Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Pemodelan Spasial Banjir Pesisir menggunakan Model Delft3D


dan LISFLOOD FP di Pesisir Semarang

Disusun Oleh:
Usman Efendi
NIM 26040122420015

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, S.T. M.Si.


NIP. 19740810 200112 1001

Magister Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2


DAFTAR TABEL .................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7
2.1 Model spasial banjir pesisir................................................................................. 7
2.2 Pemodelan tinggi muka laut menggunakan Delft3D .......................................... 8
2.3 Pemodelan spasial banjir pesisir LISFLOOD FP.............................................. 10
BAB III METODE ............................................................................................... 11
3.1 Lokasi dan waktu penelitian ............................................................................. 11
3.2 Data penelitian .................................................................................................. 11
3.3 Teknik pengolahan dan analisis data ................................................................. 11
3.4 Teknik verifikasi data ........................................................................................ 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 15
4.1 Verifikasi prediksi TML .................................................................................... 15
4.2 Analisis pasang surut tanggal 2 Juni 2021 ........................................................ 15
4.3 Analisis spasial arah dan kecepatan angin permukaan ..................................... 16
4.4 Analisis spasial arah dan kecepatan arus .......................................................... 16
4.5 Analisis spasial water level ............................................................................... 17
4.6 Analisis spasial banjir pesisir model LISFLOOD FP ....................................... 18
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 20
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21

2
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Mundir, 2013) ...................................... 14

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Representasi aliran fluida dalam LISFLOOD FP (Paul D. Bates et al., 2005)
.......................................................................................................................................... 10

Gambar 3. 1 Tampilan grid model Delft3D untuk (A) Domain besar, dan (B) Domain
kecil ................................................................................................................................... 13

Gambar 4. 1 Perbandingan Prediksi TML Delft3D dengan data Observasi ..................... 15


Gambar 4. 2 Grafik pasang surut Semarang tanggal 2 Juni 2022 ..................................... 16
Gambar 4. 3 Sebaran spasial arah dan kecepatan angin.................................................... 16
Gambar 4. 4 Sebaran spasial arah dan kecepatan arus ...................................................... 17
Gambar 4. 5 Sebaran spasial water level .......................................................................... 18
Gambar 4. 6 Peta prediksi sebaran banjir pesisir .............................................................. 19

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir pesisir atau biasa disebut sebagai Rob merupakan banjir yang
disebabkan oleh naiknya tinggi muka laut yang berasal dari pengaruh pasang surut
dan diperparah oleh fenomena meteorologi seperti storm surge serta gelombang
tinggi sehingga menyebabkan meluapnya air laut dan menggenangi daerah rendah
di sekitar pantai yang berpotensi menimbulkan kerugian baik jiwa maupun materiel
(Wolf, 2008). Banjir banjir pesisir dapat berlangsung selama beberapa hari hingga
bertahun-tahun bergantung pada tingkat kejenuhan tanah. Banjir pesisir dapat
terjadi secara langsung pada kawasan tepi pantai pada saat air laut pasang tertinggi
sehingga masuk ke daratan dan tertahan oleh tanah atau bangunan fisik. Selain itu,
banjir pesisir/rob juga terjadi secara tidak langsung pada daerah yang jauh dari
pantai dengan masuknya air laut melalui saluran drainase yang tidak terawat
(Kurniawan, 2003).

Kota Semarang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rentan


akan banjir pesisir. Beberapa daerah yang rawan tergenang banjir pesisir di
Semarang diantaranya adalah kecamatan Genuk, Gayamsari, Semarang Utara,
Semarang Barat, Tugu, Semarang Tengah, Semarang Timur, serta Pedurungan
(Buchori et al., 2018). Luas wilayah yang terdampak banjir pesisir di Semarang
diprediksi semakin meningkat mencapai 5.099 hektar pada tahun 2030 (Bakti,
2010).

Secara umum terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya banjir


banjir pesisir/rob di Semarang, yakni naiknya muka air laut (sea level rise) dan
penurunan permukaan tanah (Marfai & King, 2007). Pemanasan global dinilai
menjadi penyebab naiknya permukaan laut. Adapun penurunan permukaan tanah di
Semarang terkait erat dengan sejarah pesisir Semarang yang terus meluas akibat
sedimentasi atau endapan aluvial. Endapan tersebut umumnya berupa lempung
yang terbawa sungai dan bermuara di Laut Jawa (Sutanta, 2002). Selain itu, Pesisir
Semarang memiliki kontur tanah yang datar sehingga menyulitkan drainase dalam
5
mengalirkan air, terutama saat air pasang. Kondisi tersebut membuat wilayah yang
tergenang banjir pesisir/rob semakin bertambah setiap tahunnya (Ramadhany et al.,
2013).

Peningkatan permukaan air laut yang diikuti dengan penurunan permukaan


tanah menyebabkan luas genangan serta frekuensi kejadian banjir pesisir semakin
meningkat setiap tahunnya (Diposaptono, 2012; Pratikno & Handayani, 2014).
Penurunan permukaan tanah yang terjadi di Semarang mencapai 1,795 - 7,796 cm
per tahun (Istiqomah et al., 2019). Selain itu, Kota Semarang diprediksi akan
tergenang oleh kenaikan paras muka air laut dalam 20 tahun mendatang
(Diposaptono et al., 2009). Banjir pesisir menimbulkan dampak terhadap aktivitas
masyarakat, akses jalan, Kesehatan, dan lingkungan. Total kerugian yang
ditimbulkan banjir pesisir di Kecamatan Genuk, Kota Semarang pada tahun 2016
mencapai Rp7.187.870.394/tahun (Karunia & Bahtiar, 2017).

Dengan semakin meningkatnya frekuensi kejadian dan luas wilayah yang


terdampak membuat informasi prakiraan spasial banjir pesisir sangat dibutuhkan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai pemodelan sebaran genangan banjir
pesisir menggunakan model Delft3D dan LISFLOOD FP. Keluaran akhir model
berupa peta kedalaman air pada wilayah yang terdampak banjir pesisir dan
diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan langkah-langkah
mitigasi.

1.2 Rumusan Masalah


Kajian yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk memahami bagaimana
prediksi banjir pesisir di wilayah Semarang, sehingga rumusan masalah yang
diambil dalam penelitian ini merupakan bagaimana prediksi sebaran spasial banjir
pesisir di Kota Semarang dengan menggunakan menggunakan model Delft3D dan
LISFLOOD FP.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model spasial banjir pesisir

Pemodelan spasial banjir pesisir dilakukan menggunakan masukan data


berupa Tinggi Muka Laut (TML) total yang dibangkitkan oleh pasang surut , storm
surge, serta wave runup/setup (Bilskie et al., 2016; Doong et al., 2012; Qiang et al.,
2021). Pasang surut merupakan naik turunnya permukaan laut sebagai akibat dari
gaya gravitasi yang ditimbulkan bulan dan matahari (Parker, 2007; Supangat &
Susanna, 2003). Storm surge merupakan kenaikan permukaan laut yang tidak biasa
sebagai akibat dari tekanan atmosfer yang rendah serta angin kencang yang
disebabkan siklon tropis (Garrison, 2012). Sementara wave runup/setup merupakan
perubahan ketinggian air terhadap waktu di tepi pantai yang umumnya
terdekomposisi menjadi komponen stabil di atas permukaan air tenang (wave setup)
dan komponen yang berubah-ubah, berfluktuasi, yang disebut sebagai swash
(Elfrink & Baldock, 2002).

Setelah informasi TML didapatkan, langkah selanjutnya adalah bagaimana


cara memodelkan penyebaran banjir pesisir pada wilayah daratan yang kompleks.
Metode pertama yang sederhana dan sering digunakan adalah adalah pemodelan
banjir pesisir berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) atau disebut juga metode
bathtub (Bernatchez et al., 2011; Ciro Aucelli et al., 2017; Creach et al., 2016).
Metode ini juga sering digunakan di Indonesia khususnya untuk penilaian resiko
serta proyeksi terjadinya banjir pesisir dalam beberapa tahun kedepan (Azhari et
al., 2022; Saputra et al., 2020; Ujung et al., 2019).

Metode SIG tersebut bekerja dengan melakukan overlay data TML pada
data kontur ketinggian Digital Elevation Model (DEM) sehingga wilayah dengan
ketinggian dibawah TML akan tergenang banjir (Orton et al., 2015). Metode
tersebut mengasumsikan adanya koneksi antar sel data DEM agar terjadi aliran
banjir serta mengabaikan efek kekasaran permukaan tanah, serta kecepatan aliran
(Elsayed & Oumeraci, 2016; Orton et al., 2015). Metode ini dapat menyebabkan
7
keluaran model yang overestimate akibat banyaknya parameter fisis yang diabaikan
(Didier et al., 2016).

Metode kedua yang digunakan dalam memodelkan banjir pesisir adalah


metode numerik hidrodinamika. Berbeda dengan metode SIG, model
hidrodinamika bekerja dengan menggunakan serangkaian persamaan fisis untuk
memodelkan aliran air pada wilayah pesisir dengan menyelesaikan persamaan
pembangun aliran fluida (ABBOT & BASCO, 1989). Dengan demikian, model
hidrodinamika mampu memperhitungkan berbagai faktor yang bisa mempengaruhi
aliran fluida seperti gesekan permukaan tanah dan penghalang buatan (Seenath et
al., 2016). Penggunaan model hidrodinamika juga telah banyak digunakan dalam
aplikasi banjir pesisir (Efendi et al., 2021; Gallien et al., 2014; Kristianto & Efendi,
2021).

Pada makalah ini akan dilakukan pemodelan banjir pesisir menggunakan


metode model hidrodinamika. Adapaun model yang digunakan terdiri dari Delft3D
yang digunakan untuk memprediksi TML. Model Delft3D mampu memprediksi
TML yang dibangkitkan oleh faktor astronomis seperti pasang surut serta faktor
meteorologis seperti storm surge dan wave runup (BRICKER et al., 2014).
Informasi TML yang dihasilkan selanjutnya akan digunakan sebagai masukan bagi
model LISFLOOD FP untuk memodelkan aliran banjir pesisir di wilayah daratan.

2.2 Pemodelan tinggi muka laut menggunakan Delft3D

Model numerik yang digunakan dalam makalah ini adalah Delft3D.


Delft3D – FLOW merupakan salah satu modul yang ada dalam Delft3D berfungsi
untuk memperhitungkan aliran non steady serta fenomena transport sebagai hasil
dari pengaruh pasang surut dan faktor meteorologis pada grid rectilinear maupun
curvilinear. Delft3D – FLOW dapat digunakan untuk mensimulasikan berbagai
proses di wilayah laut dangkal, pesisir, sungai, dan muara seperti tinggi muka laut,
transport sedimen, gelombang, kualitas air, serta perkembangan morfologi dan
ekologi (Deltares, 2014a).
8
Delft3D menggunakan persamaan Navier-Stokes yang ditulis kembali
menjadi shallow water equation (SWE) dengan menggunakan sejumlah asumsi
yang terdapat dalam User Manual Delft3D – FLOW. SWE memiliki dua persamaan
penting yaitu persamaan momentum serta persamaan kontinuitas. Persamaan
momentum dalam arah x dan y, dapat dituliskan sebagai (Markensteijn, 2017):

𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 1 𝜕𝑃 𝜕 𝜕𝑢
𝜕𝑡
+ 𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 − 𝑓𝑣 = − 𝜌 + 𝐹𝑥 + 𝜕𝑍 (𝑉𝑉 𝜕𝑍) + 𝑀𝑥, (2.2)
0 𝜕𝑥

𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 1 𝜕𝑃 𝜕 𝜕𝑣
𝜕𝑡
+ 𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 − 𝑓𝑢 = − 𝜌 + 𝐹𝑦 + 𝜕𝑍 (𝑉𝑉 𝜕𝑍) + 𝑀𝑦, (2.3)
0 𝜕𝑦

Dimana Mx dan My adalah kontribusi momentum pada arah x dan y oleh


struktur hidrolik. Dalam kasus arah z, hanya persamaan tekanan yang tersisa, yang
dituliskan sebagai:
𝜕𝑃
𝜕𝑍
= −𝜌𝑔ℎ (2.4)

Untuk konservasi massa, digunakan pendekatan depth-averaged, sehingga


menghasilkan persamaan kontinuitas sebagai berikut:
𝜕ℎ 𝜕𝑈ℎ 𝜕𝑉ℎ
𝜕𝑡
+ 𝜕𝑥
+ 𝜕𝑦
= 𝑄, (2.5)

Dimana U dan V adalah rata-rata terhadap kedalaman dari kecepatan air


masing-masing pada arah x dan y, sedangkan Q menunjukkan kontribusi eksternal
per unit area karena hujan dan evaporasi.

Dalam menjalankan model hidrodinamika, Delft3D – FLOW memerlukan


sejumlah persyaratan, seperti persiapan domain wilayah penelitian, kondisi
batimetri, garis pantai, konfigurasi grid yang digunakan, dan lain-lain. Untuk
melakukan hal tersebut diperlukan berbagai perlengkapan tambahan yang ada
dalam sistem Delft3D – FLOW, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Delft3D – RGFGRID digunakan untuk membuat zona segmen yang berbentuk


grid pada topografi.
b. Delft3D- QIUCKIN digunakan untuk memasukkan data batimetri, kondisi awal
model seperti tinggi muka laut, salinitas, suhu muka laut, dan lain-lain kedalam
grid.
9
c. Delft3D – NESTHD digunakan untuk mempersiapkan kondisi batas untuk
keseluruhan nested domain.
d. Delft3D – QUICKPLOT digunakan sebagai peralatan tambahan untuk
membuat visualisasi dan animasi dari hasil simulasi.

Delft3D – FLOW menggunakan grid curvilinear dalam menjalankan model


numerik. Grid curvilinear diterapkan dalam model beda hingga untuk menghasilkan
grid dengan resolusi spasial yang tinggi pada daerah penelitian, namun dengan
resolusi yang rendah pada daerah yang lain sehingga membuat proses komputasi
lebih efisien. Penggunaan grid ini juga lebih fleksibel dan dapat dibuat mengikuti
alur garis pantai sehingga menghasilkan data keluaran model yang lebih rapat
sesuai garis pantai (Deltares, 2014b).

2.3 Pemodelan spasial banjir pesisir LISFLOOD FP

LISFLOOD FP merupakan model genangan banjir yang berbasis prinsip


hidraulik dan konservasi massa. Model tersebut menggunakan Shallow Water
Equation (SWE) untuk mensimulasikan banjir di sepanjang aliran kanal dan dataran
banjir. Ketika ketinggian tepi kanal terlampaui, air dialirkan dari grid kanal ke
dataran banjir sehingga memungkinkan model untuk menyimulasikan banjir pada
bidang dua dimensi. Proses tersebut dapat direpresentasikan pada Gambar 2.1
berikut (P. D. Bates et al., 2013; Paul D. Bates et al., 2005).

Gambar 2. 1 Representasi aliran fluida dalam LISFLOOD FP (Paul D. Bates et al., 2005)

10
BAB III

METODE

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesisir Semarang bagian tengah yang meliputi


wilayah Pelabuhan Tanjung Emas dan sebagian wilayah di Semarang Utara.
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2021 dengan pertimbangan pada bulan
tersebut dilaporkan terjadi banjir pesisir pada tanggal 2 – 3 Juni 2021.

3.2 Data penelitian

Data input model terdiri dari data batimetri BATNAS dan data topografi
DEMNAS yang diperoleh dari BIG masing-masing dengan resolusi 200 m dan 8
m, konstituen pasang surut TPXO9 sebagai kondisi batas domain besar yang
diperoleh dari https://info.bwgeohydromatics.com/tpxo. Adapun data atmosfer
yang digunakan berupa data mean sea level pressure (MSLP) serta angin komponen
u dan v ketinggian 10 m yang diperoleh dari prediksi European Centre for Medium-
Range Weather Forecasts (ECMWF) dengan resolusi spasial 0.125⁰ dan resolusi
temporal 3 jam. Data ECMWF yang digunakan selama tanggal 24 Mei – 1 Juli
2021. Selanjutnya untuk melakukan verifikasi keluaran TML model Delft3D
digunakan data observasi pasang surut Semarang tanggal 1 – 30 Juni 2021.

3.3 Teknik pengolahan dan analisis data

Teknik pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada gambar 3.1. Langkah
pertama dilakukan dengan running model Delft3D menggunakan input data angin
10 m dan MSLP menggunakan domain batimetri BATNAS. Model Delft3D
dijalankan dengan menggunakan metode nesting, yakni melakukan running pada
domain besar, kemudian mengambil hasil running model besar sebagai kondisi
batas untuk domain kecil. Domain besar berupa Pantai Utara Jawa Tengah dengan
resolusi grid 2000 m sedangkan domain kecil meliputi pesisir Semarang dengan
11
resolusi grid 300 m seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Model Delft3D akan
digunakan untuk prediksi pasang surut selama bulan Juni 2021. Analisis akan
difokuskan pada tanggal 2 Juni 2021 saat terjadi banjir pesisir yang berdampak
signifikan di pesisir Semarang.

Keluaran Delft3D berupa TML dilakukan verifikasi dengan data pasang


surut observasi. Data TML Delft3D selanjutnya menjadi masukan bagi model
LISFLOOD FP untuk mensimulasikan banjir pesisir menggunakan domain data
topografi DEMNAS. Keluaran yang dihasilkan berupa berupa data raster ascii
selanjutnya dilakukan visualisasi menggunakan aplikasi QGIS.

12
Gambar 3. 1 Tampilan grid model Delft3D untuk (A) Domain besar, dan (B) Domain
kecil

3.4 Teknik verifikasi data

Teknik verifikasi data yang digunakan pada makalah ini terdiri dari Root
Mean Square Error (RMSE), Mean Error (ME), serta koefisien korelasi Pearson.
berfungsi untuk mengetahui besarnya nilai penyimpangan antara output TML
model terhadap TML observasi, serta TML model terhadap prakiraan pasang surut
astronomis. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin dekat nilai output model
terhadai nilai observasi. Nilai RMSE dapat dituliskan dalam persamaan berikut
(Wilks, 2006):

1
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑛 ∑𝑁
𝑛=1(𝑦𝑛 − 𝑜𝑛 )
2 (3.1)

Dengan:
N = banyaknya data
𝑦𝑛 = data prediksi model
𝑜𝑛 = data obsevasi
koefisien korelasi berfungsi untuk mengetahui hubungan antara TML hasil
keluaran model Delft3D terhadap TML pengamatan. Interpretasi tingkat keeratan
hubungan antar variabel berdasarkan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Koefisien korelasi dapat dituliskan dalam peramaan berikut (Bluman, 2009):

13
1
∑ 𝑋𝑌− ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑛
𝑟𝑥𝑦 = 1 1 (3.2)
[∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ]
𝑛 𝑛

Dengan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi
𝑛 = banyaknya data
𝑋 = data prediksi model
𝑌 = data observasi
Tabel 3. 1 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Mundir, 2013)
r Interpretasi

±(0.9 – 1.0) Sangat kuat


±(0.7 – 0.9) Kuat
±(0.5 – 0.7) Sedang
±(0.3 – 0.5) Lemah
±(0.0 – 0.3) Sangat lemah (tidak berarti)

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Verifikasi prediksi TML
Pada laporan implementasi ini dilakukan prediksi pasut menggunakan
model Delft3D selama tanggal 24 Mei – 1 Juli 2021. Rentang data yang digunakan
untuk verifikasi dari tanggal 1 – 30 Juni 2021. Alasan mengapa waktu awal running
mulai 24 Mei 2021 adalah karena pada model Delft3D umumnya mulai stabil
setelah hari ke 3, jadi hasil prediksi prediksi pasut pada 3 hari pertama umumnya
tidak beraturan sehingga tidak digunakan dalam proses verifikasi.

Gambar 4. 1 Perbandingan Prediksi TML Delft3D dengan data Observasi

Gambar 4.1 menunjukkan perbandingan prediksi TML Delft3D dengan data


observasi. Secara umum model Delft3D mampu memprediksi pasut dengan baik,
terlihat dari grafik prediksi yang mendekati grafik data obervasi. Untuk surut
minimum, model Delft3D memberikan prediksi yang overestimate pada awal dan
akhir bulan, namun memberikan hasil yang underestimate pada pertengahan bulan.
Nilai koefisien korelasi prediksi Delft3D terhadap data obervasi mencapai 0.93 dan
RMSE mencapai 0.11 yang menunjukkan model Delft3D mampu memprediksi
pasang surut dengan baik.

4.2 Analisis pasang surut tanggal 2 Juni 2021

Gambar 4.2 menunjukkan grafik pasang surut tanggal 2 Juni 2023.


Berdasarkan data observasi, pasang terjadi pada pagi hingga siang hari, kemudian
berangsur-angsur surut pada malam hingga dini hari. Pasang tertinggi terjadi pada

15
pukul 07 UTC dengan elevasi 0.5 m, sementara surut terendah terjadi pukul 16 UTC
dengan elevasi -0.5 m.

Gambar 4. 2 Grafik pasang surut Semarang tanggal 2 Juni 2022

4.3 Analisis spasial arah dan kecepatan angin permukaan

Gambar 4.3 menunjukkan sebaran spasial arah dan kecepatan angin


permukaan. Terlihat bahwa angin permukaan di perairan Semarang didominasi dari
arah timur laut dengan kecepatan berkisar 3 m/s hingga 6 m/s.

Gambar 4. 3 Sebaran spasial arah dan kecepatan angin

4.4 Analisis spasial arah dan kecepatan arus

16
Gambar 4.4 menunjukkan sebaran spasial arah dan kecepatan arus pukul 00,
04, 08, dan 16 UTC. Arah arus ke timur setelah fase surut hingga sesaat sebelum
pasang tertinggi, kemudian berubah ke arah barat setelah pasang menuju surut.
Kecepatan arus maksimum mencapai 0.1 – 0.6 m/s terjadi saat menuju pasang.
Kecepatan arus melemah hingga berkisar 0 – 0.4 m/s sesaat sebelum pasang
tertinggi dan sesaat setelah surut terendah

Gambar 4. 4 Sebaran spasial arah dan kecepatan arus

4.5 Analisis spasial water level

Gambar 4.5 menunjukkan sebaran spasial water level. Perubahan pola spasial
water level menunjukkan kesesuaian dengan data observasi pasang surut. Water level
mencapai nilai maksimum sebesar 0.5 m pada pukul 07.00 UTC dan mencapai nilai
minimum sebesar -0.5 pada pukul 16.00 UTC

17
Gambar 4. 5 Sebaran spasial water level

4.6 Analisis spasial banjir pesisir model LISFLOOD FP

Sebaran spasial prediksi banjir pesisir tanggal 2 Juni 2021 pukul 07.00 UTC
dapat dilihat pada Gambar 4.6. Terlihat bahwa sebagian wilayah pesisir Semarang
terendam banjir pesisir dengan kedalaman mencapai 0.2 – 0.8 m. Luasan banjir
pesisir ini bertambah luas saat pasang dan kembali berkurang saat surut. Daerah
yang tergenang banjir pesisir terlihat sporadis pada lokasi tertentu. Hal ini berbeda
dengan pemodelan banjir pesisir dengan metode SIG dengan sebagian besar
wilayah di pesisir Semarang justru tergenang banjir (Handoyo et al., 2016;
Nugroho, 2013; Oktavia et al., 2012; Rachman et al., 2015).

Perbedaan luas wilayah tergenang banjir antara model SIG dengan model
LISFLOOD FP sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Paul D. Bates et al.,
2005; Didier et al., 2019; Seenath et al., 2016) Model banjir menggunakan metode
SIG mengabaikan prinsip hidrodinamika aliran air, seperti gesekan permukaan dan
kecepatan aliran (Elsayed & Oumeraci, 2016; Orton et al., 2015). Hal tersebut
18
menyebabkan luas area tergenang banjir pesisir model SIG cenderung lebih luas
atau overestimate dibandingkan dengan kondisi sebenarnya.

Gambar 4. 6 Peta prediksi sebaran banjir pesisir

19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa model Delft3D
memberikan prediksi yang mendekati data observasi. Analisis spasial TML Delft3D
tanggal 2 Juni 2022 menunjukkan kenaikan TML sebesar 0.5 m diatas rata-rata
muka laut. Sebaran spasial arus dan water level model Delft3D menunjukkan
adanya variasi terhadap fase pasang surut. Sementara itu, model LISFLOOD FP
mampu mensimulasikan terjadinya banjir pesisir dengan mempertimbangkan
prinsip hidrodinamika dengan variasi luas daerah tergenang banjir sesuai dengan
pola pasang surut

5.2 Saran
Model spasial banjir pesisir yang digunakan pada makalah ini belum
melalui proses verifikasi, sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar
menambahkan verifikasi data, baik melalui survey lapangan atau menggunakan
data penginderaan jauh sehingga dapat diketahui bagaimana akurasi dari model
LISFLOOD FP.

20
DAFTAR PUSTAKA

ABBOT, M., & BASCO, D. (1989). Computational Fluid Dynamics An


Introduction for Engineers. Logan Group, UK Limited.
Azhari, D. R., Lestari, D. A., & Arifin, W. A. (2022). Pemodelan Spasial
Genangan Banjir Rob, Studi Kasus: Pesisir Utara Banten (Kecamatan
Kasemen). Jurnal Georafflesia, 7(2).
Bakti, L. M. (2010). KAJIAN SEBARAN POTENSI ROB KOTA SEMARANG DAN
USULAN PENANGANANNYA [UNIVERSITAS DIPONEGORO].
https://core.ac.uk/download/pdf/11725501.pdf
Bates, P. D., Trigg, M., Neal, J., & Dabrowa, A. (2013). LISFLOOD FP User
Manual. University of Bristol.
Bates, Paul D., Dawson, R. J., Hall, J. W., Horritt, M. S., Nicholls, R. J., Wicks, J.,
& Mohamed Ahmed Ali Mohamed Hassan. (2005). Simplified two-
dimensional numerical modelling of coastal flooding and example
applications. Coastal Engineering, 52(9), 793–810.
https://doi.org/10.1016/j.coastaleng.2005.06.001
Bernatchez, P., Fraser, C., Lefaivre, D., & Dugas, S. (2011). Integrating
anthropogenic factors, geomorphological indicators and local knowledge in
the analysis of coastal flooding and erosion hazards. Ocean & Coastal
Management, 54(8), 621–632.
https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2011.06.001
Bilskie, M. V., Hagen, S. C., Medeiros, S. C., Cox, A. T., Salisbury, M., & Coggin,
D. (2016). Data and numerical analysis of astronomic tides, wind‐waves, and
hurricane storm surge along the northern Gulf of Mexico. Journal of
Geophysical Research: Oceans, 121(5), 3625–3658.
https://doi.org/10.1002/2015JC011400
Bluman, A. G. (2009). Elementary Statistic: A Step by Step Approach. The
McGraw-Hill Companies.
BRICKER, J. D., TAKAGI, H., MAS, E., KURE, S., ADRIANO, B., YI, C., &
ROEBER, V. (2014). Spatial Variation of Damage due to Storm Surge and
Waves during Typhoon Haiyan in the Philippines. Journal of Japan Society
of Civil Engineers, Ser. B2 (Coastal Engineering), 70(2), I_231-I_235.
https://doi.org/10.2208/kaigan.70.I_231
Buchori, I., Sugiri, A., Mussadun, M., Wadley, D., Liu, Y., Pramitasari, A., &
Pamungkas, I. T. D. (2018). A predictive model to assess spatial planning in
addressing hydro-meteorological hazards: A case study of Semarang City,
Indonesia. International Journal of Disaster Risk Reduction, 27, 415–426.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2017.11.003
21
Ciro Aucelli, P. P., Di Paola, G., Incontri, P., Rizzo, A., Vilardo, G., Benassai, G.,
Buonocore, B., & Pappone, G. (2017). Coastal inundation risk assessment
due to subsidence and sea level rise in a Mediterranean alluvial plain
(Volturno coastal plain – southern Italy). Estuarine, Coastal and Shelf
Science, 198, 597–609. https://doi.org/10.1016/j.ecss.2016.06.017
Creach, A., Chevillot-miot, E., Mercier, D., & Pourinet, L. (2016). Vulnerability to
coastal flood hazard of residential buildings on Noirmoutier Island (France).
Journal of Maps, 12(2), 371–381.
https://doi.org/10.1080/17445647.2015.1027041
Deltares. (2014a). Delft3D-Flow User Manual. Deltares.
Deltares. (2014b). User manual: RGFGRID. Deltares.
Didier, D., Baudry, J., Bernatchez, P., Dumont, D., Sadegh, M., Bismuth, E.,
Bandet, M., Dugas, S., & Sévigny, C. (2019). Multihazard simulation for
coastal flood mapping: Bathtub versus numerical modelling in an open
estuary, Eastern Canada. Journal of Flood Risk Management, 12(S1).
https://doi.org/10.1111/jfr3.12505
Didier, D., Bernatchez, P., Marie, G., & Boucher-Brossard, G. (2016). Wave runup
estimations on platform-beaches for coastal flood hazard assessment. Natural
Hazards. https://doi.org/10.1007/s11069-016-2399-5
Diposaptono, Agung, S. B., & Firdaus. (2009). Menyiasati perubahan iklim di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer.
Diposaptono, S. (2012). Pengaruh Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau
Pulau Kecil di Indonesia. Direktorat Bina Pesisir Direktorat Jenderal Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil DKP.
Doong, D.-J., Chuang, L. Z.-H., Wu, L.-C., Fan, Y.-M., Kao, C. C., & Wang, J.-H.
(2012). Development of an operational coastal flooding early warning
system. Natural Hazards and Earth System Sciences, 12(2), 379–390.
https://doi.org/10.5194/nhess-12-379-2012
Efendi, U., Kristianto, A., & Pratama, B. E. (2021). Respon Hujan Lebat dan
Kenaikan Tinggi Muka Laut Terhadap Prediksi Luasan Banjir Rob di
Semarang (Studi Kasus Tanggal 3 – 5 Desember 2018). Jurnal Kelautan
Nasional, 16(3), 157. https://doi.org/10.15578/jkn.v16i3.9634
Elfrink, B., & Baldock, T. (2002). Hydrodynamics and sediment transport in the
swash zone: a review and perspectives. Coastal Engineering, 45(3–4), 149–
167. https://doi.org/10.1016/S0378-3839(02)00032-7
Elsayed, S., & Oumeraci, H. (2016). Combined Modelling of Coastal Barrier
Breaching and Induced Flood Propagation Using XBeach. Hydrology, 3(4),
32. https://doi.org/10.3390/hydrology3040032
Gallien, T. W., Sanders, B. F., & Flick, R. E. (2014). Urban coastal flood
22
prediction: Integrating wave overtopping, flood defenses and drainage.
Coastal Engineering, 91, 18–28.
https://doi.org/10.1016/j.coastaleng.2014.04.007
Garrison, T. (2012). Essentials of Oceanography. Cengage Learning.
Handoyo, G., Suryoputro, A. A. D., & Subardjo, P. (2016). Genangan Banjir Rob
Di Kecamatan Semarang Utara. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1), 55–59.
Istiqomah, L. N. N., Sabri, L. ., & Sudarsono, B. (2019). ANALISIS
PENURUNAN MUKA TANAH KOTA SEMARANG METODE SURVEI
GNSS TAHUN 2019. Jurnal Geodesi Undip, 9(2), 208–216.
Karunia, I., & Bahtiar, R. (2017). Estimasi Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat
Banjir Rob di Pemukiman Kecamatan Genuk Kota Semarang. Institut
Pertanian Bogor.
Kristianto, A., & Efendi, U. (2021). Prediksi spasio temporal rob berbasis model
LISFLOOD FP di Pesisir Jakarta. Majalah Geografi Indonesia, 35(2), 150.
https://doi.org/10.22146/mgi.66594
Marfai, M. A., & King, L. (2007). Monitoring land subsidence in Semarang,
Indonesia. Environmental Geology, 53(3), 651–659.
https://doi.org/10.1007/s00254-007-0680-3
Markensteijn, G. C. (2017). Performing data assimilation experiments with
hydrodynamic models. Delft University of Technology.
Mundir. (2013). Statistika Pendidikan. Pustaka Pelajar.
Nugroho, S. H. (2013). Prediksi luas genangan pasang surut (rob) berdasarkan
analisis data spasial di Kota Semarang, Indonesia. Jurnal Lingkungan Dan
Bencana Geologi, 4(1), 71–87.
Oktavia, M. I., Parman, S., & Setyowati, D. L. (2012). ANALISIS SEBARAN
GENANGAN PASANG AIR LAUT (ROB) BERDASARKAN HIGH
WATER LEVEL DAN DAMPAKNYA PADA PENGGUNAAN LAHAN DI
KECAMATAN SEMARANG UTARA. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, 1(1), 13–20.
Orton, P., Vinogradov, S., Georgas, N., Blumberg, A., Lin, N., Gornitz, V., Little,
C., Jacob, K., & Horton, R. (2015). New York City Panel on Climate Change
2015 Report Chapter 4: Dynamic Coastal Flood Modeling. Annals of the
New York Academy of Sciences, 1336(1), 56–66.
https://doi.org/10.1111/nyas.12589
Parker, B. B. (2007). Tidal analysis and prediction. In Sea-Level Science. National
Oceanic and Atmospheric Administration.
https://doi.org/10.1017/cbo9781139235778.007
Pratikno, N. S., & Handayani, W. (2014). PENGARUH GENANGAN BANJIR

23
ROB TERHADAP DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KELURAHAN BANDARHARJO, SEMARANG. Teknik PWK
(Perencanaan Wilayah Kota), 3(2), 312–318.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/5070
Qiang, Y., He, J., Xiao, T., Lu, W., Li, J., & Zhang, L. (2021). Coastal town
flooding upon compound rainfall-wave overtopping-storm surge during
extreme tropical cyclones in Hong Kong. Journal of Hydrology: Regional
Studies, 37, 100890. https://doi.org/10.1016/j.ejrh.2021.100890
Rachman, R. K., Ismunarti, D. H., & Handoyo, G. (2015). Pengaruh Pasang Surut
Terhadap Sebaran Genangan Banjir Rob di Kecamatan Semarang Utara.
Journal of Oceanography, 4(1), 1–9.
Ramadhany, A. S., Subardjo, P., & Suryo, A. A. D. (2013). Daerah Rawan
Genangan Rob di Wilayah Semarang. Journal of Marine Research, 1(2),
174–180.
Saputra, N. A., Tarigan, A. P. M., & Nusa, A. B. (2020). The Use of AHP and GIS
methods for zoning of flood prone areas in the North Medan region. MEDIA
KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL, 26(1), 73–82.
https://doi.org/10.14710/mkts.v26i1.26211
Seenath, A., Wilson, M., & Miller, K. (2016). Hydrodynamic versus GIS
modelling for coastal flood vulnerability assessment: Which is better for
guiding coastal management? Ocean & Coastal Management, 120, 99–109.
https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2015.11.019
Supangat, A., & Susanna. (2003). Oseanografi. Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Sutanta, H. (2002). Spatial Modeling of the Impact of Land Subsidence and Sea
Level Rise in A Coastal Urban Setting, case study: Semarang, Central Java,
Indonesia. the Inter- national Institute for Geo-information Science and Earth
Observation (ITC).
Ujung, A. T., Nugraha, A. L., & Firdaus, H. S. (2019). KAJIAN PEMETAAN
RISIKO BENCANA BANJIR KOTA SEMARANG DENGAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Jurnal Geodesi
Undip, 8(4). https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jgundip.2019.25154
Wilks, D. S. (2006). Statistical Methods in The Atmospheric Sciences. Academic
Press.
Wolf, J. (2008). Coupled wave and surge modelling and implications for coastal
flooding. Advances in Geosciences, 17, 19–22.
https://doi.org/10.5194/adgeo-17-19-2008

24

Anda mungkin juga menyukai