Anda di halaman 1dari 53

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK BUNGKIL KEDELAI,

BUNGKIL KELAPA DAN BUNGKIL SAWIT

SKRIPSI
AHMAD JA’FAR ALI

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

Ahmad Ja’far Ali. D24102001. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai,
Bungkil Kelapa dan Bungkil Sawit. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Erika. B. Laconi, MS


Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS

Salah satu faktor yang menentukan kualitas ransum adalah bahan baku.
Kualitas bahan baku dapat di uji dengan menggunakan beberapa metode, antara lain
uji secara kimia, biologi dan uji fisik, pada penelitian ini melakukan uji kualitas
bahan baku secara fisik. Sifat fisik pakan sangat penting dalam industri pakan,
karena berhubungan dengan efisiensi proses penangan, pengolahan dan
penyimpanan. Keterbatasan data sifat fisik beberapa bahan pakan terutama bahan
pakan lokal menyebabkan belum adanya standar mutu secara baku tentang sifat fisik
bahan baku pakan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengukur sifat fisik dan kadar air pada
bungkil kedelai, bungkil sawit, dan bungkil kelapa dari dua industri yang berbeda.
Sifat fisik yang diteliti adalah berat jenis (BJ), Sudut Tumpukan (ST), kerapatan
tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) dan daya ambang (DA).
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
pola faktorial, ulangan masing-masing perlakuan sebanyak 4 kali. Faktor pertama
yaitu industri dan faktor kedua kedua yaitu jenis bahan. Data yang diperoleh diolah
dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan
dengan uji lanjut kontras orthogonal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bungkil sawit mempunyai Kadar air =
5,47%, Berat jenis = 1177,66 kg/m3 , Kerapatan tumpukan = 627,50 kg/m3,
Kerapatan pemadatan tumpukan = 810,00 kg/m3, Sudut tumpukan = 39,400, Daya
ambang = 5,32 m/detik. Bungkil kedelai mempunyai Kadar air = 10,16%, Berat jenis
= 1213,94 kg/m3, Kerapatan tumpukan = 582,50 kg/m3, Kerapatan pemadatan
tumpukan = 722,50 kg/m3, Sudut tumpukan = 29,640 , Daya ambang = 4,56 m/detik.
Bungkil kelapa mempunyai Kadar air = 7,90%, Berat Jenis = 1016,86 kg/m3,
Kerapatan tumpukan = 538,75 kg/m3, Kerapatan pemadatan tumpukan = 672,50
kg/m3, Sudut tumpukan = 34,550 , Daya ambang = 4,52 m/detik. Perbedaan sifat
fisik ini menunjukkan bahwa setiap bahan memiliki karakter yang spesifik.

Kata-kata kunci : kadar air, berat jenis, sudut tumpukan , kerapatan tumpukan,
kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang
ABSTRACT

Physical Properties Characteristic of Soy Bean Meal,


Coconut Bean Meal and Palm Kernel Cake
A. J. Ali, E. B. Laconi, and A. D. Hasjmy
One of factor determined quality ration was feedstuff. Quality of feedstuff
can be tested by using some methods, for examples chemical test, biology and
physical test. Physical properties of feedstuff were important aspect in feed mill
industry, because relating to handling efficiency, processing and depository. This
research was conducted to measure physical properties of feedstuff quality. The
objectives of this experiment were to measure and compare the physical properties of
soy bean meal, palm kernel cake and coconut bean meal took from different industry.
The physical properties consisted of angle of repose, bulk density, compacted bulk
density, specific gravity and floating rate. The data were statistically analyzed by
using the analysis of variance in completely randomized factorial design with four
replications. First factor consisted of industry and the second was types of feedstuff,
if they were significantly different among parameters, the test was continued by
using contrast orthogonal. The results of this experiment showed that palm kernel
cake had the mean value of moistures (5.47%), specific gravity (1177.66 kg/m3),
bulk density (627.50 kg/m3), compacted bulk density (810.00 kg/m3), angle of
repose (39.400), floating rate (5.39 m/sec), soy bean meal had the mean value of
moistures (10.16%), specific gravity (1213.94 kg/m3), bulk density (582.50 kg/m3),
compacted bulk density (722.50 kg/m3), angle of repose (29.640), floating rate (4.56
m/sec) and coconut bean meal had the mean value of moistures (7.90%), specific
gravity (1016.86 kg/m3), bulk density (538.75 kg/m3), compacted bulk density
(672.50 kg/m3), angle of repose (34.550), floating rate (4.52 m/sec). Difference
existence of this physical properties indicated that every feedstuff had own specific
character.

Keywords : Specific gravity, bulk density, compacted bulk density, angle of repose,
floating rate, moisture
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK BUNGKIL KEDELAI,
BUNGKIL KELAPA DAN BUNGKIL SAWIT

AHMAD JA’FAR ALI


D24102001

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar sarjana peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK BUNGKIL KEDELAI,
BUNGKIL KELAPA DAN BUNGKIL SAWIT

Oleh
AHMAD JA’FAR ALI
D24102001

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Oktober 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Erika. B. Laconi, MS Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS


NIP. 131 671 591 NIP. 130 516 996

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc


NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada tanggal 19 Maret 1984, putra
dari Bapak H. Abdul Ghofur Ali dan Ibu Hj. Munikmah. Penulis anak pertama dari
dua bersaudara ( Adik Siti Nurlailiah).
Pada tahun 1990 penulis mulai mengenyam pendidikan formal di Madrasyah
Ibtidaiyah (MI) Tarbiatul Banin-Banat sampai tahun 1996, kemudian melanjutkan ke
Madrasyah Tsanawiyah (MTs) dan selesai tahun 1999, kemudian melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Darul Ulum Jombang dan selesai
pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai Mahasiswa Departemen Ilmu
Nutrisi Dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Undangan seleksi mahasiswa IPB).
Selama mengikuti pendidikan aktif di IPB, penulis aktif sebagai Dewan
Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM-TPB) pada tahun 2002-
2003 dan pernah aktif dalam kepanitian Open House penyambutan mahasiswa baru
(angkatan 40) sebagai koordinator LOGSTRAN (logistik dan transportasi) pada
tahun 2003. penulis juga aktif sebagai pengurus HIMASITER (Himpunan
Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak) bidang PSDM (Pengembangan
Sumber Daya Manusia) pada tahun 2003-2004. Penulis juga pernah melaksanakan
pendidikan praktek lapangan di peternakan ayam petelur komersil PT. Karya Mulya
Sembada di Kecamatan Parung kuda Sukabumi.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan


kehadirat Alloh SWT. Atas segala Rahmat dan Karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Karakteristik Sifat Fisik Bungkil
Kedelai, Bungkil Kelapa dan Bungkil Sawit” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sholawat serta salam selalu dicurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan sahabat beliau.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur sifat fisik bahan baku pakan sumber
protein nabati yang biasa digunakan oleh industri-industri pakan yang ada di
Indonesia yaitu antara lain bungkil kedelai, bungkil kelapa dan bungkil sawit. Dalam
industri pakan, kualitas bahan baku sangatlah penting untuk menghasilkan ransum
yang baik, sifat fisik merupakan salah satu uji kualitas bahan baku yang penting
untuk diketahui selain uji secara biologis dan uji kualitas secara kimiawi.
Mengetahui sifat fisik pada setiap bahan baku pakan sangat berguna untuk
merancang alat penanganan, penyimpanan dan proses di industri pakan sehingga
efisiensi biaya dan keuntungan dapat tercapai.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri
maupun bagi pembaca. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan dorongan semangat,
menyumbangkan saran dan kritiknya dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor,Oktober 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ........................................................................................... ii
ABSTRACT ............................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................... 1
Perumusan Masalah ........................................................................ 2
Tujuan ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Sifat Fisik Pakan ............................................................................ 3
Berat Jenis (BJ) ....................................................................... 3
Kerapatan Tumpukan (KT) ..................................................... 4
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT).................................. 5
Sudut Tumpukan (ST) ............................................................. 5
Daya Ambang (DA) ................................................................ 8
Bungkil Kedelai ............................................................................ 8
Bungkil Sawit ............................................................................... 10
Bungkil Kelapa ............................................................................. 13
METODE ................................................................................................. 15
Waktu dan Tempat Penelitian........................................................ 15
Materi ........................................................................................... 15
Bahan .................................................................................... 15
Peralatan ............................................................................... 15
Rancangan Percobaan ................................................................... 15
Peubah yang Diamati............................................................. 16
Analisa Data.......................................................................... 16
Prosedur........................................................................................ 16
Pengukuran Kadar Air ........................................................... 16
Pengukuran Sifat Fisik........................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 19
Keadaan Umum Penelitian ........................................................... 19
Kadar Air ..................................................................................... 20
Sifat Fisik Ketiga Bahan dari Dua Sumber Industri yang Berbeda...21
Berat Jenis............................................................................. 21
Kerapatan Tumpukan ............................................................ 23
Kerapatan Pemadatan Tumpukan........................................... 25
Sudut Tumpukan ................................................................... 26
Daya Ambang ....................................................................... 28
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 30
Kesimpulan .................................................................................. 30
Saran............................................................................................. 30
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 32
LAMPIRAN ............................................................................................ 34
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan..........................4
2 Sudut Tumpukan Beberapa Jenis Pakan yang Dikelompokkan
Berdasarkan Tingkat Kemudahan dalam Pengangkutan dengan
Alat Mekanik. ................................................................................. 7
3 Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai .................................................. 9
4 Nilai Rataan Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa dan
Bungkil Sawit ............................................................................... 11
5 Persyaratan Mutu Bungkil Kelapa ................................................. 14
6 Rataan Kadar Air (%) Bahan Pada Perlakuan Industri yang
Berbeda.............................................................. ............................. 20
7 Rataan Berat Jenis (kg/m3) Bahan Pada Perlakuan Industri yang
Berbeda......................................................................................... 21
8 Rataan Kerapatan Tumpukan (kg/m3) Bahan pada Perlakuan
Industri yang Berbeda ................................................................... 23
9 Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3) Bahan pada
Perlakuan Industri yang Berbeda. .................................................. 25
10 Rataan Sudut Tumpukan (0) Bahan pada Perlakuan Industri
Berbeda......................................................................................... 27
11 Rataan Daya Ambang (m/detik) Bahan Pada Perlakuan Industri
yang Berbeda ................................................................................ 29
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Metode Sudut Tumpukan Bahan Pakan ........................................... 6
2. Metode Pengukuran Daya Ambang ................................................. 8
3. Proses Pembuatan Bungkil Kedelai (Harris dan Karmas, 1989) .... .10
4. Komponen Hasil Pongolahan Tandan Buah Kelapa Sawit dan
Proses Ekstraksi Bungkil Inti Sawit (Aritonang, 1984)....................12
5. Proses Pembuatan Bungkil Kelapa(Child,1964) ............................ 13
6. Penampakan Visual Bungkil Kedelai, Bungkil Sawit dan
Bungkil Kelapa……………………............................................... 15
7. Perbandingan Penampakan Bahan dari Industri A dan
Industri B........................................................................................ 19
8. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat Fisik
Berat Jenis......................................... ............................................. 23
9. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat Fisik
Kerapatan Tumpukan....................... .............................................. 24
10. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat Fisik
Kerapatan Pemadatan Tumpukan.... .............................................. 25
11. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat Fisik
Sudut Tumpukan............................... ............................................. 28
12. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat Fisik
Daya Ambang .................................................................. ............... 29
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Kadar Air Bahan Pada Perlakuan Industri yang Berbeda ............. 35
2. Berat Jenis Beberapa Bahan dari Industri yang Berbeda..................36

3. Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan dari Industri yang


Berbeda............................................ .............................................. 37
4. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan pada
Industri yang Berbeda .................................................................. 38
5. Sudut Tumpukan Bahan Pada Perlakuan Industri yang
Berbeda......................................................................................... 39
6. Daya Ambang Beberapa Bahan dari Industri yang Berbeda........... 40
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri yang bergerak di bidang pakan ternak di Indonesia bervariasi, mulai
dari industri besar sampai industri kecil. Industri-industri tersebut mempunyai hasil
produk berupa pakan ternak dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda. Bahan baku
merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas ransum. Sifat fisik merupakan
salah satu metode uji kualitas bahan baku yang sangat penting selain uji secara kimia
dan biologis. Data mengenai sifat fisik beberapa bahan baku pakan masih jarang,
sehingga belum ada standar mutu secara baku mengenai sifat fisik bahan baku
pakan.
Data sifat fisik seperti sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, Berat jenis dan daya ambang pada bahan baku pakan yang
akan diterima di industri merupakan data awal yang penting selain hasil uji secara
kimia, untuk menentukan suatu bahan baku diterima atau tidak dan untuk
menentukan metode pengangkutan, penyimpanan, dan proses selanjutnya di pabrik.
Dengan demikian bahan pakan akan tetap terjaga kualitasnya, karena pada setiap
proses disesuaikan dengan karakteristik bahan tersebut.
Sifat fisik bahan pakan berperan sangat penting dalam pengendalian proses
pengolahan. Tanpa melakukannya maka pengendalian sifat fisik pakan dan
pencampuran secara homogen tidak dapat tercapai. Pengetahuan tentang karakteristik
bahan ini sangat penting dalam menyediakan data teknis yang diperlukan dalam
rancangan mesin, struktur, proses dan pengendalikan serta dalam menganalisis dan
menentukan efisiensi suatu mesin atau operasi dalam pengembangan suatu produk
pakan baru dalam mengevaluasi dan mempertahankan kualitas produk pakan akhir.
Kualitas nutrisi bahan baku pakan merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan baku pakan tersebut
sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksinya. Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada
keperluan hewan terhadap banyaknya protein, beberapa hewan seperti ayam dan babi
tergantung pada asam-asam amino esensial yang terkandung dalam bahan makanan
tersebut. Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tidak lebih baik dari protein
hewani, protein nabati cenderung kekurangan beberapa asam-asam amino esensial.
Bahan baku pakan sumber protein nabati yang biasa digunakan oleh
industri-industri makanan ternak di Indonesia akhir-akhir ini antara lain bungkil
kedelai, bungkil kelapa, dan bungkil sawit.

Perumusan Masalah
Data sifat fisik berbagai bahan baku pakan khususnya yang khas berasal dari
Indonesia masih sangat terbatas, sehingga diperlukan studi tentang karakteristik sifat
fisik dalam rangka untuk mendapatkan standar baku tentang sifat fisik bahan baku
pakan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sifat fisik (berat jenis, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang) pada
bungkil kedelai, bungkil sawit, dan bungkil kelapa dari dua industri yang berbeda.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Fisik Pakan


Sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk
diketahui. Karakteristik fisik bahan dapat mencakup aspek yang sangat luas mulai
dari sifat-sifat fisik itu sendiri seperti ukuran, bentuk, struktur, tekstur, warna, sifat-
sifat optik dan penampakan, kemudian sifat-sifat yang menyangkut dengan panas,
seperti panas jenis, panas laten, konduktifitas, dan difusi panas. Selain itu masih
terdapat sifat-sifat yang berhubungan dengan kelistrikan seperti konduktifitas listrik,
konstanta dielektrik dan sebagainya. Lebih luas lagi sifat-sifat fisik bahan dapat
dikembangkan menjadi sifat-sifat mekanik seperti elastisitas dan kekentalan ( Syarief
dan Irawan, 1988). Keberhasilan teknologi pakan, homogenitas pengadukan ransum,
laju aliran pakan dalam organ pencernaan, proses absorbsi dan deteksi kadar nutrien
semuanya terkait erat dengan sifat fisik pakan ( Sutardi, 1997)
Sifat fisik dan tekstur bahan menentukan parameter yang penting untuk
merancang alat proses (pengolahan), memenuhi syarat pengemasan, serta kondisi
penyimpanan (Wirakartakusumah,1992)
Kling dan Woehlbier (1983) dalam Khalil (1999a) menjelaskan ada enam
sifat fisik pakan yang penting, yaitu: berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis.

Berat Jenis (BJ)


Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya,
satuannya adalah kg/m3. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis memberikan
pengaruh berat terhadap daya ambang dari partikel. Selain itu berat jenis merupakan
faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis dan ukuran partikel bertanggung
jawab terhadap homogenitas penyampuran partikel dan stabilitasnya dalam
pencampuran pakan. Pakan atau ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan
berat jenisnya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung terpisah
kembali. Oleh karena itu, keadaan ini tidak dikehendaki dalam proses pembuatan
pakan campuran(ransum). Berat jenis sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam
proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses

3
pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Kling
and Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999a).
Menurut Gauthama (1998) bahwa berat jenis suatu bahan dipengaruhi oleh
komposisi kimia bahan. Ditambahkan pula oleh Suadnyana (1998) bahwa adanya
variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi
ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel.

Kerapatan Tumpukan (KT)


Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3 (Khalil, 1999a). Kerapatan
tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara
otomatis, begitu juga dengan berat jenis (Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil
1999a). Sifat ini juga berperan penting dalam perhitungan volume ruang yang
dibutuhkan oleh suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian alat
pencampur, elevator dan juga silo. Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil(1999a)
pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan
kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m3) akan sulit dicampur dan
campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang memiliki KT yang rendah
(kurang dari 450 kg/m3) waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama dan dapat
ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik maupun
gravimetrik. Pakan yang mempunyai nilai KT lebih dari 1000 kg/m3 bersifat
sebaliknya. Nilai kerapatan tumpukan beberapa bahan pakan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan


Bahan pakan Kerapatan tumpukan (kg/m3)
Jagung pipil (*) 720,9
Sorghum (cantel) 640,8 - 720,9
Kacang tanah pipil 240,3 - 304,4
Bungkil kedelai 311,7 – 407,0
Tepung ikan 562,0
Sumber : Khalil (1999a)
(*) Syarief dan Irawan (1988)

4
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)
Densitas berwadah merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume
ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan seperti digoncangkan dengan
satuan kg/m3 (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) adalah
perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah
melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Kapasitas silo, kontainer dan
kemasan seperti karung terletak antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan
tumpukan. Komposisi kimia bahan turut mempengaruhi sifat fisik, terutama terhadap
nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis.
Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan mempunyai
hubungan sangat erat dan sangat berperan pada penentuan kapasitas silo, dan
pencampuran bahan. Kerapatan pemadatan tumpukan secara umum nilai kerapatan
pemadatan tumpukan menurun dengan semakin tingginya kandungan air
(Suadnyana, 1998)

Sudut Tumpukan (ST)


Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari
suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu
gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang
terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu
partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo, 1976). Bentuk kerucut itu akan
menandakan mudah tidaknya bahan meluncur pada bidang masing-masing karena
pengaruh gaya gravitasi. Sudut lancip yang terbentuk oleh lereng gundukan dengan
bidang datar disebut sudut tumpukan. Tangent sudut tersebut adalah koefisien
gesekan antara butir yang satu dengan butir yang lainnya dalam bahan tersebut.
Pratomo (1976) menambahkan bahwa kegunaan praktis dari sifat sudut
tumpukan ini adalah di dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan
mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat material handling lainnya. Sifat
tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan dari dasar suatu gudang
penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi.
Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a) menyatakan bahwa kemampuan
mengalir (Flowability) bahan sangat mempengaruhi penanganan, misalnya kecepatan

5
dan efisiensi pengosongan silo untuk memindahkan barang menuju unit pemindahan
atau pencampuran.

15 cm
tg ø
t

d
Gambar 1. Metode Sudut Tumpukan Bahan Pakan

Penerapan sudut tumpukan dalam proses pengolahan, penanganan dan


penyimpanan adalah (a) sudut tumpukan mempengaruhi daya alir suatu bahan
terutama berpengaruh dalam kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo baik
secara vertikal pada saat memindahkan bahan menuju unit penimbangan atau pada
saat pencampuran bahan (Khalil 1999b); (b) berpengaruh terhadap tingkat efisiensi
pengakutan bahan secara mekanik, kemudahan dan kecepatan pengangkutan suatu
bahan dengan traktor sekop (shove) atau conveyor (Gauthama 1998); (c) serta sudut
tumpukan berpengaruh terhadap ketepatan dalam proses penakaran baik secara
volumetrik maupun gravimetris. Ransum dengan sudut tumpukan yang lebih rendah
akan lebih mudah dan akurat ditimbang dibandingkan dengan ransum yang
mempunyai sudut tumpukan tinggi. Ketepatan penakaran ini berkaitan pula dengan
berat jenis dan kerapatan tumpukan. Pada Tabel 2 diperlihatkan contoh data sudut
tumpukan beberapa jenis pakan yang dikelompokkan berdasarkan kemudahan dalam
penanganan dan pengangkutan secara mekanik.

6
Tabel 2. Sudut Tumpukan Beberapa Jenis Pakan yang Dikelompokkan
Berdasar pada Tingkat Kemudahan dalam Pengangkutan dengan
Alat Mekanik
Jenis pakan Sudut tumpukan (0) Rataan (0)
Grup 1: Mudah diangkut dengan alat mekanik
Tepung bijian, dipellet *) 24
Gandum 23-29 25
Jelai 19-31 25
Jagung 20-29 26
Bungkil biji rape, dipellet *) 29
Tepung darah 28-30 29
Grup 2: Sedang
Bungkil biji rape 28-35 32
Mineral campuran untuk sapi 29-39 32
Bungkil kacang tanah (ekstraksi) 28-38 33
Bungkil kedelai (ekstraksi) 28-38 33
Bungkil kacang tanah (penekanan) 33-38 35
Urea *) 35
Bungkil biji matahari (ekstrasi) 36-37 36
Protein sel tunggal (ragi) 30-46 36
Tepung susu skim 31-40 37
Mineral campuran untuk unggas 30-45 38
Bungkil kelapa (ekstraksi) 25-41 38
Butiran giling 32-45 39
Grup 3 : Sulit diangkut dengan alat mekanik
Tepung ikan 32-48 40
Mineral campuran untuk babi 35-49 42
Tepung daging 38-47 43
Dedak gandum 39-49 44
Tepung hijauan 33-52 45
Bungkil biji kapas (ekstraksi) 45-50 48
Keterangan : *) data tidak tersedia
Sumber : Ruttloff (1981) dalam Nurcahaya (1999)

7
Daya Ambang (DA)
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika
dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu,
dengan satuan m/detik. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai per
satuan waktu pada jarak yang telah ditetapkan maka daya ambangnya besar. Daya
ambang berperan penting dalam efisiensi pengangkutan bahan dengan alat penghisap
(Pneumatic conveyor), agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat
partikel. Partikel yang mempunyai daya ambang besar akan lebih dahulu terhisap,
sehingga bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan cenderung
bertumpuk pada bagian bawah (Khalil, 1999a).

3m

Gambar 2. Metode Pengukuran Daya Ambang

Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah
diekstraksi minyaknya secara mekanis (ekspeller) atau secara kimia (solvent).
Bungkil kedelai yang dihasilkan secara mekanis lebih banyak mengandung minyak
dan serat kasar, serta lebih sedikit kandungan proteinnya dibandingkan dengan
bungkil kedelai yang dihasilkan dengan menggunakan larutan hexan (Suryahadi et
al., 1997)
Bungkil kedelai ini mensuplai hampir 25% kebutuhan protein pada unggas
(McNoughton et al., 1981). Dibandingkan dengan sumber protein nabati lainnya
kedelai mengandung lisin yang tinggi, namun memiliki pembatas tripsin yang oleh
banyak ahli dipandang sebagai inhibitor proteolitik yang paling penting dalam pakan
unggas karena menyebabkan ketersediaan beberapa asam amino esensial terutama

8
lisin dan argini menjadi berkurang (Renner et al., 1953). Ditambahkan pula oleh
Waldroup et al., (1985) bahwa penghambat tripsin bukanlah satu-satu faktor dalam
kedelai mentah yang dapat mengambat pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian
Kakade et al., (1973) dalam Waldroup et al., (1985) bahwa perlakuan panas yang
diberikan pada kedelai mentah menyebabkan penghambat tripsin berkurang bahkan
sampai hilang, sehingga mampu meningkatkan protein efisiensi rasio (PER) sebesar
40%. Selain penghambat tripsin, berkurangnya ketersediaan asam amino dan
penurunan nilai nutrisi dalam bungkil kedelai disebabkan pula oleh proses
pemanasan yang berlebih. Mutu bungkil kedelai digolongkan dalam 3 golongan
yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai

komposisi Bungkil Kedelai

Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3

Air (%) Maksimum 12 12 12

Protein kasar (%) Minimum 47 44 41

Serat Kasar (%) Maksimum 6,0 6,5 9

Abu (%) Maksimum 6 7 8

Lemak (%) Maksimum 3,5 3,5 5

Ca (%) 0,2-0,4 0,2-0,4 0,2-0,4

P (%) 0,5-0,8 0,5-0,8 0,5-0,8

Aflatoksin (ppb) Maksimum 40 50 50


Sumber : SNI. 01-4227-1996

Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak kedelai. Bungkil ini
sangat disukai ternak (Mcdonald et al., 1995) Secara kualitatif kualitas bungkil
kedelai dapat di uji dengan menggunakan kerapatan tumpukan dan uji apung.
Kerapatan tumpukan yang baik adalah 594,1-610.2 kg/m3. Proses pembuatan bungkil
kedelai dapat dilihat pada Gambar 3. di bawah ini.

9
Kedelai
Pembersihan, pemecah, pemilihan kulit

Kulit (8%) Keping Biji (89%) Hipokotil (3%)


Pemanasan
Penggilingan ekstraksi pelarut heksana
Pakan Ternak Pemisahan Pemisahan
Pelarut Pelarut
Bungkil bungkil Minyak kasar

Gambar 3. Proses Pembuatan Bungkil Kedelai (Harris dan Karmas, 1989)

Bungkil Sawit
Kelapa sawit (Elaeis quneensis jacq) merupakan tanaman yang termasuk
keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut Orbignya
cohune (Hartadi et al., 1980 dalam Aritonang, 1984). Kelapa sawit berasal dari
Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis sejalan dengan perdagangan budak dari
Afrika, bangsa Inggris dan Portugis membawa kelapa sawit ke Amerika (Hartley,
1967 dalam Simanjuntak, 1998).
Kelapa sawit mempunyai bunga yang terdapat dalam satu tandan dan
bergerombol. Buah kelapa sawit berwarna merah kehitaman dan mengkilap. Bagian
luar dinding buah tebal dan sangat berserat sedangkan bagian dalam buah berwarna
putih, bagian dinding tersebut sangat kasar (Simanjuntak, 1998)
Tanaman kelapa sawit mulai dipanen pada umur 3,5-4,5 tahun sejak
pembibitan. Tanaman ini menghasilkan buah sepanjang tahun dan umur
ekonomisnya 25 tahun. Buah umumnya berupa berondolan yang terpaut erat dalam
bentuk tandan buah. Buah terdiri dari tiga bagian yaitu dinding buah (mesocorp),
tempuraung (cangkang atau shell), dan inti (kernel). Setiap pohon mengandung 6
tandan buah yang tumbuh dan matang secara berurutan. Setiap tandan mengandung
sekitar 250-600 buah berbentuk berondolan, jumlahnya meningkat menurut umur
dan semakin baik penyebarannya. Setiap tandan buah beratnya sekitar 5-30 kg,
sekitar 60-65% adalah berondolan. Dalam buah kelapa sawit terdapat biji (nut) dan
didalam biji terdapat inti sawit sekitar 4-4,5% dari berat tandan segar. Produksi pada

10
tahun pertama panen berkisar 10-15 ton tandan per hektar per tahun. Produksi ini
meningkat setiap tahunnya dan mencapai puncak pada umur 8-9 tahun dengan
tingkat produksi sekitar 25-30 ton tandan (Aritonang, 1984)
Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit masuk
pertama kali ke Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda dari Suriname ke Kebun
Raya Bogor sekitar tahun 1879 dan tanaman ini menyebar ke seluruh tanah air yaitu
pada 15 propinsi. Daerah penanaman kelapa sawit adalah Jawa Barat (daerah Lebak
dan Tangerang), Lampung, Riau, Sumatra Utara, Sumatera Barat dan Aceh.
Tanaman ini mula-mula dikembangkan oleh industri besar seperti perkebunan negara
dan swasta asing kemudian diikuti oleh swasta nasional dan rakyat.
Tabel 4. Nilai Rataan Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa dan
Bungkil Sawit
Sifat Fisik Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
3
BJ (Kg/m ) 912,2 1301,3 1574,3
3
KT (Kg/m ) 340,5 476,7 700,7
3
KPT (Kg/m ) 320,0 406,0 503,2
0
ST ( ) 12,5 25,3 45,2
DA (m/detik) 6,00 4,53 3,11
Sumber : Khalil (1999a)
*) Khalil (1999b)

Hasil utama pengolahan tandan sawit adalah minyak sawit (CPO) dan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil = PKO). Sebagai hasil ikutan diperoleh bungkil
inti sawit (BIS = PKC (Palm Kernel Cake)), serat perasan buah (SPB atau PPF(Palm
Press Fiber)), lumpur sawit kering (POS = Palm Oil Sludge), tandan buah kosong
dan tempurung. Bungkil inti sawit sebagian besar di ekspor sebagai bahan mentah
industri peternakan di negara maju, serat dan tempurung digunakan sebagai bahan
bakar. Tandan kosong merupakan sumber selulosa dan lumpur dapat digunakan
sebagai komponen makanan ternak (Naiboha, 1990). Gambaran tentang komponen
hasil pengolahan kelapa sawit terlihat pada Gambar 4.

11
HAL 12 ADA PADA FILE TERPISAH JUDUL= TANDAN BUAH SEGAR

12
Bungkil Kelapa
Menurut SNI (1996) bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari
ekstraksi daging buah kelapa segar/kering. Mutu bungkil kelapa digolongkan dalam
2 tingkat. Kopra merupakan buah kelapa yang dikeringkan dan digunakan sebagai
sumber minyak. Pengeringan kelapa tersebut biasanya dilakukan dibawah sinar
matahari atau dengan menggunakan pengering buatan (Woodrof,1979).
Menurut Child (1964) bahwa bungkil kopra masih mengandung protein,
karbohidrat, mineral dan sisa-sisa minyak yang masih tertinggal. Karena kandungan
protein yang cukup tinggi, maka bungkil kelapa cukup baik apabila digunakan
sebagai makanan ternak. Proses pembuatan bungkil ini didapat dilihat pada
Gambar 4.
Kelapa

Pengeringan dengan sinar matahari

Penghancuran

Pemasakan pada suhu 115,5 0C

Pengepresan

Minyak Bungkil

Gambar 5. Proses Pembuatan Bungkil Kelapa (Child, 1964)

Bungkil kelapa mengandung lemak yang tinggi maka ketengikan mudah


terjadi, sehingga disarankan untuk tidak terlalu lama dalam penyimpanan bungkil ini.
Kadar air yang baik untuk menyimpan bungkil ini adalah kurang dari 13%
(Suryahadi et al., 1997). Persyaratan mutu bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi
dan toleransi aflatoksin. Persyaratan mutu bungkil kelapa menurut SNI dapat dilihat
pada Tabel 5.

13
Tabel 5. Persyaratan Mutu Bungkil Kelapa
Komposisi Jenis
A B

Air (%) Maksimum 12 12


Protein kasar (%) Minimum 18 16
Serat Kasar (%) Maksimum 14 16
Abu (%) Maksimum 7 9
Lemak (%) Maksimum 12 15
Asam Lemak Bebas (% terhadap lemak) 7 9
Ca (%) 0,05-0,30 0,05-0,30
P (%) 0,40-0,75 0,40-0,75
Aflatoksin (ppb) Maksimum 100 100
Sumber : Revisi SNI. 01-2904-1992

14
METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, mulai bulan Juni-Nopember 2005.

Materi
Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan pakan sumber protein nabati yang sering
digunakan dalm penyusunan ransum di industri pakan yaitu : bungkil kedelai,
bungkil sawit dan bungkil kelapa. Bahan pakan yang digunakan merupakan sampel
pakan yang diperoleh dari 2 industri, yaitu industri(A) dan industri (B), masing-
masing sebanyak 5 kg.

Bungkil kedelai Bungkil sawit Bungkil kelapa


Gambar 6. Penampakan Visual Bungkil Kedelai, Bungkil Sawit dan Bungkil
Kelapa
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain oven, mistar,
segitiga siku-siku, corong plastik, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, kertas karton,
alumunium foil, kantong plastik, jangka, stopwatch, pengaduk, pemanas air, kaca
pembesar, suntikan, sendok makan, sendok teh dan alat penjepit.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial 2 x 3. Faktor pertama adalah industri yang berbeda yaitu
industri A dan industri B, faktor kedua adalah jenis bahan yaitu bungkil kedelai,

15
bungkil kelapa dan bungkil sawit. Setiap perlakuan terdiri atas 4 ulangan. Model
matematik yang digunakan sebagai berikut:

Xijk = ì + ái + âj + áâij + åijk


Keterangan :
Xijk = X perlakuan Faktor A ke-i Faktor B ke-j ulangan ke-k
µ = nilai rata – rata umum
ái = efek faktor A ke-i
ßj = efek faktor B ke-j
áßij = efek interaksi faktor A ke-i faktor B ke-j
åijk = eror faktor A ke-i faktor B ke-j ulangan ke-k

Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
• Pengukuran kadar air
• Pengukuran sifat fisik antara lain berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang.

Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA), jika data yang
diperoleh berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal (Steel And
Torrie (1993).

Prosedur
Pengukuran Kadar Air
Setiap sempel yang diperoleh diukur kadar airnya untuk mengetahui kadar air
awal. Kadar air diukur dengan menggunakan oven 105o C selama 24 jam sampai
bobot stabil.
Pengukuran Sifat Fisik
Berat Jenis
Bahan dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml dengan menggunakan sendok
teh melalui corong sampai volume 50 ml. Gelas ukur yang telah berisi sempel
ditimbang untuk mengetahui beratnya, setelah itu dimasukkan aquades sebanyak 5
ml. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah volume tidak berubah lagi.

16
Perubahan volume aquades merupakan volume bahan yang sesungguhnya (Khalil,
1999a).

Bobot Bahan (gram)


BJ =
Perubahan Volume aquades (ml)

Kerapatan Tumpukan
Metode pengukuran kerapatan tumpukan dengan mencurahkan bahan
kedalam gelas ukur 1000 ml, kemudian ditimbang untuk mengetahui beratnya.
Pencurahan bahan diusahakan rata permukaan gelas ukur. Pencurahan bahan melalui
corong dan menggunakan sendok teh untuk mencurahkan sempel pada posisi yang
sama. Setiap pengamatan hindari terjadinya goncangan selama pengukuran.
Satuannya adalah kg/m3. Nilai kerapatan tumpukan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus dibawah ini (Khalil, 1999a).
Berat bahan yang di tempatkan (gram)
KT =
Volume ruang yang ditempati (ml)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan


Besarnya kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama
seperti penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume dibaca setelah dilakukan
pemadatan dengan cara menggoyang - goyangkan gelas ukur dengan tangan sampai
volumenya tidak berubah. Satuannya adalah kg/m3 (Khalil, 1999a)

Sudut Tumpukan
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan di dalam ruang dengan menjatuhkan
bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar dengan
menggunakan kertas karton manila berwarna putih yang telah diberi tanda untuk
mengukur diameter.
Besarnya sudut tumpukan bahan dapat di tentukan dengan mengukur
diameter dasar ( d) dan tinggi tumpukan ( t ).
Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus = (Khalil, 1999b)
tg ø = t / 0,5 d

Daya Ambang

17
Daya ambang bahan diukur dengan menjatuhkan sempel pada ketinggian 3 m
dari lantai kemudian diukur lama waktu ( detik ) yang dibutuhkan untuk mencapai
lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tepat jatuh bahan diberi alas
alumunium foil untuk meminimumkan kesalahan. Diusahakan bahan jatuh tegak
lurus dengan membuat bulatan pada alumunium foil. Untuk meminimumkan
pengaruh angin semua lubang yang memungkinkan angin masuk selama pengukuran
daya ambang di tutup dengan kertas karton.
Daya ambang diukur dengan rumus : (Khalil, 1999b)
Jarak jatuh (m)
Daya Ambang =
Waktu yang dibutuhkan(detik)

18
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian


Bungkil kedelai, bungkil kelapa dan bungkil sawit yang digunakan dalam
penelitian, berasal dari dua industri yang berlokasi didaerah Bekasi dan Bogor.
Ketiga bahan yang digunakan dalam penelitian di ambil dari industri tersebut melalui
staf kualiti kontrol untuk pengambilan sampel penelitian. Sampel yang di dapat
sebanyak 5 kg, kemudian di bagi menjadi 4 wadah sesuai dengan ulangan perlakuan
untuk tiap sampel bahan.
Selama penelitian sampel bahan di simpan dalam toples dan dimasukkan
dalam lemari pendingin, hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan pada bahan
penelitian, sehingga dalam penelitian kualitas bahan tetap terjaga. Perbandingan
warna dan tekstur bahan dari industri A dan industri B ditunjukan pada Gambar 7
dibawah ini.

Gambar Bahan dari Industri A

Bungkil Kedelai Bungkil Sawit Bungkil Kelapa

Gambar Bahan dari Industri B

19
Bungkil Kedelai Bungkil Sawit Bungkil Kelapa
Gambar 7. Perbandingan Penampakan Bahan dari Industri A dan Industri B

Kadar Air
Kadar air antara industri A dan industri B yang berbeda pada bahan pakan
bungkil sawit, bungkil kedelai dan bungkil kelapa memberikan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01), begitu juga pada perbandingan bahan bungkil sawit, bungkil
kedelai dan bungkil kelapa dari dua industri yang berbeda memberikan perbedaan
yang sangat nyata. Berdasarkan uji sidik ragam untuk kadar air terhadap industri
dapat dilihat pada Table 6.

Tabel 6. Rataan Kadar Air (%) Bahan Pada Perlakuan Industri yang
Berbeda
Industri Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 8,85AC±0,10 6,78AB±0,14 5,56BA±0,15
B 11,47BC±0,52 9,03BB±2,05 5,29AA±0,37
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.
Bungkil kedelai dan bungkil kelapa dari industri (A) memiliki kadar air
yang lebih rendah daripada kadar air dari industri (B), sedangkan pada bungkil sawit
dari industri A memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada industri B. Rataan kadar
air bahan antara kedua industri menunjukkan bahwa bungkil sawit dari industri B
menunjukkan nilai terkecil yaitu 5,29%, sedamgkan bungkil kedelai dari industri B
munujukkan nilai kadar air bahan terbesar yaitu 11,47%. Industri A mempunyai
rataan kadar air bahan yang lebih rendah dibandingkan dengan rataan kadar air bahan
pada industri B.
Perbedaan kadar air bahan bungkil sawit, bungkil kedelai dan bungkil
kelapa berdasarkan Tabel 6. menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01).
Nilai kadar air rata-rata bungkil kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan bungkil
sawit dan bungkil kelapa dari dua industri. Perbedaan kadar air dari ketiga bahan
tersebut mungkin disebabkan oleh tekstur permukaan bahan yang berbeda antara
bungkil sawit, bungkil kedelai dan bungkil kelapa, sehingga mempengaruhi daya

20
serap bahan terhadap uap air dari luar yang berbeda antara ketiga bahan tersebut,
selain kandungan air pada bahan itu sendiri. Bahan baku dalam industri pakan
diharapkan mengandung kadar air yang rendah, karena tingginya kadar air dapat
mempengaruhi keefisienan dalam penyusunan ransum dan dapat mengakibatkan
kerusakan bahan pakan akibat serangan cendawan dan kutu selama proses
penyimpanan. Penentuan kadar air bahan berguna dalam pembahasan sifat-sifat fisik
bahan pakan tersebut.

Sifat Fisik Ketiga Bahan dari Dua Sumber Industri yang Berbeda
Sifat fisik dan tekstur bahan mementukan parameter yang penting untuk
merancang alat proses (pengolahan), memenuhi syarat pengemasan, serta kondisi
penyimpanan (Wirakartakusumah,1992)

Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya,
satuannya adalah kg/m3. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis memberikan
pengaruh berat terhadap daya ambang dari partikel. Selain itu berat jenis merupakan
faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis dan ukuran partikel bertanggung
jawab terhadap homogenitas penyampuran partikel dan stabilitasnya dalam
pencampuran pakan. Berat jenis sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam
proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses
pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Kling
and Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999). Nilai berat jenis berbagai bahan pada
industri yang perbeda dapat dilihat pada Tabel 7. dibawah ini.

Tabel 7. Rataan Berat Jenis(kg/m3) Bahan Pada Perlakuan Industri yang


Berbeda
Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 1130,23Ab±28,89 966,03AA±23,34 1204,55Bb±62,74
B 1297,65Bb±100,99 1067,70BA±45,74 1150,78Ab±43,17
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.

21
Berat jenis bungkil kedelai, bungkil kelapa dan bungkil sawit antara industri
A dan industri B menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Nilai rataan
berat jenis tertinggi berdasarkan hasil pengamatan dimiliki oleh bungkil kedelai dari
industri B, rataan nilai berat jenis pada bungkil kelapa menunjukkan pengaruh yang
sangat nyata (P<0,01) terhadap bungkil sawit dan bungkil kedelai. Perbedaan nilai
berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan kandungan nutrisi bahan dalam hal ini
nutrisi bahan yang dipengaruhi oleh kadar air juga dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik permukaan partikel.
Berat jenis bungkil kedelai dari industri B pada penelitian ini menunjukkan
nilai tertinggi, dibandingkan bungkil sawit dan bungkil kelapa. Perbedaan ini diduga
dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel. Bungkil kedelai dilihat dari
penampakannya kelihatan kompak dengan rongga antar partikel kecil. Struktur yang
padat dan kompak menyebabkan nilai berat jenis bungkil kedelai yang lebih tinggi.
Bungkil kelapa memiliki nilai berat jenis yang paling kecil, hal ini diduga karena
kandungan air yang terdapat dalam bungkil kelapa rendah. Sehingga daya tarik antar
partikel sejenis (kohesi) pada bungkil kelapa lebih kecil dari pada daya tarik dari
partikel lain (adesi). Hal ini menyebabkan rongga antar partikel besar dan kurang
kompak.
Rataan nilai berat jenis bungkil kedelai dan bungkil kelapa pada industri A
lebih kecil jika dibandingkan nilai rataan berat jenis pada industri B, sedangkan nilai
berat berat jenis bungkil sawit pada industri A lebih besar daripada nilai berat jenis
bungkil sawit pada industri B. Perbedaan nilai ini diduga selain dipengaruhi oleh
perbedaan karakteristik permukaan bahan juga dipengaruhi oleh kandungan air yang
terdapat dalam bahan. Pada Tabel 6. yang menunjukkan bahwa nilai kadar air
bungkil sawit pada industri A lebih tinggi daripada nilai kadar air pada industri B.
kadar air yang rendah menyebabkan kohesivitas rendah sehingga rongga antar
partikel besar dan kurang kompak, hal ini menyebabkan nilai berat jenis bungkil
sawit pada industri B lebih rendah.
Porositas adalah rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis.
Porositas ini menunjukkan besarnya volume ruang antar partikel di dalam suatu
tumpukan pakan. Porositas ini memegang peranan penting misalnya dalam mencapai
efisiensi proses pengeringan bahan, kerana berkaitan erat dengan daya hantar panas

22
di dalam tumpukan bahan (Chung dan Lee, 1985 dalam Khalil, 1999a). ditambahkan
pula oleh Kling dan Woehlbier (1983), dalam Khalil (1999a) menyatakan bahwa
Pakan atau ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup
besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali. Oleh
karena itu, keadaan ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pakan campuran
(ransum). Gambar 8. di bawah ini menunjukkan interaksi antara jenis bahan pada
industri yang berbeda.

1400

1200

1000

800 Indus tri A


600 Indus tri B

400

200

0
B ungk il K edelai B ungk il K elapa B ungk il S awit

Gambar 8. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat
Fisik Berat Jenis

Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3 (Khalil, 1999a). Densitas curah
berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, begitu
juga dengan berat jenis (Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil 1999a). Sifat ini
juga berperan penting dalam perhitungan volume ruang yang dibutuhkan oleh suatu
bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur, elevator dan
juga silo.

Tabel 8. Rataan Kerapatan Tumpukan (kg/m3) Bahan Pada Perlakuan


Industri yang Berbeda.
Industri Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 622,50AB±5,00 617,50AC±9,75 665,00AA±5,77
B 542,50BB±17,08 460,00BC±0 590,00BA±16,33
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.

23
Data kerapatan tumpukan bungkil sawit, bungkil kedelai dan bungkil kelapa
dari dua industri yang berbeda disajikan pada Tabel 8. Bungkil kedelai, bungkil
sawit, dan bungkil kelapa dari industri yang berbeda mempunyai kerapatan
tumpukan yang sangat nyata (P<0,01) berbeda. Bungkil kedelai, bungkil kelapa dan
bungkil sawit dari industri A mempunyai kerapatan tumpukan lebih besar daripada
bungkil kedelai, bungkil sawit dan bungkil kelapa dari industri B. Tingginya nilai
kerapatan tumpukan bahan dari industri A pada penelitian ini diperkirakan karena
kadar air dan kohesifitas bahan.
Kerapatan tumpukan pada ketiga bahan yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Berdasarkan pengamatan Rataan nilai
kerapatan tumpukan yang paling tinggi terdapat pada bungkil sawit dari industri A
yaitu 665,00 g/l, dibandingkan nilai rataan kerapatan tumpukan yang terdapat pada
bungkil kelapa dan bungkil kedelai. Kerapatan tumpukan dipengaruhi oleh intensitas
gaya kohesi. Selanjutnya Peleg dan Bagley (1983) dalam Prambudi (2001)
menjelaskan bahwa tepung yang halus serta mengandung kadar air yang rendah
seperti seperti krimer kopi memiliki gaya kohesi yang rendah. Dari Tabel 6. dapat
dilihat bahwa bungkil sawit memiliki kandungan air yang rendah oleh karena itu
bungkil sawit memiliki daya kohesi yang rendah, sehingga hal ini menyebabkan
bungkil tersebut bebas bergerak. Nilai kerapatan tumpukan rendah dapat disebabkan
karena rendahnya kadar air dalam bungkil yang diukur (wijayanti, 2000).
Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a) pencampuran bahan dengan
ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang
besar (lebih dari 500 kg/m3) akan sulit dicampur dan campurannya akan mudah
terpisah kembali. Pakan yang memiliki KT yang rendah (kurang dari 450 kg/m3)
waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan
alat penakar otomatis, baik volumetrik maupun gravimetrik. Gambar 9. di bawah ini
menunjukkan interaksi antara jenis bahan pada industri yang berbeda.

700

600

500

400 Industri A
300 Industri B

200

100

0
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit

24
Gambar 9. Interaksi Jenis Bahan dan Industri yang Berbeda pada Kerapatan
Tumpukan
Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan
dengan volume yang ditempati bahan setelah melalui proses pemadatan seperti
penggoyangan (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada industri
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. dibawah ini.

Tabel 9. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3) Bahan Pada


Perlakuan Industri yang Berbeda
Industri Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 747,50Aa±9,57 742,50Aa±9,57 822,50Aa±9,57
B 697,50Ba±15,00 602,50Ba±9,57 797,50Ba±18,93
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.
Nilai kerapatan pemadatan tumpukan berbagai bahan dari industri A lebih
tinggi dari pada industri B penunjukkan pengaruh yang sangt nyata (P<0,01). Nilai
kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi dicapai oleh bungkil sawit pada industri A
kemudian bungkil kedelai, dan bungkil kelapa. Dengan adanya proses pemadatan
maka partikel-partikel dipaksa untuk mengisi celah-celah yang kosong (Peleg dan
Bagley, 1983 dalam Prambudi, 2001). Kejadian tersebut erat hubungannya dengan
sifat kohesifitas bahan, apabila suatu bahan mempunyai sifat kohesifitas yang tinggi
maka partikel bahan tersebut akan sulit mengisi celah kosong yang tersedia. Gambar
10. di bawah ini menunjukkan interaksi antara jenis bahan pada industri yang
berbeda.

900
800
700
600
500 Indus tri A
400 Indus tri B
300
200
100
0
B ungk il K edelai B ungk il K elapa B ungk il S awit
25
Gambar 10. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat
Fisik Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Gambar 10. menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis bahan
dengan industri yang berbeda. Hasil pengamatan pada Tabel 9. menunjukkan bahwa
nilai rataan kerapatan tumpukan pada bahan pakan yang berbeda memperlihatkan
perbedaaan yang tidak nyata. Perbedaan kandungan air tidak nyata berpengaruh
terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan pakan hijauan. Akan tetapi pada
kelompok pakan yang lain, kerapatan pemadatan tumpukan cenderung menurun
dengan meningkatnya kandungan air (Khalil, 1999a).

Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari
suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu
gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang
terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak dari suatu
partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo, 1976). Semakin bebas suatu partikel
bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk semakin kecil. Pergerakan partikel
yang ideal ditunjukkan oleh ransum dengan sudut tumpukan 200-500 (Ruttloff, 1981
dalam Khalil 1999b).
Pratomo (1976) menambahkan bahwa kegunaan praktis dari sifat sudut
tumpukan ini adalah di dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan
mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat material handling lainnya. Sifat
tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan dari dasar suatu gudang
penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi.

Hasil pengamatan sudut tumpukan bungkil kedelai, bungkil kelapa dan


bungkil sawit berkisar antara 24,100 - 42,190. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
bungkil kedelai dari industri A mempunyai sudut tumpukan yang lebih kecil yaitu
24,100,sedangkan bungkil kedelai dari industri B mempunyai sudut tumpukan lebih
besar yaitu 35,180, begitu juga dengan bungkil sawit dari industri A lebih kecil yaitu
36,610 daripada industri B yang mempunyai sudut tumpukan 42,190 dan bungkil

26
kelapa yang mempunyai sudut tumpukan 31,510 dari industri A dan 37,600 dari
industri B. Rataan Sudut tumpukan ketiga bahan dari industri A lebih rendah dari
pada industri B. Rataan nilai sudut tumpukan bahan dari dua industri yang berbeda
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) berbeda, hal ini dapat dilihat
pada Tabel 10. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kadar air bahan, karena bahan yang
memiliki sudut tumpukan tinggi umumnya memiliki kadar air yang tinggi
(Qomariyah,2004).

Berdasarkan analisa sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 10. bahwa
Perbedaan bahan pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) antara bungkil kedelai
dengan bungkil kelapa dan bungkil sawit, begitu juga dengan bungkil kelapa dan
bungkil sawit menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Rata-rata sudut tumpukan
paling besar adalah bungkil sawit pada industri B yaitu 42,190, sedangkan sudut
tumpukan terendah adalah pada bungkil kedelai industri A, hal ini karena pengaruh
kadar air dan kohesifitas yang berbeda. Bungkil kedelai mengandung kadar air bahan
yang lebih tinggi daripada bungkil sawit, tetapi memiliki sudut tumpukan yang lebih
kecil, hal ini mungkin karena kandungan kimia bahan yang berbeda. Karena selain
dipengaruhi kadar air dan ukuran partikel bahan, kohesifitas juga dipengaruhi oleh
kandungan kimia bahan seperti lemak dan serat kasar. Sudut tumpukan ini
berhubungan dengan kohesivitas (hubungan antar partikel sejenis). Jika sudut
tumpukan besar maka kohesivitasnya besar. Selain itu sudut tumpukan juga
merupakan metode cepat untuk mengukur laju aliran/daya luncur suatu bahan (Carr,
1976 dalam Qomariah 2004)
Tabel 10. Rataan Sudut Tumpukan (0) Bahan Pada Perlakuan Industri yang
Berbeda
Industri Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 24,10AA±1,09 31,51AB±2,02 36,61AC±1,13
B 35,18BA±1,69 37,60BB±2,35 42,19BC±1,40
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.
Hasil pengamatan sudut tumpukan bungkil kedelai, bungkil kelapa dan
bungkil sawit berkisar antara 24,100 - 42,190. Sudut tumpukan kurang dari 350

27
memiliki kebebasan bergerak yang baik, sedangkan sudut tumpukan 350 – 450
memiliki kebebasan bergerak yang sedang (Peleg and Bagley, 1983 dalam Prambudi,
2001). Fenomena yang terjadi erat kaitannya dengan kohesifitas bahan. Hasil rataan
sudut tumpukan pada bungkil sawit dan bungkil kelapa menandakan bahwa bungkil
sawit dan bungkil kelapa memiliki gaya kohesi yang lebih tinggi daripada gaya
kohesi bungkil kedelai. Gaya kohesi yang tinggi menyebabkan partikel-partikel yang
dicurahkan tidak bebas bergerak, disebabkan oleh gaya tarik menarik anterpartikel
bahan sejenis. Faktor tersebut menyebabkan terbentuknya sudut repost yang besar.
Bungkil kedelai memperlihatkan kebebasan bergerak partikel yang tinggi, yang
ditandai oleh rendahnya sudut repost yang terbentuk, pada saat dicurahkan terjadi
pergerakan partikelnya yang cepat sehingga sudut tumpukan yang terbentuk menjadi
landai. Gambar 11. di bawah ini menunjukkan interaksi antara jenis bahan pada
industri yang berbeda.

45
40
35
30
25 Industri A
20 Industri B
15
10
5
0
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit

Gambar 11. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat
Fisik Sudut Tumpukan.
Daya Ambang
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika
dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu,
dengan satuan m/detik. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang
dicapai/satuan waktu pada jarak yang telah ditetapkan maka daya ambangnya
basar.daya ambang berperan penting dalam efisiensi pengangkutan bahan dengan
alat penghisap (Pneumatic conveyor), agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran
dan berat partikel. Partikel yang mempunyai daya ambang besar akan lebih dahulu
terhisap, sehingga bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan

28
cenderung bertumpuk pada bagian bawah. Nilai daya ambang beberapa bahan yang
berbeda yang berasal dari industri yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10. dibawah
ini.
Nilai daya ambang bungkil kedelai dari industri A mempunyai nilai yang
lebih besar daripada bungkil kedelai dari industri B, Berbeda dengan bungkil kedelai,
bungkil sawit dan bungkil kelapa mempunyai daya ambang dari industri A lebih
kecil daripada industri B, tetapi berdasarkan analisa sidik ragam pada Tabel 11. tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata.
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa nilai daya ambang pada
bahan bungkil sawit berbeda nyata (P<0,05) dengan bungkil kelapa dan bungkil
kedelai. Berbeda dengan bungkil sawit, nilai rataan daya ambang pada bungkil
kelapa dan bungkil kedelai tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hal ini sangat
erat kaitannya dengan kadar air bahan dan ukuran partikel bahan, karena nilai daya
ambang dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel bahan (Khalil, 1999b).
Tabel 11. Rataan Daya Ambang (m/detik) Bahan Pada Perlakuan Industri
yang Berbeda
Industri Bahan
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit
A 5,11ab±1,05 4,30ab±0,29 4,96aa±0,61
B 3,81ab±0,21 4,74ab±0,57 5,69aa±1,01
*) superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) ditandai dengan huruf kecil dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditandai dengan huruf
besar.

Gambar 12. di bawah ini menunjukkan interaksi antara jenis bahan pada
industri yang berbeda.

Industri A
3
Industri B

0
Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Bungkil Sawit

29
Gambar 12. Interaksi Jenis Bahan dengan Industri yang Berbeda pada Sifat
Fisik Daya Ambang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bungkil sawit mempunyai Kadar air =
5,47%, Berat jenis = 1177,66 kg/m3, Kerapatan tumpukan = 627,50 kg/m3,
Kerapatan pemadatan tumpukan = 810,00 kg/m3, Sudut tumpukan = 39,4000, Daya
ambang = 5,32 m/detik. Bungkil kedelai mempunyai Kadar air = 10,16%, Berat jenis
= 1213,94 kg/m3, Kerapatan tumpukan = 582,50 kg/m3, Kerapatan pemadatan
tumpukan = 722,50 kg/m3, Sudut tumpukan = 29,640, Daya ambang = 4,56 m/detik.
Bungkil kelapa mempunyai Kadar air = 7,90%, Berat jenis = 1016,86 kg/m3,
Kerapatan tumpukan = 538,75 kg/m3, Kerapatan pemadatan tumpukan = 672,50
kg/m3, Sudut tumpukan = 34,550, Daya ambang = 4,52 m/detik. Adanya Perbedaan
sifat fisik ini menunjukkan bahwa setiap bahan memiliki karakter yang spesifik.

Saran
Pemilihan bahan dalam formulasi ransum hendaknya memperhatikan sifat
fisik tiap bahan agar homogenitas ransum dapat tercapai dan kesalahan akibat
pemilihan bahan dapat dihindari. Perlu diadakan penelitian tentang sifat fisik pakan
dan hubungannya dengan sifat kimia bahan.

30
UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbil alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan


kehadirat Alloh SWT. Atas segal Rahmat dan Karuniahnya sehingga penulis dapat
menyelesaiakan penulisan skripsi dengan judul ”Karakteristik Sifat Fisik Bunkil
Kedelai, Bungkil Kelapa dan Bungkil Sawit” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat serta salam selalu
dicurakkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan
sahabat beliau.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu, bapak dan adik lia tercinta atas segala materi, doa, dukungan, perhatian dan
kasih sayang yang diberikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada
Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir. Abdul
Djamil Hasjmy, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik
yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penulis melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Lidy Herawati, MS.
Selaku dosen penguji seminar serta Ir. Dwi Margi Suci, MS dan Ir. Bernadent Nenny
Polii, SU selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan masukan dan
sarannya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada staf pengajar dan staf
Lab. Ilmu dan teknologi Pakan (Pak Opiq, Ibu Eneh, Ibu Welly, Pak Sufyan, Endar
dan Dadang) atas saran, bantuan dan nasehatnya. Rekan-rekan penelitian Haris dan
Fauzan. Farid terimakasih komputernya, teman-teman Darul Ulum. Terimakasih
pada teman-teman Nutrisi 39, Nutrisi 40, TIP 41 dan Formatin. Terimakasih banyak
pada Reka, Budi, Adit, Alva, Hamzah, Sigit, teman-teman jogja dan semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Oktober 2006

Penulis

31
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, D. 1984. Pengaruh penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum babi
yang sedang bertumbuh. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Child, R. 1964. Coconut. Longman. London
Gauthama, P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral serta
hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harris, R.S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penerbit ITB. Bandung
Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan Vol. 22, No 1: 1-
11
Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor
higroskopis. Media Peternakan Vol. 22, No 1.
Mcdonald, P., R.A Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition, 5th Edition. John Wiley & Sons inc., New York.
McNaughten, J.L., F.N. Reece, and J.W. Deaton. 1981. Relationships between
colour, trypsin inhibitor contents, and urease index of soybean meal and
effect on broiller performance. Poultry Sci. 60: 393-400.
Naibaho, P.M. 1990. Prospek pengembangan industri hilir kelapa sawit. Kumpulan
makalah teknis kelapa sawit. Pekanbaru.
Prambudi, Eko. 2001. Sifat fisik dan kandungan protein tepung bahan pakan hasil
pengolahan limbah cair industri tempe dengan penambahan berbagai
sumber pati. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Protomo, M. 1976. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian. Fakultas Mekanisasi dan
Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Qomariyah, N. 2004. Uji Keasaman (pH), kelarutan, kerapatan tumpukan dan sudut
tumpukan untuk mengetahui kualitas bahan pakan sumber protein. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Renner, R., D.R. Clandinin, and A.R. Robblee. 1953. Action of moisture on damage
done during over-heating of soybean oil meal. Poultry Sci. 32: 582-585.
Simanjuntak, S.D. 1998. Penggunaan Aspergillus niger untuk meningkatkan nilai
gizi Bungkil Inti sawit dalam ransum Broiller. Tesis. Fakultas Pasca
Sarjana. IPB. Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI Bungkil Kelapa. Revisi SNI. 01-2904-1992

32
Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI Bungkil Kedelai. SNI. 01-4227-1996
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suadnyana, I.W., 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap
perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein. Skripsi. Fakultas
Peternakan. IPB.
Sutardi, T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu – Ilmu Nutrisi Ternak.
Makalah orasi ilmiah sebagai guru besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada
Fakultas Peternakan. IPB.
Syarief, R dan A. Irawan. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Melton Putra. Jakarta.
Waldroup, P., B.E. Ramsey., H.M. Hellwing, and N.K. Smith. 1985. Optimum
processing for soybean meal used in broiller diets. Poultry Sci. 64: 2314-
2320.
Wijayanti, S 2000. Mempelajari pembuatan tepung whey tahu dengan pengering
semprot dan karakteristik sifat fisiko kimia dan fungsional tepung yang
dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Wirakartakusumah, A., K.Abdullah, dan A. M. 1992. Sifat Fisik Pangan. Depdikbud.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Woodrof, J.G. 1979. Coconut: Production, Processing ang Product, 2nd Edition. The
AVI Publ. Co., Inc., Wesport, Connecticut

33
LAMPIRAN

34
Lampiran 1. Kadar Air Bahan Pada Perlakuan Industri yang Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 5,6702 5,4697 5,8393 5,6317 22,6109 127,8822555
B. Kedelai 8,7355 8,8368 8,9640 8,8806 35,4169 313,6163469
B. Kelapa 6,6986 6,6199 6,8627 6,9181 27,0993 183,6510769
Industri B B. Sawit 5,8168 5,2087 5,1586 4,9728 21,1569 112,3056117
B. Kedelai 11,608 12,108 10,884 11,2967 45,896 527,4097087
B. Kelapa 8,5289 7,7934 12,061 7,7469 36,1304 338,9662238
188,3104 1603,831223

JK(T) = 126,297609
JK(P) = 112,3275612
jk (E) = 13,97004781
JK (A) = 13,5844316
JK (B) = 88,14175866
JK(AB) = 10,6013709

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 43,7678 -2 -87,536 4
B. Kedelai 81,3129 1 81,313 1 1 81,3129 1
B. Kelapa 63,2297 1 63,23 1 -1 -63,2297 1
62,77013333 57,007 6 18,0832 2

JK (Ked vs
Kel,S) 67,70412602
JK (Kel vs
S) 20,43763264

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 112,3275612 5 22,466 28,946 2,77 4,25
faktor A 13,5844316 1 13,584 17,503 4,41 8,29
faktor B 88,14175866 2 44,071 56,784 3,55 6,01
JK (S vs
Kel,Ked) 67,70412602 1 67,704 87,235 4,41 8,29
JK (Kel vs
Ked) 20,43763264 1 20,438 26,333 4,41 8,29
interaksi AB 10,6013709 2 5,3007 6,8298 4,41 8,29
eror 13,97004781 18 0,7761
total 126,297609 23 5,4912

35
Lampiran 2. Berat Jenis Beberapa Bahan dari Industri yang Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 1155,6 1287,5 1156,3 1218,8 4818,2 5815571
B. Kedelai 1148,6 1161,1 1105,6 1105,6 4520,9 5112138
B. Kelapa 961,1 1000 947,4 955,6 3864,1 3734451
Industri B B. Sawit 1114,3 1212,1 1148,1 1128,6 4603,1 5302722
B. Kedelai 1228,6 1213,3 1315,4 1433,3 5190,6 6766181
B. Kelapa 1061,5 1130,8 1057,1 1021,4 4270,8 4566209
27267,7 31297273

JK(T) = 316961,6196
JK(P) = 258550,8971
jk (E) = 58410,7225
JK (A) = 30909,90375
JK (B) = 176029,5233
JK(AB) = 51611,47

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 9421,3 1 9421,3 1 -1 -9421,3 1
B. Kedelai 9711,5 1 9711,5 1 1 9711,5 1
B. Kelapa 8134,9 -2 -16269,8 4
9089,233333 2863 6 290,2 2

JK (kel vs
S,Ked) 170766,0208
JK (S vs Kel) 5263,5025

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 258550,8971 5 51710,17942 15,93514 2,77 4,25
faktor A 30909,90375 1 30909,90375 9,525276 4,41 8,29
faktor B 176029,5233 2 88014,76167 27,12286 3,55 6,01
JK (kel vs
Ked,S) 170766,0208 1 170766,0208 52,6237 4,41 8,29
JK (S vs Ked) 5263,5025 1 5263,5025 1,622015 4,41 8,29
interaksi AB 51611,47 2 25805,735 7,952362 4,41 8,29
eror 58410,7225 18 3245,040139
total 316961,6196 23 13780,93998

36
Lampiran 3. Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan dari Industri yang Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 660 670 660 670 2660 1769000
B. Kedelai 630 620 620 620 2490 1550100
B. Kelapa 630 610 620 610 2470 1525500
Industri B B. Sawit 610 590 590 570 2360 1393200
B. Kedelai 560 550 540 520 2170 1178100
B. Kelapa 460 460 460 460 1840 846400
13990 8262300

JK(T) = 107295,8333
JK(P) = 105170,8333
jk (E) = 2125
JK (A) = 65104,16667
JK (B) = 31508,33333
JK(AB) = 8558,333333

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 5020 2 10040 4
B. Kedelai 4660 -1 -4660 1 -1 4660 1
B. Kelapa 4310 -1 -4310 1 1 -4310 1
4663,333333 1070 6 350 2

JK (S vs
Kel,Ked) 23852,08333
JK (Kel vs
Ked) 7656,25

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 105170,8333 5 21034,17 178,1718 2,77 4,25
faktor A 65104,16667 1 65104,17 551,4706 4,41 8,29
faktor B 31508,33333 2 15754,17 133,4471 3,55 6,01
JK (S vs
Kel,Ked) 23852,08333 1 23852,08 202,0412 4,41 8,29
JK (Kel vs
Ked) 7656,25 1 7656,25 64,85294 4,41 8,29
interaksi AB 8558,333333 2 4279,167 36,24706 4,41 8,29
eror 2125 18 118,0556
total 107295,8333 23 4665,036

37
Lampiran 4. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan pada Industri yang
Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 810 820 830 830 3290 2706300
B. Kedelai 740 760 750 740 2990 2235300
B. Kelapa 750 740 750 730 2970 2205500
Industri B B. Sawit 810 800 810 770 3190 2545100
B. Kedelai 710 680 690 710 2790 1946700
B. Kelapa 610 600 590 610 2410 1452300
17640 13091200

JK(T) = 125800
JK(P) = 122950
jk (E) = 2850
JK (A) = 30816,6667
JK (B) = 77500
JK(AB) = 14633,3333

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 6480 2 630,363 4
-
B. Kedelai 5780 -1 -237,111 1 1 237,111 1
B. Kelapa 5380 -1 -276,431 1 -1 276,431 1
5880 116,8209 6 39,32 2

JK (S vs Kel,Ked) 284,315056
JK (Kel vs Ked) 96,6289

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 122950 5 24590 155,3053 2,77 4,25
faktor A 30816,6667 1 30816,67 194,6316 4,41 8,29
faktor B 77500 2 38750 244,7368 3,55 6,01
JK (S vs Kel,Ked) 284,315056 1 284,3151 1,795674 4,41 8,29
JK (Kel vs Ked) 96,6289 1 96,6289 0,610288 4,41 8,29
interaksi AB 14633,3333 2 7316,667 46,21053 4,41 8,29
eror 2850 18 158,3333
total 125800 23 5469,565

38
Lampiran 5. Sudut Tumpukan Bahan Pada Perlakuan Industri yang Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 38,2291 35,7091 35,9982 36,4934 146,4298 5364,243
B. Kedelai 24,6022 22,466 24,7286 24,6148 96,4116 2327,381
B. Kelapa 29,0063 33,4096 32,8504 30,7627 126,029 3983,059
Industri B B. Sawit 44,0242 41,4407 40,8151 42,4717 168,7517 7125,179
B. Kedelai 34,1359 33,3497 36,6486 36,5651 140,6993 4957,589
B. Kelapa 34,8894 40,4622 36,8012 38,2494 150,4022 5671,805
828,7236 29429,26

JK(T) = 813,3059339
JK(P) = 762,6604889
jk (E) = 50,64544501
JK (A) = 344,9112457
JK (B) = 380,9454303
JK(AB) = 36,80381298

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 315,1815 1 315,1815 1 1 315,1815
B. Kedelai 237,1109 -2 -474,222 4 1
B. Kelapa 276,4312 1 276,4312 1 -1 -276,431 1
276,2412 117,3909 6 38,7503 2

JK (S vs
Kel,Ked) 287,0963209
JK (Kel vs
Ked) 93,84910938

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 762,6604889 5 152,5321 54,21174 2,77 4,25
faktor A 344,9112457 1 344,9112 122,5856 4,41 8,29
faktor B 380,9454303 2 190,4727 67,69629 3,55 6,01
JK (Ked vs
Kel,S) 287,0963209 1 287,0963 102,0375 4,41 8,29
JK (Kel vs
S) 93,84910938 1 93,84911 33,3551 4,41 8,29
interaksi AB 36,80381298 2 18,40191 6,540259 4,41 8,29
eror 50,64544501 18 2,813636
total 813,3059339 23 35,36113

39
Lampiran 6. Daya Ambang Beberapa Bahan dari Industri yang Berbeda
BAHAN INDUSTRI 1 2 3 4 Xij • Xijk2
Industri A B. Sawit 4,918 5,4545 4,1096 5,3571 19,8392 99,52563
B. Kedelai 4,2857 5,5556 6,383 4,2254 20,4497 107,8286
B. Kelapa 4,1096 4,6875 4,3478 4,0541 17,199 74,20056
Industri B B. Sawit 5,4545 4,5455 6,9767 5,7692 22,7459 132,3712
B. Kedelai 3,6585 3,8961 3,6145 4,0541 15,2232 58,06455
B. Kelapa 5,4545 4,0541 4,6875 4,7619 18,958 90,83564
114,415 562,8261

JK(T) = 17,37647232
JK(P) = 8,579633153
jk (E) = 8,796839165
JK (A) = 0,013104027
JK (B) = 3,722222136
JK(AB) = 4,844306991

A Xj ë1 c ë12 ë2 c ë12
B. Sawit 42,5851 2 85,1702 4
-
B. Kedelai 35,6729 -1 -35,6729 1 1 35,6729 1
B. Kelapa 36,157 -1 -36,157 1 -1 36,157 1
38,13833333 13,3403 6 0,4841 2

JK (S vs
Kel,Ked) 3,707575085
JK (Kel vs
Ked) 0,014647051

SV JK db KT F F.05 F,01
Perlakuan 8,579633153 5 1,715927 3,511111 2,77 4,25
faktor A 0,013104027 1 0,013104 0,026813 4,41 8,29
faktor B 3,722222136 2 1,861111 3,808186 3,55 6,01
JK (S vs
Kel,Ked) 3,707575085 1 3,707575 7,586401 4,41 8,29
JK (Kel vs
Ked) 0,014647051 1 0,014647 0,029971 4,41 8,29
interaksi AB 4,844306991 2 2,422153 4,956185 4,41 8,29
eror 8,796839165 18 0,488713
total 17,37647232 23 0,755499

40
Tandan buah segara
(fresh fruit bunches)

Ampas tandan (bunches trash) Buah (fruit)

Serat buah(12%) Minyak sawit kasar Inti sawit(4-4,5%) Cangkang sawit


(Palm press fiber) (Crude palm oil) (Palm kernel) (Palm nut shell)

Minyak sawit murni Lumpur minyak sawit Proses preparasi


(Palm oil) (Palm oil sludge)

Proses ekstraksi

Proses Destilasi Proses Pengeringan

Proses pengutipan kembali N-Hexana Bungkil inti sawit(2,3%)

Minyak inti sawit N-hexana Air proses pembuatan pelet

Gambar 4. Komponen Hasil Pengolahan Tandan Buah Kelapa Sawit dan Proses Ekstraksi Bungkil Inti Sawit
(Aritonang,1984).

12

Anda mungkin juga menyukai