salah satu aspek geologi yang sangat berguna bagi
masyarakat, bahan galian ini sering dimanfaatkan sebagai bahan dasar bangunan,
jalan, jembatan, perabotan rumah, dan juga sebagai mata pencaharian warga di
daerah penelitian maupun di luar daerah penelitian. Bahan galian yang terdapat
pada daerah penelitian adalah bahan galian golongan C yaitu bahan galian yang
Bahan galian berupa sirtu (pasir dan batu) dengan potensi bahan galian
yang paling banyak pada daerah penelitian yaitu berupa penambangan rakyat
batuan andesit, penambangan batuan andesit yang dilakukan masih dengan cara
Gambar 6.3. Bahan galian andesit, berupa lava andesit di Desa Sirukem
LP 11 Arah kamera utara
sekitar. Hasil tambang rakyat digunakan untuk membuat bangunan, jalan maupun
jembatan pada daerah penelitian (Gambar 6.3.). Batuan lapuk yang terdapat
lapukan dari lava andesit, dijadikan oleh masyrakat sebagai tanah penyampur
6.1.3. Lahan
Tanah di daerah penelitian mengandung unsur hara yang sangat baik bagi
tanaman, sehingga pemanfaatan lahan ini digunakan untuk bercocok tanam, yaitu
sebagai lahan pertanian dan lahan perkebunan. Daerah yang landai dan dekat
dengan tubuh sungai maupun dataran aluvial sering dimanfaatkan untuk lahan
tinggi, sering dimanfaatkan untuk lahan pekebunan pinus, untuk diambil getahnya
baik untuk dijual maupun untuk digunakan sebagai bahan campuran industry
(Gambar 6.4).
Bencana alam adalah suatu proses yang dapat menimbulkan kerugian bagi
makhluk hidup, karena adanya aktivitas geologi yang memberi dampak negatif
bagi kehidupan manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Bencana alam
adalah suatu gejala yang berhubungan dengan proses geologi yang menimbulkan
geologi. Bencana alam yang terjadi di daerah penelitian adalah gerakan tanah,
yang terjadi karena proses pelapukan batuan yang tinggi dan juga keadaan
88
topografi yang memiliki kemiringan lereng yang curam. Gerakan tanah yang
terjadi di daerah penelitian pada umumnya yaitu berupa longsoran, bencana ini di
sebabkan oleh faktor kemiringan lereng, tingkat pelapukan batuan yang tinggi,
maupun curah hujan. Longsor yang terjadi memiliki arah yang berebeda-beda
serta jenis longsor yang beda-beda seperti rayapan, rockfall dan slump (Gambar
6.5)
Gambar 6.5. Bencana alam berupa longsoran pada a. LP 01, b, LP 12 dan c LP 25,
BAB 7
KONTROL AIRTANAH TERHADAP GERAKAN MASSA
DI DAERAH TEMPURAN DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN WANAYASA, KABUPATEN BANJARNEGARA,
PROVINSI JAWA TENGAH
massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan
dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan/atau rotasi. Proses terjadinya longsor
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: air meresap ke dalam tanah
sehingga menambah bobot tanah, air menembus sampai ke lapisan kedap yang
berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah
dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di atas 2500 mm/tahun), kemiringan
lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa. Pada
kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air yang umumnya berada di
2. Daerah teluk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng
89
90
zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam.
tekanan
air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan
Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%),
tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya
batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan atau saat terjadi getaran
pada lereng.
atau rawan bencana longsor ini diperlukan penataan ruang berbasis mitigasi
karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam
penentuan struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas kegiatan
dengan kondisi terrain dan kondisi geologi yang sangat peka terhadap gangguan
luar, baik yang bersifat alami maupun aktifitas manusia sebagai faktor pemicu
Gambar 7.1. Tipe zona berpotensi longsor (Pedoman Menteri Pekerjaan Umum, 2007)
1. Zona Tipe A
lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng
lebih dari 40%, dengan ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan
laut.
2. Zona Tipe B
92
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki
bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng berkisar
antara 21% sampai dengan 40%, dengan ketinggian 500 meter sampai
3. Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran,
tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara
Penelitian dilakukan pada batuan beku lava andesit yang tersingkap atau
mengalami pelapukan dan dilakukan analisis yang berkaitan dengan hidrologi dan
gerakan massa. Oleh karena itu, dengan kondisi geologi seperti diuraikan diatas,
Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah”. Selain itu dari hasil analisis ini bisa di
ketahui daerah mana saja yang tingkat gerakan massanya dikontrol oleh airtanah
atau yang terjadi karena pelapukan batuan, sehingga di kemudian dapat dihimbau
dan disosialisasikan kepada warga sekitar agar terhindar dari bencana gerakan
massa.
1. Longsoran Translasi
93
2. Longsoran Rotasi
3. Pergerakan Blok
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok
batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak
dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan
air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu
94
mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat
bahan penelitian khusus bagi penyusun dalam melaksanakan skripsi tipe I pada
jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains dan Teknologi
AKPRIND Yogyakarta.
gerakan massa yang terjadi dipengaruhi oleh airtanah atau karena proses
masalah penelitian ini terbatas pada Desa Tempuran dan sekitarnya, Kecamatan
dahulu kehidupan berada di sekitar air, sungai, mata air atau danau. Namun
kebutuhan akan air bersih sangat meningkat. Pemanfaatan air untuk berbagai
dan pelestarian sumber daya air harus di tanamkan pada segenap pengguna air
(Effendi, 2003:11), sedangkan sumber daya air merupakan bagian dari sumber
daya alam yang mempunyai sifat yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya
(kodoatie, 2001:27).
dalam ruang antara butir-butir tanah, yang meresap ke dalam tanah dan bergabung
membentuk lapisan tanah pembawa air yang disebut dengan akuifer. Keterdapatan
airtanah erat kaitannya dengan siklus hidrologi, sehingga semua airtanah dapat
sebagai bagian dari daur hidrologi, termasuk air permukaan dan atmosfer.
suksesi tahapan yang dilalui air dari atmosfir ke bumi dan kembali lagi ke
atmosfir, evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk
evaporasi di laut dan di badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh
angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan
atmosfir memungkinkan, sebagian dari uap air akan turun menjadi hujan. Sebelum
mencapai permukaan tanah air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk vegetasi.
Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan dipermukaan daun selama proses
pembahasan daun dan sebagian lainnya akan jatuh di atas permukaan tanah
Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai dipermukaan tanah
Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung
kemudian mengalir di atas permukaan tanah yang rendah (run off) untuk
selanjutnya masuk ke sungai. Air resapan akan tertahan di dalam tanah oleh gaya
kelembapan air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam
tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat
97
mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah
tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian air
tanah (ground water). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau akan
Menurut Asdak C., (1995), tidak semua air resapan (air tanah) mengalir ke sungai
atau danau, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan
tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfir melalui
peresapan air permukaan di sebut air meteorik (meteoric water). Selain berasal
98
dari air permukaan, airtanah juga dapat berasal dari air yang terjebak pada waktu
pembentukan batuan sedimen. Airtanah jenis ini disebut air konat (connate
water). Aktivitas magma di dalam bumi dapat pula membentuk airtanah, karna
adanya unsur hidrogen dan oksigen yang menyusun magma. Airtanah yang
berasal dari aktivitas magma ini disebut dengan air juvenil (juvenile water). Dari
ketiga sumber airtanah tersebut air meteorik merupakan sumber airtanah terbesar.
Endapan pasir, krikil, kipas alivial dataran banjir dan endapan delta pasir
yaitu:
kerikil, campuran pasir dan kerikil, dan lain sebagainya. Sisanya 10 % terdapat
pada material kompak dimana air terdapat pada lubang-lubang bekas keluarnya
gas dan batuan kompok yang terdapat rekahan-rekahan yang banyak dan saling
Daerah aliran air terdiri dari aluvial yang terletak di kanan dan kiri sungai
yang mengalir. Potensi airtanah cukup brsar apabila muka air sungainya
lebih tinggi dari muka airtanah. Faktor ini menyebabkan daerah ini sangat
(influence).
99
Potensial airtanah di daerah ini cukup besar akan tetapi suplai air yang di
c. Daerah dataran
Daerah ini adalah dataran yang luas dengan endapan yang belum mengeras
lepas yang jumlahnya sangat besar, material ini berasal dari pegunungan
air dari pengisian di atasnya. Pada dataran antara gunung yang di batasi
oleh kaki-kaki gunung api akan mempunyai perbedaan besaran pada butir
seberapa jauh dari bagian kaki gunung api. Lembah tersebut di batasi oleh
yang telah ada. Airtanah pada endapan ini mengisi ruang antara
gunung api, yang terdiri dari batuan lepas maupun padat. Airtanah
Aliran airtanah adalah air yang meresap kedalam tanah, mencapai permukaan
airtanah dan bergerak menuju sungai dalam hitungan waktu. Aliran ini juga
disebut sebagai debit aliran dasar yang hanya beruba sedikit selama musim kering
dan basa sepanjang waktu. Didalam aliran airtanah terdapat beberapa sub-bagian
yaitu:
101
jumlahnya banyak, dan merupakan sisa atau kelebihan air yang tidak meresap ke
dalam tanah. Aliran ini akan terus menujuh ke daerah-daerah yang rendah, masuk
ke dalam sungai-sungai dan akhirnya masuk ke laut. Volume air yang mengalir
diketahui bahwa aliran permukaan hanya terjadi olah curah hujan dengan curah
7.4.3.2. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses resapan atau pergerakan air ke dalam tanah melalui
pori-pori tanah dengan arah vertikal. Kapasitas infiltrasi curah hujan dari
airtanahnya.
Air yang meresap kedalam tanah akan mengalir mengikuti gaya gravitasi
bumi. Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air,
menyebabkan pori-pori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-
beda. Setelah hujan, air bergerak kebawah melalui zona tidak jenuh air. Sejumlah
air beredar didalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang
retensi dari tanah telah habis, air akan bergerak ke bawah, ke dalam daerah
dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air didalam zona jenuh air ini
Metode penelitian atau teknik pengumpulan data untuk analisis ini dibagi
menjadi dua metode, yaitu motede pengumpulan data primer yang berdasarkan
dari data pengamatan di lapangan dan metode pengumpulan data sekunder yang
berdasarkan hasil studi pustaka dari literatur yang relevan dengan judul studi
khusus ini. Kedua metode ini saling barkaitan untuk menyelesaikan dan
Data primer yang digunakan pada studi khusus ini yaitu terbagi dari
beberapa tahap, diantaranya tahap penelitian lapangan dan tahap pengolahan data.
1. Penelitian lapangan
secara langsung dan juga mengumpulkan data primer yang dijadikian bahan
lapangan dengan melihat beberapa aspek yang berkaitan dengan penelitian ini.
yang akan diuji, yang sesuai dengan judul dalam penelitian. Dan dalam
nantinya.
arah aliran sungai ini dilakukan pada sungai utama maupun pada anak
sungai pada daerah penelitian yang degan jumblah yang tak terbatas lebi
banyak data lapangan yang diambil maka lebih bagus data yang akan
dihasilkan .
c. Pembuatan peta dasar atau peta topografi dan pembuatan peta hydrologi .
Data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Data sekunder ini meliputi tahap studi pustaka. Studi pustaka
penelitian. Dalam Penelitian ini data sekunder yang digunakan berupa data studi
geologi regional daerah penelitian, dan studi pustaka tentang penelitian dengan
primer dan data sekunder. Data primer yang terdiri atas data longsor berupa arah
longor, slope dan arah aliran airtanah yang terdapat pada lokasi gerakan massa,
105
arah aliran sungai . Tahapan dalam pengolahan data digambarkan dalam alur
dikelola untuk pembahasan pada studi khusus ini. Tahapan pengolahandata primer
diantaranya:
1. Pembuatan peta dasar, berupa peta topografi, dalam pembuatan peta topografi
2. Masukan data longsor pada peta dasar yang telah dibuat data longkor yang
dimasukan dengan sibol longoran sesuai dengan arah longsoran yang terjadi
seperti pada lokasi pengamatan yang ada pada daerah penelitian sehingga
pada proses akhirnya dapat akurat sesuai dengan data primer yang diambil.
Data sekunder yang berupa pustaka kemudian disusun menjadi karya tulis
ilmiah yang isinya merupakan dasar teori dari anlisisis yang dilakukan dalam
naskah skripsi ini. Data sekunder ini disusun dalam tinjauan pustaka dan
Hasil dan pembahasan ini merupakan pengabungan dari data lapangan dan
data sekunder dari beberapa literatur yang berkaitan dengan judul studi khusus
dan lainnya.
pengambilan data hidrologi berupa data aliran sungai, elevasi, slope, vegetasi dan
jenis suangai kemudian akan dilakukan analisis yang sesuai judul pembahasan
dari penelitian ini. Salah satu lokasi pengambilan data aliran sungai berada di
107
Data yang telah diambil selanjutnya akan dilakukan analisis dalam pembuatan
Tidak jauh dari lokasi pengambilan data hidrologi diambil juga data
longsoran atau data gerkan massa dengan morfologi bergelombang kuat, dengan
vegetasi sedang yang didominasi oleh pohon pinus, pada lokasi gerakan massa ini
merupakan salah satu gerakan massa yang dipengaruhi oleh airtanah dan
airresapan dimana dari hasil material gerkan massanya terdapat sedikt aliran air
yang keluar searah dengan arah lonsoran dan material longsoran merupakan hasil
dari pelapukan lava andesit. Pada lokasi ini tataguna lahan digunakan sebagai
perkebunan pinus dan juga ada dibagian selatan darih longsoran ini digunakan
ini memiliki kelimpahan air dan juga rawan gerakan massa dengan kondisi batuan
108
yang telah mengalami pelapukan dan juga tinggkat kelembaban tanah yang sangat
tinggi sehingga gampang untuk terjadinya gerakan massa pada daerah Tempuran
7.7.2 Pembahasan
Lokasi penelitian memilki litologi yang hasil dari aktivitas tektonik berupa
breksi andesit , lava andesit, intrusi andesit dan ada pengendapan sebelum ada
bahwa daerah penilitian memili variasi morfologi yang sangat beragam, mulai
109
dari landai sampai curam dengan perbukitan bergelombang lemah sampai kuat.
Dengan mengacu pada klasifikasi kelas kelerengan menurut Van Zuidam tahun
1985, dapat disimpukan bahwa daerah penelitian memiliki potensi gerakan tahah
yang cukup besar dengan nilai rata-rata 25%-33%. Pada klasifikasi Van Zuidam
1985 nilai tersebut masuk pada kategori pada lereng curam sampai terjal sering
terjadi erosi dan gerakan tanah, dengan kecepatan perlahan dan merupakan daerah
Tempuran, dan sekitarnya dengan kemiringan slope 29°-36°, pada saat musim
hujan daerah penelitian memiliki tingkat gerakan tanah yang lebih tinggi
karena tipe batuan daerah tersebut merupakan lapukan batuan lava andesit
adanya resapan air hujan, sehingga mudah untuk bergerak (Gambar 7.9).
Pada lokasi penelitian ini terdapat longsoran yang terjadi karena proses
pelapukan yang tinggi jenis longsoran atau pergerakan tanah ini terjadi pada
litologi lava andesit yang telah mengalami tingkat pelapukan yang tinggi dan
111
berbeda dengan sebelumnya pada longsoran ini tidak dijumpai adanya tanda-tanda
aliran air ataupun kelembaban pada material longsoran sehingga gerkana massa
yang terjadi pada lokasi ini terjadi karena proses pelapukan batuan (Gambar 7.10).
3. Rayapan tanah
Pada lokasi penelitian yang tidak jauh dari lokasi studi kasus daerah
kemiringan slope 9°-16°, terdapat bukti pergerakan tanah yang masih berlanjut,
di lokasi tersebut dari waktu kewaktu tanah tersebut semakin bergeser kearah
selatan yang menyebabkan infrastruktur seperti jalan dan tiang kabel listrik
Dari hasil penelitian lapangan dan pengolahan data hingga pembutan peta
hidrologi faktor utama yang mempengaruhi gerakan massa pada derah Tempuran
dipengaruhi oleh airtanah dan pelapukan dimana dari pengamatan hasil longsoran
yang ada hampir sebagian besar dipengaruhi oleh airtanah ataupun air resapan
menyebabkabkan tingkat kelembaban yang tinggi pada batuan yang telah lapuk
sungai hal ini juga sangat berpengaruh besar terhadap proses gerkan massa hampir
sebagian besar longsoran yang terjadi memiliki arah yang sama dengan
karakteristik yang sama maka proses gerakan massa atau longsoran yang terjadi
Daerah aliran air terdiri dari lava andesit yang sebangian besar telah
mengalami proses pelapukan yang terletak di kanan dan kiri sungai yang
mengalir. Potensi airtanah cukup besar muka air sungainya lebih rendah dari
muka airtanah. Faktor ini menyebabkan daerah ini sangat potensial terjadinya
gerakan massa sebab materialnya lepas dan airtanah mensuplai air sungai
(efluence).
7.8. Kesimpulan
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, dari peta hidrologi yang dibuat di
Gerakan massa yang terjadi pada daerah pada daerah Tempuran sebagian besar
dikontrol oleh air menempati kurang lebih 70% dari luas daerah penelitian,
dimana seperti yang telah diketahui material longor atau gerakan massa memiliki
tingkat kelembaban yang tinggi pada hasil material longsorannya, hal ini
disebabkan oleh tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah penelitian.
batuan karena daerah penelitian sendri berada di atas 1000-2000 meter diatas
permukaan laut dan kenampakan dilapangan hampir sebagian batuan pada daerah
penelitian telah mengalamai proses pelapukan, gerakan massa yang terjadi akibat
proses peapukan sendiri menempati kurang lebih 20% dari luas daerah penelitian.
BAB 8
KESIMPULAN
8.1. Kesimpulan
Daerah penelitian terletak kurang lebih 145 km ke arah baratlaut dari Kota
mempunyai skala peta 1:25000, terletak pada 4/9 lembar peta RBI No Lembar
(F1). Stadia daerah penelitian dari muda menuju dewasa. Pola aliran pada daerah
Satuan batuan pada daerah penelitian dibagi menjadi 5 satuan batuan dan
endapan campuran, dari yang tertua sampai yang mudah berdasarkan umur
114
115
Jambangan dengan umur Pleistosen, selaras dengan satuan lava andesit piroksen
dengan umur pleistosen, tidak selaras dengan satuan lava andesit piroksen dan
tidak selaras dengan endapan campuran yang umumnya berupa material lepas
lapangan dan disebandingkan dengan peta regional serta data citra DEM,
didapatkan 5 pola struktur, melingkupi sesar turun dan sesar mendatar kiri yaitu:
Sesar Mendatar Kiri diperkirakan Kasimpar dan Sesar Mendatar Kiri diperkirakan
Simego.
Sesumber yang ada pada daerah penelitian adalah sungai dan air terjun.
Potensi bahan galian yaitu pemanfaatan pasir batu dan andesit. Serta potensi lahan
untuk perkebunan dan pertanian, yaitu persawahan pada tepi bukit dan penanaman
pohon pinus yang dimanfaatkan getahnya bagi masyarakat dan untuk bahan
gerakan massa yang terjadi karena aliran airtanah dan proses pelapukan batuan
dimana mencapai kurang lebih 70% dari luas daerah penelitian, hal ini karena
material hasil longsoran kebanyakn memiliki kelmebaban tanah yang tinggi dan
adanya aliran air disekitar lokasi gerkan massa, adapun gerakan massa yang
116
terjadi kaerena proses pelapukan batuan yang mencapai kurang lebih 20% dari
luas daerah penelitian . Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar gerakan
massa dipengaruhi oleh aliran airtanah yang melimpah pada daerah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi
Teori Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, Departemen Teknik
Geologi ITB, Tidak Dipublikasikan.
Bakosurtanal, 2000, Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Kalibening Skala
1:25.000, Bakosutarnal, Bogor.
Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus Nijhoff, vol.
1A, Netherlands.
Bogie, I., and Mackenzie, K.M., 1998, The Application of A Volcanic Facies
Model to An Andesitic Stratovolcano Hosted Geothermal System at
Wayang Windu, Java, Indonesia, Proceedings 20th, NZ Geothermal
Workshop.
Bronto, S., 2006, Fasies Gunung Api Dan Aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia
Vol.1 No.2, Pusat Survei Geologi, Jln. Diponegoro 57 Bandung, Indonesia.
Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K, B., Amin, T, C., Gafoer, S., dan
Samodra, H., 1996, Peta Geologi Regional Lembar Banjarnegara-
Pekalongan (1408-4 & 1409-1) Skala 1:100.000.
Djuri, M., Samodra H., Amin, T.C., dan Gafoer, S., 1996, Peta Geologi Regional
Lembar Purwokerto dan Tegal (1309-3 & 1300-6) Skala 1:100.000, Jawa,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Kartanegara, L., Uneputty, H., dan Asikin, S., 1987, Tatanan Stratigrafi dan Posisi
Tektonik Cekungan Jawa Tengah Utara Selama Jaman Tersier, PIT IAGI
ke-16, Bandung.
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Andi Offset, Yogyakarta
Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An Introduction to The Study of Landscape,
Mc Graw-Hill Book Co., Inc., New York and London.
Martodjojo, S., 1996, dan Djuhaeni, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia.
Satyana, A.H., dan Armandita, C., 2004, Deepwater plays of Java, Indonesia :
Regional evaluation on opportunities and risks, IPA Annual Convention
Proceedings, DFE04- OR-002, p 27
Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., dan Kanny, P., 2005, East Java: Cenozoic
Basins, Volcanoes and Ancient Basement, Indonesian Petroleum
Association, Proceedings 30th Annual Convention, hal 251-266.
1. Nomer sayatan : LP 11
- Litologi : Andesit piroxin
- Satuan batuan: Lava andesit piroxin
Pengamatan : Nikol sejajar dan Nikol silang , dengan perbesaran 40 x
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Diabasic / Porfiritik.
Tampak pola penyebaran plagioklasnya radier – sub radier. Plagioklasnya meng
inklusi piroksin sedemikian rupa sehingga kenampakkan piroksinnya dibeberapa
tempat tidak begitu jelas . Komposisi terdiri dari Plagioklas, Piroksin, Olivin,
Hornblenda dan opak .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 56 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 54 - An 58 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20 mm -0,60 mm .
Pada massa dasar berukuran 0,05mm - 0,10 mm
2. Pyroxin ( 28 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , ukuran mineral 0,10 mm sampai 0,50 mm . Bentuk
subhedral - anhedral .
3..Hornblenda ( 12 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,10 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
4. Opak (2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,2 mm - 1,60 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, Opak ., tertanam dalam massa dasar berupa
mineral plagioklas, opak , Black glas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 54 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 32 - An 40 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20 mm - 1,20 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,08 mm – 0,1 mm . Plagioklas tampak terkorosi
2. Hornblenda ( 4 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral .
3. Pyroxin ( 22 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,40 mm sampai 1,60 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 1 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 19 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi tambah gelap .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,2 mm - 0,8 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, Opak ., tertanam dalam massa dasar berupa
mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 51 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 30 - An 40 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20 mm -0,80 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,08 mm – 0,1 mm . Sebagian menampakkan struktur
zonasi (zoning).
2. Hornblenda ( 7 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral .
3. Pyroxin ( 22 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,40 mm sampai 0,60 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 18 % ) : keputihan – kekuningan , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,2 mm - 1,80 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, Opak ., tertanam dalam massa dasar berupa
mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 36 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 36 - An 40 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20 mm -0,40 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,08 mm – 0,1 mm .
2. Hornblenda ( 6 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral .
3. Pyroxin ( 24 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 1,80 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 3 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,10 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 31 % ) : keputihan – kekuningan , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 1,80 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, dan Xenolith , tertanam dalam
massa dasar berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 30 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 34 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 1,80 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm . Kenampakkan
umum plagioklas nya terkorosi , dan terlihat sebagian berstruktur zonasi (zoning).
2..Hornblenda ( 8 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,30 mm sampai 0,50 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 12 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,30 mm sampai 1,80 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 44 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,2 mm - 0,60 mm , bentuk subhedral , terdiri dari mineral
Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, Opak ., tertanam dalam massa dasar berupa
mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 39 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 32 - An 40 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20 mm -0,60 mm ,
pada massa dasar berukuran 0,08 mm – 0,1 mm .
Sebagian telah terubah menjadi serisit.
2. Hornblenda ( 9 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,30 mm . Bentuk
mineral subhedral .
3. Pyroxin ( 28 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,60 mm . Bentuk subhedral . Sebagian telah terubah menjadi
klorit.
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 22 % ) : keputihan – kekuningan , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 1,40 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 48 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 28 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 1,40 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm . Kenampakkan
umum plagioklas nya terkorosi , dan terlihat sebagian berstruktur zonasi (zoning).
2..Hornblenda ( 11 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 6 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk subhedral ..Tampak sebagian permukaannya
terkorosi..
4. Opak ( 1 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,04 mm – 0,2 mm.
5. Gelas ( 34 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 0,80 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin , tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 40 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 30 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 0,80 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm .
2..Hornblenda ( 8 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 6 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 44 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 0,50 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 62 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 30 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 0,50 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm . Sebagian
menampakkan struktur zonasi (zoning).
2..Hornblenda ( 8 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,30 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 4 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,30 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 3 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,30 mm.
5. Gelas ( 23 % ) : warna abu abu , relief rendah , pada pengamatan dengan nikol
silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya berubah menjadi
ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 0,40 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin, tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 41 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 28 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 0,40 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm .
2..Hornblenda ( 14 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,30 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 5 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk subhedral ..Tampak sebagian permukaannya
terkorosi..
4. Opak ( 1 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,2 mm.
5. Gelas ( 39 % ) : warna abu abu , relief rendah , pada pengamatan dengan nikol
silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya berubah menjadi
ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 0,60 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin , tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 42 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 30 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 0,60 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm . Kenampakkan
umum plagioklas nya terkorosi , dan terlihat sebagian berstruktur zonasi (zoning).
2..Hornblenda ( 11 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 8 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,30 mm sampai 0,60 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 37 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
Sayatan tipis batuan beku , warna abu-abu keputihan, tekstur Porfiro afanitik .
Ukuran pada fenokris 0,20 mm – 0,60 mm , bentuk subhedral - anhedral, terdiri
dari mineral Plagioklas , Hornblenda,Piroksin , tertanam dalam massa dasar
berupa mineral plagioklas, opak , gelas .
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 42 % ) : warna putih – abu abu, relief rendah sampai sedang ,
indek bias n < n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 30 - An
40 ), Bentuk mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0,20
mm - 0,60 mm , pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,1 mm . Kenampakkan
umum plagioklas nya terkorosi , dan terlihat sebagian berstruktur zonasi (zoning).
2..Hornblenda ( 10 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n
> n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,40 mm . Bentuk
mineral subhedral – anhedral.
3. Pyroxin ( 7 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n
Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,30 mm sampai 0,60 mm . Bentuk subhedral .
4. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran mineral 0,05 mm – 0,20 mm.
5. Gelas ( 39 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi gelap, dan dimasukkan keping gips warnanya
berubah menjadi ungu muda berkabut .
Pengamatan Petrografis :
1. Plagioklas ( 40 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n <
n Kb sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 44 - An 58 ), Bentuk
mineral subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0, 20 mm – 0,80 mm
, pada massa dasar berukuran 0,05 mm – 0,10 mm Sebagian telah terubah menjadi
serisit.
2. Pyroxin ( 11 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n >
n Kb , Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral
0,20 mm sampai 0,40 mm . Sebagian telah terubah menjadi klorit.
3. Olivin ( 2 % ), warna kehijauan –abuabu, relief sedang , indeks bias n > n Kb,
Pleokroisme sedang, pecahan tidak teratur, bentuk granular / membutir . Ukuran
0,20 mm – 0,30 mm.
4. Hornblenda ( 5 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n >
n Kb, Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0, 2 mm - 0,3 mm . Bentuk mineral
subhedral – anhedral
5. Gelas ( 42 % ) : warna hitam (black glass) , relief rendah , pada pengamatan
dengan nikol silang menjadi tambah gelap .
Pengamatan Petrografis :
Pemerian Komposisi :
1. Plagioklas ( 38 % ) : warna putih relief rendah sampai sedang , indek bias n < n Kb
sampai n > n Kb . Kembaran Karlbad Albit ( An 42 - An 55 ), Bentuk mineral
subhedral sampai anhedral . Ukuran pada Fenokris 0, 20 mm – 0,50 mm , pada massa
dasar berukuran 0,05 mm – 0,10 mm .
Sebagian menampakkan struktur zonasi (zoning).
2. Pyroxin ( 22 % ) : warna kekuningan – abuabu , relief sedang , indek bias n > n Kb ,
Pleokroisme sedang , belahan dua arah relatif tegak lurus , ukuran mineral 0,20 mm
sampai 0,40 mm
3. Olivin ( 3 % ), warna kehijauan –abuabu, relief sedang , indeks bias n > n Kb,
Pleokroisme sedang, pecahan tidak teratur, bentuk granular / membutir . Ukuran 0,20 mm
– 0,30 mm.
4. Hornblenda ( 5 % ) : warna coklat – kecoklatan , relief sedang , indek bias n > n Kb,
Pleokroisme kuat , ukuran mineral 0,20 mm sampai 0,30 mm . Bentuk mineral
subhedral .
5. Opak ( 2 % ) : warna hitam / kedap cahaya , relief sedang , ukuran 0,05 mm – 0,20
mm Bentuk butir menyudut tanggung sampai membulat tanggung.
6. Gelas ( 30 % ) : warna abu abu , relief rendah , pada pengamatan dengan nikol silang
menjadi gelap dan dimasukkan keping gips warnanya berubah menjadi ungu muda
berkabut.
Nama Mikroskopis : “ Basalt “ ( William, Turner, Gilbert. 1954 )