Anda di halaman 1dari 5

6.

3 Persamaan Momentum
Dalam mempelajari loncat air, pemakaian persamaan energi tidak memberikan hasil yang
memadai, karena pada loncat air terjadi banyak kehilangan energi yang nilai awalnya tidak diketahui.
Oleh karena itu, dipakai persamaan momentum. Asumsi-asumsi yang dipakai dalam analisis :
1. Sebelum dan sesudah loncat air, aliran adalah seragam dan distribusi tekanan adalah
hidrostatik.
2. Panjang loncat air adalah kecil sehingga kehilangan energi akibat gesekan dasar adalah kecil
dan dapat diabaikan.
3. Dasar saluran adalah horizontal atau landai sehingga komponen berat dari massa air pada
loncat air kecil dan dapat diabaikan.

Aliran air melewati loncat air mempunyai kecepatan, kedalaman dan energi aliran sebelum loncatan
berturut-turut V1, h1 dan Ef1, menjadi V2, h2 dan Ef2 setelah loncat air. Hl adalah kehilangan energi
pada loncat air.

Hl = Ef1 – Ef2

Dengan menerapkan persamaan kontinuitas, debit yang melewati saluran adalah :

Q = V1 A1 = V2 A2

V1 = Q/A1 dan V2 = Q/A2

Berdasarkan Hukum Newton II tentang gerak, laju perubahan momentum harus sama dengan gaya
yang bekerja.

F = ma

γw
F = ρw Q (V1-V2) atau F= Q (V1-V2)
g
γw
P2 - P1 = Q (V1-V2)
g
P1 = γ w A1 h́1 dan P2 = γ w A2 h́2
Untuk penampamng saluran berbentuk persegi

h1 h
h́1 = dan h́2 = 2 sehingga
2 2
1 h γ
γ w A2 - γ = A1 1 = w Q(v- 22)
2 2 g

Q2 h1 Q2 h2
g ( Bh2 )
+ BH1 ( )
=
2 g ( Bh2 )
+ BH2( )
2

Q2 1 1
g B2
+ ( h − h ) 12 ( h −h )
1 2
=
2
2
2
1

q2
=¿h1h2 (h2+h1) ( 6-2 )
g

h1 2 2 q 2 h2 2 2 q 2
h1 =
−h1
2
+
√( ) 2
+
gh1
dan h2 =
−h2
2 √( )
+
2
+
gh2
( 6-3 )

h2 1 h 1
h1 2 [ √ ]
8 q2
gh1 h2 2
8 q2
= −1+ 1+ 3 dan 1 = −1+ 1+ 3
gh2 [ √ ] ( 6-4 )

h2 1 h 1
= [−1+ √ 1+ 8 F r 21 ] dan 1 = [−1+ √ 1+ 8 F r 22 ] ( 6-5 )
h1 2 h2 2

6.4 Kehilangan Energi (HL)

Kehilangan energi pada peristiwa loncat air (H l) dapat dijabarkan sebagai berikut :

HL = ∆ E = Er1 Er2

Di mana :

v 21
Er1 = h1 + ( 6-6 )
2g

v 22
Er2 = h2 + ( 6-7 )
2g

V 21 V 22
Jadi (
HL = h 1 +
2g )(
− h2 +
2g )
2 2
1 1 q1 q 2
HL = (h1-h2) +
2 2
(
(V −V 2 ) =( h1 −h2 ) + 2 g 2 − 2
2g 1 h1 h2 )
q21 h22−h21
HL = ( h 1−h2 ) +
( )
2 g h21 h22
( 6-8 )
Dari persamaan (1-2) diperoleh :

q 21 h1 h2
= (h1 +h2 )
2g 4
sehingga :

h1 h2 h22−h21
HL = ( h 1−h2 ) +
4
h
( 1 2) 2 2 atau
+h
h1 h 2 ( )
2 2
( h2 + h1 ) ( h2+ h1 ) −4 h1 h2
HL = (h2-h1)
[ 4 h1 h2 ]
−1 =(h 2−h 1) [ 4 h1 h2 ]
2
( h2+ h1 )
HL = (h2-h1)
[ 4 h1 h2 ] atau

HL =
( h2 +h1 ) ( 6-9 )
4 h 1 h2

Pada umumnya, pada loncat air terdapat delapan variabel yang terlibat, yaitu: E f1, V1, h1, Ef2, h2, q
dan Hl. Variabel-variabel ini terkait dengan enam persamaan bebas dibawah ini:

2q 2
= h1h2 (h1 + h2) ( 6-10 )
g
2

HL
( h −h1 )
= 2 ( 6-11 )
4 h1 h 2

v 21
Ef1 = h1 + ( 6-12 )
2g

v 22
Ef2 = h2 + ( 6-13 )
2g
q
V1 = ( 6-14 )
h1

q
V1 = ( 6-15 )
h2

Sehingga jika ada dua variabel yang diketahui, eman variabel lainnya dapat ditemukan dengan
menggunakan eman persamaan tersebut.
Efisiensi loncat air ditentukan dengan parameter tak berdimensi Ef1/Ef2. Yang menyatakan berapa
besar sisa energi awal setelah terjadi loncat air. Persamaan efisiensi energi memperlihatkan
tingginya ketergantungan terhadap bilangan froude awal, dalam bentuk sebagai berikut:

6.5 Tinggi Loncat Air (Hj)

Tinggi loncat air Ij dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara kedalaman air sesudah dan
sebelum loncat air, hj = h2 – h1. Bila dinyatakan dalam bentuk nisbah terhadap energi spesifik awal,
persamaannya menjadi:

hi h2 h2
E1
= E1
- E1

Semua nisbah ini dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi tidak berdimensi, seperti contoh berikut
(Chow, 1959).

2
h1 √1+8 Fr −3 1
E1 = 2
Fr 1 +2

6.6 Panjang Loncat Air (Lj)


Panjang loncat air didefenisikan sebagai jarak yang diukur dari sisi depan loncat air sampai titik
langsung di hilir gulungan air, sebagai mana di perlihatkan pada gambar 6-4. Panjang loncat air tidak
dapat ditentukan dengan mudah secara teoretis, tetapi telah diteliti oleh banyak ahli hidraulis
melalui eksperimen laboratorium. Data hasil eksperimen dikorelasikan dengan bilangan froude Fr 1

L1
terhadap panjang loncat air tak berdimensi :
( h2−h1 )
L1 L1
, atau . Korelasi antara Fr1 vs h2 lebih dikehendaki, karena kurva yang dihasilkan
h2 h1
menunjukan keteraturan atau sebagian cukup datar
untuk berbagai loncat air.

Juga dikenal beberapa rumusan dihasil eksperimen peneliti Rusia, sebagai berikut :
1. Pavolovski (1940), untuk saluran persegi, jika Fr1 > 10 :
L1 = 2,5 (1,9h2 – h1) ( 6-19 )
2. Picalo (1954), untuk saluran persegi, jika Fr 1 > 10 :
L1 = 4h1 √ 1+2 F r 1 ( 6-20 )
3. Ivadian (1955), unttuk saluran persegi, jika 3< Fr 1<400 :
8 ( 10+ √ F r 1 ) ( h2−h1 )2
L1 = ( 6-21 )
F r1 4 h1 h 2
4. Dalam hal saluran trapesium, maka:

( √ B−b
L1 = sh1 1+ 4
B )
( 6-22 )

Dimana B dan b berturut turut lebar muka air sebelum dan sesudah loncat air. Berdasarkan hasil
laboratorium dibelanda (Hager 1992) mendapatkan rumus yang panjang loncat air dikaitkan dengan
bilangan Froude dihulu Fr1 , dalam bentuk.

L1 = 220 h1 tanh ( Fr22−1 )


1

Anda mungkin juga menyukai