GEMPA LOMBOK
Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat dengan tujuan memperoleh
ilmu Teknik Gempa dalam Teknik Sipil. Makalah ini merupakan suatu sumbangan pikiran
dari penulis untuk dapat digunakan oleh pembaca.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data dan sumber-sumber yang telah diperoleh
penulis. Penulis menyusun makalah ini dengan bahasa yang mudah ditangkap oleh pembaca
sehingga makalah ini dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Pada akhurnya, penulis
berharap Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami persoalan gempa
bumi Lombok tahun 2018 berserta dampak-dampaknya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................. v
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 4
2.1.2 Likuifaksi................................................................................................... 6
iii
2.3.6 Bendungan Jelantik...................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 24
3.2 Saran..................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 26
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
aktif di Indonesia............................................................................................ 1
Gambar 2.4 Jejak likuifaksi, retakan tanah disertai dengan keluarnya air......................... 6
v
Gambar 2.17 Tampak atas embung Lokok Tawah.............................................................. 18
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Letak zona-zona subduksi pada pertemuan 3 lempeng aktif di Indonesia
1
menggambarkan kerusakan yang terjadi akan menimbulkan dampak kerugian yang lebih
besar baik berupa harta maupun nyawa.
Pulau Lombok merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan dan
berpotensi terhadap terjadinya bencana gempa. Sumber gempa yang mengancam wilayah
ini terdapat di laut yang berasal dari sesar aktif di sebelah barat dan timur, zona subduksi
di selatan dan sesar naik aktif di utara serta di darat yang diakibatkan oleh adanya
aktivitas pergerakan sistem sesar aktif.
Gempa bumi berskala besar sering menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi
yang sangat parah. Gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu
gempa yang banyak menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang sangat parah pada
tahun 2018. Gempa tersebut terjadi sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda, 29 Juli
2018 (M6,.4), 5 Agustus 2018 (M7.0), dan 19 Agustus 2018 (M6.9). Pusat gempa berada
di kedalaman 24 km dan berada di darat 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
2
Gambar 1.3 Peta kejadian gempa disekitar pulau Lombok Periode 1973- Juli 2018
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
horizontal. Pergerakan tanah lateral pasca gempa banyak terjadi di bagian Barat-
Utara Pulau Lombok.
5
2.1.2 Likuifaksi
Pasca gempa dengan magnitude 7.0, beberapa fenomena yang muncul adalah
adanya rekahan yang mengeluarkan air bersamaan dengan lumpur atau pasir. Rekahan
yang terjadi berupa rekahan yang memanjang dan rekahan berupa lubang bundar.
a. Retakan tanah dengan disertai air yang keluar. Retakan tanah yang memanjang
akibat likuifaksi berupa retakan memanjang dengan lebar 2-10cm. Dari retakan
ini, beberapa saat setelah gempa, keluar air bersamaan dengan lumpur dan atau
pasir (Gambar 2.4). Keluarnya air ini bisa sangat banyak dan menggenangi
daerah tersebut. Daerah yang mengalami lukuifaksi ini umumnya daerah
pinggir pantai.
b. Lubang-lubang besar yang disertai keluarnya air ataupun tidak. Lubang-lubang
hasil lukuifaksi ini berupa lubang berdiameter 50cm-4m dengan kedalaman
bervariasi mencapai 3 meter. Lubang ini mengeluarkan air yang cukup banyak
pada saat dan setelah gempa terjadi. Seterlah air berhenti lubang terlihat
menganga dengan kedalaman bervariasi dengan kedalaman maksilam teramati
adalah 3 meter (Gambar 2.5). Beberapa lubang yang terjadi dipantai
menyisakan lubang di pasir pantai dengan bentuk seperti kerucut terbalik dan
tidak terlihat adanya sisa-sisa lumpur atau pasir yang terbawa air.
6
Gambar 2.4 Jejak likuifaksi, retakan tanah disertai dengan keluarnya air.
7
a. Bangunan Non-Engineered (Rumah Tinggal)
Bangunan-bangunan rumah tinggal di wilayah-wilayah yang dipengaruhi gempa
Lombok, yaitu wilayah Kabupaten Sembalun, Sambelia, dan Bayan, pada umumnya
terbuat dari susunan bata dan atap terbuat dari seng. Pada umumnya kerusakan
bangunan rumah tinggal pada daerah yang terdampak, tidak memiliki elemen
structural pengikat yang cukup sehingga beban gempa yang terjadi ditahan langsung
oleh elemen-elemen non-struktural lainnya dimana elemen tersebut hanya
mengandalkan ikatan plesteran dan sejenisnya (Gambar 2.6).
Dalam bagian berikut ini akan dibahas contoh-contoh kerusakan yang umum
dijumpai pada struktur-struktur bangunan di wilayah tersebut akibat gempa pada
tahun 2018.
8
Kerusakan pada Elemen Non-Struktural
Kerusakan elemen non-struktural yang dijumpai berupa kerusakan dinding-
dinding pengisi atau penyekat, plafond, dan serta runtuh/ lepasnya ornament-
ornamen arsitektural bangunan. Kerusakan pada dinding-dinding pengisi pada
umumnya karena dinding tidak diikat dengan baik pada rangka dan dinding
memiliki luas tanpa rangka yang melebihi 9m². Pada saat gempa terjadi, karena
kekakuannya yang relative lebih tinggi, sebagian besar gaya gempa terserap oleh
struktur dinding bata yang kaku tersebut. Namun, karena dinding tersebut tidak
terikat oleh rangka beton secara memadai, sistem dinding tersebut mengalami
kerusakan parah dan bahkan mengalami keruntuhan total akibat gempa seperti
yang ditunjukan pada Gambar 2.7.
9
Gambar 2.8 Fenomena Pounding dan Rip Off
Kerusakan pada Elemen Struktur Sekunder
Banyak terlihat kegagalan pada elemen-elemen struktur sekunder bangunan
yang dirancang untuk menumpu bebagai elemen berbagai elemen non-struktural
seperti tangga, ornament dan lain-lain. Kegagalan yang terjadi pada umumnya
disebabkan oleh karena elemen-elemen struktur sekunder tersebut memang tidak
dirangcang terhadap kondisi pembebanan gempa.
10
Kerusakan pada elemen Struktur Utama
Bentuk-bentuk kerusakan yang diamati pada elemen struktur utama
bangunan di wilayah Lombok yang terkena bencana lebih banyak disebabkan
oleh kurang memadainya kekuatan, kekakuan, integritas dan daktilitas sistem
struktur itu sendiri dalam menahan beban gempa (aspek desain) serta kualitas
bahan dan pelaksanaan yang memang kurang baik (aspek pelaksanaan). Banyak
dijumpai detailing penulangan, penyambungan serta pengangkuran yang tidak
memenuhi kaidah perencanaan yang berlaku
Pada Gambar 2.10 terlihat bahwa sendi plastis terjadi pada kolom lantai 1.
Mekanisme keruntuhan ini disebut sebagai soft story, mekanisme keruntuhan ini
disebabkan karena kekakuan struktur lantai 2 lebih kaku dari kekakuan struktur
lantai 1. Struktur lantai 2 memiliki kekakuan lebih besar karena tembok pada
struktur lantai 2 umumnya bersifat penuh (dengan sedikit bukaan) sedangkan
pada lantai 1 memiliki buakaan yang banyak, terkadang hanya ada di perimeter
bangunan.
11
Gambar 2.11 Bangunan yang runtuh
2.3 Kondisi Bendungan Pasca Gempa
Gempa Lombok merpakan rentetan gempa besar yang terjadi pada hari yang sama.
Gempa-gempa tersebut tentunya akan mempengaruhi bendungan-bendungan yang telah
selesai dibangun di pulau Lombok. Saat terjadi gempa di Lombok sudah terdapat 64
bendungan dengan skala besar dan kecil sesuai dengan kriteria ICOLD (International
Commission on Large Dams). Bendungan-bendungan tersebut semuanya mempunyai
tinggi yang lebih dari 15,00 meter.
Bendungan yang diguncang gempa juga tidak boleh terjadi pengeluaran air secara
tidak terkontrol, misalkan karena rusaknya bangunan pelimpiah (spillway) dan sarana
pengeluaran air yang lain seperti waterway dan bottom outlet, maka muka air waduk akan
naik dan dapat melimpas melewati puncak bendungan. Limpasan air diatas bendungan
tipe urugan dapat menimbulkan gerusan dan berujung pada keruntuhan bendungan.
Dalam hal ini bendungan runtuh tidak oleh karena guncangqan gempa tetapi runtuh oleh
dampak gempa terhadap perangak pelengkap bendungan yang tidak dapat berfungsi
setelah terjadi gempa.
12
2.3.1 Bendungan di Lombok
13
Tabel 2.2 Kisaran jarak Bendungan dengan pusat gempa.
14
Gambar 2.13 Kerusakan pada puncak Bendungan Gegurik.
2.3.3 Bendungan Jago
Bendungan Jago adalah bendungan urugan tanah homogen yang mempunyai fungsi
untuk air irigasi untuk 120 ha. Bendungan Jago mempunyai kisaran jarak 30-40km dari
pusat gempa. Bendungan Jago terjadi kerusakan pasca gempa yaitu; terdapat retakan
memanjang pada puncak bendungan dengan lebar antara 10-170 mm yang tidak merata
sepanjang puncaknya (Gambar 2.14).
15
Gambar 2.14 Kerusakan pada puncak Bendungan Jago.
16
Gambar 2.16 Kondisi bendungan Kali Ujung pasca gempa.
2.3.5 Embung Lokok Tawah
Embung Lokok Tawah berupa timbunan tanah homogen, terletak di sebelah hulu
dari bendungan Gegurik. Embung Lokok Tawah mempunyai tinggi 13 meter diatas
pondasi, dan panjang puncak bendung 125 meter, berfungsi untuk mengairi sawah
seluas 163 ha, dan air baku untuk 100 KK. Embung Lokok Tawah terletak pada jarak
10-20 km dari pusat gempa.
Pada saat terjadi gempa, embung Lokok Tawah dalam keadaan kosong, karena
semua air yang ditampung pada musim hujan sebelumnya telah terpakai habis sesuai
dengan peruntukannya. Tampak atas bendungan Lokok Tawah disampaikan dalam
Gambar 2.17. Embung Lokok Tawah hanya mengalami kerusakan yang relative sangat
kecil yaitu; retakan memanjang dan melintang pada puncak bendungan dengan lebar 3-5
17
mm, terjadi kerusakan pada parapet yang terbuat dari pasangan batu kali, perenggangan
parapet secara acak dengan lebar sekitar 3 mm, dan retakan pada pasangan batu yang
berfungsi sebagai rip rap pada lereng hulu embung Lokok Tawah. Kerusakan pada
puncak embung Lokok Tawah ditunjukkan pada Gambar 2.18.
18
2.3.6 Bendungan Jelantik
Bendungan Jelantik adalah bendungan tipe urugan yang mempunyai fungsi untuk
air irigasi untuk 350 ha. Tinggi bendungan jelantik adalah 19,00 meter, dan volume
tampungannya sebesar 543.000 m³. Bendungan Jelantik mempunyai kisaran jarak 50-60
km dari pusat gempa.
Pada saat terjadi gempa, bendungan Jelantik dalam kondisi terisi air, tetapi dalam
kondisi muka air rendah. Bendungan Jelantik pasca gempa menunjukkan bahwa tidak
terjadi kerusakan pada bendungan Jelantik. Tampa katas bendungan Jelantik
disampaikan pada Gambar 2.19, dan foto bendungan Jelantik pasca gempa ditunjukkan
pada Gambar 2.20.
19
Gambar 2.20 Puncak bendungan Jelantik.
20
Gambar 2.21 Tampak atas embung Babi pasca gempa.
21
Gambar 2.23 Puncak bendungan Tundak pasca gempa.
22
kisaran jarak 50-60 km dari pusat gempa. Pada saat terjadi gempa, bendungan Batu
Tulis dalam kondisi terisi air, yaitu pada muka air normal. Pasca gempa, bendungan
Batu Tulis tidak mengalami kerusakan.Tampak atas bendungan Batu Tulis pasca gempa
akan disampaikan pada Gambar 2.25, dan foto bendungan pasca gempa akan
disampaikan pada Gambar 2.26.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil ulasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Gempa Lombok terjadi sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda, 29 Juli 2018
(M6,.4), 5 Agustus 2018 (M7.0), dan 19 Agustus 2018 (M6.9). Pusat gempa berada
di kedalaman 24 km dan berada di darat 47 km arah timur laut Kota Mataram,
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Fenomena geologi yang muncul pasca gempa 6.4 (29 Juli 2018) dan 7.0 (5 Agustus
2018) didominasi oleh deformasi permukaan tanah berupa tanah longsor dan
likuifaksi.
3. Kerusakan bangunan yang teramati di Lombok bervariasi dari kerusakan ringan,
kerusakan parah, sampai runtuh. Bangunan-bangunan sekolah, kantor pemerintah,
rumah sakit/ puskesmas, dan perumahan juga banyak yang mengalami kerusakan
parah. Prasarana jalan dan jembatan juga memperlihatkan kerusakan ringan hingga
berat.
4. Kerusakan struktur bangunan pasca gempa dibagi menjadi dua bangunan, yaitu
Bangunan non-engineered (rumah tinggal) yang tidak memiliki elemen structural
pengikat yang cukup sehingga beban gempa yang terjadi ditahan langsung oleh
elemen-elemen non-struktural lainnya dimana elemen tersebut hanya mengandalkan
ikatan plesteran dan sejenisnya. Dan bangunan engineered yang struktur
bangunannya pada umumnya diberi dinding bata sebagai dinding pengisi/penyekat.
5. Kondisi bendungan pasca gempa yang ditinjau dari bendungan skala besar, terdapat
3 bendungan yang memiliki kerusakan namun masih termasuk relative kecil yaitu,
Bendungan Gerugik, Bendungan Jago, dan Embung Lokok Tawah. Sedangkan
bendungan yang lainnya tidak terjadi kerusakan.
3.2 Saran
Dari hasil ulasan yang telah dicapai, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Prosedur peringatan dini tsunami dari gempa lokal (nearfield tsunami), perlu
dievaluasi kembali untuk menghindari ketidakpastian yang terlalu lama di
masyarakat.
24
2. Perlunya gerakan sosialisasi yang masih tentang betapa pentingnya membangun
rumah tahan gempa dan adanya inisiatif pemerintah untuk membantu keluarga yang
kurang mampu agar diadakan kegiatan pembangunan rumah tahan gempa.
25
DAFTAR PUSTAKA
26