Disusun Oleh:
Usman Efendi
NIM 26040122420015
Dosen Pengampu:
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Representasi aliran fluida dalam LISFLOOD FP (Paul D. Bates et al., 2005)
.......................................................................................................................................... 10
Gambar 3. 1 Tampilan grid model Delft3D untuk (A) Domain besar, dan (B) Domain
kecil ................................................................................................................................... 13
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir pesisir atau biasa disebut sebagai Rob merupakan banjir yang
disebabkan oleh naiknya tinggi muka laut yang berasal dari pengaruh pasang surut
dan diperparah oleh fenomena meteorologi seperti storm surge serta gelombang
tinggi sehingga menyebabkan meluapnya air laut dan menggenangi daerah rendah
di sekitar pantai yang berpotensi menimbulkan kerugian baik jiwa maupun materiel
(Wolf, 2008). Banjir banjir pesisir dapat berlangsung selama beberapa hari hingga
bertahun-tahun bergantung pada tingkat kejenuhan tanah. Banjir pesisir dapat
terjadi secara langsung pada kawasan tepi pantai pada saat air laut pasang tertinggi
sehingga masuk ke daratan dan tertahan oleh tanah atau bangunan fisik. Selain itu,
banjir pesisir/rob juga terjadi secara tidak langsung pada daerah yang jauh dari
pantai dengan masuknya air laut melalui saluran drainase yang tidak terawat
(Kurniawan, 2003).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Metode SIG tersebut bekerja dengan melakukan overlay data TML pada
data kontur ketinggian Digital Elevation Model (DEM) sehingga wilayah dengan
ketinggian dibawah TML akan tergenang banjir (Orton et al., 2015). Metode
tersebut mengasumsikan adanya koneksi antar sel data DEM agar terjadi aliran
banjir serta mengabaikan efek kekasaran permukaan tanah, serta kecepatan aliran
(Elsayed & Oumeraci, 2016; Orton et al., 2015). Metode ini dapat menyebabkan
7
keluaran model yang overestimate akibat banyaknya parameter fisis yang diabaikan
(Didier et al., 2016).
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 1 𝜕𝑃 𝜕 𝜕𝑢
𝜕𝑡
+ 𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 − 𝑓𝑣 = − 𝜌 + 𝐹𝑥 + 𝜕𝑍 (𝑉𝑉 𝜕𝑍) + 𝑀𝑥, (2.2)
0 𝜕𝑥
𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 1 𝜕𝑃 𝜕 𝜕𝑣
𝜕𝑡
+ 𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 − 𝑓𝑢 = − 𝜌 + 𝐹𝑦 + 𝜕𝑍 (𝑉𝑉 𝜕𝑍) + 𝑀𝑦, (2.3)
0 𝜕𝑦
Gambar 2. 1 Representasi aliran fluida dalam LISFLOOD FP (Paul D. Bates et al., 2005)
10
BAB III
METODE
Data input model terdiri dari data batimetri BATNAS dan data topografi
DEMNAS yang diperoleh dari BIG masing-masing dengan resolusi 200 m dan 8
m, konstituen pasang surut TPXO9 sebagai kondisi batas domain besar yang
diperoleh dari https://info.bwgeohydromatics.com/tpxo. Adapun data atmosfer
yang digunakan berupa data mean sea level pressure (MSLP) serta angin komponen
u dan v ketinggian 10 m yang diperoleh dari prediksi European Centre for Medium-
Range Weather Forecasts (ECMWF) dengan resolusi spasial 0.125⁰ dan resolusi
temporal 3 jam. Data ECMWF yang digunakan selama tanggal 24 Mei – 1 Juli
2021. Selanjutnya untuk melakukan verifikasi keluaran TML model Delft3D
digunakan data observasi pasang surut Semarang tanggal 1 – 30 Juni 2021.
Teknik pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada gambar 3.1. Langkah
pertama dilakukan dengan running model Delft3D menggunakan input data angin
10 m dan MSLP menggunakan domain batimetri BATNAS. Model Delft3D
dijalankan dengan menggunakan metode nesting, yakni melakukan running pada
domain besar, kemudian mengambil hasil running model besar sebagai kondisi
batas untuk domain kecil. Domain besar berupa Pantai Utara Jawa Tengah dengan
resolusi grid 2000 m sedangkan domain kecil meliputi pesisir Semarang dengan
11
resolusi grid 300 m seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Model Delft3D akan
digunakan untuk prediksi pasang surut selama bulan Juni 2021. Analisis akan
difokuskan pada tanggal 2 Juni 2021 saat terjadi banjir pesisir yang berdampak
signifikan di pesisir Semarang.
12
Gambar 3. 1 Tampilan grid model Delft3D untuk (A) Domain besar, dan (B) Domain
kecil
Teknik verifikasi data yang digunakan pada makalah ini terdiri dari Root
Mean Square Error (RMSE), Mean Error (ME), serta koefisien korelasi Pearson.
berfungsi untuk mengetahui besarnya nilai penyimpangan antara output TML
model terhadap TML observasi, serta TML model terhadap prakiraan pasang surut
astronomis. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin dekat nilai output model
terhadai nilai observasi. Nilai RMSE dapat dituliskan dalam persamaan berikut
(Wilks, 2006):
1
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑛 ∑𝑁
𝑛=1(𝑦𝑛 − 𝑜𝑛 )
2 (3.1)
Dengan:
N = banyaknya data
𝑦𝑛 = data prediksi model
𝑜𝑛 = data obsevasi
koefisien korelasi berfungsi untuk mengetahui hubungan antara TML hasil
keluaran model Delft3D terhadap TML pengamatan. Interpretasi tingkat keeratan
hubungan antar variabel berdasarkan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Koefisien korelasi dapat dituliskan dalam peramaan berikut (Bluman, 2009):
13
1
∑ 𝑋𝑌− ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑛
𝑟𝑥𝑦 = 1 1 (3.2)
[∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ]
𝑛 𝑛
Dengan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi
𝑛 = banyaknya data
𝑋 = data prediksi model
𝑌 = data observasi
Tabel 3. 1 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Mundir, 2013)
r Interpretasi
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Verifikasi prediksi TML
Pada laporan implementasi ini dilakukan prediksi pasut menggunakan
model Delft3D selama tanggal 24 Mei – 1 Juli 2021. Rentang data yang digunakan
untuk verifikasi dari tanggal 1 – 30 Juni 2021. Alasan mengapa waktu awal running
mulai 24 Mei 2021 adalah karena pada model Delft3D umumnya mulai stabil
setelah hari ke 3, jadi hasil prediksi prediksi pasut pada 3 hari pertama umumnya
tidak beraturan sehingga tidak digunakan dalam proses verifikasi.
15
pukul 07 UTC dengan elevasi 0.5 m, sementara surut terendah terjadi pukul 16 UTC
dengan elevasi -0.5 m.
16
Gambar 4.4 menunjukkan sebaran spasial arah dan kecepatan arus pukul 00,
04, 08, dan 16 UTC. Arah arus ke timur setelah fase surut hingga sesaat sebelum
pasang tertinggi, kemudian berubah ke arah barat setelah pasang menuju surut.
Kecepatan arus maksimum mencapai 0.1 – 0.6 m/s terjadi saat menuju pasang.
Kecepatan arus melemah hingga berkisar 0 – 0.4 m/s sesaat sebelum pasang
tertinggi dan sesaat setelah surut terendah
Gambar 4.5 menunjukkan sebaran spasial water level. Perubahan pola spasial
water level menunjukkan kesesuaian dengan data observasi pasang surut. Water level
mencapai nilai maksimum sebesar 0.5 m pada pukul 07.00 UTC dan mencapai nilai
minimum sebesar -0.5 pada pukul 16.00 UTC
17
Gambar 4. 5 Sebaran spasial water level
Sebaran spasial prediksi banjir pesisir tanggal 2 Juni 2021 pukul 07.00 UTC
dapat dilihat pada Gambar 4.6. Terlihat bahwa sebagian wilayah pesisir Semarang
terendam banjir pesisir dengan kedalaman mencapai 0.2 – 0.8 m. Luasan banjir
pesisir ini bertambah luas saat pasang dan kembali berkurang saat surut. Daerah
yang tergenang banjir pesisir terlihat sporadis pada lokasi tertentu. Hal ini berbeda
dengan pemodelan banjir pesisir dengan metode SIG dengan sebagian besar
wilayah di pesisir Semarang justru tergenang banjir (Handoyo et al., 2016;
Nugroho, 2013; Oktavia et al., 2012; Rachman et al., 2015).
Perbedaan luas wilayah tergenang banjir antara model SIG dengan model
LISFLOOD FP sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Paul D. Bates et al.,
2005; Didier et al., 2019; Seenath et al., 2016) Model banjir menggunakan metode
SIG mengabaikan prinsip hidrodinamika aliran air, seperti gesekan permukaan dan
kecepatan aliran (Elsayed & Oumeraci, 2016; Orton et al., 2015). Hal tersebut
18
menyebabkan luas area tergenang banjir pesisir model SIG cenderung lebih luas
atau overestimate dibandingkan dengan kondisi sebenarnya.
19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa model Delft3D
memberikan prediksi yang mendekati data observasi. Analisis spasial TML Delft3D
tanggal 2 Juni 2022 menunjukkan kenaikan TML sebesar 0.5 m diatas rata-rata
muka laut. Sebaran spasial arus dan water level model Delft3D menunjukkan
adanya variasi terhadap fase pasang surut. Sementara itu, model LISFLOOD FP
mampu mensimulasikan terjadinya banjir pesisir dengan mempertimbangkan
prinsip hidrodinamika dengan variasi luas daerah tergenang banjir sesuai dengan
pola pasang surut
5.2 Saran
Model spasial banjir pesisir yang digunakan pada makalah ini belum
melalui proses verifikasi, sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar
menambahkan verifikasi data, baik melalui survey lapangan atau menggunakan
data penginderaan jauh sehingga dapat diketahui bagaimana akurasi dari model
LISFLOOD FP.
20
DAFTAR PUSTAKA
23
ROB TERHADAP DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KELURAHAN BANDARHARJO, SEMARANG. Teknik PWK
(Perencanaan Wilayah Kota), 3(2), 312–318.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/5070
Qiang, Y., He, J., Xiao, T., Lu, W., Li, J., & Zhang, L. (2021). Coastal town
flooding upon compound rainfall-wave overtopping-storm surge during
extreme tropical cyclones in Hong Kong. Journal of Hydrology: Regional
Studies, 37, 100890. https://doi.org/10.1016/j.ejrh.2021.100890
Rachman, R. K., Ismunarti, D. H., & Handoyo, G. (2015). Pengaruh Pasang Surut
Terhadap Sebaran Genangan Banjir Rob di Kecamatan Semarang Utara.
Journal of Oceanography, 4(1), 1–9.
Ramadhany, A. S., Subardjo, P., & Suryo, A. A. D. (2013). Daerah Rawan
Genangan Rob di Wilayah Semarang. Journal of Marine Research, 1(2),
174–180.
Saputra, N. A., Tarigan, A. P. M., & Nusa, A. B. (2020). The Use of AHP and GIS
methods for zoning of flood prone areas in the North Medan region. MEDIA
KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL, 26(1), 73–82.
https://doi.org/10.14710/mkts.v26i1.26211
Seenath, A., Wilson, M., & Miller, K. (2016). Hydrodynamic versus GIS
modelling for coastal flood vulnerability assessment: Which is better for
guiding coastal management? Ocean & Coastal Management, 120, 99–109.
https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2015.11.019
Supangat, A., & Susanna. (2003). Oseanografi. Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Sutanta, H. (2002). Spatial Modeling of the Impact of Land Subsidence and Sea
Level Rise in A Coastal Urban Setting, case study: Semarang, Central Java,
Indonesia. the Inter- national Institute for Geo-information Science and Earth
Observation (ITC).
Ujung, A. T., Nugraha, A. L., & Firdaus, H. S. (2019). KAJIAN PEMETAAN
RISIKO BENCANA BANJIR KOTA SEMARANG DENGAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Jurnal Geodesi
Undip, 8(4). https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jgundip.2019.25154
Wilks, D. S. (2006). Statistical Methods in The Atmospheric Sciences. Academic
Press.
Wolf, J. (2008). Coupled wave and surge modelling and implications for coastal
flooding. Advances in Geosciences, 17, 19–22.
https://doi.org/10.5194/adgeo-17-19-2008
24