1. Pendahuluan ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................1
1.2 Tujuan dan Manfaat ........................................................................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................................3
2. Kondisi Daerah Studi ................................................................................................................. 4
2.1 Lokasi Site PLTM ..............................................................................................................................4
2.2 Pencapaian Lokasi ............................................................................................................................5
2.3 Pertimbangan Dalam Mengevaluasi Potensi PLTM ........................................................................5
2.4 Analisa Kondisi Topografi ................................................................................................................6
2.4.1 Maksud dan Tujuan Survey Topografi.........................................................................................6
2.4.2 Metode Pengukuran Topografi ...................................................................................................6
2.4.3 Pelaksanaan Kegiatan Survey Topografi .....................................................................................8
2.4.4 Penggambaran Topografi dan Hasil Analisa .............................................................................11
2.5 Analisa Kondisi Hidrologi ...............................................................................................................13
2.5.1 Maksud dan Tujuan Studi Hidrologi ..........................................................................................13
2.5.2 Metodologi Pelaksanaan Survey Hidrologi ...............................................................................15
2.5.3 Hasil Pelaksanaan Survey Hidrologi ..........................................................................................18
2.5.4 Pengolahan dan Analisis Hasil Survey Hidrologi .......................................................................22
Grafik 2.11. Double Mass Curve of Station Bora against Reference Station ........................................ 24
Grafik 2.12. Double Mass Curve of Station Tuwa against Reference Station ....................................... 24
Grafik 2.13. Geometry of Sopu River ................................................................................................. 26
Gambar 2.15. Grafik Ringkasan Evapotranspirasi DAS Sungai Sopu .................................................... 29
Gambar 2.16. Grafik Hubungan antara Synthetized Discharge versus Measured Discharge Sungai Sopu
30
Gambar 2.18. Grafik Flow Duration Curve Sungai Sopu...................................................................... 34
Gambar 2.19 Grafik Plotting Position Of Daily Maximum Rainfall ...................................................... 38
Gambar 2.20. Grafik Plotting Results of Conformity Test ................................................................... 39
Gambar 2.21. Grafik Intensity Duration Frequency Sungai Sopu ........................................................ 41
Grafik 2.22. Plotting Position of Daily Maximum Rainfall Distribution ................................................ 43
Grafik 2.23. Summary of Synthetized Unit Hydrograph Sopu River .................................................... 44
2.5.5 Studi Pendayagunaan Sungai Sopu ...........................................................................................46
Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan untuk meningkatkan kemampuan negara dalam
penyediaan tenaga listrik secara adil dan merata, maka Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah PP No. 3
tahun 2005 tentang Ketenagalistrikan serta melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor: 001 tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa Jaringan
Dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum dan Nomor: 002 Tahun 2006 tentang
Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah, telah memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada BUMN, BUMD, Koperasi atau Swasta untuk menyediakan tenaga listrik di
Indonesia.
Dalam kesempatan ini, PT. Delta Enerals Sigi (DES) akan memanfaatkan potensi Sungai Sopu yang berlokasi
di Desa Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, untuk kemudian
dikembangkan dan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro atau biasa disingkat PLTM.
Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) adalah pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan
berupa tenaga air, dan merupakan salah satu altenatif yang sangat menarik sebagai pengganti dari
pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak yang harganya tinggi. Dimana PLTM ini sifatnya yang
handal, tidak menimbulkan polusi serta banyaknya potensi tenaga air yang terdapat di sungai-sungai yang
ada di Indonesia. Potensi Minihidro yang akan dibangun oleh PT. Delta Enerals Sigi ini bernama PLTM Tongoa
sesuai dengan nama lokasinya yang terletak di Desa Tongoa, dengan kapasitas daya terpasang 2 × 2,200 kW.
Berdasarkan studi peta dan kunjungan lapangan (site survey) yang telah kami lakukan di Sungai Sopu, Desa
Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, yang terletak pada koordinat: 1 16’ 26.
14” S. 120 06’ 31.84” E, kami melihat bahwa pada lokasi tersebut berpotensi untuk dibangun PLTM. Kondisi
topografi yang bergunung-gunung dengan temperatur udara yang cerah dan curah hujan yang tinggi
menjadikan pada lokasi tersebut memiliki sumber daya air yang potensial untuk dikembangkan menjadi
pembangkit listrik tenaga air.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) merupakan tahap yang sangat penting dalam menentukan layak atau
tidaknya suatu daerah aliran sungai untuk kemudian dikembangkan PLTM, dengan meninjau dari segi teknis,
lingkungan, finansial dan ekonomi. Selain itu Studi Kelayakan ini juga dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan yang dituangkan dalam ijin prinsip dari PEMDA Sigi sekaligus untuk memenuhi persyaratan
untuk PJBL (Perjanjian Jual Beli Listrik) dengan pihak PLN.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan pemanfaatan potensi energi listrik tenaga air dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi yang ekonomis dan terbarukan untuk PLTM Tongoa dan sekitarnya yang
diharapkan mampu mempercepat pengembangan ekonomi daerah dalam rangka mendukung
pengembangan ekonomi nasional. Manfaat lain pembangunan PLTM berdasarkan pengalaman yang telah
ada, dapat pula meningkatkan kegiatan pariwisata di daerah tersebut.
Pekerjaan yang dilaksanakan dalam tahap studi kelayakan PLTM ini adalah mencangkup hal-hal sebagai
berikut:
Secara Geografis lokasi site survey PLTM Tongoa terletak antara 01° 02’ 06.5” - 01° 02’ 09.0” LS dan 104° 07’
32.0” - 104° 07’ 31.2” BT. Secara Administratif lokasi tersebut terletak di Kelurahan Tongua, Kecamatan
Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, dengan luas wilayah seluas 5,196.02 km2 yang terdiri atas
15 kecamatan dan 152 Desa.
Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Sigi dan Letak Lokasi Kegiatan
Untuk mencapai lokasi PLTM Tongoa dapat ditempuh melalui jalur darat dengan kondisi jalan aspal yang
cukup baik menggunakan kendaraan roda 4 dari Kota Palu selama kurang lebih 1.5 jam atau sekitar ± 60 km
dari tengah kota Palu.
Untuk mengetahui kondisi tersebut diatas perlu dilakukan survey. Hasil survey telah dilakukan dan
penjelasannya pada subbab berikut.
Survey topografi merupakan tahapan yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan penyelidikan survey
topografi. Kebutuhan akan data awal baik yang berupa data sekunder seperti: landuse, vegetasi, kepemilikan
lahan dan lain sebagainya maupun data spasial yang berupa peta mutlak diperlukan. Peta yang tersaji
dengan baik dan benar akan sangat bermanfaat dalam membuat rencana pengembangan.
Pekerjaan survey topografi ini bertujuan untuk dapat memberikan masukan berupa Informasi topografi
seperti: saluran, jalan, titik tinggi, kedalaman dan informasi – informasi lain yang tercakup dalam areal
survey. Pemetaan ini untuk membuat peta dengan skala 1 : 1000.
Pemasangan titik kontrol pengukuran sebanyak 2 pasang Bench Mark (BM), masing – masing Bench Mark
dipasang saling kelihatan satu sama lain. Bench Mark dipasang ditempat yang aman dari kegiatan
pengembangan areal lokasi dan mudah untuk dijangkau. Bench Mark tersebut nantinya akan digunakan
sebagai titik ikat dalam pengukuran & perhitungan poligon, detail situasi dan stacking out. Adapun spesifikasi
bahan BM tersebut adalah:
Pengukuran poligon 3 dimensi menggunakan metode poligon terikat terbuka, dimana di awal dan akhir
pengukuran terikat dengan GPS. Dengan metode ini kualitas polygon bisa lebih terkontrol dan hasilnya
cukup untuk pekerjaan. Syarat ketelitian linier yang diijinkan adalah 1 : 10.000 atau 10 cm untuk setiap jarak
1 km. Pengukuran poligon tersebut menggunakan alat Total Station.
Metode pengukuran detail situasi dilakukan dengan menggunakan metode Ray yang di padu dengan metode
Radial. Metode ini dilakukan karena selain lebih cepat, hasilnya juga bisa mewakili bentuk morfologi areal
yang di ukur. Pengukuran detail topografi dilakukan untuk ”menangkap” informasi titik tinggi dan gambaran
informasi khusus seperti : jalan, sungai, saluran, dan objek obyek lain di dalam areal survey, alat yang
digunakan adalah Total Station. Pengukuran Topografi seluas ± 53.6 Ha.
Prinsip dasar pengukuran bathymetri tampak seperti pada gambar diatas, posisi tranduser (X,Y,Z) ditentukan
dengan menggunakan total station yang terikat dengan BM atau titik polygon yang sudah fix, dengan data
kedalaman (depth) yang diperoleh dari echosounder maka posisi dasar sungai dapat kita tentukan. Sebelum
kita melaksanakan bathymetri kita terlebih dahulu melakukan “bar check” dengan kedalaman 50 cm.
Semua pengukuran menggunakan alat ukur digital, sehingga data topografi yang diperoleh harus ditransfer
ke komputer. Data tersebut kemudian diolah menjadi DTM (Digital Terrain Model). Garis kontur diinterpolasi
dengan memperhitungkan garis pematah (break line) dan DTM dari ukuran terestris di atas.
Tahapan ini jadi sangat penting karena sangat mempengaruhi tahapan – tahapan pekerjaan selanjutnya.
Berdasarkan hasil orientasi lapangan itulah kita dapat menyusun rencana dan metode yang tepat untuk
menyelesaikan pekerjaan, sehingga pekerjaan bisa selesai lebih cepat dengan hasil yang baik.
Awalnya memilih lokasi pemasangan yang strategis yaitu memasang 2 buah bench mark dari pipa paralon
dengan ukuran Ǿ 3” panjang 80 cm di cor, bench mark tersebut nantinya akan diamat GPS Handheld selama
30 menit.Dengan sepasang bench mark bantu di bendungan.(BM.C-BM.D).
System Koordinat yang digunakan adalah system koordinat UTM (Universal Traverse Mercator), daerah yang
dipetakan masuk dalam wilayah Zone 51S. Scale Factor akibat dari system transformasi koordinat turut
diperhitungkan dalam pengolahan data polygon.
Tabel 2.1 Daftar Koordinat Bench Mark PT. DELTA ENERALS SIGI
Point Name Latitude Longitude Easting Northing Elevation
BM.1 01°12'37.5"S 120°10'04.6"E 184805,118 9866047,591 803,482
BM.2 01°12'36.6"S 120°10'06.8"E 184871,999 9866077,000 800,000
BM.C 01°13'00.9"S 120°10'55.3"E 186372,674 9865330,895 809,913
BM.D 01°13'02.0"S 120°10'55.6"E 186381,997 9865297,011 809,913
Lokasi titik ikat – titik ikat di atas digambarkan pada Gambar 2.4 berikut ini. Koordinat lokasi titik BM
terhadap topografi detil dapat dilihat pada Lampiran kertas A1.
Pengukuran Poligon dan detail situasi dilakukan secara bersamaan. Pengukuran poligon utama atau
kerangka peta di pandu dengan menggunakan GPSmap 62S, jarak antar titik poligon disesuaikan dengan
medan dan situasi lapangan, pada prinsipnya titik–titik poligon merupakan titik ikat dalam pengambilan dan
perhitungan titik–titik detail situasi.Dalam pengambilan data situasi bersamaan dengan poligon, dengan
melihat kondisi di lapangan.
Penggambaran peta digital disajikan dalam format gambar AutoCAD (dwg). Semua proses ini menggunakan
software Softdesk 8 Civil Survey. Penggambaran draft proses Adjusment, DTM dan Kartografi dilakukan di
lapangan. Penggambaran garis kontur dibuat dengan interval 1 m dan kontur index untuk tiap 5 m.
Secara topografi, provinsi Sulawesi Tengah dapat dibagi dalam 5 unit topografi yaitu daerah topografis
berbukit sampai bergunung, daerah topografis berombak sampai bergelombang, daerah alluvia, daerah
dataran rawa pasang surut dan daerah river Basin. Kawasan provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah
pegunungan dengan tiga barisan pegunungan yang tingginya lebih dari 2000 meter diatas permukaan laut
yang terletak di Kabupaten Sigi dan gunung Tangkit Tebak dengan ketinggian 2115 meter yang terletak di
kabupaten Sulawesi Tengah Utara.
Secara umum wilayah Kabupaten Sulawesi Tengah Tengah dapat dikelompokkan dalam beberapa satuan
morfologi yaitu dataran, perbukitan yang begelombang halus sampai perbukitan sedang dan pergunungan.
Dari bentuk morfologi dan peyebaran batuannya, maka orientasi kearah utara akan dijumpai morfologi yang
lebih tinggi yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pergunungan, yang diikuti dengan variasi dan jenis
batuan yang ada, sedangkan pada orientasi kearah selatan akan dijumpai morfologi dataran rendah dan
batuan yang relatif sejenis
Berdasarkan kemiringan lahan dan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran Sulawesi Tengah dapat
dirinci sebagai berikut:
PLTM Tongoa terletak pada aliran Sungai Sopu, Desa Tongoa, Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah. Sungai Sopu yang bersumber air yang berasal dari berbagai anak sungai yang terdapat dari
daerah perbukitan-perbukitan.
2.5.1.1 Umum
Sasaran yang hendak dicapai dari studi ini antara lain: untuk mengevaluasi dan mengetahui besarnya debit
andalan dan debit banjir yang akan dipakai PLTM Tongoa, membuat kurva debit dan kurva durasi,
memberikan informasi mengenai kondisi dan karakteristik daerah aliran sungai, iklim dan meteorologi serta
mengetahui kondisi aliran maksimum dan minimum.
Secara keseluruhan, studi hidrologi ini mencakup kegiatan sebagai berikut: kegiatan survey lapangan,
penyelidikan laboratorium, pengolahan dan analisis data.
Lokasi PLTM Tongoa memanfaatkan aliran sungai Sopu, dimana DAS (Daerah Aliran Sungai) sungai Sopu
masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu sehingga kontinuitas suplai air sebagai debit
pembangkitan dipekirakan cukup stabil untuk jangka panjang. Luas DAS Sungai Sopu berdasarkan koordinat
lokasi bendung adalah 132 km2, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
Secara garis besar tujuan dari studi dan analisis hidrologi adalah untuk menunjang pelaksanaan studi dan
disain rinci pembangunan PLTM Tongoa. Sasaran yang ingin dicapai antara lain untuk mengetahui hal-hal
sebagai berikut:
(1) Besarnya Debit Andalan (firm discharge dan plant discharge) untuk PLTM Tongoa.
(2) Kurva Debit (Rating Curve) dan Kurva Durasi (Flow Duration Curve)
(3) Kondisi dan Karakteristik dari: Daerah Aliran Sungai, Iklim dan Meteorologi dan Aliran Rendah (low flow)
dan Aliran Tinggi (high flow)
Secara garis besar pekerjaan studi hidrologi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
(1) Mengumpulkan data hidrometeorologi di lokasi, seperti: data curah hujan, iklim dan debit sungai.
(2) Pengukuran debit sesaat sebanyak 6 kali untuk mendapatkan variasi debit dan tinggi muka air.
(3) Melakukan analisis hidrologi berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, antara lain :
Survey ini melibatkan satu orang tenaga ahli geologi (hidrogeologi), satu orang ahli hidrologi (sipil), satu
orang surveyor hidrometri dan dua orang pekerja lokal. Metoda pelaksanaan survey yang dilaksanakan
diuraikan pada bagian-bagian sub berikut ini.
Pengamatan muka air sungai dilakukan setiap hari dari jam 07:00 pagi dan 17:00 sore hari. Data ini sangat
berguna untuk memperkirakan debit harian selama masa pengukuran. Dan peralatan yang digunakan adalah
Mistar pengukur (staff gauge).
Mistar dipasang vertikal (dicek dengan bandul) pada tepi sungai yang airnya cukup tenang (tidak bergejolak)
atau pada tempat yang paling tenang dibandingkan dengan lokasi sekitar. Peletakan mistar (staff gauge)
diusahakan sedekat mungkin dengan lokasi pengukuran debit agar datanya dapat dikombinasikan.
Pengukuran debit dilakukan guna mendapatkan data untuk membuat kurva debit. Debit diukur beberapa kali
di stasiun pengukuran ketinggian air. pengukuran debit dilakukan dengan PMC (Propeller manual Current
Meter) seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Langkah-langkah PMC menunjukkan kecepatan di
saluran air terbuka dengan menggunakan Current Meter.
Gambar 2.8. Pengukuran Debit Air Sungai Sopu menggunakan Alat Current Meter
Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak 2 kali. Pengambilan contoh air tersebut mewakili air jernih, dan
air keruh saat banjir.
Alat yang dipergunakan berupa 1 set lengkap water sample unit yang terdiri dari botol contoh air dengan
volume 473 ml. Pengambilan contoh dilakukan pada posisi setengah kedalaman sungai. Contoh air
digunakan untuk mengetahui kandungan sedimen layang dan kualitas air melalui suatu proses penelitian
laboratorium.
Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan
dengan data tersebut. Data ini bukan merupakan hasil survey atau penyelidikan dari Konsultan. Data yang
(1) Peta Stasiun Hidrometeorologi terutama pada daerah aliran sungai dan sekitarnya.
(2) Data iklim seperti : udara, kelembaban udara, solar radiasi, kecepatan angin, evaporasi, dll.
(3) Data hujan dari semua stasiun hujan yang ada di sekitar daerah studi. Data tersebut dapat merupakan
Pengamatan muka air dilaksanakan kurang lebih dalam satu tahun yang hasil selengkapnya dituangkan
dalam laporan khusus studi Hidrologi. Sebagai contoh adalah: hasil pengamatan muka air pada bulan Mei
2014 dan Juni 2014, seperti terlihat pada tabel 2.4 dan grafik 2.1.
Dan berikut adalah tabel ringkasan hasil pencatatan atau pengamatan tinggi muka air yang diukur untuk
setiap bulan.
Pengamatan tinggi muka air Sungai Sopu selama periode bulan Mei 2014 sampai dengan Desember 2014
dapat digambarkan pula pada grafik dibawah ini.
70.0
60.0
Measured Water Level
50.0
Water Level (m)
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
Jul
Oct
Nov
Dec
May
June
Aug
Sep
Month
Pengukuran debit yang dimaksudkan di sini adalah pengukuran penampang sungai di lokasi yang dipilih dan
pengukuran kecepatan arus menggunakan currentmeter. Currentmeter yang digunakan seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.9.
Pengamatan debit dilaksanakan bersama dengan pengamatan muka air dan dilaksanakan pada saat musim
basah, musim sedang dan musim kemarau. Hasil pengamatan debit selengkapnya dapat dilihat pada laporan
khusus Studi Hidrologi, yaitu “Hydrology Sudy of Sopu River MHPP Palolo 2 x 2.20 MW Project, district of
Palolo, Central Sulawesi” yang diterbitkan oleh PT. Zekon. Dan sebagai contoh, kutipannya dapat dilihat pada
tabel 2.5.
Ringkasan hasil pengukuran debit Sungai Sopu pada tahun 2014 dapat dilihat pada Table 2.5 berikut.
Gambar 2.10. Korelasi antara Tinggi Muka Air dengan Debit Sungai Sopu yang diukur menggunakan current meter
Contoh air terdiri dari 2 sampel air, yaitu pada kondisi jernih (normal) dan dalam kondisi air keruh (saat
banjir), dan kedua sampel air tersebut diuji di lab. ITB, Bandung, dengan standar atau persyaratan kualitas air
Golongan D PP 20/1980 (untuk PLTA/ PLTM, Industri dan lain-lain). Adapun parameter yang akan diuji antara
lain : pH, daya hantar listrik, kadar air raksa, tembaga, dll.
Data hasil pengujian kualitas air dari lab. ITB ini dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut.
Dari pengamatan selama pengukuran level air sungai dan pengukuran debit air selama ini (2 – 3 tahun),
maka masalah sedimentasi cukup baik atau kecil. Hal ini dapat dilihat kondisi air yang tetap jernih meskipun
terjadi hujan, hal ini disebabkan kondisi DAS atau hutan di hulu sungai terjaga baik, karena terletak area
taman nasional. Hanya pada saat hujan yang luar biasa, air baru akan menjadi keruh dan pada saat banjir
tersebut tidak terjadi pohon – pohon hanyut yang bisa membahayakn Bendung maupun bangunan Intake.
Dari hasil uji laboratorium juga nampak, sedimentasi tidak merupakan masalah yang serius untuk PLTM ini.
Juga setelah Intake akan dibangun Sandtrap yang dapat mengendapkan Sedimentasi di saat banjir.
Data-data sekunder selengkapnya dapat dilihat pada laporan khusus Studi Hidrologi, yaitu “Hydrology Sudy
of Sopu River MHPP Palolo 2 x 2.20 MW Project, district of Palolo, Central of Sulawesi “ yang diterbitkan
oleh PT. Zekon.
Studi mengenai sumber daya air untuk PLTM harus meliputi penentuan sumber air serta kehandalannya.
Pemanfaatan air dan sumbernya harus dianalisis baik di masa lalu maupun saat studi dilaksanakan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan kecukupan persediaan air untuk kelancaran operasi PLTM selama kurun waktu
operasional.
Data curah hujan bulanan (monthly precipitation data) untuk Analisis Aliran Rendah (Low Flow Analysis)
didapatkan dari tiga stasiun hujan terdekat yaitu Stasiun Bora, Stasiun Palolo dan Stasiun Tuwa. data
hidrologi dari stasiun curah hujan di sekitar daerah tangkapan (catchment area) atau DAS dari Sungai Sopu
dibentuk oleh Balai Besar Wilayah Sungai Palu-Lariang (Palu-Lariang Sumber Daya Air Badan Pengembangan
River) dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).
Kami memilih untuk menggunakan Thiessen polygons sebagai metode untuk membuat distribusi curah hujan
dari seluruh daerah tangkapan (catchment area) dari Sungai Sopu.
Dalam studi hidrologi, adalah penting untuk memiliki akses ke data yang dapat dipercaya, yang bebas dari
tren buatan atau perubahan. Salah satu cara untuk memeriksa keandalan serangkaian iklim adalah dengan
membandingkannya dengan stasiun sekitarnya. Ini adalah ide di balik semua tes yang terkait dengan
homogenitas. Sebagai data iklim non-homogen adalah sumbernya lebih sedikit informasi untuk studi
hidrologi, dan ahli hidrologi lebih sering menggunakan analisis massa ganda untuk memperoleh informasi
tentang homogenitas relatif seri curah hujan. Teknik ini adalah murni kualitatif. Berikut akumulasi jumlah
dari total curah hujan tahunan yang diplot terhadap satu sama lain untuk kurva massa standar.
Analisis kurva massa ganda dilakukan untuk curah hujan Station Bora, Stasiun Palolo dan Stasiun Tuwa di
Sopu DAS mengambil Staton Palolo sebagai acuan satu. Stasiun Palolo telah dipilih sebagai stasiun referensi
karena memiliki data yang hampir terus menerus selama 25 tahun dan itu menunjukkan data yang paling
konsisten dibandingkan dengan dua stasiun lainnya.
Berdasarkan analisis kami, kurva menunjukkan bahwa Station Bora dan Tuwa tampaknya menyimpang dari
garis trend bergerak naik dan turun, namun, dan telah berhasil membawa semua data yang tersebar untuk
memenuhi trend line dari stasiun referensi. Kurva massa ganda dari Stasiun Bora dan Stasiun Tuwa terhadap
stasiun referensi grafis digambarkan dalam mengikuti angka.
Bora
30000
Palolo
25000
Station Bora
20000
15000
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Station Palolo
Grafik 2.11. Double Mass Curve of Station Bora against Reference Station
45000
Palolo
40000
Tuwa
35000
Station Tuwa
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Station Palolo
Grafik 2.12. Double Mass Curve of Station Tuwa against Reference Station
Setelah kami telah memperoleh gages hujan ini pembobotan koefisien dari poligon Thiessen, kita dapat
menetapkan mereka untuk data curah hujan bulanan dikoreksi dan menentukan kedalaman curah hujan
bulanan daerah cekungan Sopu River. Curah hujan bulanan daerah cekungan Sopu River berdasarkan tiga
gages hujan terdekat digunakan untuk analisis debit debit sungai ditunjukkan pada tabel berikut.
Geometri Sungai Sopu di stasiun pengamatan diperoleh dari survei topografi. Secara umum, lebar Sungai
Sopu adalah sekitar 13,5 meter dan kedalaman maksimum Sungai Sopu adalah sekitar 0,75 meter. Geometri
Sungai Sopu digambarkan dalam gambar berikut.
0.2
Water Surface
0.1
Channel Surface
0.0
-0.1
Elevation (m)
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
10.0
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
Channel Width (m)
Kurva dari Sopu River di outlet tailrace dari PLTMH Palolo sekitar 3,4 km hilir situs asupan dikembangkan
menggunakan persamaan Manning. The Manning Koefisien dan saluran kemiringan diberikan sebagai
berikut.
Coefficient of roughness “n” = 0.050 for natural channel with stony notes
Debit bulanan yang diamati dari Sopu River selama periode Mei 2014 sampai dengan Desember 2014 grafis
digambarkan dalam gambar berikut.
20.0
18.0
Measured Disharge
16.0
Monthly Discharge (m3/s)
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
Jul
Oct
Nov
Dec
May
June
Aug
Sep
Month
Evapotranspirasi adalah bagian yang sangat penting dari siklus air. Hal ini diperlukan untuk lebih mengetahui
perilaku DAS. Hal ini sesuai dengan jumlah evaporasi dan transpirasi tanaman. Ketika hujan, vegetasi
memotong tetes air dan menggunakannya untuk tumbuh. Pada saat yang sama kehilangan air terjadi oleh
penguapan danau atau tanah.
Evapotranspirasi potensial dihitung menggunakan metode Penman Modifikasi dan untuk perhitungan
evapotranspirasi (Eto) diekstraksi dari data rata-rata bulanan stasiun iklim Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Bora termasuk data suhu minimum, suhu maksimum, kelembaban, angin kecepatan, dan
radiasi matahari selama 1990-2014.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa Eto maksimum 1,73 mm / hari terjadi pada bulan April, Eto
minimum 1,32 mm / hari terjadi pada bulan Juli sementara Eto bulanan rata-rata adalah 1,55 mm / hari.
Tabel berikut menyajikan nilai rata-rata untuk menunjukkan kuantitas evapotranspirasi dibandingkan
dengan volume curah hujan.
Rata-rata curah hujan tahunan di atas baskom adalah 1.154 mm. Dari jumlah ini, sekitar 566 mm kembali ke
atmosfer dengan cara evaporasi dan transpirasi, yaitu 47%. Nilai-nilai ini mengkonfirmasi bahwa fenomena
ini tidak dapat diabaikan, terutama di wilayah ini dengan hutan lebat.
Nilai rata-rata untuk menunjukkan kuantitas evapotranspirasi dibandingkan dengan volume curah hujan
digambarkan dalam gambar berikut.
Evapotranspiration
120.00
Evapotranspiration (mm/month)
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Month
Dalam memperkirakan debit untuk sungai yang tidak memiliki perekam tingkat air (AWLR) pasca otomatis,
model konsepsi sederhana yang dapat menghasilkan debit bulanan dapat diterapkan. Model hidrologi yang
mensimulasikan limpasan hujan untuk berbagai keperluan yang sering dianjurkan adalah model yang NRECA.
Model NRECA (National Cooperative Association Rural Electric) dikembangkan oleh Norman H. Crawford
(USA) pada tahun 1985. Model ini merupakan model konseptual deterministik. Untuk menafsirkan
fenomena proses fisik, persamaan semi-empiris dan rumus yang digunakan, dengan persamaan neraca air.
Ada dua parameter dikalibrasi untuk model NRECA. Parameter ini menggambarkan persentase kelembaban
yang berlebihan yang menyusup ke dalam reservoir air tanah serta parameter yang menggambarkan
persentase air tanah yang mengalir ke sungai sebagai aliran dasar. parameter yang dikalibrasi untuk model
NRECA ditunjukkan pada tabel berikut.
Table 2.11. Calibrated Parameters for the NRECA model of the Sopu River Basin
SMN GWI
SMINI OM NI KRECH KBASE CF
600.00 500.00 80.00 0.40 0.32 0.30
Source : Hydrology Analysis by Zekon (2015)
Parameter model NRECA dikalibrasi menggunakan diukur data debit harian dari Sopu River dari Mei 2014
hingga Desember 2014. Dengan trial & error, nilai-nilai parameter yang optimal diperoleh dan akan
digunakan untuk meminimalkan penyimpangan debit bulanan disintesis.
Kedekatan antara debit diukur dan debit disintesis secara grafis digambarkan dalam gambar berikut.
Berdasarkan analisis kami, ada penyimpangan antara debit disintesis dan debit diukur. Penyimpangan-beda
dari 9% menjadi 44% dengan rata-rata deviasi 23%.
20.0 0
Monthly Discharge (m3/s)
18.0 100
Monthly Rainfall (mm)
16.0 200
14.0 300
12.0 Rainfall 400
10.0 Computed Disharge 500
Measured Discharge
8.0 600
6.0 700
4.0 800
2.0 900
0.0 1000
May
Feb
Apr
Mar
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Jun
Jul
Month
Gambar 2.16. Grafik Hubungan antara Synthetized Discharge versus Measured Discharge Sungai Sopu
Model NRECA diperlukan bulanan data curah hujan dan data evapotranspirasi bulanan. Data itu diambil dari
stasiun iklim terdekat selama periode 1990 sampai 2014. Karakteristik cekungan Sopu Sungai diperbaiki
menggunakan parameter dikalibrasi model NRECA.
Debit bulanan disintesis berasal dari curah hujan bulanan untuk Sopu River basin berdasarkan model NRECA
selama periode 1990 hingga 2014 diberikan pada tabel berikut. Debit bulanan maksimum Sopu River adalah
16,30 m3/s sedangkan disharge minimum bulanan Sopu River adalah 0,60 m3/s. The disharge bulanan rata-
rata Sopu River adalah sekitar 4,01 m3/s.
Debit bulanan disintesis dari Sopu River basin berdasarkan model NRECA selama periode 1990 hingga 2014
secara grafis digambarkan pada gambar berikut.
50.0 0
45.0 100
40.0 200
35.0 300
Monthly Discharge (m3/s)
30.0 400
20.0 600
15.0 700
10.0 800
5.0 900
0.0 1000
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Duration (Years)
Sebuah FDC adalah salah satu metode yang paling informatif menampilkan rangkaian lengkap debit sungai
dari-aliran yang rendah membanjiri acara. Ini adalah hubungan antara setiap nilai debit yang diberikan dan
persentase waktu yang debit ini menyamai atau melampaui. Vogel (1990) dijelaskan FDC hanya sebagai
fungsi non-parametrik kumulatif distribusi (cdf) dari debit sungai setiap hari di situs.
Sebuah FDC dapat dibangun menggunakan resolusi waktu yang berbeda data debit sungai: tahunan, bulanan
atau harian. Sebuah FDC dibangun atas dasar harian time series aliran menyediakan cara yang paling rinci
memeriksa karakteristik aliran-durasi sungai. Kurva juga dapat dibangun menggunakan beberapa interval
waktu lain, misalnya dari m-hari atau m-bulan rata-rata arus dari data harian atau bulanan awalnya tersedia.
FDC dapat dihitung: (i) atas dasar seluruh periode merekam tersedia ('masa-of-record FDC' Vogel dan
Fennessy, 1994), atau (ii) 'jangka panjang rata-rata tahunan FDC' (FRIEND, 1989; Smakhtin et al, 1997).
Debit bulanan disintesis dari Sopu River basin berdasarkan model NRECA selama periode 1990 hingga 2014
digunakan untuk menentukan kurva durasi aliran pada asupan bendung dari PLTMH Palolo. Probabilitas data
durasi aliran telah dihasilkan dengan menggunakan persamaan weibull dan ditabulasikan dalam tabel
berikut. Aliran terlampaui pada 90%, 70% dan 50% adalah 1,80 m3 / s, 2,70 m3 / s dan 3,71 m3 / s masing-
masing.
Kurva durasi aliran Sopu River berdasarkan model NRECA selama periode 1990 hingga 2014 secara grafis
digambarkan dalam gambar berikut.
Komponen biaya pembangunan terbesar adalah konstruksi Bendung dan Panjang Saluran dan Penstock
(Water Way), dimana untuk penentuan Debit Desain, besar maupun kecil, biaya Bendung dan Panjang
Water Way akan tetap sama.
Penentuan jumlah unit Turbin harus mempertimbangkan bahwa pada musim kemarau, satu unit Turbin
harus bias beroperasi secara normal (tidak terjadi kavitasi), atau part load operation > 30%.
Semakin banyak jumlah unit Turbin, akan memperbaiki atau menguntungkan operasional pada saat
kemarau, namun disisi lain biaya Investasi akan membesar. Dari segi kehandalan jumlah unit Turbin
minimum 2 unit.
Dengan mempertimbangkan kedua faktor tersebut diatas dan melihat debit sungai yang cukup baik di
musim kemarau, maka ditetapkan jumlah unit Turbin 2 unit dan Debit Desain maksimum 6.20 m3/s dan Part
Load Operation pada musim kemarau sebesar: Debit Minimum/ Debit Maksimum per unit = (1.41 m3/s) /
(3.1 m3/s) = 45,5%.
Sesuai dengan Pemerintah Peraturan Indonesia Nomor 38, Tahun 2011, mengalami "River" khususnya di
Pasal 20, Paragraf (3), Surat "a" dan Pasal 25, Paragraf (1), Paragraf (2), Paragraf (3) dan Paragraf (4),
diperlukan untuk melepaskan aliran bulanan minimum dengan 95% probabilitas terlampaui untuk
pelestarian ekologi hilir. Berdasarkan aliran kurva durasi Sopu River, aliran bulanan dengan 95% probabilitas
terlampaui 1.41 m3/s. Oleh karena itu, diperlukan untuk melepaskan 1,41 m3/ s aliran melalui tahun. Namun
hal yang menguntungkan untuk PLTM Tongoa (Sungai Sopu) ini adalah dekat di bawah bending banyak suplai
air sehingga di downstream bendung tersebut debit 95% atau 1,41 m3/detik ini dapat terjaga (tercapai).
Debit banjir diperlukan untuk perancangan bangunan bendung pada sungai. Sesuai dengan kaidah
perancangan bangunan sipil, bendung direncanakan untuk dapat bertahan terhadap keadaan paling
berbahaya. Tingkat bahaya banjir dalam teknik keairan dinyatakan dengan “periode ulang”. Untuk
perancangan bendung PLTM Tongoa dipilih perioda ulang 100 tahunan.
Salah satu tujuan dari analisis curah hujan untuk mendapatkan kedalaman curah hujan dari wilayah studi
dengan mempertimbangkan kedalaman curah hujan yang terjadi di stasiun curah hujan di wilayah dan
lingkungan cekungan. Jaringan hidrologi dari stasiun curah hujan di dan di sekitar tangkapan dari Sopu River
basin terutama dibentuk oleh Balai Besar Wilayah Sungai Palu-Lariang (Palu-Lariang Sumber Daya Air Badan
Pengembangan River) dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).
Kami memilih untuk menggunakan poligon Thiessen sebagai metode untuk membuat distribusi curah hujan
dari seluruh tangkapan dari Sopu River basin. Kami mendefinisikan area (poligon) sekitar gages hujan yang
batas dihitung sebagai setengah jalan antara gages hujan terdekat. The Thiessen poligon dibangun
menggunakan raster atau grid berbasis pendekatan untuk menghasilkan garis batas tengah antara gages
hujan terdekat.
Izin metode Thiessen untuk mengubah alat pengukur masukan hujan poin untuk kelas fitur output Thiessen
poligon proksimal. poligon ini memiliki properti unik yang setiap poligon hanya berisi satu titik masukan, dan
setiap lokasi dalam poligon lebih dekat ke titik yang terkait daripada titik setiap poligon lainnya.
Setelah kami telah memperoleh gages hujan ini pembobotan koefisien dari poligon Thiessen, kita dapat
menetapkan mereka ke alat pengukur hujan data curah hujan maksimum harian dan menentukan
kedalaman curah hujan maksimum harian dari cekungan Sopu River. Final R24 Max (harian curah hujan
maksimum) dari cekungan Sopu River berdasarkan tiga gages hujan terdekat digunakan untuk analisis debit
banjir ditunjukkan pada tabel berikut.
Curah hujan kemungkinan berdasarkan frekuensi yang dihitung dengan analisis statistik pada data seri
ekstrim tahunan. Zekon diperoleh curah hujan maksimum harian dengan periode ulang melalui beberapa
metode seperti biasa, dua-parameter log-normal, tiga parameter log-normal, tipe I normal, tipe III pearson,
tipe III log-Pearson dan distribusi Gumbel-Chow. Harian frekuensi curah hujan maksimum cekungan Sopu
Sungai ditunjukkan pada tabel berikut.
Posisi merencanakan dari harian frekuensi curah hujan maksimum cekungan Sopu Sungai digambarkan pada
gambar berikut.
180
160
140
Rainfall (mm/hr)
120
100
80
60
Gumbel
40 Normal
Log Normal
Pearson III
20
Log Pearson III
Rainfall Data
0
1 10 100 1000
Dalam menghitung curah hujan maksimum harian kami menggunakan beberapa metode distribusi. Namun,
hanya satu dari metode ini akan digunakan. Untuk menentukan distribusi akan digunakan untuk menghitung
debit banjir, uji kesesuaian akan membutuhkan dengan maksud untuk memberikan informasi apakah data
distribusi curah hujan memberikan hasil yang sama atau dekat dengan pengamatan dan kesesuaian fungsi
distribusi.
Berdasarkan analisis kami menggunakan rata Metode Kesalahan dan Absolute Metode Deviasi, kami
menyimpulkan bahwa Pearson III yang paling cocok untuk distribusi curah hujan.
Hasil uji kesesuaian Sungai Sopu secara grafis digambarkan dalam gambar berikut.
12
10
8
Value (%)
0
Normal Log Normal Gumbel Pearson III Log Pearson III
Karena data curah hujan tambahan singkat untuk River Station Sopu tidak tersedia, pengembangan frekuensi
durasi intensitas (IDF), diperkirakan dengan menggunakan curah hujan harian berdasarkan metode
Mononobe (Sosrodarsono, 1980) dengan relasi seperti pada (1).
3/ 2
R 24
I T …………….. (1)
24 t c
Dimana,
I = rainfall intensity (mm/hour);
RT = daily rainfall for the return period of T years;
tc = rainfall duration equal to its time of concentration (minutes).
Intensitas frekuensi durasi untuk Sopu River basin diperoleh dengan mendistribusikan harian data (1440
menit) curah hujan Station Bora, Palolo Station dan Tuwa Station. Hasil perhitungan IDF untuk Soup River
basin berdasarkan metode Mononobe untuk berbagai periode ulang, ditampilkan dalam mengikuti.
300.00
Tr = 2
Tr = 5
250.00 Tr = 10
Tr = 25
Tr = 50
200.00 Tr = 100
Rainfall Intensity (mm/Hour)
Tr = 200
Tr = 1000
150.00
100.00
50.00
0.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Duration (Minutes)
Untuk sungai tak gauge seperti Soup River, hidrograf banjir dapat dihitung dengan menggunakan HSS. The
HSS adalah prosedur komputasi untuk mengembangkan puncak limpasan dan debit untuk badai dari interval
pengulangan tertentu untuk DAS yang lebih besar dari 300 acre. Prosedur ini menghitung curah hujan
efektif, yang merupakan sebagian dari total curah hujan yang muncul sebagai aliran permukaan pada titik
konsentrasi tertentu.
Metode unit sintetik hidrograf secara luas digunakan untuk menganalisis DAS tak gauge di Indonesia.
Berbagai metode sintetis yang ada saat ini dikembangkan dari penelitian di banyak negara, baik daerah
tropis dan subtropis. Hidrograf merupakan sumber informasi yang penting untuk keandalan struktur hidrolik
(Limantara, 2010). Metode unit sintetik hidrograf Nakayasu (1941) yang dikembangkan di Jepang adalah
metode sintetis yang banyak digunakan di Indonesia (Safarina AB, 2010).
Rainfall Distribution
Berdasarkan penelitian, harian curah hujan badai maksimum di Indonesia tidak melebihi 6 jam. Untuk
perhitungan hidrograf banjir, harian curah hujan badai maksimum yang diperoleh dari Pearson III akan
didistribusikan selama 6 jam menggunakan Mononobe Formula. curah hujan badai maksimum harian yang
didistribusikan kemudian diubah oleh superposisi dari jumlah puncak limpasan dan debit untuk badai dari
waktu perulangan ditentukan per jam. didistribusikan harian maksimum badai curah hujan di Sopu River
basin berdasarkan Mononobe Formula untuk berbagai periode ulang ditunjukkan pada tabel berikut.
Didistribusikan harian maksimum badai curah hujan di Sopu River basin berdasarkan Mononobe Formula
untuk berbagai periode ulang digambarkan pada gambar berikut.
2
70 5
10
60 25
50
Rainfall Intensity (mm/hour)
50 100
200
1000
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6
Duration (Hours)
C. A.R0
Qp …………….. (2)
3,6(0,3.T p T0,3 )
Berdasarkan parameter karakteristik spesifik DAS Sopu River, salah satu milimeter curah hujan akan
menghasilkan aliran puncak sekitar 5,575 m3/s dan aliran dasar sekitar 2,022 m3/s; dengan panjang sungai
sekitar 12 kilometer dari hulu Sopu River ke intake diusulkan waktu untuk puncak arus adalah sekitar 2,666
jam dan aliran banjir akan benar-benar melewati bendung diusulkan dan asupan dalam 24 jam.
Unit Hidrograf Sintetis untuk satu milimeter curah hujan di Sopu River basin berdasarkan Nakayasu Formula
digambarkan pada gambar berikut.
6.000
Unit Hidrograf
5.000
4.000
Discharge (m3/s)
3.000
2.000
1.000
0.000
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00
Duration (Hours)
800
Tr = 2
Tr = 5
700 Tr = 10
Tr = 25
Tr = 50
600 Tr = 100
Tr = 200
Tr = 1000
500
Discharge (m3/det)
400
300
200
100
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Duration (Hours)
Berdasarkan survey yang telah dilakukan di Sungai Sopu tidak ditemukan pemanfaatan air yang bisa
menggangu operasional PLTM Tongoa, tidak akan menggangu pemakaian air sungai yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk mandi, cuci dan irigasi, karena dari lokasi rencana Bendung sampai dengan gedung sentral
disinyalir air sungai tidak digunakan oleh masyarakat sekitar lokasi PLTM.
Dengan demikian tidak ada persoalan mengenai pemanfaatan air sungai untuk PLTM.
Aktivitas tektonik tertinggi di Indonesia. Penyebab utamanya tidak lain adalah karena di kota Palu terdapat
patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup besar, dikenal dengan sesar Palu Koro. Di Kota Palu, patahan
itu melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah daratan, memotong jantung kota, terus sampai ke Sungai
Lariang di Lembah Pipikoro, Donggala (arah selatan Palu).
Sulawesi Tengah terkenal dengan sesar aktif Palu-Koro terbentuk akibat deformasi kerak bumi yang tengah
berlangsung, merupakan hasil proses tumbukan antara tiga lempeng utama (Pasifik, Eurasia dan Indo-
Australia). Jurnal publikasi telah banyak meneliti utamanya mengenai sesar Palu-Koro (a.l. Pramumijoyo,
1994; Magetsari, 1984; Tjia & Zakaria, 1974; Silver dkk., 1983) dan dikaitkan pembentukannya terhadap
tumbukan antara Sulawesi dan lempeng mikro Banggai-Sula secara regional. Zona sesar Palu-Koro dideskripsi
sebagai sesar yang berarah Utara Barat laut-Selatan Tenggara membelah Sulawesi sepanjang 300 km dari
Palu di Utara hingga Teluk Bone di Selatan (Tjia & Zakaria, 1974).
Daerah penelitian berada pada Kecamatan Palolo, pada sisi Tenggara Teluk Palu dengan kompleksitas
struktur geologi cukup tinggi dan memiliki litologi berupa endapan konglomerat, batupasir, rijang Radiolaria,
serta intrusi batuan gunung api.
Berdasarkan peta geologi yang dipublikasikan oleh Direktorat Geologi dengan skala 1:250.000 yang
diterbitkan pada tahun 1973. Secara geologi wilayah Palu terdiri dari batuan magmatik potassic calc-alkaline
berusia akhir Miosen di Sulawesi Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu-Koro, dimana
batuan granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan Pulau
Sulawesi pada pertengahan Miosen.
Berdasarkan aspek petrografi, batuan granit berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok dari yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat karakteristik perubahannya di
masa mendatang.
Pertama adalah KF-megacrystal bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi di bagian utara
dan selatan wilayah Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik petrografi tersebut
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit dan hornblende sebagai mineral mafik
Gambar 2.25. Peta Geologi Lembar Poso (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1997)
Kelompok kedua adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic (Granitoid-B) yang relatif terdapat di
daerah pusat (sekitar Palu-Kulawi) berupa medium grained granitoids yang kadang-kadang mengandung
xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian
selatan (Saluwa-Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur 3,78-3,21 Ma di
sekitar Kulawi.
Kelompok ketiga adalah Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A) kelompok batuan termuda yang
tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76 Ma, yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari
granit lain. Batuan tersebut berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites sebagai mineral mafik
tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di antara daerah Sadaonta dan Kulawi.
Formasi Granit Kambuno (Tpkg) : Granit dan granodiorit. Granit berwarna putih berbintik hitam,
berbutir sedang sampai kasar, terdiri atas granit biotit, granit hornblende biotit, mikroleukogranit dan
mikrogranit hornblende-biotit. Granodiorit mengandung mineral mafik hornblende. Granit di
Pegunungan Takolekaju menunjukkan umur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975), sehingga umur Granit
Kambono diduga Pliosen.
Formasi Alluvial (Ql): terdiri dari pasir, lempung, lumpur, kerikil dan kerakal.
Telah diamati beberapa generasi intrusi pada daerah Palu dan sekitarnya. Yang tertua adalah intrusi andesit
dan basaltik kecil-kecil di semenanjung Donggala. Intrusi ini mungkin adalah saluran-saluran batuan volkanik
pada Formasi Tinombo. Intrusi kecil-kecil (selebar kurang dari 50 meter) yang umumnya terdiri dari diorit,
diorit porfiri, mikrodiorit, dan granodiorit menerobos Formasi Tinombo, yakni sebelum Formasi Molasa dan
tersebar di seluruh daerah. Semuanya tak terpetakan.
Berdasarkan studi citra landsat dan lapangan oleh Magetsari (1987), daerah penelitian termasuk ke dalam
kelurusan Palu-Koro. Kelurusan ini dinamakan berdasarkan pada lembah sungai yang dilaluinya. Data yang
didapatkan berdasarkan pada arah morfologi lengkungan di sekitarnyayang ditafsirkan sebagai suatu
deformasi akibat “shear movement”, perpindahan arah aliran sungai-sungai sekunder yang bermuara pada
Sungai Koro, rekahan orde ketiga yang sejajar dan menyudut agak besar dari kelurusan utama menunjukkan
kelurusan ini merupakan suatu sesar mendatar mengiri yang besar.
Cekungan-cekungan sepanjang Palu-Koro, Bamba, Sabalu, dan Tampa serta Teluk Palu dan Lembah Palu,
merupakan depresi-depresi akibat kerjasama antara rekahan-rekahan tarikan sebagai sesar normal dengan
sesar utama Palu-Koro. Magetsari (1987) membuktikan bahwa sepanjang sesar Palu-Koro terjadi suatu
medan gaya horizontal maksimum yang terdiri dari suatu tekanan berarah umum Tenggara-Barat laut dan
suatu tarikan Timur laut-Barat daya.
PLTM Tongoa
Berdasarkan interpretasi rupa bumi dan informasi peta geologi regional dari Peta Geologi Poso dan Peta Geologi Pasang
Kayu pada Gambar 2.10 di atas, maka nampak bahwa Sungai Sopu terbentuk karena sesar atau patahan, yang
diakibatkan oleh adanya Patahan Palu-Koro, yang dikenal sebagai Jalur Sesar Besar Palu – Koro. Sesar Palu-Koro sendiri
merupakan sesar mendatar yang mengakibatkan timbulnya sesar-sesar normal, dan adanya patahan/sesar sekunder
seperti yang dialami oleh Sungai Sopu.
Penyelidikan geologi teknik dilakukan dalam rangka mengambil sampel tanah/batuan yang representative
untuk pembuatan rancangan desain dasar (basic engineering design). Metode yang digunakan adalah
dengan melakukan uji sumur (test pit) dan pengeboran inti. Jumlah titik Uji Sumur ada 1 titik dan
pengeboran inti sebanyak 3 titik. Titik bendung tidak dilakukan pengeboran inti dikarenakan akses yang
sangat sulit untuk dijangkau. Kondisi bawah permukaan di daerah bendung diasumsikan dari korelasi dan
interpretasi kondisi geologi permukaan di sekitar bendung, kondisi bawah permukaan di jalur saluran
pembawa dan kondisi bawah permukaan di daerah Power House.
Bor PH-01
9.867.000
9.866.800
9.866.600
9.866.400
9.866.200
9.865.800
Test Pit di Jalur Siphon
(TP-02)
9.865.600
9.865.400
9.865.200
184.800 185.000 185.200 185.400 185.600 185.800 186.000 186.200 186.400 186.600
Gambar 2.28. Lokasi Titik Uji Sumur dan Pengeboran Inti untuk PLTM Tongoa
Di daerah saluran pembawa, tutupan berupa tanah lempung lebih tebal, sekitar 2 meter di bagian atas
lereng yang datar dan kurang dari 1 meter di bagian lereng yang miring. Diperkirakan bahwa di sepanjang
saluran pembawa didominasi oleh litologi bercampur antara formasi batuan granit dengan formasi pasir
gunung berapi. Hasil pengeboran inti di saluran pembawa ke arah Power House dan Head Pond
menunjukkan bahwa zona lapuk berupa batuan breksi yang tersusun oleh granit dan pasir. Sedangkan
batuan dasar adalah batuan granit segar diselingi oleh andesit.
Hal ini diperkuat oleh hasil penyelidikan testpit di atas saluran pembawa yang ditunjukkan oleh Gambar 2.31
dan 2.32.
Gambar 2.32. Tipikal Stratigrafi Zona Pelapukan Berdasarkan Uji Sumur (Test Pit)
Pada umumnya di daerah lereng tidak terdapat banyak tanah lunak dan humus. Rata-rata ketebalan zona
pelapukan hanya 1 s/d 1,5 meter dan didominasi oleh boulder-boulder, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.33.
Metode identifikasi bawah permukaan yang lain adalah pengeboran inti. Selain untuk mengetahui profil
bawah permukaan, pengeboran inti juga dimaksudkan untuk mengambil sampel geoteknik, dan selanjutnya
diuji di laboratorium untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekaniknya. Tujuan uji kekuatan tanah dan
batuan adalah mengetahui parameter fisik seperti: berat jenis, kandungan air, distribusi butir (untuk tanah
dan material lunak), dan porositas. Kemudian parameter kuat tekan, dan kuat geser (kohesi dan sudut geser
dalam).
Hasil Uji Laboratorium menunjukkan parameter kekuatan tanah dan batuan seperti yang ditunjukkan dalam
Tabel 2.22 dan Tabel 2.23. Parameter kekuatan tanah diperoleh dari hasil uji SPT dan hasil uji mekanika
tanah yang diambil dari Undisturbed dan Disturbed sampel, sedangkan parameter kekuatan batuan
diperoleh dari hasil pengujian sampel di Laboratorium Geomekanika.
Hasil pengeboran juga menghasilkan informasi mengenai perlapisan dan kondisi material, baik tanah
maupun batuan, di bawah permukaan tanah seperti yang ditunjukkan oleh hasil pengeboran di masing-
masing lokasi dalam Tabel 2.25 hingga 2.26.
WEATHERING
FRACTURE
DEPTH (m)
THICK (m)
STRENGTH FREQUENCY
METHOD
GRAPHIC
RUN NO.
DEFECT DESCRIPTION
RQD (%)
SAMPLE
TCR (%)
0.03
meter length)
LOG
0.1
0.3
10
3
1
VH
VL
EH
EL
20
25
30
10
15
M
H
L
5
0.00
0.5
0.20 SOIL, brown, silty, damp, low plasticity
1 20 0
0.30 CORE LOSS
0.5
MW
UDS-01 1
0.60 UDS-01 1
1.10
SPT-01 0.45 SPT-01 (SOIL, brown, silty, damp, low plasticity)
1.55
CL
2 0 0
2
0.45 CORE LOSS 2
2.00
HW
1.00 SOIL, brown, sandy, medium grained, poorly sorted
3 0 0
3 3
3.00
CL
0.50 CORE LOSS
3.50
UDS-02
FRESH ROCK
UDS-02 0.60 4
4
4.10 SOIL, brown, sandy, coarse grained, poorly sorted
SPT-02 4.25 0.15
BRECCIA, grey, blocky core, granodiorite fragmented
4 100 100 0.75
gravel to pable grain, many calsite, minerals quartz
5 5
5.00
5 0 0
6 6
CORE LOSS
6.50 3.00 CORE LOSS
7 7
6 0 0
8
8.00 GRANITE - GRANODIORITE, light grey, massive-blocky 8
FR
9.50
10 10
CORE LOSS
8 0 0 CORE LOSS
4.10
11 11
11.00
9 0 0
12 12
SPT-03 12.60
13 13
10 23 0
14 14
11 23 0
GRANITE - GRANODIORITE, light grey, massive-blocky
15
core, good surface condition, faneritik, minerals : 15
FR
12 10 0 16 16
17 17
13 0 0
18 18
18.10
END OF HOLE AT DEPTH : 18.10 M
19 19
20 20.00 20
Tabel 2.24. Informasi Stratigrafi lubang bor PH-01 di area Power House
WEATHERING
FRACTURE
DEPTH (m)
THICK (m)
STRENGTH FREQUENCY
METHOD
GRAPHIC
RUN NO.
DEFECT DESCRIPTION
RQD (%)
SAMPLE
TCR (%)
TAKEN
Is(50)MPa (Defects per unit
& ADDITIONAL OBSERVATIONS
0.03
meter length)
LOG
0.1
0.3
10
3
1
VH
VL
EH
EL
20
25
30
10
15
M
H
L
5
0.00
1 53 0
1
2.00 SOIL, brown, clayey, damp, low plasticity 1
HW
2 0 0
2 2
2.00
0.45 SOIL, reddish brown, damp, clayey, low plasticity
2.45
3 20 0 0.55 UDS-01
3 3
3.00
4 4
CL
2.10 CORE LOSS
4 93 83
5 5
5.10
MW
5 70 70 1.45
6 gravel to pable grain, many calsite, minerals quartz 6
6.55
7 7
6 77 33 1.50
8 8
8.05
FULL CORING
8.49
GRANITE - GRANODIORITE, light grey, massive-blocky
FRESH ROCK
8 83 40
10.80
CL
11
11.05
0.25 CORE LOSS 11
13 13
10 100 87
14 14
15.35
15.55
16 16
FRESH ROCK
12 100 87
17 17
17.05
13 53 27 17.85 18
18
CL
1.10
14 73 73 quartz, hornblenda, GSI : range from 80-85
19.65
20
END OF HOLE AT DEPTH : 19.60 M 20
Tabel 2.25. Informasi Stratigrafi lubang bor HP-01 di area Head Pond
Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki tatanan tektonik yang komplek karena berada di daerah
triple junction. Aktivitas tektoniknya menyebabkan adanya beberapa patahan di antaranya patahan Palu
Koro dan patahan Matano. Daerah patahan Palu Koro dan patahan Matano memiliki aktifitas kegempaan
yang cukup tinggi dengan kedalaman dangkal antara 0 hingga 60 kilometer yang merupakan cerminan
pelepasan tegangan kerak bumi yang dipicu oleh aktivitas patahan aktif.
Menurut katalog kegempaan (USGS, ISC, CMT, dll), kegempaan Sulawesi Tengah tersebar dan ditandai
dengan beberapa gempa dangkal yang terletak di sekitar kedua zona PKF (Palu Koro Fault) dan MF (Matano
Fault). Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat ditampilkan peta seismisitas daerah penelitian sebagai
berikut :
Gambar 2.36 Peta Sebaran Gempa di Sulawesi dan Sekitarnya (USGS, 1900 – 2014)
Gambar 2.37 Peta Sebaran Gempa di Palu dan Sekitarnya (USGS, 1900 – 2014)
Gempa di sekitar lokasi rencana PLTM Sopu didominasi oleh gempa dangkal dengan kedalaman antara 0-70
km, dan bermagnitudo 2-5SR, namun terdapat beberapa gempa tipe sedang yang terjadi di laut.
Mengingat lokasi rencana terletak di wilayah yang memiliki potensi permasalahan akibat gempa maka perlu
dilakukan tinjauan analisis kegempaan untuk menentukan besarnya percepatan gempa di permukaan tanah
yang akan disajikan dalam bentuk respon spektrum. Referensi yang digunakan dalam analisis ini mengacu
pada peta gempa yang diterbitkan oleh SNI tahun 2012.
Berikut ini ditampilkan peta gempa yang menunjukkan besar percepatan gempa di batuan dasar untuk periode ulang
gempa 1000 tahun pada lokasi rencana yang akan ditinjau untuk masing-masing periode, yaitu T = 0 s, T = 0.2 s dan T =
1.0 s:
Jumlah penduduk menurut proyeksi Sensus Penduduk 2010 pada akhir tahun 2014 sebanyak 28,888 Jiwa,
dengan luas wilayah 626,09 km2 maka kepadatan penduduknya sebesar 46 Jiwa/km2. Diketahui pada Table
2.24.A bahwa jumlah penduduk terbanyak yaitu pada Desa Uenuni dengan jumlah penduduk 2,765 Jiwa,
sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu pada Desa Ue Rani dengan jumlah penduduk 692 Jiwa. Secara
rinci dapat dilihat pada tabel 2.26.A.
Jika dilihat dari banyaknya rumah tangga maka jumlah pada Desa Uenuni memiliki jumlah rumah tangga
terbanyak yaitu 691 rumah tangga dan jumlah pada Desa Ue Rani memiliki jumlah rumah tangga terendah
yaitu 173 rumah tangga. Hal ini bias dilihat bahwa rata-rata penduduk per rumah tangga mencapai 4 orang
per rumah tangganya. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.26.B.
Sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa maka pendidikan tidak dapat lepas dari rangkaian proses
peningkatan sumber daya manusia yang pada gilirannya akan menjadi modal investasi manusia bagi
kepentingan pembangunan nasional. Tersedianya data tentang pendidikan yang baik akan sangat membantu
perencanaan yang dibuat sehingga menjadi lebih terarah pada sasaran yang diharapkan. Pembangunan
pendidikan di Kecamatan Palolo dapat dilihat pada penyajian Tabel 2.27.A dan Tabel 2.27.B
Tabel 2.27.A menunjukan bahwa pada tahun 2013 di Kecamatan Palolo terdapat 15 TK, 27 SD, 1 Madrasah
Ibtidaiyah, 5 SLTP, 3 Madrasah Tsanawiyah, 1 SLTA dan 2 Madrasah Aliyah. Desa Ampera dan Desa Makmur
merupakan desa yang dapat dikatakan lengkap jika ditinjau dari segi fasilitas pendidikan karena pada desa ini
telah terdapat TK, SD, SLTP dan SLTA.
1 Lembantongoa 1 2 - 1 - - -
2 Uenuni 1 2 - 1 - - -
3 Tongoa - 2 - - - - -
4 Bahagia 1 1 - - - - -
5 Rahmat 1 3 - 1 - - -
6 Sejahtera - 1 - - - - -
7 Sintuwu 1 2 - - - - -
8 Ranteleda 1 2 - - - - -
9 Tanah Harapan 1 1 - - - - -
10 Berdikari 1 1 - - - - -
11 Rejeki - 2 - - - - -
12 Ampera 1 1 - 1 - 1 -
13 Makmur 1 1 - - 1 - 1
14 Petimbe 1 1 - - - - -
15 Kapiroe 1 1 - - - - -
16 Bunga 1 1 - 1 - - -
17 Bobo 1 1 1 - 1 - 1
18 Baku Bakulu 1 1 - 1 - -
19 Sigimpu - 1 - - 1 - -
20 Karunia - - - - - - -
21 Sarumana - - - - - - -
22 Ue Rani - - - - - - -
Jumlah 2014 15 27 1 6 3 1 2
2013 15 27 1 6 3 1 2
2012 15 18 - 5 3 1 2
2011 14 25 - 5 3 1 2
2010 11 25 - 5 2 1 2
Sumber: Dinas Dikjar Kec. Palolo
Pembangunan di bidang kesehatan, selain bertujuan meningkatkan kualitas masyarakat dengan mengurangi
angka kematian akibat masalah kesehatan, juga bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat
memperoleh pelayanan kesehatan secara merata. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Palolo
terdiri dari Puskesmas 2 unit, Pustu 6 unit, Poskesdes 8 unit dan Polindes 5 unit. Puskesmas yang terdapat di
Tabel 2.28 Jumlah Sarana Kesehatan menurut Desa dan Jenisnya di Kecamatan Palolo Tahun 2014
1 Lembantongoa - 1 - 1 3 1 6
2 Uenuni 1 - - - 3 1 5
3 Tongoa - 1 1 - 6 1 9
4 Bahagia - 1 - - 1 1 3
5 Rahmat - 1 - - 3 2 6
6 Sejahtera - - - 1 4 1 6
7 Sintuwu - - 1 - 3 1 5
8 Ranteleda - - 1 - 2 1 4
9 Tanah Harapan - - - 1 1 1 3
10 Berdikari - - - 1 1 1 3
11 Rejeki - - 1 - 2 1 4
12 Ampera - - - 1 2 1 4
13 Makmur 1 - - - 3 2 6
14 Petimbe - - 1 - 1 1 3
15 Kapiroe - - - 1 1 1 3
16 Bunga - - - 1 1 1 3
17 Bobo - 1 - - 2 1 4
18 Baku Bakulu - 1 - - 2 1 4
19 Sigimpu - - - 1 1 1 3
20 Karunia - - - - - - -
21 Sarumana - - - - - - -
22 Ue Rani - - - - - - -
Jumlah 2014 2 6 5 8 42 21 84
2013 2 6 5 8 42 21 84
2012 2 6 5 8 42 21 84
2011 2 6 5 8 42 21 84
2010 2 4 13 - - - 27
Sumber: Palolo dan Puskesmas Banpres
1 Lembantongoa - - 1 1 Lembantongoa 5 - - 5
2 Uenuni 1 - 5 2 Uenuni 7 2 - 9
3 Tongoa - - - 3 Tongoa 3 - - 3
4 Bahagia - - 1 4 Bahagia 1 - 1 2
5 Rahmat - - 1 5 Rahmat 2 - - 2
6 Sejahtera - - - 6 Sejahtera 1 - - 1
7 Sintuwu - - - 7 Sintuwu 1 - - 1
8 Ranteleda - - - 8 Ranteleda 1 - - 1
9 Tanah Harapan - - - 9 Tanah Harapan 1 - - 1
10 Berdikari - - - 10 Berdikari 1 - - 1
11 Rejeki - - - 11 Rejeki 2 - - 2
12 Ampera - - - 12 Ampera 1 - - 1
13 Makmur 1 11 3 13 Makmur 6 3 1 10
14 Petimbe - - - 14 Petimbe 1 - - 1
15 Kapiroe - - - 15 Kapiroe 1 - - 1
16 Bunga - - - 16 Bunga 1 - - 1
17 Bobo - - - 17 Bobo 1 - 1 2
18 Baku Bakulu - - - 18 Baku Bakulu 1 - - 1
19 Sigimpu - - - 19 Sigimpu 1 - - 1
20 Karunia - - - 20 Karunia - - - -
21 Sarumana - - - 21 Sarumana - - - -
22 Ue Rani - - - 22 Ue Rani - - - -
Jumlah 2014 2 11 11 Jumlah 2014 38 5 3 46
2013 3 11 11 2013 38 4 3 45
2012 3 11 11 2012 38 4 3 45
2011 3 12 11 2011 34 4 3 37
2010 3 13 17 2010 34 4 3 37
Sumber: Puskesmas Palolo dan Puskesmas Banpres Sumber: Puskesmas Palolo dan Puskesmas Banpres
Perusahaan yang bergerak di sektor industry dibedakan atas industri besar, industri sedang, industry kecil
dan kerajinan rumah tangga. Pengelompokan tersebut semata-mata didasarkan atas banyaknya pekerja di
perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang memiliki jumlah pekerja 100 orang atau lebih digolongkan
sebagai industri besar, jumlah pekerja antara 20 – 99 orang digolongkan sebagai industri sedang, pekerja
antara 5-19 orang digolongkan sebagai industry kecil dan yang jumlah pekerjanya lebih kecil dari 5 orang
dikategorikan ke dalam industri kerajinan rumah tangga.
Pada Tabel 2.30.A dapat dilihat banyaknya usaha industri menurut Desa di Kecamatan Palolo dimana
terdapat 14 industri kecil dan 19 industri kerajinan rumah tangga.
Fasilitas listrik sebagai alat penerangan sudah merupakan kebutuhan utama masyarakat perkotaan dan
pedesaaan. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Palolo sudah menggunakan listrik PLN dengan meteran,
namun ada juga rumah tangga yang menggunakan listrik tanpa meteran.
1 Lembantongoa - - - - 1 Lembantongoa 2
2 Uenuni - - - 1 2 Uenuni 2
3 Tongoa - - - 2 3 Tongoa 2
4 Bahagia - - 1 1 4 Bahagia 1
5 Rahmat - - - 1 5 Rahmat 4
6 Sejahtera - - 1 1 6 Sejahtera 2
7 Sintuwu - - 1 - 7 Sintuwu 3
8 Ranteleda - - 1 1 8 Ranteleda 3
9 Tanah Harapan - - 1 - 9 Tanah Harapan 1
10 Rejeki - - 1 - 10 Rejeki 1
11 Berdikari - - 2 3 11 Berdikari 2
12 Ampera - - 3 - 12 Ampera 1
13 Makmur - - - - 13 Makmur 4
14 Petimbe - - 3 - 14 Petimbe 1
15 Kapiroe - - - 1 15 Kapiroe 3
16 Bunga - - - - 16 Bunga 1
17 Bobo - - - 5 17 Bobo 2
18 Baku Bakulu - - - 2 18 Baku Bakulu 2
19 Sigimpu - - - - 19 Sigimpu 2
20 Karunia - - - - 20 Karunia -
21 Sarumana - - - - 21 Sarumana -
22 Ue Rani - - - - 22 Ue Rani -
Jumlah 2014 - - 14 18 Jumlah 2014 39
2013 - - 14 18 2013 39
2012 - 2 9 27 2012 39
2011 - 2 40 84 2011 39
2010 - 7 62 34 2010 39
Sumber: Kepala Desa Sumber: Kantor Jaga PLN
Material dan peralatan yang cukup besar, seperti turbin dan generator dapat dikirim melalui pelabuhan di
Bandar Sulawesi Tengah kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan darat dapat langsung ke
desa Sopu. Untuk mengangkut material dan perlengkapan sampai di site diperlukan access road berkisar 1
km sampai dengan 2 km ke tempat yang memerlukan.
Status lahan hutan lindung dan hutan produksi masih mungkin untuk dibangun PLTM meskipun perlu ijin –
ijin dari kehutanan. Status bukan hutan cukup memerlukan ijin dari PEMDA. Untuk PLTM Tongoa ini
statusnya adalah hutan produksi, sehingga ijin pembangunan PLTM perlu ijin dari kehutanan.
Sebenarnya PLTM Tongoa ini hanya berjarak ±300 m dari jaringan PLN 20 kV terdekat dari GI Sidera sampai
PLTD Wuasa, namun jaringan terdekat tersebut hanya berdiameter 35 mm, maka berdasarkan Studi
Penyambungan PLTM Tongoa dari Trafo Step Up PLTM Tongoa tersebut perlu ditarik jaringan khusus 20 kV
dengan diameter 70 mm sepanjang 7 km ke Desa Rahmat. Dengan demikian maka daya PLTM Tongoa dapat
terserap habis baik oleh beban sepanjang jaringan 20 kV dari PLTD Wuasa ke GI Sidera maupun beban yang
melalui gardu hubung di GI Sidera.
3.1 Umum
Analisis scheme PLTM adalah suatu usaha untuk memunculkan alternative–alternative letak bangunan
PLTM, seperti bendung, jalur water way, letak power house–tail race dan debit atau kapasitas pembangkit
dan sebagainya. Dan dari alternative–alternative tersebut dilakukan evaluasi baik itu secara kualitatif atau
kuantitatif. Kemudian dari analisis ini diharapkan dapat kita pilih PLTM pada lokasi tersebut adalah yang
paling menguntungkan atau optimal. Aspek yang paling dominan adalah aspek topografi dan hidrologi juga
aspek–aspek lain seperti geologi, acces road dll.
Ada dua alternative pemilihan letak bendung untuk mendapatkan head yang maksimal, yaitu:
a) Bendung terletak pada pertemuan sungai Sopu dan anak sungai Sopu, yaitu pada koordinat x = 186.506
dan y = 9.865.431. Bendung ini merupakan pilihan maksimal (paling hulu) jika seluruh bangunan PLTM
harus terletak pada area bukan hutan konservasi (taman nasional) yaitu area APL (Area Pemakaian Lain)
dan maksimal hutan produksi.
b) Bendung dapat ditarik lebih ke hulu lagi untuk mendapatkan tambahan Head, yaitu pada koordinat x =
186.690 dan y = 9.865.308 untuk sungai sopu dan koordinat x = 186.429 Dan y = 9.865.415 untuk anak
sungai Sopu. Bendung ini mempunyai kelemahan (kendala) terletak pada area taman nasional, tapi
memiliki keuntungan dapat tambahan head sekitar 10 meter, dengan hanya berjarak 100 meter dari
alternative A.
Waterway dapat dipilih sebelah kiri atau sebelah kanan sungai (arah aliran sungai).
a) Pemilihan jalur waterway sebelah kanan aliran sungai mempunyai keuntungan head bruto yang didapat
berkisar antara 100 s.d 120 meter dengan penstock yang relative pendek, namun mempunyai
kelemahan/ kerugian yaitu jalur saluran relative relative panjang berkisar 2.5 km s.d 3.0 km dengan
medan yang cukup berat, karena terletak pada lereng–lereng yang terjal (curam) dan ada resiko kondisi
geologi berbatu–batu atau batu massive di dalamnya. Kelemahan lain akses road juga cukup berat
sehingga waktu pembangunan akan cukup lama.
Pemilihan letak Power House makin ke hilir akan mendapatkan head yang semakin tinggi, namun harus
diperhitungkan panjang dari waterway yang relative terhadap head yang didapat.
Pada jalur Waterway sebelah kiri sungai ini (yang dipilih), untuk optimalnya dipilih letak power house dan
tailrace pada koordinat X = 185.039 dan Y = 9.867.011.
Penentuan debit terkait dengan kondisi Hidrologi, dan yang dipilih adalah yang paling optimal untuk debit
desain turbin dan capacity factor, serta juga untuk debit banjir pada desain bending agar tidak kebanjiran.
Pemilihan Q desain yang besar akan menghasilkan kWh lebih besar, namun biaya bangunan akan lebih
besar, namun probabilitas debit kecil, berarti Capacity factor makin kecil. Demikian juga sebaliknya jika
dipilih debit kecil, biaya pembangunan akan lebih murah namun kWh yang dibangkitkan relative kecil, tetapi
Capacity factor akan naik.
PLTM Tongoa dipilih untuk debit (Q) desain adalah 18% probabilitas debit, yaitu sebesar 6.20 m3/s.
Pertimbangan lain pemilihan Q desain adalah dikaitkan dengan part load operation dari turbin. Untuk PLTM
biasa dipilih 2 unit turbin demi kehandalan operasi, dengan 2 unit turbin berarti Q desain per unit turbin =
3.10 m3/det.
Pada musim kemarau, pada debit Q = 95% adalah 1.41 m3/det, maka part load operation turbin = (1.41
m3/det) / (3.60 m3/det) = 45,5 % adalah masih aman, dimana part load operation biasa dipilih > 30%.
Perencanaan scheme suatu PLTM harus mempertimbangkan berbagai aspek teknis maupun non teknis.
Setelah mempertimbangkan aspek topografi, geologi, hidrologi, jalan akses dan aspek sosial serta aspek
kehutanan maka scheme PLTM Tongoa akan dibangun melalui jalur Water Way sebelah kiri arah aliran
sungai.
Dari gambar lampiran (D), terlihat untuk scheme (2) dengan letak bendung di sisi hulu (upstream) pada
koordinat X = 186.690dan Y = 9.865.308 , terdapat kelemahan sebagai berikut, antara lain:
Dengan pertimbangan tersebut maka, Scheme PLTM terpilih untuk PLTM Tongoa adalah Scheme (1) dengan
data sebagai berikut.
Dan pada lembar berikut adalah gambar pandangan atas (layout) dari scheme PLTM terpilih (scheme 1).
PLTM berfungsi sebagai pembangkit listrik dengan memanfaatkan aliran sungai. Tipe aliran yang
direncanakan adalah jenis run-off-river (ROR). Ruang lingkup rancangan dasar, meliputi:
5
6
4 7 8
2 3 4
1 5
3
6
1 7
2
8
Peralatan Elektromekanik
Turbin Switchgear
Generator Sistem Kontrol
Power Transformator
Dari desain dasar pekerjaan sipil dan metal works, selanjutnya spesifikasi elektromekanik perlu disimpulkan
untuk memberikan gambaran mengenai volume dan biaya pekerjaan.
Bangunan sipil utama dibedakan atas bangunan yang dirancang berdasarkan debit rencana turbin dan
bangunan yang dirancang berdasarkan debit banjir rencana dengan periode ulang 100 tahun.
Bangunan yang dirancang berdasarkan debit banjir 100 tahunan adalah bendung, pelimpah dan pintu
penguras. Sedangkan bangunan yang dirancang berdasarkan debit rencana turbin adalah pintu pengambilan,
saluran pembawa, kolam pengendap pasir, saluran penghantar, bak penenang, pipa pesat, gedung sentral
dan saluran pembuang.
Melihat topografi dan investigasi lapangan untuk scheme 1, ada dua alternatif letak bendung, yaitu pada
posisi x =186.506 y =9.865.431 dan z = ketinggian bendung = 3.50 m.
Tipe bendung yang dipilih adalah tipe Ogee adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan lapisan beton.
Bagian bendung yang harus direncanakan adalah mercu bendung, pintu pembilas, peredam energi (kolam
olakan), tanggul pelindung, tembok pangkal (abutment) dan bangunan pengambilan. Bendung dirancang
serendah mungkin tetapi dapat berfungsi untuk mengalihkan air ke bangunan pengambilan dan amana
terhadap banjir, baik untuk bendung sendiri maupun untuk bangunan sekitarnya.
Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil
sama dengan lebar rata-rata sungai dengan lebar maksimum hendaknya tidak lebih dari 1.20 kali lebar rata-
rata sungai pada ruas yang stabil. Di bagian hilir ruas sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit
Untuk hal ini dapat diambil muka air banjir tahunan sebagai patokan lebar rata-rata. Berdasarkan hasil
pengamatan ini dan juga hasil analisis:
Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat mengalirkan banjir secara efektif jadi
berkurang, yang disebut lebar efektif (Be). Pengurangan lebar tersebut disebabkan oleh tiga komponen,
yaitu:
Tebal pilar.
Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bendung.
Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.
Dalam perhitungan lebar efektif, lebar pembilas sebenarnya (dengan bagian depan terbuka) diambil 80 %
dari lebar rencana mengkompensasi perbedaan koefisien debit dibanding mercu itu sendiri.
Dimana :
Be = Lebar bendung
B = Lebar total bendung
Kp = Koefisien kontraksi pada pilar
t = Lebar pilar = 0.75 m
b = Lebar pintu bilas
b = (1/6 ~ 1/9 B) / n = 1.70 m
n = Jumlah pilar = 2 buah
H = Tinggi energi (m)
Pilar berujung segi empat & sudut-sudut yang dibulatkan dengan jari-jari yang hampir 0,02
sama dengan 0,1 kali tebal pilar.
Pilar berujung bulat 0,01
Pilar berujung runcing 0
o
Pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran 0,20
o
Pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran, 0,10
dimana 0,5 H1> r > 0,15 H1
Be = 27.60 m
Bentuk mercu suatu pelimpah sangat menentukan kemampuannya untuk melewatkan debit banjir dan
ketahanannya, terutama terhadap bahaya kavitasi. Di Indonesia pada umumnya perencanaan bendung
menggunakan mercu tipe Ogee dan Tipe Bulat. Kedua bentuk mercu tersebut dapat digunakan baik untuk
konsruksi beton, maupun pasangan batu kali. Kemiringan maksimum bidang hilir adalah 1 : 1, sedangkan
bidang hulu dapat dibuat vertikal atau miring sampai 3 : 1.
Memiliki nilai koefisien debit yang jauh lebih tinggi (44%) daripada bendung ambang lebar. Oleh karena
itu dapat mengurangi tinggi muka air hulu slema banjir pada sungai.
Nilai koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung stream line dan tekanan negatif pada mercu.
Tekanan mercu adalah fungsi perbandingan antara H dan r. Dalam hal ini direncanakan bendung satu
jari-jari (r) dan kemiringan hilir 1 : 1. Untuk mengatasi bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada
mercu bendung harus dibatasi -1 m tekanan air karena mercu bendung tersebut tebuat dari pasangan
batu. Untuk bendung pasangan batu, jari-jari mercu akan berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,7 x Hmax.
Pangkal-pangkal bendung menghubungkan antara tanggul-tanggul sungai dengan tanggul banjir. Pangkal
bendung harus mengarahkan aliran air dengan tenang disepanjang permukaan dan tidak menimbulkan
turbulensi.
Elevasi pangkal bendung disisi hulu dibuat lebih tinggi daripada elevasi air (yang terbendung) selama terjadi
debit rencana. Tinggi jagaan yang harus diberikan adalah 0.75 m – 1.50 m. (0.75 m untuk kurva debit datar
dan 1,5 m untuk kurva debit curam).
Dalam memilih tipe hubungan peredam energi, tergantung pada berbagai faktor, diantaranya:
Tinggi pembendungan
Lebar bentang efektif
Keadaan geoteknik tanah dasar
Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai
Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir bendung.
Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak sempurna/ tenggelam,
loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih tinggi sama dengan kedalaman muka air hilir.
Untuk meredam energi pada hilir bendung perlu dibuat suatu kolam olakan. Ada berbagi macam kolam
olakan/ peredam energi, antara lain:
Tipe USBR
Tipe ini terdiri dari tipe I, II, III, dan IV yang semuanya menggunakan blok-blok halang untuk
memperpendek kolam olak. Tipe ini dipakai untuk bendung dengan lebih besar dari 500 m3/det atau
pada spillway dengan beda tinggi antara mercu dan lantai yang besar.
Berdasarkan keterangan diatas, jenis bangunan peredam energi yang cocok pada lokasi ini adalah jenis
vlugter USBR Tipe III. Dengan aliran tinggi bendung termasuk rendah dan sungai tidak membawa batu-
batuan besar.
Bangunan pembilas berfungsi sebagai pencegah tertumpyknya material-material pengotor (lumpur, kerikil,
batu, dsb) di depan pintu pengambilan. Secara periodik pintu bilas dibuka untuk membersihkan tumpukan
material tersebut, sehingga ruang aliran di depan pengambilan selalu terjaga kebersihannya.
Pengambilan sebaiknya dtempatkan sedekat mungkin dengan as bendung. Tergantung dengan kebutuhan,
pengambilan termasuk pembilas dapat dibuat di sebelah kiri bendung apabila saluran pengahantar terletak
di sebelah kiri, atau sebaliknya di sebelah kanan bendung.
Bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk menyadap air sungai ; yang telah dibendung, sesuai dengan
kebutuhan debit. Oleh karena itu ukurannya tergantung dari kapasitas debit rencana saluran pembawa.
Kecepatan aliran pada pintu pengambilan dibuat sedemikian rupa, sehingga di satu pihak material berbutir
kasar tidak ikut tersadap dan dilain pihak tidak boleh terjadi endapan.
V2 ≥ 32 ( h / d )1/3 . d
dimana:
V = kecepatan rata-rata, m/s
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Dalam perencanaan normal dapat diambil kecepatan rata-rata antara 1,00 sampai dengan 2,00 m/s untuk
dapat membatasi butiran-butiran berdiameter 0,01 – 0,04 m tidak ikut terbawa.
Dimensi intake harus direncanakan dengan kapasitas sekurang-kurangnya 110 % dari debit kebutuhan
saluran induk, untuk membuat fleksibilitas dan agar dapat memenuhi akan kemungkinan meningkatnya
kebutuhan pengambilan selama umur proyek.
dimana :
Q = debit air, m3/s
μ = koefisien debit = 0.85
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/s2
z = kerugian energi (loss), m
Dasar Intake diambil 2,50 m dari mercu (ambang bendung), dan kecepatan aliran lewat intake diambil 1,0
m/s. Maka lebar Intake:
⁄
⁄
v 2. g . z
v2 (1,0 m ) 2
z s 0.05m 5.0cm
2 g 2 9,81 m 2
s
Rumus diatas masih dapat dipergunakan bila ujung bawah pintu tenggelam sampai dengan 20 cm di bawah
muka air hulu. Untuk mengkompensasi kehilangan tekanan pada bendung akibat gelombang dsbnya. Maka
tekanan (muka air) pengambilan diperhitungkan 0.10 m di bawah elevasi mercu bendung. Elevasi ambang
pengambilan ditentukan dari dasar sungai (bendung), dengan ketentuan sebagai berikut:
Bila bendung menggunakan pembilas bawah, maka elevasi ambang diambil antara 0 – 20 m diatas plat
penutup saluran pembilas bawah. Lebar bukaan pintu dibatasi maksimum 2.50 m.
Bila dibutuhkan lebar yang lebih dari 2.50 m, untuk debit yang besar, maka dibuat beberapa bukaan dengan
menggunakan pilar pemisah. Ujung-ujung tersebut sebaiknya dibuat agak menjorok kedalam, untuk
menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus.
Kolam pengendap pasir berfungsi untuk menghindari masuknya kotoran dan sedimen ke dalam waterway
dan turbin. Diameter partikel yang akan diendapkan pada kolam pengendap pasir adalah > 0,20 mm.
Kecepatan aliran dalam kolam pengendap pasir direncanakan rendah, hal ini dimaksudkan agar partikel
dapat mengendap dan tidak menyebabkan gangguan pada peralatan energi, abrasi serius pada baling-baling
turbin.
Direncanakan:
Q = 6,20 m3/det x 1.10 = 6,82 m3/det
H = 3.0 m
Maka,
b =
⟶ ditetapkan b = 10 meter
waktu pengendapan,
Dimana:
d = diameter partikel yang akan diendapkan (mm ), diambil 0,3 mm
W = kecepatan pengendapan ( m/det ), diambil 0,04 m/det.
H = rata-rata kedalaman desand (m), diambil 3 m
(Sumber : Masyonyi, “ Hydro Power Development “ Vol. 2, low head 0 – 30 m).
W1 ~ 0.02
√ √
L = 0,24 x = 36.0 m
Jadi luas kolam pengendap pasir yang diperlukan, minimum adalah : 300 m2
5.0 m L = 36,00 m
m Gambar 4.2. Sketsa Pandangan Atas Desand
1.0 m
3.0 m 36.0 m
4.0 m
1.0 m
6.5 m
2.0 m
15.0 m
Saluran Pembawa mulai dari Sandtrap sampai ke HeadPond mempunyai panjang 1.950 m. Saluran tersebut
terdiri dari:
Saluran Tertutup
Siphon dan Talang
Saluran Terbuka
Saluran pembawa dirancang, dengan kapasitas debit maksimum dari debit rencana turbin, yaitu sebesar:
Saluran Tetutup ini mempunyai panjang sekitar 93,70 m, dan terletak pada daerah tebing sehingga
konstruksi saluran harus menggunakan konstruksi beton.
Untuk perhitungan penentuan dimensinya digunakan rumus Manning, karena masih harus bersifat freeflow
dan dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
V = k . R 2/3 . I 1/2
Dimana:
V = Kecepatan Aliran (m/s)
K = Koefisien Strickler
R = Jari – Jari Hidraulik
I = Kemiringan Dasar
Q = A.V A = Q/V
A = B.H
Dimana:
Q = Debit aliran, m3/s
A = Luas penampang, m2
B = Lebar dasar, m
H = Tinggi aliran, m
Diambil kecepatan dalam saluran (v) = 1,0 m/s, lebar saluran (B) = 3,0 m.
Sehingga tinggi aliran (H) = 7.2 m/3.0 = 2,40 m, pada kondisi debit (Q) maksimum.
Kemiringan dasar sungai dapat dihitung sebagai berikut:
V = k . R 2/3 . I 1/2
Dimana:
Koefisien k ⟶ diambil k = 60
A = B x H = 2.50 m x 2.90 m = 7.25 m2
O = Keliling Basah = 2H + B = (2 x 2.90 m) + 2.50 m = 5.80 m + 2.50 m = 8.30m
R = Jari-jari hidraulik = A/O = 7.25 m2/ 8.30 m = 0.873 m
Sehingga,
2
1.0m / s
I 0.00033
60 (0.873m) 3
2
Sehingga pada ujung saluran penurunan permukaan air atau kehilangan head, adalah sebesar:
Head Losses (HL) = Kemiringan Dasar (I) x Panjang Saluran (L)
= 0.00033 x 326 m = 0,10758 m
(untuk keamanan diambil perbedaaan tinggi kedua ujung saluran adalah 0,32 m. Tinggi jagaan dari
permukaan diambil 0,25 m, sehingga penampang saluran adalah sebagai berikut:
H = 2.90 m
Konstruksi Talang dan Siphon diperlukan atau terpaksa diambil dengan pertimbangan, jika tetap
menggunakan saluran terbuka harus melalui tebing lereng yang sangat terjal dimana melalui penelitian
geologi daerah tersebut terdapat batu – batu di dalamnya. Sehingga jika dipaksakan tetap memakai saluran
terbuka, maka pembangunannya sangat sulit dan akan memakan waktu yang sangat lama.
Talang dan Siphon Pipa diperkirakan sepanjang 1,200 m dan diameter dan tebal Siphon harus dirancang se-
ekonomis mungkin. Diameter Siphon semakin kecil akan semakin murah namun kehilangan head akan
semakin besar, demikian sebaliknya.
Diameter diambil, (d) = 1.90 meter, sehingga kecepatan aliran dalam pipa, (v) = Q/A = 7.0/2.83 = 2.55 m/s.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi endapan dan yang terpenting diperhitungkan kemiringannya.
Perbedaan muka air di ujung masuk pipa dan di ujung keluar pipa harus dapat mengatasi:
Head Losses (hf) dalam pipa
Menjamin aliran sesuai dengan debit turbin
l
h f f
v 2
0.01029
1, 200m
2.54 m 2
s
2.027m
D 2g 2.0m 2 9.81 2
m
s
Perbedaan head untuk menjamin air mengalir sesuai debit yang dibutuhkan adalah sebesar:
v2 (2.54 m ) 2
hv s 0.32m
2 g 2 9.81 m 2
s
Jadi total kehilangan head pada kedua ujung pipa adalah sebesar:
hT = hf + hv = 2,027 m + 0,320 m =2,347 m ~ 2,35 m
Saluran terbuka bagian kedua ini juga terletak pada area yang relative datar atau stabil sehingga dapat
menggunakan konstruksi beton siklop. Kecepatan, kemiringan dan dimensi saluran diambil sama dengan
saluran terbuka bagian pertama. Panjang saluran diperkirakan sepanjang 570,14 m, dengan dimensi lebar
(B) = 3,0 m, dan tinggi (h) = 2,6 m.
Sehingga pada ujung saluran penurunan permukaan air atau kehilangan head, adalah sebesar:
Head Losses (HL) = Kemiringan Dasar (I) x Total Panjang Saluran (L)
= 0,001 x (570,14 m + 93,71 m) = 0,66385 m
Bak penenang dirancang untuk mendapatkan aliran air yang stabil sebelum masuk ke pipa pesat. Elevasi
muka air pada kolam bak penenang sama dengan elevasi muka air pada ujung (akhir) saluran pembawa.
Setelah melalui intake, sandtrap dan saluran tertutup sepanjang 93.71 m, serta Pipa Siphon dengan diameter
(d) = 1.90 m pada sepanjang 1,200 m dan Saluran Terbuka Kembali sepanjang 570.14 m,
Sehingga elevasi permukaan Bak Penenang menjadi (el.HP) = +785,50 m – 3,01385 m = +782,48615 m. Dan
(supaya aman) dibulatkan menjadi +782,0 meter.
Pipa pesat (Penstock) harus diletakan pada kedalaman sedemikian rupa sehingga tidak terjadi “aeration”
(kemasukan udara) pada saat turbin beroperasi secara penuh. Letak pipa pesat dientukan berdasarkan
persamaan dibawah ini :
S = 0,54 V. D1/2
Dimana :
S = kedalaman pipa dibawah muka air (m)
V = kecepatan air di dalam pipa (m/s), diambil 2,81 m/s
D = diameter pipa (m), diambil 1,90 m
Sehingga:
S = 0,54 x 2,54 m/s x (1,90 m)1/2 = 1,89 m dibulatkan 1,90 m
Kecepatan pada Bak Penenang dipersyaratkan maksimal sebesar 0.20 m/s untuk mencapai kondisi air yang
tenang sebelum masuk ke pipa pesat, sehingga lebar bak penenang bisa dientukan dengan menggunakan
persamaan:
B = 3b dan L = 2B
Dimana :
B = lebar kolam (bak) penenang
b = lebar saluran
L = Panjang kolam
Dari dimensi saluran b = 3 m, maka lebar bak penenang (B) = 9 m, dan panjangnya (L) = 18 m
Sehingga, Luas Penampang HeadPond (A)
A = B x hT = 9,0 m x 4,30 m = 38,70 m2
Untuk debit sebesar 6,20 m3/s, maka kecepatan aliran pada penenang :
v = Q/A = (6,20 m3/s) / (38,70 m2) = 0,186 m/s ⟶ (memenuhi syarat maksimal 0,2 m/s).
Bangunan pelimpah samping pada bak penenang dirancang dengan kapasitas pelimpah sebesar kapasitas
debit saluran untuk mengantisipasi penutupan katup secara mendadak. Penentuan dimensinya sama dengan
prosedur perhitungan pelimpah samping pada pengendap pasir.
Q = C . L . He1.5
Hd = He – Ha
Penstock di PLTM Tongoa mempunyai panjang 510 m, dengan sejumlah belokan dan satu percabangan.
Sepanjang air melalui penstock tersebut akan mengalami hambatan – hambatan atau losses yang akan
mempengaruhi besarnya head netto turbin yang dihasilkan.
Penyebab losses di pipa pesat, salah satunya tergantung dari kecepatan aliran di dalam pipa. Selain itu
penyebab head losses lainnya yang terjadi juga karena akibat gesekan, belokan (elbow), reducer dan
sebagainya. Namun losses yang terbesar adalah losses karena gesekan (friction losses) dan ini biasanya
disebut dengan Major Losses, sedangkan yang lainnya biasa dikelompokan sebagai minor losses.
Formula untuk losses – losses dalam pipa pesat adalah sebagai berikut:
Major Losses
Minor Losses
Dan berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menentukan dimensi pipa pesat (penstock) dan
menghitung head losses yang terjadi.
Q A.V
A 1 . .D 2
4
Dimana:
Q = Debit Air (m3/s)
A = Luas Penampang Pipa (m2)
V = Kecepatan Aliran di dalam pipa (m/s)
D = Diameter Pipa (m)
L v2
hf f . .
D 2g
Faktor gesekan (f), Secara umum tergantung pada bilangan Reynolds (R) dari aliran pipa, dan tingkat
kekasaran (roughness) ε dibagi Diameter (ε/D) dari dinding pipa.
1.325 v. f d
f 2 Dan Re
5.74 v
ln 3.7 D Re 0.9
Dimana:
Hf = Losses akibat gesekan (m)
f = Faktor Gesekan (Friction Factor)
L = Panjang Pipa (m)
v = Kecepatan aliran air (m/s)
Re = Reynolds Number
ε = Roughness Coefficient (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
ν = Kinematic Viscosity dari air
v2
he ke
2g
Dimana:
He = Head loss due to entrance (m)
ke = Resistance coefficient for entrance
v = Kecepatan Aliran air dalam pipa (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
v2
hel kel
2g
kel 67 .6 10 6
2.17
Dimana:
Hel = Head loss due to elbow (m)
kel = Resistance coefficient for elbow
v = Kecepatan Aliran air dalam pipa (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Persamaan 5 – Kerugian akibat pipa percabangan (Head Losses Due To Bifurcation or Branch)
v2
hw k w
2g
Dimana:
Hw = Wye Branch head losses (m)
kw = Resistance coefficient at bifurcation
v = Kecepatan Aliran air dalam pipa (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Dan berikut adalah perhitungan untuk menentukan dimensi dan head losses dari pipa pesat (penstock).
Project Features
Gross Head (HG) : 85.50 m
Design Discharge (QT) : 6.20 m3/s (Total)
Penstock Length (Lp) : 510 m
Number of Penstock : 2 units
Material Specification
Penstock Material : Pipa Baja, JIS SM 400 A, B, C
Yield Strength (y) : 24.00 kg/mm2
Roughness Coefficient (ε) : 4.80E-05 m
Constanta
Kinematic Viscosity for Water (ν) : 1.007E-06 m2/s
Acceleration of Gravity (g) : 9.81 m/s2
Density of Water (ρw) : 1,000 kg/m3
Density of Steel (ρs) : 7,800 kg/m3
Resistance Coefficient for Reducer (KR) : 0.02
Resistance Coefficient for Valve (Kv) : 1.25
Resistance Coefficient for Bifurcation (KB) : 0.25
Tabel 4.2. Tabel Perhitungan Variasi laju aliran debit terhadap diameter dan Head Loss pada Penstock
Kecepatan Diameter Net
Total Head Loss, HL (m)
Aliran Air Penstock Head
v (m/s) D (m) Friction Elbow Valve Branch Reducer Total (HN)
1.00 3.03 0.09 0.025 0.064 0.013 0.001 0.19 85.31
1.10 2.89 0.11 0.030 0.077 0.015 0.001 0.24 85.26
1.20 2.76 0.14 0.036 0.092 0.018 0.001 0.29 85.21
1.30 2.66 0.17 0.042 0.108 0.022 0.002 0.34 85.16
1.40 2.56 0.21 0.048 0.125 0.025 0.002 0.41 85.09
1.50 2.47 0.25 0.055 0.143 0.029 0.002 0.48 85.02
1.60 2.39 0.29 0.063 0.163 0.033 0.003 0.55 84.95
1.70 2.32 0.34 0.071 0.184 0.037 0.003 0.63 84.87
1.80 2.26 0.39 0.080 0.206 0.041 0.003 0.72 84.78
1.90 2.20 0.44 0.089 0.230 0.046 0.004 0.81 84.69
2.00 2.14 0.50 0.099 0.255 0.051 0.004 0.91 84.59
2.10 2.09 0.57 0.109 0.281 0.056 0.004 1.02 84.48
2.20 2.04 0.64 0.119 0.308 0.062 0.005 1.13 84.37
2.30 2.00 0.71 0.130 0.337 0.067 0.005 1.25 84.25
2.40 1.95 0.79 0.142 0.367 0.073 0.006 1.38 84.12
2.50 1.92 0.88 0.154 0.398 0.080 0.006 1.52 83.98
2.60 1.88 0.97 0.167 0.431 0.086 0.007 1.66 83.84
2.70 1.84 1.07 0.180 0.464 0.093 0.007 1.81 83.69
2.80 1.81 1.17 0.193 0.499 0.100 0.008 1.97 83.53
2.90 1.78 1.28 0.207 0.536 0.107 0.009 2.14 83.36
3.00 1.75 1.39 0.222 0.573 0.115 0.009 2.31 83.19
3.10 1.72 1.51 0.237 0.612 0.122 0.010 2.49 83.01
3.20 1.69 1.64 0.252 0.652 0.130 0.010 2.68 82.82
3.30 1.67 1.77 0.269 0.694 0.139 0.011 2.88 82.62
3.40 1.64 1.91 0.285 0.736 0.147 0.012 3.09 82.41
3.50 1.62 2.05 0.302 0.780 0.156 0.012 3.31 82.19
4.00 1.51 2.88 0.395 1.019 0.204 0.016 4.51 80.99
Tabel Hasil perhitungan head losses dan head netto yang dihasilkan untuk setiap kecepatan aliran air dan
diameter dari pipa pesat (penstock), dapat pula dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut.
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75 3.00
Velocity and Diameter (m3/s)
Grafik 4.6. Variasi laju aliran debit terhadap diameter dan Head Loss pada Penstock
Penentuan diameter pipa pesat (penstock) dapat juga ditentukan dengan metode sebagai berikut.
Kecepatan dipilih berdasarkan panjang pipa (L) dan Head (H). Untuk (L/H) jika:
1 s.d 2 : Cmax = 4.0 — 3.0 m/s
2 s.d 4 : Cmax = 3.0 — 2.5 m/s
4 s.d 5 : Cmax = 2.5 — 2.0 m/s
>5 : Cmax = 2.0 — 1.0 m/s
Penstock mempunyai fungsi menyalurkan energi potensial air di bak penenang (head pond) menjadi energi
tekanan dan kecepatan untuk turbin di power house. Diameter penstock harus ditetapkan secara optimal.
Diameter penstock yang terlalu besar mengakibatkan losses head di pipa pesat rendah namun di sisi lain
biaya investasi menjadi besar, demikian sebaliknya diameter yang kecil meskipun biaya investasi lebih kecil
namun losses head akan besar sehingga Nett Head turbin menjadi lebih rendah dan power dan energi listrik
yang dibangkitkan akan menurun. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk pipa pesat (penstock) yang cukup
panjang, diameter yang terlalu kecil akan mengakibatkan water hammer yang tinggi.
Sehingga Head Netto yang didapat adalah : Hgross – HLoss = 82.40 m – 1.55 m = 80.85 m
Penentuan ketebalan pipa pesat tergantung pada pemilihan jenis bahan atau material pada pipa pesat. Pada
perhitungan ketebalan pipa pesat, ditentukan material standar JIS SM 400 dan 490 A, B, C. Berikut adalah
spesifikasi standar material dan perhitungan ketebalan pipa pesat.
D 800
t
400
Dimana:
t = plate thickness including the allowance (mm)
D = inside diameter of pipe (mm)
H a .D )
t
2. a .
Dimana:
Ha = Maximum hydraulic pressure at a point, where the stress to be calculated (kg/cm2)
σa = permissible stress of the pipe (kg/cm2)
t = thickness of the pipe (cm)
η = welding efficiency (%)
D = pipe diameter (cm)
ε = corossion factor (cm)
H a .D
1
2.(t )
E 2t
1 a . .T .
H D
E 2.t E 12 t
1 1 . a . . log 1 1 . a . g
D
.
Eb D D Eb g D
Dimana:
D = Pipe inside diameter
t = pipe shell thickness (cm)
Ea = Elastic modulus of pipe (2.1 x 106 kg/cm2)
Eb = Elastic modulus of concrete (3.0 x 104 kg/cm2)
Ha = Maximum hydraulic pressure at a point where the stress is to be calculated (kg/cm2)
α = Coefficient of linier expansion of pipe (1.2 x 10-5 /oC)
ΔT = Temperature change of pipe (0 - 20oC)
β = Coefficient of plastic deformation of ground (can be considered as approximately 0.5)
vg = Poisson's ratio of ground (0.3)
ε = Corrosion and abrasion allowance (cm)
D1 = Tunnel Bor Diameter (1.6 x D)
Dan berikut hasil perhitungan tebal minimum dan tebal maksimum dari pelat pipa pesat.
Inside Diameter of Penstock Din = 1.90 m
Minimum Thickness of Pipe tmin = 6.91 mm
Power House dan Tailrace merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dari turbin yang telah dipilih
akan menentukan ketinggian lantai power house terhadap tailrace, untuk memenuhi persyaratan head
suction dari turbin yang telah dipilih.
Besarnya Head Suction yang terjadi sebesar 3,0 m, dimana elevasi tailrace ditetapkan pada +697,00 m, maka
elevasi power house ditetapkan pada +700,00 m.
Melihat dari Head Gross dan Head Losses dan Debit pembangkit, makan daya pembangkit dari PLTM Tongoa
ini adalah sebagai berikut:
Power House merupakan bangunan yang memuat perangkat-perangkat penting yang menentukan operasi
PLTM Tongoa. Oleh karena itu struktur Power House harus memiliki keamanan yang tinggi.
Dan Berikut ini akan dibahas material, pembebanan dan fondasi untuk struktur Power House.
Material
Material yang akan digunakan adalah:
Baja Tulangan
Kuat leleh, fy’ = 4.000 kg/cm2.
Modulus elastisitas, Er = 2.400.000 kg/cm2.
Beban mati
Beban lantai, 400 mm x 600 mm.
Balok atap, 400 mm x 400 mm.
Kolom, 400 mm x 400 mm.
Beban hidup
Pada atas, 150 kg/m2.
Pada lantai, 200 kg/cm2.
Beban angin
Beban Gempa
Gaya lateral diperoleh dari rumus berikut :
Ek = C . I . K . Wt
Ek = Total gaya lateral.
C = 0,07 ( koefisien gempa dasar )
l = 1,0 ( faktor struktur )
Wt = Total beban struktur.
Pondasi
Berdasarkan hasil pemboran tangan (Hand Auger) pada lokasi Power House diketahui kondisi tanah dimana
Power House akan ditempatkan merupakan tanah keras, maka fondasinya menggunakan fondasi dangkal
yaitu fondasi tapak beton bertulang, namun untuk kegiatan studi kelayakan dan detail desain diperlukan
penyelidikan geoteknik yang lebih mendalam.
Pada fondasi tapak, tegangan kontak yang terjadi di bawah fondasi harus lebih kecil dari daya dukung tanah
fondasi.
Dimana :
σ = tegangan kontak (ton/m2)
P = gaya aksial beserta berat fondasi (ton)
A = luas bidang kontak (m2)
M = momen pada tepi fondasi (ton.m)
Y = jarak dari tepi luar ke garis netral (m)
I = momen inersia bidang kontak (m4).
Dalam perencanaan jalan, bentuk geometrik dan perkerasan harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga
jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai
dengan fungsinya. Semua perencanaan jalan di Indonesia harus berdasarkan atas peraturan-peraturan resmi
yang dikeluarkan Direktorat Jendral Bina Marga.
Alignment horizontal harus ditetapkan sebaik-baiknya kecuali untuk memenuhi syarat-syarat dasar teknik
lalu lintas sebagaimana tercantum dalam Standar Geometrik Jalan, juga harus mempertimbangkan
penyediaan drainase yang cukup baik dan memperkecil pekerjaan tanah yang dilakukan. Kemungkinan akan
pembangunan bertahap telah diperhatikan, misalnya peningkatan kekuatan prkerasan, perbaikan alignment
baik vertikal maupun horizontal, yang iperlukan dikemudian hari, dapat dilakukan dengan penambahan
biaya yang sekecil-kecilnya.
Alignment vertikal sangat erat hubungannya dengan besaran biaya yang akan dikeluarkan, biaya
penggunaan kendaraan serta jumlah kecelakaan lalu lintas. Dalam menetapkan besarnya landai jalan harus
diingat bahwa sekali suatu landai digunakan, maka jalan sukar untuk di upgrade dengan landai yang kebih
kecil tanpa perubahan biaya yang banyak. Makan penggunaan landai maksimum sebagaiaman tercantum
dalam standar perencanaan geometrik sedapat mungkin dihindari. Alignment harus direncanakan sebaik
mungkin dengan mengikuti medan sehingga menghasilkan jalan yang harmonis dengan alam.
Kriteria Perkerasan
Desain struktur perkerasan jalan didasarkan pada kriteria keruntuhan yang menyatakan bahwa
jalan/struktur perkerasan jalan akan rusak setelah pengulangan dikali beban standar. Struktur perkerasan
menerima beban lalu lintas yang besarnya tergantung pada berat as (kendaraan) dan jumlah
pengulangannya (fatigue).
Beban lalu lintas dinyatakan dalam satuan beban as standar yang besarnya adlah 8,16 ton (80kN).
Dimana :
EF = Faktor ekivalen beban
L = Berat as kendaraan
Jumlah beban as standar yang lewat dalam setahun adalah :
LE1 = LHRl x Cl x Efl
Dimana:
I = pertumbuhan kendaraan
Beban lalu lintas dinyatakan dengan LER (lintas ekivalen rencana), yaitu lintas ekivalen harian rata-rata
selama periode 10 tahun.
Kualitas bahan, menurut metode Bina Marga diperoleh nilai a (koefisiej lapisan relatif). Nlai a ditentukan
berdasarkan jenis lapisan dan nilai stabilitasnya. Kualitas bahan diperhitungkan bersamaan dengan
ketebalan lapisan yang dinyatakan dengan nilai ITP (Indeks Tebal Perkerasan).
Dimana :
a = koefisien kekuatan relatif
d = tebal lapisan permukaan pondasi.
Kerusakan struktur perkerasan dinyatakan dengan parameter alur (rutting)/ kedalaman deformasi lintasan
roda. Di Indonesia, dalam alur yang dianggap kritis adalah 25 mm. Parameter yang kedua adalah retak, yaitu
sebesar 30 % dari seluruh panjang jalan. Didalam metode Bina Marga, kriteria keruntuhan dinyatakan dalam
IP (Indeks Permukaan).
Klasifikasi medan untuk jalan ini adalah pegunungan. Sehingga besaran yang dipakai adalah:
Kecepatan rencana = 30 km/jam
Lebar perkerasan = 3m
Lebar bahu jalan = 2x1m
Lereng melintang perkerasan = 4%
Lereng melintang bahu = 6%
Kemiringan tikungan maks = 10 %
Jari-jari lengkung min = 30 m
Dalam perencanaan ini, ditetapkan CBR subgrade minimal adalah 4%. Sehingga didapatkan DDT = 4,3 serta
dengan menggunakan FR = 0,5 , IPT = 2, LER = 10, Ipo =2,5, maka diperoleh ITP = 4.
Bahan lapisan permukann menggunakan aspal macadam dengan tebal 5 cm. Lapis pondasi menggunakan
batu pecah klas C dengan tebal 15 cm dan lapisan pondasi bawah menggunakan sirtu/ pitrun klas C dengan
tebal 10 cm.
Pagar Lokasi dilaksanakan dengan tujuan terpeliharanya bangunan-bangunan sipil dari gangguan yang
mungkin terjadi. Pemagaran dilakukan di daerah seperti daerah bendung, bak penenang, rumah operator,
dan Power House.
Adapun jenis pagar yang dipakai pada proyek ini ada 3 macam :
Konstruksi instalasi air bersih disini berupa rangkaian pipa pembawa air dari instalasi air bersih bak penenang
yang menuju penampungan air di rumah operator. Adapun jenis pipa yang biasa dipakai adala pipa PVC 2''
Fungsi dari rumah operator dan kantor adalah sebagai sarana tempat tinggal bagi operator berikut ruangan
kantor untuk keperluan administrasi pengoperasian PLTM Tongoa.
Dari data hidrologi ditetapkan bahwa debit total PLTM sebesar 6,20 m3/det, dari pertimbangan kurva durasi
debit ditetapkan untuk dipilih 2 unit turbin dengan kapasitas yang sama, dimana masing – masing unit
dengan debit 3.60 m3/s.
Jumlah unit turbin yang banyak (lebih dari 1) akan lebih flexible karena mampu beroperasi pada debit kecil
(part load) dengan efisiensi cukup tinggi, pada umumnya pada debit dibawah 40% turbin tidak boleh
dioperasikan karena factor kavitasi. Selain itu pemilihan jumlah unit yang lebih dari 1 unit apabila sewaktu –
waktu terjadi kegagalan pada salah satu unit, maka unit yang lain masih dapat beroperasi.
Namun disisi lain jumlah unit yang banyak akan membuat biaya investasi membengkak (naik). Karenanya
jumlah unit harus ditetapkan seoptimal mungkin dengan melihat dari segi kapasitas pembangkit, biaya,
investasi dan flexibilitas operasi, maka ditetapkan untuk jumlah unit pada PLTM Tongoa terdiri dari 2 unit
turbin.
PT 9.81 Q H T
Dimana,
PT = Output Turbin (kW)
Q = Debit 1 unit turbin (m3/s)
H = Head Desain (m)
ηT = Efisiensi Turbin (89%)
P
Ns n 1.25
H
Dimana :
P = Power Generation from Turbine (hp)
n = Putaran Generator (rpm)
HN = Design Head (m)
Ns = Kecepatan Spesifik Turbin
Dari formula tersebut jika kecepatan putar atau n (rpm) turbin makin tinggi akan makin baik, karena pada
kapasitas diatas 2000 kW, turbin dan generator di kopel langsung sehingga putaran turbin dan generator
makin tinggi, jumlah pole generator semakin sedikit sehingga harga generator semakin ekonomis. Formula
hubungan generator adalah sebagai berikut:
60. f
n , p = 1, 2, 3...
p
Dimana,
n = putaran generator (rpm)
f = frekuensi (50 hz)
p = jumlah pasang pole
H S H b .H Net
Dimana :
Hs = Head Suction turbin, yaitu persyaratan ketinggian turbin terhadap tail race.
Hb = Tekanan barometer setempat dengan formula Hb = 10 –
h = Ketinggian setempat (m)
σ = Bilangan thoma, yang tergantung Ns turbin.
Hnett = Head neto turbin
Makin tinggi putaran turbin, maka semakin rendah persyaratan Hs yang diperlukan turbin yang berarti
semakin tinggi biaya konstruksi bangunan sipil, khususnya bangunan tail race. Dengan dua kondisi tersebut
jenis turbin atau Ns turbin harus ditetapkan seoptimal mungkin. Untuk turbin PLTM kecil biasanya
dipersyaratkan Hs ≥ 0 dan dengan metode computerize, didapatkan hasil sebagai perhitungan sebagai
berikut:
Tabel 4.7. Pemilihan Jenis Turbin, Putaran Turbin-Generator, Jumlah Pasang Kutub dan Head Suction.
Putaran Kecepatan Bilangan Head
Jumlah Kutub
Generator Spesifik Thoma Suction Jenis Turbin
p n ns σ Hs (m)
1 3000 696 1.42 -108.85 Propeller atau Kaplan kecepatan menengah
2 1500 348 0.27 -12.99 Francis kecepatan tinggi
3 1000 232 0.14 -1.88 Francis kecepatan tinggi
4 750 174 0.09 1.87 Francis kecepatan menengah
5 600 139 0.07 3.63 Francis kecepatan menengah
6 500 116 0.06 4.71 Francis kecepatan rendah
Catatan: sebagai pembanding jika pemilihan turbin memakai grafik adalah sebagai berikut
Governor
Governor berfungsi untuk mengatur putaran turbin supaya tetap konstan pada 600 rpm untuk berbagai daya
dan terdiri dari:
Peralatan Hydraulic system, terdiri dari pompa – pompa hydraulic dan servomotor yang berfungsi
membuka dan menutup guide vane
CPU (Otak governor)
Otak governor di jaman modern ini berupa peralatan elektronik yang biasa terpasang di panel control.
Inlet Valve
Inlet Valve mempunyai fungsi baik untuk operasi dan pemeliharaan turbin, biasa memakai jenis butterfly
valve,yang diameternya biasanya sedikit lebih besar dari diameter inlet casing.
Pipa Reducer
Pipa tirus yang menyesuaikan diameter pensthock ke diameter valve.
4.4.2 Generator
Generator untuk PLTM Tongoa ini adalah Synchrounous Generator Brussless Type dengan putaran 600 rpm.
Hal penting yang harus ditentukan adalah tegangan generator, untuk PLTM biasa dipakai Low Voltage : 400 V
– 690 V atau medium voltage 6.3 kV. Tegangan generator Low voltage lebih murah dan juga system
kontrolnya juga lebih murah, namun ukurannya jadi lebih besar. Untuk kapasitas lebih besar dari 2 MW
disarankan menggunakan tegangan low voltage 6.3 kV tahanan isolasi class F.
Hal lain yang perlu diperhatikan apakah akan menggunakan generator standard atau generator special.
Generator Standard dalam arti poros dan bantalan tidak menahan gaya yang timbul dari turbin maupun
berat Fly Wheel, jadi harganya lebih murah. Namun konsekwensinya harus memakai kopling karena turbin
mempunyai poros sendiri yang menahan gaya axial turbin dan Fly Wheel dengan bantalannya sendiri,
sehingga secara keseluruhan lebih mahal namun untuk pemeliharaan relative mudah. Sedangkan Generator
Special gaya axial dari turbin dan berat Fly Wheel harus dipikul oleh poros generator itu sendiri, sehingga
poros dan bantalannya harus spesial sedangkan lain-lainnya sama.
Secara keseluruhan harga turbin generator memakai generator special lebih murah, sehingga dalam hal ini
dipilih generator special, namun yang perlu diantisipasi, konstruksi bantalan dan system penahan Fly Wheel
jangan sampai menyulitkan pemeliharaan. Misalkan menggunakan bantalan Sliding Bearing (Journal
Bearing).
Dengan demikian perkiraan berat generator untuk kedua unit, masing - masing adalah sebagai berikut:
Karena generator merupakan komponen unit yang terberat maka kapasitas crane harus disesuaikan atau
diatas kapasitas generator terberat pada unit tersebut.
4.4.3 Transformator
Ada 2 macam transformator yang diperlukan yaitu Step Up transformer yang berfungsi untuk menaikkan
tegangan generator ke jaringan 20 kV milik PLN dan trafo pemakaian sendiri (Step down transformer) untuk
menurunkan arus dari tegangan 20 kV PLN ke 380/220 V tegangan di gedung sentral, kapasitas trafo
pemakaian sendiri ini cukup 50 kVA atau maksimum 100 kVA.
Kapasitas atau kVA transformator secara teoritis sama dengan kVA generator namun demi keamanan, jika
memakai transformator produksi dalam negeri disarankan kVA diperbesar sedikit dari besaran kVA
generator. Kapasitas standard step up transformator yang tersedia di Indonesia adalah : 160 kVA, 200 kVA,
250 kVA, 315 kVA, 400 kVA, 500 kVA, 630 kVA, 800 kVA, 1000 kVA, 1250 kVA, 1600 kVA, 2000 kVA, 2500
kVA, 3000 kVA, 4000 kVA.
Panel berisi peralatan – peralatan tombol komando start, stop dan syncronizing dengan jaringan. Sincronisasi
sebaiknya disisi 20 kV setelah trafo untuk menghindari losses yang terlalu besar pada pemakaian sendiri.
Selain itu terdapat meter – meter pengukur baik besaran elektrik seperti kW, Voltage, Ampere, kWh dan
sebagainya juga besaran mekanik seperti temperature bearing, tekanan oli, kecepatan turbin, vibrasi dan
sebagainya.
Ada 2 macam Switch Gear yang diperlukan yaitu Low Voltage Switch Gear yang berfungsi memutuskan dan
menyambung hubungan listrik dari generator ke trafo. Dan High Voltage Switch Gear yang menyambung dan
memutus hubungan listrik sesudah trafo ke jaringan 20 kV.
Low voltage switch gear dilengkapi relay-relay pengaman yang secara otomatis memutus switch gear jika
ada besaran – besaran ukur yang melebihi standard ataupun dapat diputus secara sengaja (manual) jika
untuk keperluan pemeliharaan. Sedangkan high voltage switch gear lebih bersifat untuk keperluan
pengaman dan pemeliharaan, trafo misalnya. Switch gear ini sudah banyak diproduksi dalam negeri dengan
mutu yang baik, disarankan untuk peralatan ini sebaiknya dipesan dari produksi dalam negeri.
Peralatan – peralatan pendukung yang diperlukan untuk peralatan elektro-mekanik dalam gedung sentral ini
antara lain :
Sistem Komunikasi
Battery atau DC Suplay untuk system Control Medium Voltage.
Unit Interuptible Power Supply (UPS)
Sistem pentanahan
Black Start System
Overhead Crane
Pressure Regulator
(Pressure Regulator ini diperlukan jika menurut perhitungan kontraktor atau supplier turbin generator,
Water Hammer yang terjadi pada kondisi pipa pesat yang ada melebihi 50%).
PLTM Tongoa dengan 2 unit turbin diperlukan konsep layout yang cukup atraktif namun juga harus
ekonomis. Tipikal layout peralatan elektromekanik digedung sentral (power house) dapat dilihat pada
lampiran A.4.
Kelengkapan – kelengkapan elektrik dan penempatan masing – masing peralatan secara konkrit dapat dilihat
tipikal single line diagram, dapat dilihat pada lampiran A.5.
Jaringan transmisi 20 kV, diperlukan untuk menghubungkan power dari trafo PLTM ke jaringan 20 kV PLN
terdekat, dimana pada titik tersebut biasanya dipakai sebagai tempat transaksi jual beli energy PLTM ke PLN.
Untuk PLTM Tongoa ini, jarak dari PLTM ke Jaringan 20 kV PLN terdekat sekitar 300 m, suatu jarak yang
sangat dekat, namun harus diperhitungkan jaringan 20 kV tersebut perlu di uprating, karena diameter
penghantar = 35 mm. Untuk menjamin penyaluran energy listrik dari PLTM tersebut tidak terlalu banyak
losses maka titik sinkron diambil yang diameter penghantar 70 mm terdekat yaitu di desa Rahmat (GDPLL
39) yang terletak 7 km dari PLTM tersebut. Gambar terlampir.
Dengan tinggi Bendung 3.50 m, Elevasi Mercu Bendung PLTM Tongoa adalah + 785.50 m. Elevasi Tailrace di
Power House ditetapkan + 697.00 m, sehingga Head Bruto dari Bendung ke Tailrace adalah + 88.50 m.
Head Netto Turbin adalah Head Gross Total 88.50 m dikurangi Losses Head sepanjang Water Way, yaitu
melalui Intake dan saringannya, Sandtrap, Saluran Tertutup, Pipa Siphon, Saluran Terbuka, Head Pond, Pipa
Pesat, Valve sampai ke Turbin.
Dari Perhitungan Hidraulis sepanjang Water Way, maka Head Losses dapat ditelusuri sebagaimana
perhitungan berikut.
Kolam Pengendap:
Saluran Terbuka
Debit Pengambilan (Q) : 6.20 m3/s
Panjang Saluran (Lw) : 465.70 m
Lebar Dasar Saluran (B) : 2.60 m
Kecepatan Aliran dalam saluran (vr) : 1.00 m/s
Sehingga,
Head Bruto (HB) yang tersedia untuk turbin = Elevasi Head Pond (el.HP) - Elevasi Tailrace (el.TR)
HB = el.HP – el.TR
= 783.03 m – 697.00 m = 86.03 m
Total Head Losses pada Pipa Pesat sampai dengan Inlet Valve (hL) = 1.59 m
Jadi, Head atau energy fluida yang masuk turbin = Head Bruto (HB) – Head Loss di Penstock (hL)
= 86.03 m – 1.59 m = 84.44 m
Dari Gradien Energi, Head (energy fluida) yang masuk turbin (setelah inlet valve), adalah 84.44 m. Maka
Head Netto (HN) Turbin ditetapkan 84.44 m
Head Netto (HN) ini bersama Debit Turbin dan ketinggian Tailrace dari muka laut akan merupakan dasar
pemesanan Turbin untuk PLTM Tongoa.
PT g Q H T G
Dimana,
PT = Output Turbine (kW)
QD = Design Discharge (m3/s)
HD = Design Head (m)
ηT = Efisiensi Turbin (90%)
ηG = Efisiensi Generator (95%)
g = gravity (9.81 m/s2)
Maka,
3
PT 9.81 m 6.20 m 84 .44 m 91 % 95 %
s2 s
PT 4.440 kW 4,40 MW (dibulatkan)
Berdasarkan data hidrologi, kurva durasi air (flow duration curve) untuk pembangkit 4,4 MW tersebut, maka
produksi energi (kWh) dalam setahun dan Capacity factor (CF) dapat dihitung sebagai berikut.
Hasil dari rancangan desain dasar untuk PLTM Tongoa, dapat disimpulkan pada tabel dibawah ini.
Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan dalam hal pendanaan dan aliran kas, sehingga dapat
diketahui layak atau tidaknya bisnis yang dijalankan. Menurut Husnan Suswarsono (2000) analisis finansial
merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu
bisnis akan menguntungkan selama umur bisnis.
Analisis finansial mengkaji beberapa analisis kelayakan finansial yang digunakan yaitu, Net B/C Ratio, Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP).
Biaya Investasi adalah biaya modal yang diperlukan untuk membiayai seluruh pembangunan proyek PLTM
Tongoa, yang terdiri dari Belanja Modal (Capital Expenditure atau CAPEX) dan Beban Biaya Bunga dan Pajak
seperti Pinjaman Masa Konstruksi (Interest During Construction atau IDC) dan Pajak-pajak yang timbul akibat
dari kegiatan konstruksi tersebut (PPN 10%). Masing-masing kelompok Biaya Investasi tersebut dijelaskan
dalam pokok-pokok bahasan berikut.
Belanja Modal adalah pengeluaran atau pembelanjaan yang dikeluarkan langsung di awal untuk membiayai
pembangunan fisik PLTM, antara lain Pekerjaan Masa Pra-Konstruksi dan Pekerjaan Masa Konstruksi.
Biaya Pra-Konstruksi meliputi biaya perijinan, biaya survey dan engineering serta pembebasan lahan, dimana
pekerjaan-pekerjaan tersebut langsung dikerjakan oleh PT. Delta Enerals Sigi, dengan rincian biaya dan total
biaya pekerjaan ditunjukkan dalam Tabel 5.1.
Biaya Konstruksi meliputi biaya pembangunan fisik proyek yang dihitung berdasarkan volume pekerjaan dan
harga satuan pekerjaan serta harga material setempat. Biaya Konstruksi secara garis besar terdiri dari 3
komponen pekerjaan, yaitu:
1. Biaya Pekerjaan Sipil, yaitu pekerjaan yang berkaitan dengan penggalian, pengecoran dan
pembatuan antara lain: pembuatan kantor dan tempat tinggal, akses jalan masuk, pembangunan
Beban Pajak timbul karena pekerjaan konstruksi PLTM Tongoa dikerjakan oleh Pihak Ketiga; oleh karenanya
timbul Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% sebagaimana disyaratkan dalam Undang-undang
perpajakan yang berlaku di Indonesia. PPN hanya berlaku untuk Pekerjaan Konstruksi; PPN 10% tidak berlaku
untuk masa Pra-Konstruksi karena dikerjakan oleh PT. Delta Enerals Sigi dan retribusi yang timbul sudah
menjadi bagian dari biaya tersebut.
PT. Delta Enerals Sigi berencana mendapatkan pinjaman dari Perbankan atau Institusi Keuangan lainnya
untuk membiayai sebagian pembangunan PLTM Tongoa; oleh karenanya akan muncul beban bunga
pinjaman yang harus dibayarkan. Pihak Perbankan (kreditur) akan membebaskan PT. Delta Enerals Sigi
(debitur) dari pembayaran pokok pinjaman selama masa konstruksi. Masa konstruksi akan berlangsung
selama maksimum 2 tahun dan PT. Delta Enerals Sigi berencana mencairkan 65% dari total nilai pinjaman
pada tahun pertama dan 35% sisanya dicairkan pada tahun kedua.
Besar total nilai pinjaman dan rincian jadwal (disbursement) pencairan pinjaman dapat dilihat pada Tabel
5.2.
Dengan demikian komponen Biaya Investasi proyek PLTM Tongoa 2 x 2.20 MW adalah sebagai berikut:
Investment Cost = Pre-Construction Cost + (Construction Cost + PPN 10%) + IDC Cost
5.2.3 Skema Pembiayaan, Pinjaman dan Parameter Ekonomi dalam Model Finansial
Proyek Pembangunan PLTM Tongoa akan memiliki sumber pembiayaan untuk masing-masing Pos Pekerjaan
sebagai berikut:
Parameter ekonomi lainnya selain suku bunga bank adalah nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat (USD), tingkat inflasi rata-rata Nasional Indonesia, lama waktu proyek, dan lain-lain.
Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3. Ringkasan Biaya Investasi dan Parameter Ekonomi yang Digunakan dalam Model Finansial PLTM Tongoa 2 x
2,2 MW
Komponen Biaya Operasional (OPEX), terdiri dari biaya operasional gaji-gaji karywan, retribusi, dan
pemeliharaan dan juga termasuk biaya pembayaran ke bank (loan repayment).
Biaya Operasional dan Pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan sepanjang masa selama PLTM Tongoa
beroperasi. PT. Delta Enerals Sigi menghitung komponen biaya tahunan sebagai berikut:
Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, biaya OPEX per tahun akan mengalami perubahan yaitu naik sebesar 4,15%
(rata-rata dari keseluruhan komponen biaya) tiap tahunnya dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat
kenaikan 4,70% yang diaplikasian ke dalam G&A dan Salary diperoleh berdasarkan histori inflasi nasional
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
PLTM Tongoa dialokasikan dengan pinjaman bank berjangka panjang sebesar Rp 88,880,000,000 dengan
asumsi bunga (interest rate) 12.0% dan jangka waktu pengembalian (Term of Repayment) selama 6 tahun
atau 72 bulan setelah memasuki masa operasional (COD).
Rekapitulasi pembayaran angsuran yang terdiri dari pembayaran pokok (principle) dan bunga (interest)
adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5. Jadwal dan Pembayaran Angsuran Pinjaman Jangka Panjang
Grace Period Tenor Pembayaran
DESKRIPSI
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Gambar 5.1 Harga Usulan Tarif PLTA yang Menjadi Dasar Perhitungan Analisis Finansial
Harga di dalam Gambar 5.1 tersebut, masih disesuaikan dengan Indeks Kesulitan (Faktor Lokasi)
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.2 berikut ini.
Gambar 5.2 Harga Usulan Tarif PLTA yang Menjadi Dasar Perhitungan Analisis Finansial
Dengan demikian, harga tariff Jual Listrik untuk Proyek PLTM Tongoa ditentukan sebagai berikut:
Tahun 1 s.d 12 : 9.75 cent USD x Rp. 13750 x 1.1 = Rp. 1475 per kWh
Tahun 13 s.d 25 : 6.09 cent USD x Rp. 13750 x 1.1 = Rp. 921 per kWh
Hasil dari Analisis Sensitivitas, Perhitungan Biaya Investasi, dan Perhitungan Biaya Operasional diringkas
sebagai berikut
Dengan menggunakan data dan asumsi tersebut diatas, maka hasil analisa finansial untuk Proyek PLTM
Tongoa 2 x 2.20 MW, memiliki tingkat kelayakan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisa di atas, PLTM Tongoa layak secara finansial dan menarik untuk dikerjakan pada
harga yang diusulkan.
Hal pertama yang harus dikerjakan dalam menangani proyek adalah pembuatan akses road dan penyiapan
tapak bangunan sipil, dimana akses road untuk mencapai bendung sekaligus merupakan pekerjaan
penyiapan tapak bangunan sipil mulai dari bak penenang, saluran terbuka, jalur siphon, saluran tertutup,
sandtrap, sampai bendung. Pekerjaan ini ditargetkan harus selesai dalam waktu 6 (enam) bulan. Hal yang
harus diperhatikan: pekerjaan bendung harus diselesaikan selama musim kemarau, yaitu dari bulan
September hingga Januari, sehingga pekerjaan akses road dan tapak bangunan sipil harus sudah selesai
sebelum bulan September tersebut.
Pemilihan waterway dengan menggunakan pipa siphon adalah strategi untuk mencapai jadwal proyek
sesingkat-singkatnya. Oleh karena itu bersamaan dengan pekerjaan tapak bangunan sipil tersebut harus
dilakukan pembuatan pipa tersebut, dimana penge-roll-an pipa dilakukan di site (base camp) dengan
mempertimbangkan diameter pipa yang cukup besar: 1,9 meter dimana jika diproduksi di pabrik di Jawa
akan mempersulit pengangkutannya.
Jadwal pelaksanaan konstruksi disusun berdasarkan pada urutan kegiatan pelaksanaan pekerjaan dengan
mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan volume
pekerjaan dan kapasitas alat yang ada.
Hubungan antara proses pekerjaan, volume pekerjaan dan kapasitas serta kemampuan alat merupakan satu
kesatuan perencanaan yang saling mempengaruhi. Sesuai dengan hubungan dan proses tersebut diatas,
maka jadual pelaksanaan konstruksi harus sinkron dengan metodologi pelaksanaan pekerjaan.
Urutan pekerjaan yang diperlukan dalam penyusunan jadwal pelaksanaan proyek PLTM Tongoa antara lain
adalah sebagai berikut :
Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Sipil
Pekerjaan Galian dan Timbunan
Pekerjaan Bendung dan Bangunan Pengambilan
Pekerjaan sipil terutama pekerjaan dari bendung sampai pekerjaan sandtrap harus dapat dilaksanakan
berurutan dari bangunan bendung dan terakhir sandtrap, hal ini dikarenakan akses menuju lokasi bendung
sangat terbatas lahannya dan hanya dapat di akses melalui jalur sandtrap, terutama pekerjaan bendung
harus memperhitungkan bulan kering.
20.0 0
Monthly Discharge (m3/s)
18.0 100
Mar
Apr
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Jun
Jul
Month
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa bulan kering dimulai dari bulan September sampai dengan bulan
Januari.
Sehingga pekerjaan bendung hanya memiliki waktu penyelesaian sekitar 4-5 bulan saja.
Gedung sentral sangat tergantung dari dimensi turbin yang dipesan, sehingga pelaksanaan bangunan gedung
sentral harus disesuaikan dan sangat tergantung dengan finalisasi desain turbin dan layout penempatan
perlengkapan elektromekanik yang di keluarkan oleh vendor.
Mobilisasi Peralatan
Mobilisasi peralatan konstruksi dilaksanakan sejak dimulainya pekerjaan, sedangkan
peralatan yang akan dimobilisasi disesuaikan dengan kebutuhan peralatan seperti yang
tercantum dalam daftar peralatan.
Pengelak Aliran
Sistem pengelak aliran pada bagian hulu dan hilir diperlukan pada saat pelaksanaan
pekerjaan bangunan pengambilan dan saluran pembuang akhir dilaksanakan. Maksud
dari pengelak aliran ini adalah untuk tetap menjamin aliran sungai Laa berjalan normal
tanpa dipengaruhi oleh aktivitas pelaksanaan konstruksi PLTM Tongoa. Pengelak aliran
hanya dilaksanakan pada bagian tepi sungai, dengan konstruksi timbunan tanah lempung
yang selimuti oleh sandbag dan timbunan pasir dan batu yang ada disekitar lokasi
bendung.
Direncanakan waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTM Tongoa adalah sekitar 24 bulan. Waktu
tersebut digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan meliputi:
1. Penyelesaian pekerjaan Pra-Konstruksi
Yang meliputi : penyelesaian perijinan, pembebasan lahan, survey dan desain (DED).
2. Pekerjaan konstruksi sipil dan metal
Yang meliputi : pekerjaan Persiapan, Power House, Siphon dan Penstock, Anchor Block dan
Saddle, Headpond, Bendung dan Intake, Sandtrap, Saluran dan Bangunan Transisi
Kajian PLTM Tongoa pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Sopu, dapat disimpulkan bahwa:
Scheme titik potensi untuk dibangun PLTM Tongoa pada DAS Sopu, yaitu:
Head Bruto : 88,50 m
Head Netto : 84,40 m
Debit Desain : 2 x 3.10 m3/s
Jenis Turbin : Francis
Jumlah Unit : 2 unit
Putaran : 750 rpm
Head Suction : 2.25 m
Capacity Installed : 2 x 2.20 MW
Capacity Factor (CF) : 65%
Annual Energy Produce : 21.606.225 kWh
Hasil pembangkitan dari PLTM tersebut diharapkan dan direncanakan dapat diinterkoneksikan dengan
sistem milik PT. PLN (PERSERO) Wilayah Sulutenggo, Cabang Palu.
Sistem pembangkitan PLTM melalui sistem Tegangan Menengah 20 kV dihubungkan dengan jaringan 20kV
PLN dengan diameter 70 mm yang terdekat. Jarak antara pembangkit PLTM ke jaringan 70 mm terdekat
diperkirakan 7 km, di desa Rahmat. PLTM tersebut terletak di tengah-tengah bentang jaringan 20 kV dari
Gardu Induk Sidera sampai Eks-PLTD Wuasa di Napu. Hal ini sangat menguntungkan selain sebagai pemikul
beban juga memperbaiki tegangan system 20 kV PLN tersebut.
Suatu proyek dinilai layak secara finansial, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
NPV > 0, BCR > 1, IRR Project > WACC, dan Payback Period relative singkat.
Dengan demikian, PLTM Tongoa 2 x 2.20 MW secara finansial adalah layak (feasible).
Detail mengenai perhitungan analisa finansial, dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran B.
2.50
SALURAN PENGURAS
2 1:3 1:3 2
1:1
10000
5000 10000
B B
1.20