Disusun oleh
FEBE ARDHINA
ST191008
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahuipasti, namun ada beberapa
faktor resiko dan faktor predisposisi yang menonjolyaitu:
a. Umur
Umur pertama kali melakukan hubungan seksual. penelitian menunjukkan
bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin
besar kemungkinan mendapat kanker servik. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda
b. Jumlah Kehamilan danPartus
Kanker servik dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat kanker servik
c. JumlahPerkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang sangat besar terhadap kanker
serviks
d. InfeksiVirus
HPV adalah virus penyebab kutil genitalis yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18,
45, dan 46. Penyebab lainnya yaitu terdapatnya virus Virus herpes simplex
Sito megalo virus
e. Sosialekonomi
Kanker servik banyak dijumpai pada golongan social ekonomi rendah.
Mungkin faktor social ekonomi erat kaitannnya dengan gizi, imunitas,
dan kebersihan perorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah
umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang. Hal ini mempengaruhi
imunitas tubuh.
f. Hygine danSirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi hal ini karena pada pria non
sirkumsisi higine penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-
kumpulansmegma.
g. Merokok dan AKDR ( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan Merangsang terbentuknya sel kanker sedangkan pemakaian
AKDR akan terpengaruh terhadap servik yaitu bermula dari adanya erosi
servik yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus
menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks. (
yatim,faisal, 2005 ).
3. Pohon Masalah
Ca Cerviks
Psikologis
- Hipovolemi Eksternal radiasi Bau busuk
- Anemia
Kurang
pengetahuan Bau busuk Nyeri
Kelelahan
Intoleransi Gangguan
Ansietas Citra Tubuh
aktivitas
Resiko Hb
kerusakan
integritas kulit Anemia
Sel kurang O2
Gastrointestin kurang O2
Nutrisi kurang
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP
)sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat
ketelitiannyamelebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah
cara Skriningsel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk
kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkopi,suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop
bertenagarendah dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 -
40 kali ).Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel -
sel yangmengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan
pola epiteldan vascular serviks yang mencerminkan perubahan
biokimia danperubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat)
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak
terlihatseluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam
kanalisserviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secarakonisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy
harustajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
d. Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan
servikssedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (
konus ),dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuandiagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase.
Batasjaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan
kolposkopi.Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat
dilakukan,dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan
pewarnaan denganlarutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10g, air
100ml ) dan eksisidilakukan diluar daerah dengan tes positif ( daerah
yang tidak berwarnaoleh larutan lugol ). Konikasi diagnostik
dilakukan pada keadaan -keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks.
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
e. Tes Schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan
yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi
pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel
epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna
yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).
f. Radiologi
a) Pelvik limphangiografiya
dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau
peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi
Dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih
dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa
regional.
7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkanstadium
lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukurkeberhasilan
pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapanhidup 5 tahun.
Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadiumatau derajatnya
beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapanhidup untuk kanker leher
rahim akan menurun dengan stadium yang lebihlanjut.
Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika
dalam ginekologi.Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel
pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel
lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
8. Komplikasi
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat
menurun yang berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik
pembedahan tersebut. Komplikasi tersebut meliputi: fistula uretra, disfungsi
kandung kemih, emboli pulmonal, limfosit, infeksi pelvis, obstruksi usus
besar dan fistula rektovaginal.
Komplikasi yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit,
sistitis radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemoterapi tergantung
pada kombinasi obat yang digunakan. Masalah efek samping yang sering
terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena penggunaan
kemoterapi yang mengandung sisplatin. ( Gale Danielle, 2000 )
C. Daftar Pustaka